Anda di halaman 1dari 11

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fitoremediasi
Istilah umum fitoremediasi berasal dari bahasa Yunani yaitu phyto
(tumbuhan), yang dilekatkan pada akar bahasa Latin remedium (untuk
memperbaiki atau menghilangkan kejahatan) (Ali et al., 2013). Fitoremediasi
merupakan teknologi alternatif atau pelengkap yang dapat digunakan bersama
dengan atau menggantikan teknologi pembersihan konvensional mekanis yang
seringkali memerlukan input modal tinggi dan padat karya serta energi (Pandey
et al., 2016).
Fitoremediasi ialah teknologi remediasi in-situ yang memanfaatkan
kemampuan yang melekat pada tumbuhan hidup (Manousaki and Kalogerakis,
2011; Wang et al., 2017). Fitoremediasi adalah pemanfaatan tumbuhan hijau
ataupun mikroorganisme yang berasosiasi untuk menyerap, memindahkan,
menurunkan aktivitas unsur toksik, dan mengurangi kandungan senyawa toksik
dalam tanah (Truu et al., 2003). Secara tidak langsung fitoremediasi merupakan
suatu usaha menghilangkan, memindahkan, menstabilkan atau menghancurkan
bahan pencemar baik senyawa organik maupun non organik yang memanfaatkan
tanaman dan dilakukan secara in-situ.
Fitoremediasi ialah istilah luas yg digunakan Sejak tahun 1991 untuk
mendeskripsikan penggunaan tumbuhan untuk mengurangi volume, mobilitas,
atau toksisitas kontaminan dalam tanah, air tanah, atau media terkontaminasi
lainnya (Sood et al., 2012). Fitoremediasi menggunakan tanaman untuk
membersihkan pencemaran pada lingkungan. Tanaman dapat membantu
membersihkan berbagai jenis polusi termasuk logam, pestisida, bahan peledak,
dan minyak. tanaman juga membantu mencegah angin, hujan, dan air tanah
membawa polutan dari lokasi ke area lain (Antoniadis et al., 2017).
Fitoremediasi juga dapat diartikan sebagai pemanfaatan tanaman atau
tumbuhan untuk menyerap, mendegradasi, menghilangkan, menstabilkan atau
menghancurkan bahan pencemar seperti logam berat maupun senyawa organik
lainnya. Pada penelitian fitoremediasi yang dilakukan di lapangan ada beberapa
persyaratan bagi tanaman yang akan digunakan sebagai tanaman hiperakumulator
6

dalam penelitian tersebut. Tidak semua jenis tanaman dapat digunakan karena
tidak semua tanaman dapat melakukan metabolisme, volatilisasi dan akumulasi
semua polutan dengan mekanisme yang sama. Fitoremediasi ialah teknologi in-
situ non-destruktif dan hemat biaya yang dapat digunakan untuk membersihkan
tanah yang terkontaminasi. Potensi teknologi ini di daerah tropis cukup tinggi
karena kondisi iklim yang mendukung pertumbuhan tanaman dan merangsang
kegiatan mikroba (Saier dan Trevors, 2010).
Mekanisme dan efisiensi fitoremediasi bergantung pada jenis kontaminan,
ketersediaan hayati dan sifat tanah (Li et al., 2012). ada beberapa cara tanaman
membersihkan atau memulihkan area yang tercemar. Penyerapan kontaminan di
tanaman terjadi terutama melalui sistem akar, di mana merupakan mekanisme
utama untuk mencegah toksisitas. Sistem akar menyediakan luas permukaan yang
sangat besar yang menyerap dan mengakumulasi air dan nutrisi penting untuk
pertumbuhan bersama dengan kontaminan non-esensial lainnya (Ma et al., 2011).

