Anda di halaman 1dari 28

1

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PUPUK DAN PEMUPUKAN

( Pupuk kotoran ayam dan Baglog)

Oleh:
Kelas :H
Kelompok : H2

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
2

DATA ANGGOTA KELOMPOK

PRAKTIKUM TEKNOLOGI PUPUK DAN PEMUPUKAN

Kelompok : H2
Asisten : Febri Fitria Selly

No Nama NIM
1 Hanif Azhari 185040201111072
2 Andhika Hanif 185040201111027
3 Jefri Dwi Prayogi 185040201111044
4 Widiyaningrum 185040201111073
5 Ismi Octaviani 185040201111094
6 Topan Nurjaman 185040201111097
7 Oktavi Nuansa Violeti 185040201111142
8 Esra Yuliana Manalu 185040201111164
9 Siti Nur Khadijah M. 185040201111193
10 Gabriela Kezia Wiliani 185040207111030
11 Elsyifa Tsabita Rahma 185040207111041
12 Ahmad Ismail Ridho 185040207111044
13 Isnan Arsyad Adinata 185040207111056
14 Mochamad Dewa Prima 185040207111066
15 Ardiyan Taruna 185040207111069
16 Milla Safitri 185040207111003
3

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN BESAR PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PUPUK DAN PEMUPUKAN

Kelas :H
Kelompok : H2

Disetujui Oleh:

Asisten Kelas, Koordinator Asisten,

Febri Fitria Selly Sri Sugiyanti


NIM.16504020111089 NIM. 165040201111191
4

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat
yang diberikan-Nya sehingga laporan besar yang berjudul Teknologi Pupuk dan
Pumupukan ini dapat terselesaikan. Pada kesempatan ini, penulis menghaturkan
terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu menyumbangkan ide dan
pikiran demi terwujudnya laporan akhir praktikum ini. Penulis mengucapkan
terima kasih kepada dosen yang telah membimbing kami selama kuliah
berlangsung dan asisten yang telah membimbing kami selama praktikum serta
teman-teman atas kerjasamanya.
Laporan ini dibuat dalam rangka menyelesaikan tugas akhir praktikum
Teknologi Pupuk dan Pemupukan yang diberikan oleh Tim Asisten Praktikum
dalam rangka pendalaman mata kuliah Teknologi Pupuk dan Pemupukan.
Semoga penulisan laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan kritik
serta saran yang penulis terima dapat dijadikan perbaikan dalam penulisan laporan
selanjutnya.

Malang, 21 November 2019

Penulis
5

DAFTAR ISI

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM ....................................................................... 1

TEKNOLOGI PUPUK DAN PEMUPUKAN ........................................................ 1

DATA ANGGOTA KELOMPOK.......................................................................... 2

PRAKTIKUM TEKNOLOGI PUPUK DAN PEMUPUKAN ............................... 2

LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... 3

LAPORAN BESAR PRAKTIKUM ....................................................................... 3

TEKNOLOGI PUPUK DAN PEMUPUKAN ........................................................ 3

KATA PENGANTAR ............................................................................................ 4

DAFTAR ISI ........................................................................................................... 5

DAFTAR TABEL ................................................................................................... 7

DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. 8

1. PENDAHULUAN ........................................................................................... 9

1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 9

1.2 Tujuan ..................................................................................................... 10

1.3 Manfaat ................................................................................................... 10

2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 11

2.1 Pengertian Kompos dan Pengomposan .................................................. 11

2.2 Kelebihan dan Kekurangan Kompos ...................................................... 12

2.3 Fase Pengomposan ................................................................................. 13

2.4 Deskripsi Kelebihan dan Kekurang Bahan Kompos .............................. 14

2.5 Ciri Kompos yang Sudah Matang .......................................................... 15

2.6 Peran EM4 dan Molase dan Pengomposan ............................................ 15

2.7 Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Pengomposan ...................... 16


6

2.8 Standar Mutu Kompos............................................................................ 17

3. METODOLOGI ............................................................................................. 19

3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan ............................................................. 19

