Anda di halaman 1dari 19

Laporan Praktikum

Dasar-Dasar Agronomi

PUPUK ORGANIK PADAT (KOMPOS)

NAMA : A.WIRA ERSA FAUZAN


NIM : G021231134
KELAS : DASAR-DASAR AGRONOMI
E KELOMPOK : 22 (DUA PULUH DUA)
ASISTEN : MUTMAINNA

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


DEPARTEMEN BUDIDAYA
PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2023
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penggunaan pupuk kompos dalam pertanian organik didefinisikan sebagai
suatu sistem produksi tanaman yang berasaskan daur ulang hara secara hayati. Daur
ulang hara dapat melalui sarana limbah tanaman dan ternak, serta limbah lainnya
yang mampu memperbaiki status kesuburan dan struktur tanah. Filosofi yang
melandasi pertanian organik yaitu mengembangkan prinsipprinsip memberi
makanan pada tanah yang selanjutnya tanah menyediakan makanan untuk tanaman.
Daur ulang hara tanaman dan ternak tersebut dalam pertanian organik digunakan
sebagai bahan masukan atau biasa disebut dengan agroinput yang salah satunya
yaitu pupuk organik (Sutanto, 2020).
Pupuk organik padat adalah salah satu jenis pupuk yang aman dan cocok
digunakan untuk jenis tanaman apa saja, selain aman bagi tanaman, juga aman
terhadap lingkungan karena tidak mengandung residu zat kimia yang dapat
membahayakan keseimbangan lingkungan. Sekarang ini, di Negara-negara
maju, telah dikampayekan bahkan digunakan pupuk organik, dan menghentikan
penggunaan pupuk anorganik sintetis. Perhatian yang cukup besar ini,
mendorong pertumbuhan usaha-usaha dan industri-industri pertanian untuk
berlomba-lomba dalam menciptakan formula pupuk organik yang aman bagi
tanaman, masyarakat, dan lingkungan (Honcamp, 2015).
Pupuk kompos merupakan pupuk organik yang terbuat dari bahan-bahan
organik seperti daun-daun, batang, ranting, atau kotoran ternak. Kompos dapat
digunakan untuk memperbaiki struktur tanah dan meningkatkan bahan organik
tanah. Pupuk kandang adalah pupuk organik yang berasal dari kotoran hewan, yang
mengandung unsur hara N P K yang tinggi. Pupuk kandang kotoran ayam
mengandung unsur hara N, P, K, dan Ca yang lebih tinggi dibandingkan dengan
pupuk kotoran hewan yang lainnya. pupuk kompos merupakan pupuk organik
yang terbuat dari bahan- bahan organik seperti daun- daun, batang, ranting,
atau kotoran ternak (Sutedjo, 2018).
Berdasarkan uraian diatas maka perlu dilakukakan praktikum mengenai
pembuatan pupuk organik padat (kompos) agar dapat memahami cara membuat
kompos organik dari limbah yang ada disekitar kita. Serta mengurangi penggunaan
pestisida pada tanaman termasuk yang dikonsumsi oleh tubuh.

1.1 Tujuan dan Kegunaan

Tujuan dilaksanakan praktikum ini adalah untuk mengetahui bagaimana cara


membuat kompos, untuk mengetahui manfaat dan pengaruh dari penggunaan
kompos bagi tumbuhan, dan memanfaatkan limbah sayuran serta mengurangi
pupuk kimia.
Kegunaan diharapkan setiap peserta praktikum dapat memahami pembuatan
pupuk organik dari limbah pertanian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kompos