2.2 Mekanisme Fitoremediasi


Berdasarkan mekanisme tanaman, Fahruddin (2012) menyatakan bahwa
dalam meremediasi logam berat maupun senyawa organik pencemar lainnya dapat
dibagi menjadi beberapa proses yaitu:
1. Fitoekstraksi
Fitoekstraksi merupakan serapan dan translokasi logam berbahaya didalam
tanah oleh akar tanaman. Fitoekstraksi terutama digunakan untuk treatment tanah
yang terkontaminasi (Glick, 2010). Untuk menghilangkan kontaminasi dari tanah,
pendekatan ini menggunakan tanaman untuk menyerap, memusatkan, dan
mengendapkan logam beracun dari tanah yang terkontaminasi ke dalam biomassa
di atas tanah (pucuk, daun, dan anggota tumbuhan lainnya.)
2. Rizofiltrasi
Rizofiltrasi terutama digunakan untuk memulihkan air tanah yang
diekstraksi, air permukaan, dan air limbah dengan konsentrasi kontaminan rendah.
Metode ini merupakan metode adsorpsi atau pengendapan ke akar tanaman atau
penyerapan kontaminan dalam larutan yang mengelilingi zona akar (Wang et al.,
2017). Rhizofiltrasi biasanya dieksploitasi di air tanah (baik in situ atau
diekstraksi), air permukaan, atau air limbah untuk menghilangkan logam atau
7

senyawa anorganik lainnya (Vamerali et al., 2010). Rhizofiltrasi dapat digunakan


untuk Pb, Cd, Cu, Ni, Zn, dan Cr, yang tertahan di dalam akar (Vamerali et al.,
2010).
3. Fitovolatilisasi
Fitovolatilisasi melibatkan penggunaan tanaman untuk mengambil
kontaminan dari tanah, mengubahnya menjadi bentuk yang mudah menguap dan
memindahkannya ke atmosfer (Saier and Trevors, 2010). Fitovolatilisasi juga
melibatkan kontaminan yang dibawa ke dalam tubuh tumbuhan, tetapi kemudian
kontaminan yang memiliki bentuk yang mudah menguap, atau produk degradasi
yang mudah menguap diangkut dengan uap air dari daun (Wang et al., 2017).
4. Fitodegradasi
Fitodegradasi merupakan usaha merubah atau memetabolisme bahan
pencemar dalam jaringan. Dehalogenase merupakan salah satu contoh dalam
mekanisme ini dimana merombak senyawa bergugus oksigenase atau halogen
dalam perombakan senyawa aromatik.
5. Fitostabilisasi
Fitostabilisasi adalah suatu fenomena menstabilkan tanah yang tercemar
dengan memproduksi senyawa kimia tertentu.
6. Fitotransformasi
Fitotrasformasi merupakan perubahan senyawa yang beracun menjadi
senyawa yang lebih sederhana seperti karbon dioksida, air dan metan sebagai
bentuk bahan yang tidak beracun. Tanaman akan merombak bahan organik
dengan menggunakan air sebagai bahan bakarnya. Berikut merupakan gambaran
dari penjelasan mekanisme fitoremediasi Gambar 1.
8

(Sumber: Tangahu et.al, 2011)


Gambar 1. Mekanisme Fitoremediasi Menyerap polutan
Keuntungan dari teknik fitoremediasi ini adalah dapat bekerja pada
senyawa organik dan anorganik, prosesnya dapat dilakukan secara insitu dan
eksitu, mudah diterapkan dan tidak memerlukan biaya yang tinggi, teknologi yang
ramah lingkungan dan bersifat estetik bagi lingkungan, serta dapat meremediasi
kontaminan yang berbahaya dalam jumlah yang besar. Sedangkan kerugian dari
fitoremediasi ini adalah prosesnya memerlukan waktu yang lama, bergantung
pada keadaan iklim, dapat menyebabkan terjadinya penimbunan logam berat pada
jaringan dan biomasa tumbuhan atau tanaman, dan juga dapat mempengaruhi
ekosistem sehingga terjadi ketidakseimbangan rantai makanan pada ekosistem (
Caroline Jenny dan Moa Guido Arron, 2015) .

