Disusun Oleh:
Puspita Sagitaningtyas Putri 03211640000061
Galuh Mauliditya Aidah 03211740000024
Veny Herdiana 03211740000029
Christine Panjaitan 03211740000055
Muhammad Rifani 03211740000056
Pada praktikum ini dilakukan pengamatan secara fisik pada tumbuhan yang akan
diperbanyak kuantitasnya (propagasi) menggunakan penggaris serta dilakukan
penimbangan berat basah dan berat kering dari total massa tumbuhan menggunakan
neraca analitik.
Pencemaran tanah akibat logam berat telah menjadi masalah yang umum terjadi
di seluruh dunia karena adanya peningkatan aktivitas geologi dan antropogenik.
Tanaman yang tumbuh di tanah ini menunjukkan penurunan pertumbuhan, kinerja,
dan hasil. Bioremediasi merupakan metode yang efektif untuk mengobati tanah yang
tercemar logam berat. Bioremediasi adalah metode yang diterima secara luas yang
sebagian besar dilakukan in situ; karena itu metode ini cocok untuk pembentukan
atau pembangunan kembali tanaman pada tanah tersebut. Mikroorganisme dan
tanaman menggunakan mekanisme yang berbeda untuk bioremediasi tanah tercemar.
Menggunakan tanaman untuk pengobatan tanah tercemar adalah pendekatan yang
lebih umum dalam bioremediasi tanah tercemar logam berat. Penggabungan antara
mikroorganisme dan tanaman adalah sebuah pendekatan untuk bioremediasi yang
menjamin pembersihan yang lebih efisien dari tanah tercemar logam berat. Namun,
keberhasilan pendekatan ini sangat tergantung pada spesies organisme yang terlibat
dalam proses.
(Chibuike dan Obiora, 2014)
Tahap propagasi ini bertujuan untuk menggandakan propagul atau bahan tanaman
yang diperbanyak seperti tunas atau embrio, serta memeliharanya dalam keadaan
tertentu, sehingga sewaktu-waktu bisa dilanjutkan untuk tahap berikutnya. Pada
tahap ini, perbanyakan dapat dilakukan dengan cara merangsang terjadinya
pertumbuhan tunas cabang dan percabangan aksiler atau merangsang terbentuknya
tunas pucuk tanaman secara adventif, baik secara langsung maupun melalui induksi
kalus terlebih dahulu. Seperti halnya dalam kultur fase inisiasi, di dalam media harus
terkandung mineral, gula, vitamin, dan hormon dengan perbandingan yang
dibutuhkan secara tepat.
(Khanavi, 2009)
Fitoremediasi sebagai disiplin dalam ilmu lingkungan didirikan pada akhir tahun
1970an menyusul ditemukannya serangkaian hiperplumulator. Sejak saat itu
penerapannya telah berkembang tidak hanya pada penelitian ilmiah tapi juga dari
pengelola industri dan lingkungan swasta. Sampai saat ini, penelitian intensif di
bidang ini telah menghasilkan peningkatan yang signifikan dalam pengetahuan
tentang hyperaccumulators dan unsur afinitas mereka. Sekarang umumnya disepakati
bahwa untuk membedakan 'hiperaccumulator' dari normal atau akumulator, bebapa
nilai ambang dari konsentrasi unsur dalam biomassa tanaman (berat kering)
digunakan untuk menentukan hiperpluktuasi: Mn dan Zn hyperaccumulators
mengandung> 10.000 mg / g , hyperaccumulators dari As, Co, Cu, Ni, Se, dan Pb
memiliki> 1000 mg / g, dan hyperaccumulators Cd memiliki> 100 mg / g.
(Jiang, 2015)
Pengamatan Fisik
Tanaman Adiantum sp
-Di ukur panjang akar, panjang batang, panjang daun, lebar daun, setiap
minggu sekali pada setiap tanaman
Hasil
Pengukuran Biomassa
Tanaman Adiantum sp
-Diletakkan pada desikator hingga suhu seperti suhu ruangan selama 15 menit
Hasil
2.2 Tabel Pengamatan
A. Pengamatan Fisik
No Perlakuan Hasil Pengamatan Gambar
Pada pengamatan fisik, hal pertama yang dilakukan adalah menanam Suplir didalam
polybag kemudian memberi label pada setiap tanaman yang ditanam, selanjutunya mengukur
panjang daun, tinggi tanaman, dan pertumbuhan tunas dengan menggunakan penggaris yang
dilakukan 2 kali dalam seminggu.