3.2 Alat dan Bahan ....................................................................................... 19

3.3 Cara Kerja............................................................................................... 20

4. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 22

4.1 Hasil Pengamatan (1 angkatan) .............................................................. 22

4.1.1 Hasil Pengmatan Suhu (Grafik) ...................................................... 22

4.1.2 Hasil Analisis Laboratorium (Tabel) .............................................. 22

4.2 Pembahasan ............................................................................................ 22

4.2.1 Pembahasan Pupuk Kelompok (Bandingkan dengan Literatur) ..... 22

4.2.2 Pembahsan Umum .......................................................................... 22

5. PENUTUP ..................................................................................................... 23

5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 23

5.2 Saran ....................................................................................................... 23

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 24

LAMPIRAN .......................................................................................................... 27
7

DAFTAR TABEL
8

DAFTAR GAMBAR
9

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keberhasilan produksi dalam bidang pertanian untuk memenuhi kebutuhan


pangan nasional melalui kegiatan intensifikasi tidak lepas dari kontribusi dan
peranan sarana dan prasarana produksi pertanian. Upaya yang dapat dilakukan
untuk memenuhi kecukupan dan perbaikan kualitas pangan adalah dengan melalui
proses perbaikan sistem budidaya tanaman. Tanaman yang berkualitas dan
memiliki produksi tinggi dalam pertumbuhannya sangat membutuhkan unsur hara
yang tidak dapat digantikan dengan unsur hara lain. Salah satu upaya yang dapat
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan unsur hara didalam tanah adalah dengan
pemupukan. Menurut Balittanah (2015), tanaman memerlukan bahan yang
mengandung satu atau lebih unsur hara atau nutrisi untuk menunjang
pertumbuhan dan perkembangannya. Unsur hara yang diperlukan oleh tanaman
ialah C, H, O (ketersediaan di alam melimpah), N, P, K, Ca, Mg, S (hara makro),
dan Fe, Mn, Cu, Zn, Cl, Mo, B (hara mikro).
Kebutuhan akan hara tersebut dapat dipenuhi dengan pemberian unsur hara
langsung ke tanah dengan cara pemberian pupuk. Penerapan program pemupukan
yang berimbang dan meminimalisir penggunaan pupuk kimia diharapkan dapat
menjadi salah satu upaya meningkatkan produktifitas tanaman budidaya. . Dari
data Assosiasi Produsen Pupuk Indonesia (2017), menyatakan bahwa peningkatan
penggunaan pupuk kimia tiap tahunnya semakin meningkat tercatat pada tahun
2013-2016 peningkatan permintaan pupuk anorganik (Urea) meningkat 2,5% tiap
tahunnya, hal ini menunjukkan peningkatan yang cukup tinggi. Pengaplikasian
pupuk kimia secara terus-menerus tidak mampu menjaga kestabilan sifat fisika,
kimia, maupun biologi tanah, dan cenderung mengakibatkan kerusakan tanah.
Pengaplikasian pupuk tanpa dosis yang tepat juga akan lebih cepat menyebabkan
degradasi tanah, serta tidak memperbaharui unsur hara kompleks yang ada
didalam tanah,untuk memenuhi kebutuhan tanaman. Limbah hasil produksi di
bidang pertanian yang tak berfungsi dapat di manfaatkan sebagai produk
pembuatan pupuk. Limbah hasil produksi di bidang pertanian seperti sisa hasil
panen, gulma (tithonia), maupun limbah kopi. Sedangkan limbah non pertanian
seperti sampah organik. Fungsi limbah yang tidak optimal dikarenakan limbah
10

tersebut tidak memiliki nilai ekonomis sehingga masyarakat pada umumnya


langsung membuang tanpa memilah terlebih dahulu apakah produk tersebut masih
dapat di lakukan pengolahan lebih lanjut untuk menjadikan suatu produk yang
lebih bermanfaat.
Kompos merupakan salah satu jenis pupuk organik yang dapat diproduksi
dari berbagai limbah hasil pertanian. Kompos merupakan pupuk organik yang
berasal dari sisa tanaman dan kotoran hewan yang telah mengalami proses
pelapukan (dekomposisi) dengan bantuan mikroorganisme pengurai, sehingga
dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki sifat-sifat tanah (Haq et al., 2014).
Kompos yang baik adalah yang sudah cukup mengalami pelapukan yang dicirikan
oleh warna yang sudah berbeda dengan warna bahan pembentuknya, tidak berbau,
kadar air rendah dan sesuai suhu ruang. Pembuatan kompos pada kegiatan
praktikum berbahan dasar dari kotoran ayam legume dan paitan. Penggunaan
paitan dimaksudkan untuk pemanfaatan yang sudah tidak digunakan dan memiliki
nilai ekonomis rendah.

1.2 Tujuan

Tujuan dilaksanakanya praktikum pembuatan kompos yaitu mahasiswa


diharapkan dapat mengetahui proses pembuatan kompos, mengetahui pengaruh
berbagai kombinasi bahan pada pembuatan kompos, serta mengetahui pengaruh
penggunaan EM4 dan molase terhadap kualitas kompos yang dapat dilihat melalui
analisa kimia dan fisik kompos.