Kompos merupakan bahan-bahan organik (sampah organik) yang telah
mengalami proses pelapukan karena adanya interaksi antara mikroorganisme
(bakteri pembusuk) yang bekerja di dalamnya. Pupuk kompos baik digunakan
karena berbagai alasan seperti tidak merusak lingkungan, tidak memerlukan biaya
yang banyak, proses pembuatan yang mudah dan bahan yang tidak sulit ditemukan.
Bahan organik (kompos) merupakan salah satu unsur pembentuk kesuburan tanah
dan untuk menghasilkan tanah yang subur, maka perlu ditambahkan bahan organik
yang berguna bagi tanaman (Murbandono, 2017).
Bahan organik merupakan penyangga yang berfungsi memperbaiki sifat-sifat
fisika, kimia dan biologi tanah. Pengomposan adalah proses penguraian bahan
organik oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber
energi. Pembuatan kompos dilakukan dengan mengatur dan mengontrol campuran
bahan organik yang seimbang, pemberian air yang, cukup, pengaturan aerasi, dan
pemberian effective innoculant/aktivator pengomposan. Pengomposan merupakan
upaya yang sudah ada sejak lama digunakan untuk mereduksi sampah organik.
Pemberian kompos pada tanah dapat memperbaiki sifat fisik tanah seperti
pembentukan agregat atau granulasi tanah serta meningkatkan permiabilitas dan
juga porositas tanah (Dewi dan Treesnowati, 2012).
Pengelolaan sampah diantaranya dapat dimanfaatkan menjadi kompos
organik yang didalamnya terkandung unsur hara yang dibutuhkan tanaman,
perbaikan struktur tanah dan zat yang dapat mengurangi bakteri yang merugikan
dalam tanah. Pupuk organik biasanya tidak meninggalkan residu dalam tanaman
sehingga hasil tanaman akan aman bila dikonsumsi. Pengomposan dianggap
sebagai teknologi berkelanjutan karena bertujuan untuk konservasi lingkungan,
keselamatan manusia, dan pemberi nilai ekonomi (Sastrawijaya, 2019).
2.2 Pengomposan Anaerob
Proses pembuatan kompos dengan komposter anaerob merupakan penguraian
bahan organik yang berlansung tanpa bantuan udara atau oksigen secara maksimal,
sehingga proses ini berlangsung secara dingin dan tidak terjadi fluktuasi suhu yang
dapat memperlambat penguraian, sedangkan pada proses pembuatan kompos
dengan Komposter Aerob, berlangsung dengan suplay udara yang sangat
dibutuhkan oleh bakteri pengurai sehingga tetap hidup, hal tersebut juga dapat
mengurai sampah secara optimal. 14,15 Semaikin tinggi suhu mendekati 40 pada
ruangan dekomposter akan semakin efektifitas bakteri dalam mengurai sampah-
sampah yang diolah (Syaifuddin dan Destantyo 2018).
Proses penguraian bahan organik dan mikroorganisme lebih optimal pada
suhu 30- 400 C dengan tingkat kelembapan 40- 60%. Artinya, tidak terlalu banyak
air, tetapi juga tidak terlalu kering. Kelembapan bahan organik membuat
mikroorganisme dekomposer cepat berkembang biak sehingga proses penguraian
menjadi lebih cepat. Kecepatan penguraian berkaitan dengan pH bahan organik. pH
awal sebaiknya sekitar 6,5–8,5 agar hewan pengurai seperti cacing dapat bekerja
sama dengan mikroorganisme pengurai (Syaifuddin dan Destantyo 2018).
Kompos anaerob adalah penguraian bahan organik tanpa adanya oksigen yang
dilakukan dalam wadah tertutup dengan memanfaatkan mikroorganisme untuk
membantu proses dekomposisi bahan organik. Produk dari kompos anaerob metana,
karbon dioksida dan asam organik. Sedangkan kompos aerob dihasilkan dari
penguraian bahanbahan organik dengan adanya oksigen (udara) yang menghasilkan
produk utama yaitu karbon dioksida, air dan panas (Siboro, et.al, 2013).
2.3 Aktivator
EM4 mampu mempercepat proses dekomposisi bahan organik dan