2.3 Tanaman Hiperakumulator

Hiperakumulator adalah tanaman yang dapat menyerap logam berat


berbahaya sekitar 1% dari berat keringnya. Semua tumbuhan memiliki
kemampuan dalam menyrap logam berat tetapi dalam jumlah yang berbeda.
Sejumlah tumbuhan dari banyak famili memiliki sifat hipertoleran, yaitu mampu
meremediasi logam berat berbahaya dengan konsentrasi tinggi dan
mengakumulasikannya pada jaringan akar dan tajuknya, sehingga bersifat
hiperakumulator. Sifat hiperakumulator berarti dapat mengakumulasi unsur logam
tertentu dengan konsentrasi tinggi pada tajuknya dan dapat digunakan untuk
tujuan fitoekstraksi. Dalam fitoekstraksi, untuk menghilangkan kontaminasi dari
9

tanah, pendekatan ini menggunakan tanaman untuk menyerap, memusatkan, dan


mengendapkan logam beracun dari tanah yang terkontaminasi ke dalam biomassa
di atas tanah (pucuk, daun, dan anggota tumbuhan lainnya) dan dibuang pada saat
tanaman panen (Fahruddin, 2012).
Ciri ciri tumbuhan hiperakumulator adalah: (i) Tahan terhadap unsur
logam dalam konsentrasi tinggi pada jaringan akar dan tajuk; (ii) Tingkat laju
penyerapan unsur dari tanah lebih tinggi dibanding tumbuhan lain; (iii) Memiliki
kemampuan mentranslokasi dan mengakumulasi dari akar ke tajuk dengan laju
yang tinggi; (iv) Memiliki potensi produksi biomassa yang tinggi (Reeves, 1992).

2.4 Klasifikasi Bunga Matahari

Bunga matahari merupakan tanaman cepat tumbuh dengan produksi


biomasa yang tinggi sehingga dapat dimanfaatkan untuk fitoremediasi
(penyerapan) logam- logam beracun pada tanah yang terkontaminasi. Bunga
matahari merupakan tanaman yang dapat di manfaatkan untuk remediasi logam
timbal (Pb) pada limbah batubara (Noviardi dan Damanhuri, 2015).
Bunga matahari merupakan tanaman asli Amerika Utara yang berasal dari
negara bagian Kansas dan tumbuh liar di kawasan Amerika Serikat (Cobia,1978).
Menurut Putri (2016) dalam taksonomi tumbuhan, kalsifikasi bunga matahari
yaitu, Kingdom: Plantae, Divisi: Magnoliophyta, Kelas: Magnoliopsida, Ordo:
Asterales, Famili: Asteraceae, Genus: Helianthus, Spesies: Helianthus annus L.
Bentuk fisik tanaman bunga matahari dapat dilihat pada Gambar 2.

(Sumber: Google.com)
Gambar 2. Bunga Matahari
10

Helianthus annuus merupakan tumbuhan tropika, mempunyai suhu udara


antara 20-30°C kelembaban udara (RH) antara 50-80%, curah hujan antara 1000-
3000mm / tahun dan merata sepanjang tahun. Tanah yang ideal untuk tumbuh
adalah tanah pasir atau lempung berpasir dengan tekstur gembur, mempunyai pH
6,5-7,5 dan system drainasenya baik. Helianthus annuus termasuk tanaman
berhari panjang (long day plant) karena membutuhkan intensitas cahaya matahari
yang tinggi dan cukup lama sehingga lokasi penanaman harus di tempat terbuka
atau cukup mendapatkan sinar matahari kebutuhan sinar matahari rata-rata lebih
dari 10 jam perhari.
Bunga matahari merupakan hiperakumulator Pb dan diendapkan dalam
jaringan daun dan batang (Gratao dkk., 2005). Tanaman ini merupakan tanaman
hias sehingga baik digunakan untuk membersihkan lahan yang terletak di tepi
jalan atau areal perkantoran pada lahan bekas tambang (Gratao dkk., 2005).
Menurut Amaliyah (2011), tanaman bunga matahari mampu mereduksi
logam Pb yang ada pada tanah. Tempat akumulasi tertinggi pada tanaman bunga
matahari terdapat di dalam akar (53,67%), sedangkan pada bagian biji
mengakumulasi sebesar (25,42%), daun (11,01%), batang (5,05%) dan bunga
(4,85%). Tanaman bunga matahari menyerap Pb optimal pada umur 10 minggu
(14,60%) dan akumulasi Pb tertinggi pada umur 12 minggu (73%). Total Pb yang
diserap oleh tanaman bunga matahari selama 12 minggu sebesar 331,50 ppm
dengan serapan Pb rata rata 66,30%. Tanaman bunga matahari digolongkan ke
dalam tanaman hiperakumulator ditinjau dari kemampuan tanaman
mengakumulasi Pb di dalam daun lebih dari 0,1% yakni sebesar 0,18%.