1.3 Manfaat

Manfaat dari pelaksanaan praktikum pembuatan kompos yaitu mahasiswa


diharapkan mampu memahami dan mempraktekan proses pembuatan kompos,
mampu mengetahui bahan baku yang efektif dan efisian untuk pembuatan
kompos, serta mampu mengetahui ciri kualitas kompos yang baik yang dilihat dari
kondisi kimia dan fisik kompos.
11

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kompos dan Pengomposan

Kompos merupakan jenis pupuk yang berasal dari hasil akhir penguraian
sisa-sisa hewan maupun tumbuhan yang berfungsi sebagai penyuplai unsur hara
tanah sehingga dapat digunakan untuk memperbaiki tanah secara fisik, kimiawi,
maupun biologis (Sutanto, 2002). Secara fisik, kompos mampu menstabilkan
agregat tanah, memperbaiki aerasi dan drainase tanah, serta mampu meningkatkan
kemampuan tanah menahan air. Secara kimiawi, kompos dapat meningkatkan
unsur hara tanah makro maupun mikro dan meningkatkan efisiensi pengambilan
unsur hara tanah. Sedangkan secara biologis, kompos dapat menjadi sumber
energi bagi mikroorganisme tanah yang mampu melepaskan hara bagi tanaman.
Kompos dapat dibuat dari berbagai bahan organik yang berasal dari
limbah hasil pertanian dan non pertanian (Harizena, 2012). Limbah hasil pertanian
yang dapat dijadikan sebagai kompos antara lain berupa jerami, dedak padi, kulit
kacang tanah, dan ampas tebu. Sedangkan, limbah hasil non pertanian yang dapat
diolah menjadi kompos berasal dari sampah organik yang dikumpulkan dari pasar
maupun sampah rumah tangga. Bahan-bahan organik tersebut selanjutnya
mengalami proses pengomposan dengan bantuan mikroorganisme pengurai
sehingga dapat dimanfaatkan secara optimal ke lahan pertanian. Pada lingkungan
terbuka, proses pengomposan dapat berlangsung secara alami. Melalui proses
pengomposan secara alami, bahan-bahan organik tersebut dalam waktu yang lama
akan membusuk karena adanya kerja sama antara mikroorganisme dengan cuaca.
Proses tersebut dapat dipercepat dengan menambahkan mikroorganisme pengurai
sehingga dalam waktu singkat akan diperoleh kompos yang berkualitas baik
(Widarti et al., 2015).
Pengomposan merupakan proses perombakan (dekomposisi) bahan
organik oleh mikroorganisme dalam keadaan lingkungan yang terkontrol dengan
hasil akhir berupa humus dan kompos (Murbandono, 2008). Pengomposan
bertujuan untuk mengaktifkan kegiatan mikroba agar mampu mempercepat proses
dekomposisi bahan organik. Selain itu, pengomposan juga digunakan untuk
menurunkan nisbah C/N bahan organik agar menjadi sama dengan nisbah
C/Ntanah (10-12) sehingga dapat diserap dengan mudah oleh tanaman. Agar
12

proses pengomposan berlangsung optimum, maka kondisi saat proses harus


dikontrol.
Berdasarkan ketersediaan oksigen bebas, mekanisme proses pengomposan
dibagi menjadi 2, yaitu pengomposan secara aerobik dan anaerobik. Pengomposan
secara aerobik merupakan proses pengomposan yang memerlukan ketersediaan
oksigen. Oksigen diperlukan oleh mikroorganisme untuk merombak bahan
organik selama proses pengomposan berlangsung. Sedangkan pengomposan
secara anaerobik merupakan proses pengomposan yang tidak memerlukan
ketersediaan oksigen, namun hanya memerlukan tambahan panas dari luar
(Sutanto, 2002).

2.2 Kelebihan dan Kekurangan Kompos

Pupuk kompos merupakan salah satu contoh dari pupuk organik. Pupuk
kompos dapat berasal dari kotoran ternak seperti ayam yang banyak memiliki
manfaat bagi kesuburan tanah. Pada pupuk kompos dari kotoran ayam
mengandung kadar unsur hara N (1,70%), P (2,12%), K (1,48%) dan C/N ratio
10,8. Pupuk kompos kotoran ayam memiliki kandung unsur hara P yang relatif
lebih tinggi dari pupuk kandang lainnya. Pemberian pupuk kompos dari kotoran
ayam dapat meningkatkan produksi tanaman jagung sebesar 60% pada musim
pertama dan pada musim kedua sebesar 40% karena pupuk kompos dari kotoran
ayam lebih cepat tersedia bagi tanaman daripada pupuk kompos dari kotoran
lainnya (Rohmaniah, 2017).
Pupuk kompos memberikan peranan yang penting dalam memperbaiki
kesuburan tanah. berikut ini adalah kelebihan dari pupuk kompos menurut Safitri
(2018) yang sangat bermanfaat bagi tanah dan tanman.
1. Dapat menambahkan unsur-unsur hara N, P, dan K yang secara lambat
tersedia.
2. Meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) yang membuat kation-kation
hara yang penting bagi tanaman tidak mudah mengalami pencucian dan
tesedia bagi tanaman.
13