meningkatkan ketersediaan hara bagi tanaman serta telah diterapkan pada berbagai
jenis tanaman dan kondisi tanah. Aktivator/mikroorganisme mempengaruhi proses
pengomposan melalui dua cara, cara pertama yaitu dengan menginokulasi strain
mikroorganisme yang efektif dalam menghancurkan bahan organik (pada
aktivator organik), kedua yaitu meningkatkan kadar N yang merupakan
makanan tambahan bagi mikroorganisme tersebut (Yuwono, 2017).
Penggunaan mikroba perombak bahan organik (aktivator) dalam pembuatan
kompos dapat mempercepat proses pengomposan, sehingga kompos dapat langsung
ditebarkan kelahan dan diaduk bersamaan dengan pengolahan tanah. Kompos juga
dapat dibuat dari limbah yang berasal dari rumah tangga, seresah daun seperti daun
gamal, daun pisang, daun alpukat, daun lantoro, daun turi, ataupun limbah pabrik.
Lama proses pengomposan tergantung pada karakteristik bahan yang
dikomposkan, metode pengomposan dan dengan atau tanpa penambahan
aktivator dalam pengomposan (Nuraini, 2019)
Dengan penambahan dapat lebih meningkatkan kecepatan proses
dekomposisi. Aktivator tersebut antara lain beberapa spesies mikroorganisme
pengurai materi organik yang telah diisolasi dan dioptimasi, dikemas dalam
berbagai bentuk dan terdapat pada keadaan inaktif, seperti Effective Microorganism
(EM), Superfarm, Orgadec, Stardec, dan sebagainya. Bioaktivator EM tersebut
terbukti dapat meningkatkan aktivitas mikroba dalam pengomposan, seperti
pada pengomposan eceng gondok dan aplikasinya juga dapat
berpengaruh terhadap pertumbuhan bibit seperti bibit Sengon, sedangkan
bioaktivator Stardec dapat diaplikasikan pada sampah pasar
yang diolah menjadi kompos (Syafrinal, 2017).
2.4 Kandungan Bahan
Sampah daun merupakan saIah satu bahan organik yang dapat diolah menjadi
kompos. Macam-macam zat yang dikandung oleh sampah daun seperti karbohidrat,
protein, vitamin, mineraI, lemak, dan lainnya. Zat-zat itu secara alami mudah
terurai oIeh pengaruh fisik, kimia, enzim yang terkandung oleh sampah itu sendiri
serta enzim yang dikeIuarkan oleh organisme yang hidup di daIam sampah
2.4.1 Eceng Gondok
Eceng Gondok ( Eichhomia crassipes ) yang mempunyai nama daerah eceng
atau enceng, merupakan tanaman herbaperenial berbunga yang mengapung pada
permukaan air tawar. Jika digolongkan lebih lanjut, eceng gondok merupakan
tumbuhan berpembuluh yang hidup di air. Hidupnya tersebar di sepanjang daerah
tropik atau subtropik, berasal dari Brazil. Batangnya berongga, lunak, mempunyai
ruang udara yang menyebabkan mengapung, panjang antara 2-40 cm, bervariasi
tergantung stauis nutrien dari air dan frekuensi kerapatan tanaman. Bunganya
berwarna ungu, tumbuh tegak, berbentuk tandan. Dapat membentuk biji, tapi
reproduksi lebih banyak dilakukan dengan stolon (Yuliawati, 2015).
Eceng gondok termasuk famili Pontederiaceae. Tanaman ini hidup di daerah
tropis maupun subtropis. Eceng gondok digolongkan sebagai gulma perairan yang
mampu menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan dan berkembang biak
secara cepat. Tempat tumbuh yang ideal bagi tanaman eceng gondok adalah
perairan yang dangkal dan berair keruh, dengan suhu berkisar antara 28-30 C dan
kondisi pH berkisar 4-12. Di perairan yang dalam dan berair jernih di dataran
tinggi, tanaman ini sulit tumbuh. Eceng gondok mampu menghisap air dan
menguapkanya ke udara melalui proses evaporasi (Gerbono, 2015).
Eceng gondok memiliki keunggulan dalam kegiatan fotosintesis, penyediaan
oksigen dan penyerapan sinar matahari. Bagian dinding permukaan akar, batang