2.5 Logam Berat Timbal (PB)

Logam berat (LB) pada jumlah kecil dapat dimanfaatkan oleh tanaman,
namun dalam konsentrasi tinggi akan Mengganggu pertumbuhan (Oves dkk.,
2012). pada konsentrasi tinggi, tumbuhan akan mengalami kerusakan akut dengan
tanda-tanda seperti klorosis, perubahan warna, nekrosis serta kematian seluruh
bagian tumbuhan. Disamping perubahan morfologi juga akan terjadi perubahan
kimia, biokimia, fisiologi dan strukur tumbuhan (Oves dkk., 2012).
LB dikelompokkan dalam satu kategori dari 53 unsur yg memiliki massa
jenis spesifik lebih dari 5 g/cm2 , dengan nomor atom 22 hingga 92. Logam berat
11

dianggap berbahaya bagi kesehatan Bila terakumulasi secara berlebihan di dalam


tubuh (Oves dkk., 2012), beberapa diantaranya bersifat karsinogenik
(menstimulasi pembentukan kanker). Beberapa kasus di dunia, bahkan Indonesia
sebagian besar diakibatkan oleh pencemaran lingkungan dari limbah industri,
baik pertambangan kadar logam berat maupun pertanian. Toksisitas kadar logam
berat di lingkungan telah meningkat secara drastis sebagai akibat dari aktivitas
manusia (Adewole dkk., 2010).
Menurut Palar (2004), logam berat masih termasuk golongan logam
dengan kriteria-kriteria yang sama dengan logam-logam lain. Perbedaannya
terletak dari dampak yang dihasilkan bila logam berat ini berikatan dan atau
masuk ke dalam tubuh organisme hidup. Secara umum karakteristik logam berat
diantaranya memiliki berat jenis lebih dari 5 gr/cm3, memiliki nomor atom 22-34
dan 40-50 serta unsur-unsur lantanida dan aktinida, mempunyai respon biokimia
khas (spesifik) pada organisme hidup. Pada Tabel 1 dapat dilihat kisaran logam
berat sebagai pencemar dalam tanah dan tanaman.
Tabel 1. Kisaran Logam Berat sebagai Pencemar dalam Tanah

Kisaran Kadar Logam Berat (ppm)


Unsur
Tanah Tanaman
As 0,1-40 0,1-5
B 2-100 30-75
F 30-300 2-20
Cd 0,1-7 0,2-0,8
Mn 100-4000 15-200
Ni 10-1000 1
Zn 10-300 15-200
Cu 2-100 4-15
Pb 2-200 0,1-10
Sumber: Barchia (2009)

Pb termasuk dalam kelompok logam berat golongan IVA dalam sistem


periodik unsur kimia. Timbal atau timah hitam adalah sejenis logam lunak
berwarna cokelat dengan nomor atom 82, berat atom 207,19, titik leleh 327,5 ºC,
titik didih 1725 ºC dan berat jenis 11,4 gr/mL. Timbal termasuk logam berat
”trace metals” karena mempunyai berat jenis lebih dari lima kali berat jenis air.
Timbal adalah sebuah unsur yang biasanya ditemukan di dalam batu - batuan,
12