3. Memperbaiki sifat fisik tanah yaitu memperbaiki agregat tanah, sehingga


membetuk struktur tanah yang lebih baik untuk kepentingan respirasi dan
pertubuhan akar.
4. Meningkatkan kemampuan dalam mengikat air, sehingga ketersediaan air
bagi tanaman dapat lebih terjamin. Semakin tinggi kadar air dalam tanah
dapat memperbaiki absorbsi dan transportasi unsur hara akan lebih baik.
Sehingga dapat meningkatkan laju fotosintesis untuk dapat menghasilkan
cadangan makanan untuk mendukung pertumbuhan tanaman dan produksi
akan meningkat.
5. Meningkatkan aktivitas mikroba tanah yang sangat penting dalam
mendukung kehidupan tanaman.
Dibalik kelebihan pupuk kompos yang sangat penting, pupuk kompos juga
memiliki kekurangan. Menurut Aisyah (2016), pupuk kompos memiliki
kekurangan, yaitu membutuhkan jumlah pupuk kompos dua kali lebih banyak
dibandingkan dengan pupuk kimia. Hal ini dikarenakan pada pupuk kompos unsur
hara yang terkandung didalamnya lebih sedikit dibandingkan dengan pupuk
kimia. Menurut Hartatik dan Widowati (2006), pupuk kompos memiliki
kekurangan yaitu, kehilangan NH3 (N), karena pada saat pengomposan unsur N
akan hilang sebagai gas NH3 dan diperlukan waktu dan tenaga yang lebih banyak
pada saat pengaplikasian dikarenakan kebutuhan pupuk kompos yang lebih
banyak.

2.3 Fase Pengomposan

Proses pengomposan menurut Waluyo (2018) terdapat 4 fase diantaranya


yaitu,
a. Fase Mesofilik
Pada fase ini media mempunyai pH dan temperatur yang sesuai dengan
bahan dan suhu lingkungan yang sesuai yaitu pada pH ±6 dan temperatur 18 oC -
22 oC. Dengan adanya aktivitas mikroorganisme khususnya bakteri yang berasal
dari bahan kompos itu sendiri maka temperatur akan mulai naik dan menghasilkan
asam organik. Hal ini dapat mengakibatkan menurunnya nilai pH.
14

b. Fase Termofilik
Pada fase ini kenaikan temperatur terjadi hingga diatas 40 oC. aktivitas
bakteri mesofilik terhenti kemudian diganti oleh kelompok bakteri termofilik.
Bersamaan dengan pergantian ini, akan dihasilkan amonia dan gas nitrogen
sehingga nilai pH akan berubah menjadi basa. Aktivitas mikroba termofilik, jamur
termofilik akan mati akibat kenaikan temperatur diatas 60 oC dan diganti oleh
kelompok Aktinimycetes dan bakteri termofilik sampai batas temperatur 85 oC.

c. Fase Pendinginan
Setelah temperatur maksimal telah tercapai hampir seluruh kehidupan
didalmnya mengalami kematian selanjutnya temperatur akan menurun kembali
hingga akhirnya berkisar seperti pada temperatur awal yaitu 18 oC - 22 oC.

d. Fase Masak
Pada fase ini hasil kompos sudah siap untuk digunakan dan sudah aman dari
mikroorganisme.

2.4 Deskripsi Kelebihan dan Kekurang Bahan Kompos

2.4.1 Buglog Jamur


Limbah media tanam jamur (baglog) yang dihasilkan oleh perindustri
budidaya jamur dapat dimanfaatkan menjadi salah satu bahan baku pembuatan
kompos. Limbah jamur Baglog dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik yang
berguna untuk memperbaiki struktur dan kesuburan tanah, meningkatkan daya
simpan dan daya serap air, memperbaiki kondisi biologi dan kimia tanah,
memperkaya unsur hara makro dan mikro serta tidak mencemari lingkungan.
Limbah baglog ini dapat dicampur dengan kotoran ayam atau kambing untuk
dapat dijadikan kompos (Rahmah et al., 2014). Menurut Sulaiman (2011),
komposisi limbah baglog mempunyai kandungan nutrisi seperti P 0,7%, K 0,02%,
N total 0,6% dan C-organik 49,00%, sehingga bermanfaat untuk meningkatkan
kesuburan tanah.
15