dan daunnya memiliki lapisan yang sangat peka sehingga pada kedalaman yang
ekstrem sampai 8 meter di bawah permukaan air masih mampu menyerap sinar
matahari serta zat-zat yang larut di bawah permukaan air. Akar, batang, dan
daunnya juga memiliki kantung-kantung udara sehingga mampu mengapung di air.
Keunggulan lain dari eceng gondok adalah dapat menyerap senyawa nitrogen dan
fosfor dari air yang tercemar, berpotensi untuk digunakan sebagai komponen utama
pembersih air limbah dari berbagai industri dan rumah tangga (Gerbono, 2015).
2.4.2 Dedak
Hasil ikutan yang terbesar dari proses penggilingan padi adalah dedak
padi. Dedak padi merupakan salah satu bahan pembuatan pupuk kompos yang sangat
populer. Selain ketersediaannya melimpah, juga penggunaannya sampai saat ini
belum bersaing dengan kebutuhan pangan dengan harga yang relatif sangat murah
dibandingkan dengan bahan pakan ternak yang lain seperti bungki sawit
maupun tepung tulang (Wahyuni, 2021).
Dedak padi merupakan hasil ikutan penggilingan padi yang berasal dari
lapisan luar beras pecah kulit dalam proses penyosohan beras. Proses pengolahan
gabah menjadi beras akan menghasilkan dedak padi kira-kira sebanyak 10%
pecahan- pecahan beras atau menir sebanyak 17%, tepung beras 3%, sekam 20%
dan berasnya sendiri 50%. Persentase tersebut sangat bervariasi tergantung pada
varietas dan umur padi, derajat penggilingan serta penyosohannya (Wibowo, 2020).
Produksi dedak padi di Indonesia cukup tinggi per tahun dapat mencapai 4
juta ton dan setiap kuwintal padi dapat menghasilkan 18-20 kg dedak, proses
penggilingan padi dapat menghasilkan beras giling sebanayak 65% dan limbah hasil
giligann 35%, yang terdiri dari sekam 23%, dedak dan bekatul sebanyak 10%.
Dedak padi yang berkualitas baik mempunyai ciri fisik seperti baunya khas, tidak tengik,
teksturnya halus, lebih padat dan mudah digenggam karena mengandung kadar sekam yang
rendah, dedak yang seperti ini mempunyai nilai nutrisi yang tinggi (Rasyaf, 2012).
2.4.3 Pupuk Kandang
Pupuk kandang merupakan bahan organik yang telah mengalami dekomposisi
dan dapat digunakan sebagai pupuk organik. Setiap pupuk kandang mempunyai
kandungan unsur hara yang berbeda-beda, karena masing-masing ternak
mempunyai sifat khas tersendiri yang ditentukan oleh jenis pakan dan umur ternak
tersebut, Pupuk kandang dapat berfungsi sebagai energi bagi mikroorganisme,
penyedia sumber hara, penambah kemampuan tanah menahan air dalam tanah dan
untuk memperbaiki struktur tanah (Sutanto, 2012).
Pupuk kandang ayam mengandung beberapa unsur hara makro yang sangat
dibutuhkan oleh tanaman seperti nitrogen (N), phosfor (P), kalium (K) dan beberapa
unsur hara mikro seperti mangan (Mn), kalsium (Ca), besi (Fe) dan beberapa unsur
hara yang lain yang dapat membantu dalam produksi tanaman. Pupuk kotoran sapi
sifatnya lebih baik dari pada pupuk alam lainnya maupun pupuk buatan,
karena merupakan humus yang mengandung senyawa-senyawa organik
dan merupakan sumber unsur hara makro yang penting bagi pertumbuhan
dan perkembangan tanaman (Mayun, 2017).
Pupuk kandang kambing mempunyai sifat memperbaiki aerasi tanah. Pupuk
kandang kambing juga bisa menambah kemampuan tanah menahan unsur hara,
meningkatkan kapasitas menahan air, meningkatkan daya sangga tanah, sumber
energi bagi mikroorganisme tanah dan sebagai sumber unsur hara. Pupuk kandang
kambing mengandung unsur N yang dapat mendorong pertumbuhan organ – organ
yang berkaitan dengan fotosintesis yaitu daun (Subhan et al., 2015)