tanah, tumbuhan dan hewan. Timbal 95% bersifat anorganik dan pada umumnya
dalam bentuk garam anorganik yang umumnya kurang larut dalam air. Selebihnya
berbentuk timbal organik. Timbal organik ditemukan dalam bentuk senyawa Tetra
Ethyl Lead (TEL) dan Tetra Methyl Lead (TML). Jenis senyawa ini hampir tidak
larut dalam air, namun dapat dengan mudah larut dalam pelarut organik misalnya
dalam lipid. Waktu keberadaan timbal dipengaruhi oleh beberapa faktor 26 seperti
arus angin dan curah hujan. Timbal tidak mengalami penguapan namun dapat
ditemukan di udara sebagai partikel. Karena Timbal merupakan sebuah unsur
maka tidak mengalami degradasi (penguraian) dan tidak dapat dihancurkan
(Fardiaz, 2008). Logam timbal juga mudah dimurnikan sehingga banyak
digunakan oleh manusia pada berbagai kegiatan misalnya pertambangan, industri
dan rumah tangga. Pada pertambangan timbal berbentuk senyawa sulfida (PbS).
Pb jarang ditemukan di alam dalam keadaan bebas melainkan dalam bentuk
senyawa dengan molekul lain, misalnya dalam bentuk PbBr2 dan PbCl2 (Gusnita,
2012). Dalam bentuk oksida Pb digunakan sebagai pigmen/zat warna dalam
industri kosmetik dan glace serta industri keramik yang sebagian diantaranya
digunakan dalam peralatan rumah tangga.
Keberadaan Timbal di lingkungan umumnya berasal dari polusi kendaraan
bermotor, tambang timah, pabrik plastik, pabrik cat, percetakan, peleburan timah.
Logam Timbal diperairan merupakan suatu masalah yang perlu mendapat
perhatian khusus, karena logam berat ini dapat berpengaruh buruk terhadap
seluruh organisme. yang ada di perairan dan dapat terakumulasi dalam rantai
makanan (Tangio, 2013).
Penggunaan Timbal terbesar adalah dalam produksi baterai penyimpan
untuk mobil, di mana digunakan metalik dan komponen-komponennya. Elektroda
dari beberapa baterai mengandung struktur inaktif yang disebut grid yang dibuat
dari alloy Timbal yang mengandung 93% Timbal dan 7% antimony. Struktur ini
merupakan penyangga mekanik dari komponen baterai yang aktif dan merupakan
jalur aliran listrik. Bagian yang aktif dari baterai terdiri dari Timbal Dioksida
(PbO2) dan logam Timbal yang terikat pada grid (Kristanto, 2004). Penggunaan
lainnya dari Timbal adalah untuk produk-produk logam seperti amunisi, pelapis
kabel, dan solder, bahan kimia, pewarna, dan lain-lainnya. Beberapa produk
13

logam dibuat dari Timbal murni yang diubah menjadi beberapa bentuk, dan
sebagian besar terbuat dari alloy Timbal. Komponen Timbal juga digunakan
sebagai pewarna cat karena kelarutannya di dalam air rendah, dapat berfungsi
sebagai pelindung, dan terdapat dalam berbagai warna, yang sering digunakan
adalah Timbal putih yang mempunyai rumus Pb(OH)2.2PbCO3. Timbal juga
digunakan sebagai campuran dalam pembuatan pelapis keramik yang disebut
dengan glaze (Fardiaz, 2008)
Alloway (1995) menyatakan bahwa kelebihan logam berat Pb dalam tanah
bukan hanya meracuni tanaman dan organisme, tetapi dapat berimplikasi pada
pencemaran lingkungan. Batas kritis untuk beberapa kontaminan logam berat
pada tanah dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Batas Kritis Logam Berat pada Tanah, Air dan Tanaman

Logam Berat Tanaha (ppm) Airb (ppm) Tanamanc (ppm)


Pb 100 0,0003 50
Cd 0,5 0,005-0,10 5-30
Co 10 0,4-0,6 15-30
Cr 2,5 0,5-1,0 5-30
Ni 20 0,2-0,5 5-30
Cu 60-125 2-3 20-100
Mn 1500 - -
Zn 70 5-10 100-400
Sumber: aKementerian Kependudukan dan lingkungan Indonesia
bekerjasama dengan Universitas Dalhouse Canada
b
Pemerintah Republik Indonesia (1990)
c
Alloway dan Ayres (1997)
Timbal dapat masuk ke dalam badan perairan melalui pengkristalan
diudara dengan bantuan air hujan, melalui proses modifikasi dari batuan mineral
akibat hempasan gelombang dan angin. Timbal yang masuk ke dalam badan
perairan merupakan dampak dari aktivitas kehidupan manusia. Diantaranya adalah
air buangan (limbah) dari industri yang berkaitan dengan penggunaan logam
Timbal (Deri dkk, 2013).
Timbal (Pb) yang diserap oleh tanaman sebagian besar diakumulasi oleh
organ tanaman, yaitu daun, batang, akar dan akar umbi-umbian (bawang merah).
Perpindahan timbal dari tanah ke tanaman tergantung komposisi dan pH tanah.
Konsentrasi timbal yang tinggi (100- 1000 mg/kg) akan menyebabkan pengaruh
14