2.4.2 Kotoran Ayam


Kotoran ayam yang identik dengan bau yang kurang sedap dapat dijadikan
salah satu bahan pembuatan pupuk organik. Kotoran ayam mengandung unsur
hara lengkap yang dibutuhkan oleh tanaman untuk pertumbuhannya seperti
nitrogen (N), fosfor (P) dan kalium (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg) dan
sulfur (S). Kandungan unsur makro dan mikro yang terdapat pada kotoran ayam
meliputi N (1,72%), P (1,82%), K (2,18%), Ca (9,23%), Mg (0,86%), Mn (610%),
Fe (3475%), Cu (160%), Zn (501%) (Susilowati, 2013). Menurut Pangaribuan et
al. (2012), pupuk kandang ayam memiliki kandungan unsur hara N, P dan K yang
lebih banyak daripada pupuk kandang jenis ternak lainnya karena kotoran padat
pada ternak unggas tercampur dengan kotoran cairnya. Selain itu, Pemberian
beberapa dosis kompos kotoran ayam mampu meningkatkan N di dalam tanah
karena menurut Sidabutar (2006), bahan organik dari kompos kotoran ayam
merupakan makanan bagi mikroorganisme tanah yang sebagian terdapat
mikroorganisme pengikat N sehingga dapat memberi dampak positif bagi
tanaman.

2.5 Ciri Kompos yang Sudah Matang

Kompos yang sudah matang atau siap digunakan tentunya memiliki ciri yang
berbeda dengan kompos yang masih dalam proses pengomposan. Adapun ciri
kompos yang sudah matang menurut Anif et al., (2007) adalah tidak berbau busuk
seperti sampah, memiliki aroma seperti tanah, berwarna kecoklatan dan berbentuk
butiran kecil seperti tanah, tidak bersuhu panas, volumenya menyusut menjadi
sepertiga bagian dari volume awal. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Trivana et
al., (2017) yang menyatakan bahwa kompos yang sudah matang memiliki warna
coklat tua sampai kehitaman, memiliki tekstur yang remah, memiliki suhu ruang,
serta tidak berbau.

2.6 Peran EM4 dan Molase dan Pengomposan

Penggunaan Effective Microorganism 4 (EM 4) dan molase ditujukan agar dapat


mempercepat pengomposan sampah tersebut karena pengomposan yang terjadi secara
alamiah tanpa penambahan mikroorganisme akan berlangsung lebih lama jika
16

dibandingkan dengan pengomposan dengan penambahan mikroorganisme. Menurut


Maman Suparman (2004) Effective Microorganism4 (EM 4) merupakan
mikroorganisme pengurai atau bakteri pengurai yang dapat menghilangkan bau,
meningkatkan kandungan mikroba dalam tanah, memperbaiki kualitas tanah, serta
dapat mempercepat pengomposan (pembusukan). Sedangkan molase itu sendiri
adalah sejenis sirup yang merupakan sisa dari proses pengkristalan gula pasir.
Effective Microorganism 4 (EM 4) digunakan sebagai inokulan sedangakan molase
digunakan sebagai bahan makanan tambahan bagi mikroorganisme.

2.7 Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Pengomposan

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan proses pengomposan


yaitu yang pertama ada C/N rasio. C/N rasio setiap kotoran hewan berbeda-beda,
sedangkan nilai C/N tanah sekitar 10-12. Bahan organik yang mempunyai
kandungan nilai C/N mendekati atau sama dengan C/N tanah maka bahan tersebut
dapat digunakan atau diserap oleh tanaman. Semakin tinggi nilai C/N kompos
menunjukkan bahwa bahan organik belum terdekomposisi sempurna, begitu juga
sebaliknya apabila nilai C/N kompos semakin rendah menunjukkan bahwa bahan
organik sudah terdekomposisi. Kedua, yaitu ukuran partikel yang semakin kecil
maka semakin besar kapasitas airnya. Ukuran partikel dan serat kompos yang
semakin kecil menunjukkan bahan yang dikomposkan semakin matang. Ketiga,
aerasi yang ditentukan oleh porositas dan kandungan air pada bahan. Jika proses
aerasi terhambat maka akan terjadi proses anaerob yang membuat bau tidak sedap.
Peningkatan aerasi dapat dilakukan dengan melakukan pembalikan atau
mengalirkan udara pada tumpukan kompos (Sukir, 2010).
Selanjutnya, yaitu porositas yang mana ruang antara partikel didalam
kompos. Rongga pada kompos akan diisi dengan air dan udara. Udara akan
mengirim oksigen untuk proses pengomposan dan apabila rongga dijenuhi oleh air
maka pasokan oksigen berkurang dan proses pengomposan terganggu. Kelima ada
kelembaban yang berkisar 40-60% dimana kisaran optimum untuk metabolisme
mikroba. Keenam yaitu temperatur, yang semakin tinggi temperatur maka
semakin banyak konsumsi oksigen dan akan mempercepat proses dekomposisi.
Temperatur 30-60°C menunjukkan bahwa pengomposan yang cepat. Suhu yang
17