2.5 Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan dan Kegagalan
Kelembaban memegang peranan yang sangat penting dalam proses
metabolisme mikroba yang secara tidak langsung juga berpengaruh terhadap
pasokan oksigen. Mikroorganisme dapat memanfaatkan bahan organik apabila
bahan organic tersebut larut dalam air. Kelembaban 40-60 % adalah kisaran
optimum untuk metabolism mikroba, sehingga sangat baik untuk proses
pengomposan. Apabila kelembaban di bawah 40%, aktivitas mikroba akan menurun
dan aktivitasnya akan lebih rendah lagi pada kelembaban l5%. Apabila
kelembabannya lebih dari 60%, unsur hara akan tercuci, volume udara akan
berkurang. Akibatnya, aktivitas mikroba akan menurun dan akan terjadi fermentasi
anaerob yang meninbulkan bau tidak sedap (Yuliarti, 2019).
Temperatur atau panas sangat penting dalam proses pengomposan. Panas
dihasilkan dari aktivitas mikroba. Ada hubungan langsung antara peningkatan suhu
dengan konsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur, semakin tinggi aktivitas
metabolisme, semakin banyak konsumsi oksigen, semakin cepat pula proses
dekomposisi. Peningkatan suhu dapat terjadi dengan cepat pada tumpukan bahan
organik. Temperatur yang berkisaran antara 30- 700 menunjukkan akfivitas
pengomposan yang cepat. Suhu yang lebih tinggi dari 700C akan
membunuh sebagian mikroba dan hanya mikrobathermofilik saja yang
dapat bertahan hidup (Yuliarti, 2019).
Nisbah atau rasio C/N sangat penting untuk memasok hara yang diperlukan
mikro organism selama proses pengomposan berlangsung. Carbon diperlukan oleh
mikro organism sebagai sumber energi dan nitrogen sebagai pembentuk protein.
Bahan yang mengandung carbon 30 kali lebih besar dari nitrogen, memiliki rasio
C/N 30:1. Apabila rasio C/N terlalu tinggi (> 40) atau terlalu rendah (< 20) akan
menggangu proses dekomposisi, mikroba akan kekurangan N untuk sintesis protein
sehingga dekomposisi berjalan lambat. Selama proses pengomposan rasio C/N akan
terus menurun . Kompos yang baik untuk diaplikasikan pada tanaman yaitu kompos
yang mendekati rasio C/N tanah yaitu berkisaran antara 12 – 15 (Sutanto, 2020).
2.6 Manfaat Kompos di Bidang Pertanian
Kompos merupakan sumber hara yang berfungsi sebagai input produksi untuk
mesin biologis yang sangat menentukan kinerja tanaman agar dapat berproduksi
dengan optimal. Faktor dominan penyebab rendahnya produktivitas tanaman salah
satunya adalah menurunnya (degradasi) tingkat kesuburan tanah, terutama
menurunnya kandungan bahan organik tanah dari musim ke musim yang tidak bisa
digantikan peranannya oleh pupuk anorganik. Upaya mempertahankan dan
meningkatkan produktivitas tanah antara lain dengan pemberian bahan organik.
Beberapa bahan organik yang dapat mempertahankan kesuburan tanah yaitu
golongan leguminosa, kotoran hewan, sisa sampah rumah tangga, Azolla
dan limbah pertanian (Bahua, 2014).
Bahan organik yang dikandung oleh pupuk kompos berfungsi sebagai sumber
nutrisi yang menunjang ketersediaan hara dan kehidupan jasad renik di dalam
tanah. Bahan organik yang diberikan ke dalam tanah akan terdekomposisi secara
sempurna dengan C/N sekitar 12, dapat menyediakan hara yang lebih mudah
terserap oleh tanaman. Demikian juga pada proses pelapukan, beberapa zat
pengatur tumbuh (ZPT) dan vitamin serta hormon lainnya, yang merangsang
pertumbuhan lebih baik (Bahua, 2014).
Pupuk kompos dapat memperbaiki struktur tanah, meningkatkan kapasitas
menahan air, dan meningkatkan kehidupan biologi tanah. Pupuk kompos bila