toksik pada proses fotosintesis serta pertumbuhan. Timbal hanya mempengaruhi


tumbuhan Bila konsentrasinya tinggi (Anonymous, 1998 dalam Charlena, 2004).
Tumbuhan dapat menyerap logam Pb pada saat kondisi kesuburan dan
kandungan bahan organik tanah rendah. Pada keadaan ini logam berat Pb akan
terlepas dari ikatan tanah dan berupa ion yang bergerak bebas pada larutan tanah.
Jika logam lain tidak mampu menghambat keberadaannya, maka akan terjadi
serapan Pb oleh akar tanaman. Timbal (Pb) merupakan salah satu logam berat
yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia serta merupakan unsur logam
berat yang tidak dapat terurai oleh proses alam. Timbal merupakan logam berat
yang sangat beracun, dapat dideteksi secara mudah pada seluruh benda mati di
lingkungan dan seluruh sistem biologis. Sumber utama timbal pada tubuh
manusia berasal dari makanan dan minuman. Komponen ini beracun terhadap
semua aspek kehidupan. Timbal menunjukkan beracun pada sistem saraf,
hemetologik, hemetotoksik dan mempengaruhi kerja ginjal. Rekomendasi dari
WHO, logam berat Pb bisa ditoleransi dalam seminggu dengan dosis 50 mg/kg
berat badan untuk dewasa dan 25 mg/kg berat badan untuk bayi serta anak-anak.
mobilitas timbal di tanah dan tumbuhan cenderung lambat dengan kadar
normalnya di tanaman berkisar 0,53 ppm.
Kadar Pb maksimum pada tumbuhan tidak diperkenankan melebihi batas.
Menurut Heriyanto dan Endro (2011), kadar Pb pada tumbuhan yang masih dapat
ditolerir adalah sekitar 0,1 – 10 ppm bahan kering. Adapun pada penelitian ini
menggunakan kadar Pb sebesar 5 ppm, konsentrasi ini masih dalam rentang ambang
batas tersebut.
Unsur timbal sampai saat ini masih dianggap sebagai bahan pencemar
yang dapat menyebabkan pencemaran tanah dan lingkungan. Jumlah logam Pb
yang ada di dalam tanah yang melebihi standar baku mutu akan menyebabkan
lingkungan tidak dapat melakukan pembersihan sendiri (self purification),
sehingga diperlukan suatu cara pengolahan khusus ( Robin et al.,2015).
Nilai ambang logam berat yang tercemar dalam tanah berbeda pada
masing masing negara. Untuk Indonesia dengan tingkat pelapukan tanah yang
intensif, kemungkinan daya sangga tanah terhadap logam berat lebih rendah
sehingga nilai ambang batasnya akan lebih rendah dari negara industri lain.
15

USDA membuat standar nilai ambang untuk industri yang limbahnya yang akan
dibuang ke lahan pertanian. Ambang batas logam berat yang diterapkan pada
tanah disajikan pada Tabel 3 berikut.
Tabel 1. Ambang batas Logam Berat yang diterapkan pada tanah (US. EPA 1993)

Logam Berat Konsentrasi Maksimum Bahan Pencemar


ppm
Arsenic Cadmium 75
Chromium 85
Copper 3000
Lead 4300
Mercury 420
Molybdenum 840
Nickel 57
Selenium 75
Zinc 100

Untuk mengetahui pencegahan dan penanggulangan pencemaran logam


berat yang mencemari lingkungan sangat penting diketahui batas nilai ambang
logam. Nilai ambang batas kisaran logam yang diperbolehkan dalam tanah, dapat
digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk mengingatkan telah terjadi
pencemaran pada tanah, sehingga arahan penanggulangannya dapat ditetapkan.
Hal untuk standarisasi mutu lingkungan, agar lingkungan hidup terjaga terutama
sungai dan lahan pertanian.

Anda mungkin juga menyukai