Tahap propagasi ini bertujuan untuk menggandakan propagul atau bahan tanaman yang
diperbanyak seperti tunas atau embrio, serta memeliharanya dalam keadaan tertentu, sehingga
sewaktu-waktu bisa dilanjutkan untuk tahap berikutnya. Pada tahap ini, perbanyakan dapat
dilakukan dengan cara merangsang terjadinya pertumbuhan tunas cabang dan percabangan
aksiler atau merangsang terbentuknya tunas pucuk tanaman secara adventif, baik secara langsung
maupun melalui induksi kalus terlebih dahulu. Seperti halnya dalam kultur fase inisiasi, di dalam
media harus terkandung mineral, gula, vitamin, dan hormon dengan perbandingan yang
dibutuhkan secara tepat. (Khanavi, 2009)
Pada pengamatan ke-10, Suplir mati karena kekeringan. Daunnya berubah menjadi
kering dan kuning sehingga membuat pertumbuhan tumbuhan tersebut berhenti. Suplir tidak
memiliki nilai ekonomi penting selain sebagai tanaman hias yang bisa ditanam di dalam
ataupun di luar ruang namun tidak tahan penyinaran matahari langsung. Suplir menyukai
tanah yang gembur, kaya bahan organik (humus). Pemupukan dengan kadar nitrogen lebih
tinggi disukainya.
Dari data panjang daun, panjang batang serta tunas yang ada, praktikan dapat
menghitung lajur pertumbuhan tanaman dengan cara mencari selisih panjang yang ada setiap
pengukuran, lalu dibagi jumlah hari jarak antar pengukuran. Persamaan yang digunakan
adalah sebagai berikut :
(𝑃1 − 𝑃2)
𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑝𝑒𝑟𝑡𝑢𝑚𝑏𝑢ℎ𝑎𝑛 =
(𝑡1 − 𝑡2)
Dimana :
(3.8−3.2)
Laju pertumbuhan daun tanaman 1 = = 0,02 cm/hari
(28−0)
Berdasarkan hasil perhitungan laju pertumbuhan panjang daun tanaman di atas dapat
diketahui bahwa tanaman nomor 1 memiliki laju pertumbuhan yang paling tinggi dibandingkan
tanaman lain yaitu 0,020 cm/hari. Sedangkan pertumbuhan yang paling rendah sebesar 0,007
cm/hari, yaitu yang terjadi pada tanaman nomor 2 dan 4.
Suplir tidak memiliki nilai ekonomi penting selain sebagai tanaman hias yang bisa
ditanam di dalam ataupun di luar ruang namun tidak tahan penyinaran matahari langsung. Suplir
menyukai tanah yang gembur, kaya bahan organik (humus). Pemupukan dengan kadar nitrogen
lebih tinggi disukainya. Pembentukan spora memerlukan tambahan fosfor dan kalium.
Pemeliharaan suplir sebagai tanaman hias harus memperhatikan penyiraman. Kekeringan
yang dialami suplir tidak bisa diperbaiki hanya dengan penyiraman karena daun yang kering
tidak bisa pulih. Penanganannya adalah dengan membuang seluruh ental yang kering hingga
dekat rizoma dan memberi sedikit media tumbuh tambahan. Dalam waktu beberapa hari tunas
baru akan muncul.
Dalam pengukuran berat basah dan berat kering tanaman sampel, hal pertama yang
dilakukan adalah mengambil tanaman Suplir. Selanjutnya mencuci tanaman agar bersih dari sisa
tanah sehingga tidak mempengaruhi berat, lalu memisahkan setiap bagian tanaman menjadi
bagian akar dan daun. Pemisahan ini bertujuan untuk mengetahui berat basah masing bagian
tumbuhan. Kemudian menimbang berat basah masing-masing bagian tumbuhan menggunakan
neraca analitik. Selanjutnya membungkus setiap bagian tanaman yang telah ditimbang
menggunakan alumunium foil sebelum dimasukkan ke dalam oven 105˚C selama 24 jam. Tujuan
bagian tanaman dibungkus menggunakan alumunium foil adalah agar panas dari oven merata ke
seluruh bagian tanaman sehingga saat pengukuran berat kering tidak terdapat kandungan air di
dalamnya. Tujuan pengovenan sendiri adalah untuk menghilangkan kadar air yang ada dalam
bagian-bagian tumbuhan sehingga dengan mudah diketahui berat kering tiap bagian dari
tumbuhan. Lalu memasukkan bagian tanaman yang masih di balut aluminium foil ke dalam
desikator selama 15 menit. Tujuan dari dimasukkan dalam desikator adalah untuk menurunkan
suhu dari bagian-bagian tumbuhan sesuai suhu ruang. Kemudian menimbang berat kering
masing-masing bagian tumbuhan yang telah dikeluarkan dari alumunium foil menggunakan
neraca analaitik.