diperkaya dengan zeolite dan fosfat dapat memperbaiki sifat tanah dan
mempengaruhi tanaman. pemberian kompos 25 gram kompos yang diperkaya
dengan 2 gram zeolite dan 1,25 gram fosfat alam, akan memberikan respon
tertinggi pada berat kering tanaman, dan perbaikan sifat kimia tanah dapat
dilihat dari peningkatan pH, ketersediaan P2O5, KTK, dan beberapa sifat
kimia tanah lainnya (Rasyid, 2013).
METODOLOGI
3.1 Tempat dan Waktu
Praktikum ini dilaksanakan di Experimental Farm, Fakultas Pertanian,
Universitas Hasanuddin pada hari Sabtu, 07 Oktober 2023 pukul 16.00 WITA.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan yaitu parang, sekop, ember, tali rafiah, karung beras
20 kg, spanduk bekas 2x2 dan trashbag.
Bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu pupuk kandang ayam 5kg,
cacahan eceng gondok 1,25 kg, cacahan limbah sayuran daun 2,5 kg, dedak 2,5 kg,
cacahan daun kirinyuh dan daun gamal 0,5 kg, larutan gula pasir 1 kg (dilarutkan
dengan 1 liter air), dan 2 tutup botol EM4.
3.3 Prosedur Praktikum
3.3.1 Pembuatan Kompos
Prosedur pembuatan kompos adalah sebagai berikut:
1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Memotong limbah sayur, eceng gondok, daun kirinyuh menjadi ukuran yang
lebih kecil menggunakan pisau/parang.
3. Mencampurkan bahan-bahan yang ada di atas karung atau spanduk
bekas dan menambahkan dedak dan pupuk kandang ayam dan
mengaduknya menggunakan sekop.
4. Menyiapkan ember berisi air, masukkan gula pasir dan EM4, lalu siram
campuran bahan dengan larutan gula dan EM4 hingga memperoleh kadar air
sekitar 40%. Untuk mengetahui kadar air mencapai 40% ialah dengan cara
kepal campuran dan lepas, campuran masih menggumpal, namun bila
disentuh jari akan pecah.
5. Setelah bahan tercampur dengan baik dan cukup jenuh, masukkan semua
bahan kedalam karung lalu ikat ujung karung dengan rapat agar bakteri
pengurai mampu bekerja dengan baik.
3.3.2 Pengadukan Kompos
Prosedur pengadukan kompos adalah sebagai berikut:
1. Melepaskan ikatan pada karung dan keluarkan kompos.
2. Mengaduk kompos dengan merata (Pengadukan dilakukan 2 kali dalam
seminggu).
3. Mengikat kembali ujung karung dengan rapat.
3.3.3 Pemanenan Kompos
Prosedur pemanenan kompos adalah sebagai berikut:
1. Melepaskan ikatan pada karung.
2. Mengaduk kompos dalam karung.
3. Mencium aroma, meraba, dan melihat warna kompos, jika aroma seperti
aroma tanah segar, warna menjadi coklat kehitaman, dan bertekstur halus,
maka kompos dinyatakan berhasil dan siap panen.
4. Mengeluarkan kompos dari dalam karung.
5. Melakukan pengemasan pada kompos.
3.4 Parameter Pengamatan
Parameter pengamatan adalah sebagai berikut:
1. Aroma
Biasanya kompos yang sudah matang beraroma seperti tape, meskipun
kompos dari sampah kota. Bila kompos tercium aroma yang tajam seperti
tapai berarti terjadi fermentasi anaerob. Apabila kompos masih bearoma
seperti bahan mentahnya, berarti kompos belum matang.
2. Warna
Bila sudah matang berwarna coklat kehitam-hitaman / warna keputihan
(lapisan jamur). Bila kompos masih berwarna hijau atau warnanya mirip
dengan bahan mentahnya berarti kompos belum matang.
3. Tekstur
Ciri-ciri kompos yang sudah jadi apabila dipegang atau dikepal akan
menggumpal, selain itu jika gumpalan tadi ditekan akan hancur dengan
mudah, artinya tektstur dari pupuk kompos yang sudah jadi adalah lembut.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Berdasarkan praktikum yang dilakukan, maka diperoleh hasil sebagai berikut
:
Tabel 1. Hasil Pengamatan Kompos
Pengamatan Parameter Pengamatan
Ke-
Warna Aroma Tekstur