tinggi akan membunuh mikroba-mikroba. Ketujuh yaitu derajat keasaman (pH)


yang mana proses pengomposan berkisar antara 6,5-7,5. PH kompos yang sudah
matang adalah pH mendekati netral. Terakhir adalah kandungan unsur hara, yang
dimana kandungan P dan K juga penting dalam proses pengomposan Hara ini
akan dimanfaatkan oleh mikroba selama proses pengomposan (Widarti et al.,
2015).

2.8 Standar Mutu Kompos

Dalam pembuatan suatu pupuk kompos diharapkan kualitas dari hasil


pembuatan pupuk memiliki kriteria yang baik. Kualitas atau mutu dari kompos
tersebut meliputi kematangan pupuk dan kandungna hara dalam pupuk. Di
Indonesia sendiri standar mutu kompos diatur oleh PERMENTAN nomor 70
tahun 2011. Peraturan tersebut meliputi kandungan hara yang harus terpenuhi
dalam pupuk sehingga pupuk memiliki mutu yang jelas. Untuk memenuhi standar
tersebut maka perlu diadakannya pengujian kandungan pupuk. Pada Tabel 1
merupakan persyaratan teknis minimal yang harus dipenuhi untuk mengedarkan
pupuk organik padat.

Tabel 1. Persyaratan teknis minimal pupuk organik padat


STANDAR MUTU
Granul/Pelet Remah/Curah
No. Parameter Satuan
Diperkaya Diperkaya
murni murni
mikroba mikroba
1. C – organik % min15 min15 min15 Min15
2. C/N Ratio 15 – 25 15 – 25 15 – 25 15 – 25
3. Bahan ikutan
% maks 2 maks 2 maks 2 maks 2
(plastik,kaca, kerikil)
4. Kadar Air % 8 – 20 10 – 25 15 – 25 15 – 25
5. Logam berat:
As ppm maks 10 maks 10 maks 10 maks 10
Hg ppm maks 1 maks 1 maks 1 maks 1
Pb ppm maks 50 maks 50 maks 50 maks 50
Cd ppm maks 2 maks 2 maks 2 maks 2
6. pH 4–9 4–9 4–9 4–9
18

7. Hara makro
% min 4 min 4 min 4 min 4
(N + P2O5 + K2O)
8. Mikroba kontaminan:
E.coli, MPN/g maks 102 maks 102 maks 102 maks 102
Salmonella sp MPN/g maks 102 maks 102 maks 102 maks 102
9. Mikroba fungsional:
Penambat N cfu/g min 103 min 103
Pelarut P cfu/g min 103 min 103
10. Ukuran butiran 2-5
% min 80 min 80
mm
11. Hara mikro :
Fe total ppm maks 9000 maks 9000 maks 9000 maks 9000
Fe tersedia ppm maks 500 maks 500 maks 500 maks 500
Mn ppm maks 5000 maks 5000 maks 5000 maks 5000
Zn ppm maks 5000 maks 5000 maks 5000 maks 5000
12 Unsur lain :
La ppm 0 0 0 0
Ce ppm 0 0 0 0

Berdasarkan standar mutu tersebut diharapkan semua produk pupuk yang


diedarkan tidak mengandung kandungan yang berbahaya bagi tanah dan tanaman
(Agustian,2010), sehingga perlu diadakannya standarisasi produk pupuk kompos.
Selain itu juga untuk mencegah pennipuan terhadap petani.
19

3. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Pembuatan pupuk kompos dilaksanakan di ERP Universitas Brawijaya pada


tanggal 05 Oktober 2019 pukul 13.10 untuk pembuatan kompos dan tanggal 14
November 2019 untuk pemanenan kompos pukul 16.25.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam praktikum Teknologi Pupuk dan Pemupukan


adalah cetok yang digunakan untuk menghaluskan dan membolak balikan pupuk,
peti kayu berukuran 50 x 50 cm digunakan sebagai tempat untuk pengomposan,
Termometer untuk mengukur suhu tanah, gembor yang telah dicampur molase,
M4 dan air digunakan untuk menyiram pupuk, kamera untuk dokmentasi kegiatan
praktikum, alat tulis untuk mencatat hasil praktikum, plastik 5 kg untuk tempat
pupuk, karung untuk lapisan tempat pupuk, mesin ayakan untuk mengayak pupuk,
timbangan untuk menimbang pupuk, saringan untuk menyaring pupuk, wadah
untuk tempat sampel pupuk, oven untuk mengukur kadar air pupuk.
Bahan yang digunakan dalam praktikum Teknologi Pupuk dan Pemupukan
yaitu kotoran ayam sebagai bahan kompos, baglog jamur sebagai bahan kompos,
Molase sebagai fermentasi, EM 4 sebagai fermentasi bahan organik tanah dan
mempercepat dekomposisi, air sebagai campuran molase dan EM 4.
20

3.3 Cara Kerja

Alur Pembuatan Kompos

Menyiapkan alat dan bahan

Menghaluskan bahan yaitu kotoran ayam dan baglog jamur

Menimbang bahan kompos sebanyak 15 kg dan menyiapkan EM4


10 ml dan molase 60 ml
Dilakukan pengamatan (suhu, kadar air, pH, dan warna kompos
setiap 3 hari sekali)

Mencampurkan EM4 dan Molase dengan air ± 500 ml

Bahan yang sudah halus dan sudah dicampur ratakan, disiramkan


dengan campuran 3 bahan (EM4, Molase dan air)

Mengaduk hingga semua bahan tercampur rata

Memasukkan kedalam kotak kayu dan ditutup rapat

Menempatkan di tempat yang teduh

Pada proses pembuatan kompos, hal pertama yang dilakukan adalah menyiapkan
alat dan bahan. Bahan yang digunakan yaitu kotoran ayam dan baglog jamur.
Langkah selanjutnya, menghaluskan kotoran ayam dan baglog jamur
menggunakan cetok atau tangan. Setelah halus kemudian dicampur ratakan dan
ditambahkan bahan kompos sebanyak 15 kg dan dicampurkan kembali hingga
rata. Lalu, menambahkan larutan EM4, molase dan air ±500 ml. Tuangkan secara
perlahan dan merata sambil mengaduk bahan. Setelah semua bahan tercampur,
21

lalu masukkan ke dalam kotak kayu dan tutup dengan rapat. Tempatkan kotak
kayu di tempat yang teduh. Selanjutnya, lakukan pengamatan kompos meliputi
suhu, kadar air, pH dan warna selama 3 hari sekali.
22

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan (1 angkatan)

4.1.1 Hasil Pengmatan Suhu (Grafik)

50
45
40
35
30
SUHU

25
20
15
10
5
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
PENGAMATAN

Kelompok A1 Kelompok A2 Kelompok B1


Kelompok B2 Kelompok C1 Kelompok C2

4.1.2 Hasil Analisis Laboratorium (Tabel)

Hasil Analisa Lab


No. Kelompok Bahan N pH C-Organik KA
1. A1 75% Legume 12 7.2 2.67 45%
25% Kotoran
Ayam

4.2 Pembahasan

4.2.1 Pembahasan Pupuk Kelompok (Bandingkan dengan Literatur)

4.2.2 Pembahsan Umum


23

5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

5.2 Saran
24

DAFTAR PUSTAKA

Anif, S., T. Rahayu dan M. Faatih. 2007. Pemanfaatan Limbah Tomat Sebagai
Pengganti EM-4 Pada Proses Pengomposan Sampah Organik. J.
Penelitian Sains dan Teknologi. 8(2) : 119-143.
Trivana, L., A. Y., Pradhana, A. P., Manambangtua. 2017. Optimalisasi Waktu
pengomposan Pupuk Kandang Dari Kotoran Kambing dan Debu Sabut
Kelapa Dengan Bioaktivator EM4. J. Sains dan Teknologi Lingkungan.
9(1) : 16-24.
Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia. 2017. Fertilizer Production, year 2007- 2017.
5(2): 165-187

Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia. 2017. Fertilizer Production, year 2007- 2017.
5(2): 165-187

Haq. A. S., N. W. Agung., Lutfi, M. 2014. Pengaruh Perbedaan Sudut Rak


Segitiga pada Pengomposan Sludge Biogas terhadap Sifat Fisik dan Kimia
Kompos. J. Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem. 2(3): 225-233.
Badan Penelitian Tanah. 2015. Pengertian Pupuk. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Kementrian Pertanian. Bogor
Aisyah, N. 2016. Memproduksi Kompos dan Mikro Organisme Lokal (MOL).
Jakarta. Bibit Publisher.
Hartatik, W & Widowati,L.R. 2006. Pupuk Kandang. Balai Penelitian Tanah.
Balitbangtan-Kementerian Pertanian.