Tujuan dari penentuan biomassa tumbuhan yaitu untuk mengetahui berapa banyak bahan
tumbuhan yang ada di dalam suatu kawasan, dimana biomassa adalah jumlah keseluruhan bahan
yang hidup di dalam suatu habitat, populasi atau sampel. Perhitungan laju pertumbuhan mutlak
(biomassa) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
g W2 − W1
Laju pertumbuhan mutlak (AGR)( )=
hari t2 − t1
Dimana :
W1 dan W2 = berat kering pada waktu awal dan berat kering pada waktu akhir
t1 dan t2 = waktu akhir dan waktu awal
Berikut adalah tabel berat kering dan basah daun serta akar tanaman :
Tabel 3.c Hasil perhitungan berat basah dan berat kering daun, batang, dan akar tanaman
Berdasarkan hasil perhitungan dapat dilihat bahwa laju pertumbuhan akar lebih cepat
dibandingkan dengan pertumbuhan daun.
4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari percobaan tentang propagasi yang dilakukan dengan dua pengamatan, praktikan
dapat menyimpulkan sebagai berikut :
1. Pengamatan pertumbuhan fisik yang meliputi panjang daun, jumlah daun, dan jumlah
tunas baru yang tumbuh dapat dilihat laju pertumbuhannya yang fluktuatif hal ini dapat
dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor lingkungan yaitu temperatur udara dan
intensitas penyiraman tanaman. Hasil analisis pertumbuhannya adalah sebagai berikut :
Pertumbuhan panjang daun tanaman
Tanaman nomor 7 memiliki laju pertumbuhan panjang daun yang paling tinggi
dibandingkan tanaman lain yaitu 0,183 cm/hari, sedangkan tanaman 1,2 4 dan 8 dengan
pertumbuhan panjang daun paling rendah yaitu 0,033 cm/hari,
2. Berat basah dan berat kering total per bagian tanaman yaitu daun dan akar yang
mengindikasikan laju pertumbuhan mutlak pada tanaman mengalami pertumbuhan yang
fluktuatif. Hasilnya adalah sebagai berikut :
a) Laju pertumbuhan mutlak daun = 0,00143 g/hari
b) Laju pertumbuhan mutlak akar = 0,0047 g/hari
c) Laju pertumbuhan mutlak batang= 0,0082 g/hari
3. Soal Pendalaman
Apa manfaat pengukuran berat basah dan kering tumbuhan dalam fitoremediasi? Sifat
genetic tanaman mempengaruhi kualitas dan ketahanan tanaman terhadap hama dan
penyakit, potensi hasil, serta proses fisiologis lainnya maka dari itu pengukuran berat
basah dan kering tumbuhan penting dalam fitoremediasi.
5. DAFTAR PUSTAKA
Bishay, Abdel-Baky.2009. Macro and Micromorphology of The Leaf and Stem of Reullia
Brittoniana Leonard Cultivated in Egypt. Bull. Pharm. Sci., Assiut
University,32(2):279-300.
Burges, Aritzl. 2016. Ecosystem services and plant physiological status during endophyte-
assisted phytoremediation of metal contaminated soil. Science of the Total
Environment 584–585 329–338.
Chibuike, G. U. dan S. C. Obiora. 2014. Heavy Metal Polluted Soils: Effect on Plants and
Bioremediation Methods. Hindawi Review Article Applied and Environmental
Soil Science : 1 – 12.
Feng, Nai-Xian. 2017. Efficient phytoremediation of organic contaminants in soils using
plant endophyte partnerships. Science of the Total Environment 583 (2017) 352-
368.
Gkorezis, P. 2016. The Interaction between Plants and Bacteria in the Remediation of
Petroleum Hydrocarbons: An Environmental Perspective. Frontiers in
Microbiology :1 – 27.
Ibrahim. S. I. 2012. Phytoremediation of Atrazine-Contaminated Soil using Zea mays
(maize). Annals of Agricultural Science.
Jayanthy V. 2013. Phytoremediation of Dye Contaminated Soil by Leucaena leucocephala
(subabul) Seed and Growth Assessment of Vigna radiata in the Remediated Soil.
Saudi Journal of Biological Sciences.
Jiang Y. 2015. Integrating Phytoremediation with Biomass Valorisation and Critical
Element Recovery: A UK Contaminated Land Perspective. Biomass and Bioenergy.
Khanafi, M. 2009. Comparison of The Antioxidant Activity and Total Phenolic Contents in
Some Stachys Species. African Journal of Biotechnology 8 : 1143-1147.
Purwadi, M. 2011. Antioxidative Activity and Total Phenolic Efficiency of Nitrogen
Absorbtion, Growth, and Yield of Several New Soybean Cultivars with Drought
Stress and Biofertilizer Application. Agrosains 6 (2) : 70-74.