1 Coklat tua Bau Lunak dan mudah


menyengat hancur
2 Coklat Bau Lunak dan mudah
kehitaman menyengat hancur
3 Coklat Bau tanah Lunak dan mudah
kehitaman hancur
4 Coklat Bau tanah Lunak dan mudah
kehitaman hancur
Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2023

4.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil praktikum pembuatan kompos yang telah dilaksanakan oleh
kelompok saya, dapat dilihat berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa pada
pengamatan pertama, warna kompos masih berwarna coklat tua, mengeluarkan bau
menyengat serta memiliki tekstur yang lunak dan mudah hancur. Hal ini
menenandakan bahwa pada pengamatan pertama kompos masih belum mengalami
proses fermentasi, ini sejalan dengan pendapat Nafis (2021), yang menyatakan bahwa
kompos akan mulai mengalami proses fermentasi setelah seminggu lebih.
Pada pengamatan kedua dapat dilihat padaa tabel tersebut bahwa, warna
kompos mulai mengaalami perubahan yang awalnya hanya berwarna coklat tua
sekarang jadi berwarna coklat kehitaman, begitupun dengan aroma yang dikeluarkan
masih berbau menyengat. Pada pengamatan kedua ini tekstur yang dimiliki kompos
tersebut lunak dan mudah hancur, masih sama pada pengamatan pertama. Hal ini
sejalan dengan pendapat Allaily (2021), yang berpendapat bahwa pada minggu kedua
kompos masih belum menunjukkan perubahan yang signifikan.
Pada pengamatan ketiga dan keempat, sudah terlihat ada perubahan yang
signifikan mulai dari warna yang telah berubah dari coklat tua menjadi coklat
kehitaman, serta aroma yang berubah dari bau menyengat menjadi bau tanah. Hal
ini menandakan bahwa kompos telah mengalami proses fermentasi. Jadi disini daya
dapat menyimpulkan bahwa praktikum kompos yang dilakukan oleh kelommpok
saya itu berhasil. Kompos ini berhasil karena kelembaban pada kompos tersebut
sangat terjaga, tidak terlalu kering ataupun tidak terlalu basah. Hal ini sejalan
dengan pendapat Yuliarti (2019), yang berpendapat bahwa apabila kelembaban di
bawah 40%, aktivitas mikroba akan menurun dan aktivitasnya akan lebih rendah
lagi pada kelembaban l5%.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum ini adalah, pembuatan kompos dari limbah sayuran
adalah langkah yang tepat dalam mendukung pertanian organik. Kompos ini
merupakan langkah yang sudah sangat tepat, apalagi kompos memiliki manfaat yang
bukan hanya memberikan pupuk alami bagi tanaman, tetapi juga membantu
mengurangi limbah organik dan mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia, serta
dapat meningkatkan kesuburan secara alami. Dengan adanya pemahaman ini dapat
mendorong kesadaran akan pentingnya praktik ramah lingkungan dalam pertanian
dan penglolaan limbah.
5.2 Saran
Saran saya untuk praktikum kompos selanjutnya, agar praktikan lebih
memperhatikan alat dan bahannya demi lancarnya praktikum yang dilaksanakan serta
bisa mendapatkan hasil yang lebih maksimal.
DAFTAR PUSTAKA