Rohmaniah, S. 2017. Pengaruh Jenis Dan Dosis Penggunaan Pupuk Kandang


Terhadap Kandungan Air, Protein Kasar, dan Serat Kasar Hijauan Sorgum.
Skripsi. Fakultas Pertanian: Universitas Lampung.

Safitri, E.R. 2018. Pengaruh Jenis Dan Dosis Penggunaan Pupuk Kandang Pada
Sorgum Terhadap Produksi Segar, Jumlah Anakan, Dan Proporsi Batang
Daun Pada Pemotongan Kedua. Skripsi. Fakultas Pertanian: Universitas
Lampung.

PERMENTAN. 2011. Peraturan Menteri Pertanian Nomor


70/Permentan/SR.140/10/2011 Tentang Pupuk Organik, Pupuk Hayati
25

Dan Pembenah Tanah. http:// perundangan.pertanian.go.id. Diakses


pada 21 November 2019
Agustian. 2010. Tinjauan Kualitas Pupuk Organik Dan Pengawasannya Bagi
Keamanan Dan Ketahanan Pangan Di Indonesia. Solum. Vol.7(2):68-
79.
Rahmah, N.L., Anggarini, S., Pulungan, M.H., Hidayat, N dan Wignyanto. 2014.
Pembuatan Kompos Limbah Log Jamur: Kajian Konsentrasi Kotoran
kambing dan EM4 Serta Waktu Pembalikan. Jurnal Teknologi
Pertanian. 15: 59 – 66.
Sulaeman, D. 2011. Efek Kompos Limbah Baglog Jamur Tiram Putih (Pleurotus
ostreanus Jacquin) terhadap Sifat Fisik Tanah serta Tumbuhan Bibit
Markisa Kuning (Passiflora edulis var. Flavicarpa Degner). Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Pangaribuan DH, Yasir M, Utami NK. 2012. Dampak Bokashi Kotoran Ternak
dalam Pengurangan Pemakaian Pupuk Anorganik pada Budidaya
Tanaman Tomat. J. Agron. Indonesia 40 (3):204-210.
Sidabutar RM. 2006. Pengaruh pemberian pupuk organik terhadap produksi sawi
(Brassica juncea L) dan beberapa sifat kimia tanah andisol.
Departemen Ilmu Tanah USU. Medan.
Susilowati, Aris. 2013. Pengaruh pemberian pupuk kotoran ayam dan pupuk
kotoran kambing terhadap produktivitas tanaman cabai merah keriting
(Capsicum annum L.). FakultasKeguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Muhammadiyah Surakarta. 111halaman.
Harizena, I. N. D. 2012. Pengaruh Jenis dan Dosis MOL terhadap Kualitas Kompos.
Sampah Rumah Tangga. Skripsi. Konsentrasi Ilmu Tanah dan
Lingkungan. Jurusan Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas
Udayana. Denpasar.
Murbandono L, 2008, Membuat Kompos, Penebar Swadaya, Jakarta.
Sutanto, R. 2002. Pertanian Organik. Kanisius, Yogyakarta.
Widarti, Budi Nining. 2015. Pengaruh Rasio C/N Bahan Baku pada Pembuatan
Kompos Dari Kubis dan Kulit Pisang. Samarinda.
Sukir. 2010. Analisis Pemanfaatan Pengolahan Sampah Organik Menjadi Pupuk
Kompos. Tesis. Universitas Sumatera Utara. Medan.
26

Widarti, B. N., W. K. Wardhini, dan E. Sarwono. 2015. Pengaruh Rasio C/N


Bahan Baku Pada Pembuatan Kompos Dari Kubis dan Kulit Pisang. Jurnal
Integrasi Proses. 5 (2): 75-80.
Maman Suparman, 2004, EM4 Mikroorganisma Yang Efektif, Sukabumi: KTNA.
27

LAMPIRAN

Lampiran 1. Perhitungan
Lampiran 2 Tabel Suhu Pengamatan
Lampiran 3. Dokumentasi
28

Ketentuan:
1. Margin 4,3,3,3
2. Font: TNR, 12
3. Space: 1.5
4. Ukuran Logo UB: 5x5 cm
5. PLAGIASI = 0

Anda mungkin juga menyukai