Bahua, MI. 2014. Kinerja Penyuluh Pertanian dan Faktor-Faktor yang


Mempengaruhinya. Bogor: Institute of Regional and Local Development.
Dewi, Y.S. dan Treesnowati. 2012. Pengolahan Sampah Skala Rumah Tangga
Menggunakan Metode Composting. Jurnal Ilmiah Fakultas Teknik
LIMIT’S. 8(2): 35-48.
Gerbono, A. dan Siregar, A., 2015, “Kerajinan Eceng Gondok”, Yogyakarta:
Kanisius,
Honcamp, F. 2015. Historisches über die Entwicklung der
Pflanzenernährungslehre, Düngung und Düngemittel. In F. Honcamp
(Ed.). Berlin: Handbuch der Pflanzenernährung und Düngelehre, Bd. I und
II. Springer.
Mayun, I. A. 2017. Efek Mulsa Jerami Padi dan Pupuk Kandang Sapi Terhadap
Pertumbuhan dan Hasil Bawang Merah di Daerah Pesisir, Agritrop, 26 (1), 33-
40.
Mirwan, M. 2015. Optimalisasi Pengomposan Sampah Kebun dengan Variasi
Aerasi dan Penambahan Kotoran Sapi sebagai Bioaktivator. Teknik
Lingkungan. 4(6): 61-66
Murbandono, H.S.L., 2017. Membuat Kompos. Jakarta: Penebar Swadaya
Nafis D. Allaily , Yaman A. M. 2021. Pengaruh Lama Fermentasi pada Pembuatan
Kompos dari Bahan Liter Ayam. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian.
6(3): 72-74
Nuraini. 2019. Pembuatan Kompos Jerami Menggunakan Mikroba Perombak
Bahan Organik. Buletin Tekhnik Pertanian 14(1):23-26
Rasyaf, M. 2012. Manajemen Peternakan Ayam Broiler, Jakarta: PT. Penebar
Swadaya.
Rasyid, B., 2013. Aplikasi kompos kombinasi zeolite dan fosfat alam untuk
peningkatan kualitas tanah ultisol dan produktivitas tanaman jahung.
Jurnal Agrisistem, 8(1): 5-8.
Sastrawijaya, A.T. 2019. Pencemaran Lingkungan. Jakarta: Rineka cipta
Syaifuddin MF, Destantyo BH. 2018. Pembuatan Pupuk Organik dari Limbah
Pertanian dengan Metode Aerob dan Anaerob. Surabaya: Institut
Teknologi Sepuluh Nopember.
Siboro, E. S., Surya, E., dan Herlina, N. 2013. Pembuatan pupuk cair dan biogas
dari campuran limbah sayuran. Jurnal Teknik Kimia USU, 2(3): 40–43.
Subhan, N. dan Setiawati, W. 2015. Peningkatan efisiensi pemupukan NPK dengan
memanfaatkan bahan organik terhadap hasil tomat. Jurnal Hortikultura,
15(2): 91-96.

Sutanto, R. 2017. Penerapan Pertanian Organik: Pemasyarakatan dan


Pengembangannya. Jakarta: Kanisius.
Yuliarti, N., 2019. Kompos. Yogyakarta: Andi
Sutanto, Rachman. 2020. Penerapan Pertanian Organik. Yogyakarta: Kanisius.
Sutedjo, M.M. 2018. Pupuk dan Cara Pemupukan. Jakarta: Rineka Cipta.
Syafrinal. 2017. Penggunaan berbagai dekomposer pada sampah pasar untuk
tanaman cabai (capsicum annum). SAGU,06(2):34-40
Wahyuni, Siti.HS, Dwi Cipto Budinuryanto, Herry Supratman, Suliantari. 2021.
Respon Broiler terhadap Pemberian Ransum Mengandung Dedak Padi
Fermentasi oleh Kapang Aspergillus ficuum. Jurnal Ilmu Ternak, 10(1):
26-31.
Wibowo, AH. 2020. Pendugaan Kandungan Nutrient Dedak Padi Berdasarkan
Karakterisktik Sidat Fisik. Tesis. Institut Pertanian Bogor: Bogor.
Yuliawati, E., 2015, Pengaruh Limbah Pabrik Cat Sebelum dan Setelah Perlakuan
dengan Eceng Gondok Terhadap Pertumbuhan Kacang Hijau, Skripsi,
Fakultas Biologi, Universitas Gadjah Mada: Jogjakarta.
Yuwono, Dipo, 2017, Kompos, Jakarta: Penebar Swadaya.
1. Lampiran Praktikum

(1) (2) (3) (4)

(5)
Keterangan: Gambar (1) Proses pencacahan eceng gondok dan bahan-bahan
lainnya, Gambar (2) Menyediakan tempat untuk mencampur bahan-
bahan, Gambar (3) Mencampur semua bahan organik hingga rata,
Gambar (4) Mengaduk rata semua bahan sambil diberikan larutan
EM4 kemudian diaduk hingga merata, Gambar (5) Memasukkan
kompos ke dalam karung kemudian ditutup rapat.
2. Lampiran Pengamatan

(1) (2) (3) (4)


Keterangan: Gambar (1) Pengamatan kompos pada minggu pertama, Gambar
(2) Pengamatan kompos pada minggu kedua, Gambar (3)
Pengamatan kompos pada minggu ketiga, (4) Pengamatan
kompos pada minggu keempat.

Anda mungkin juga menyukai