DISUSUN OLEH
I. TINJAUAN PUSTAKA
A. PENGERTIAN KOMPOS
Sampah adalah bahan padat buangan dari kegiatan rumah tangga, pasar, perkantoran,
rumah, penginapan, hotel, rumah makan, industri, atau aktivitas manusia lainnya. Sampah
merupakan hasil sampingan dari aktivitas manusia yang sudah tidak terpakai.Sampah juga
merupakan bagian terintim dari diri manusia yang hingga saat ini masalahnya selalu menarik
untuk dibicarakan tetapi menakutkan untuk dijamah. Berawal dari keberadaan sampah
tersebut maka estetika akan berkurang nilainya jika sampah dibiarkan ada dimana-mana.
Semua riset mengatakan bahwa pertambahan jumlah sampah sama dengan pertambahan
jumlah penduduk sehingga, semakin banyak penduduk yang menghuni bumi maka jumlah
sampah juga akan semakin bertambah. (Suriawiria, 2003)
Kompos merupakan pupuk yang berasal dari sisa-sisa bahan organik yang dapat
memperbaiki sifat fisik dan struktur tanah, meningkatkan daya menahan air, kimia tanah
dan biologi tanah. Sumber bahan pupuk kompos antara lain berasal dari limbah organik
seperti sisa-sisa tanaman (jerami, batang, dahan), sampah rumah tangga, kotoran ternak
(sapi, kambing, ayam, itik), arang sekam, abu dapur dan lainlain (Rukmana, 2007).
1. Ukuran Bahan
Proses pengomposan dapat dipercepat jika bahan mentah kompos dicincang menjadi
bahan yang lebih kecil. Bahan yang kecil akan cepat didekomposisi karena peningkatan
luas permukaan untuk aktivitas organisme perombak (Gaur, 1983
2. Rasio Karbon-Nitrogen (C/N)
Rasio C/N bahan organik merupakan faktor yang paling penting dalam pengomposan.
Hal tersebut disebabkan mikroorganisme membutuhkan karbon untuk menyediakan
energi dan nitrogen yang berperan dalam memelihara dan membangun sel tubuhnya
(Triadmojo, 2001). Kisaran rasio C/N yang ideal adalah 20-40, dan rasio yang terbaik
adalah 30 (Center for policy and Implementation Study, 1992)
3. Temperatur Pengomposan
Pengomposan akan berjalan optimal pada suhu yang sesuai dengan suhu optimum
pertumbuhan mikroorganisme perombak. Suhu optimum pengomposan berkisar antara
35-55°C. ( Murbandono, 1993)
4. Derajat Keasaman (pH)
Menurut Center for Policy and Implementation Study (1992), derajat keasaman (pH)
yang dituju adalah 6-8,5 yaitu kisaran pH yang pada umumnya ideal bagi tanaman.
Hasil dekomposisi bahan organik ini menghasilkan kompos yang bersifat netral sebagai
akibat dari sifatsifat basa bahan organik yang difermentasikan.
5. Mikroorganisme yang Terlibat dalam Pengomposan
Pengomposan akan berjalan lama jika mikroorganisme perombak pada permulaannya
sedikit. Mikroorganisme sering ditambahkan pada bahan yang akan dikomposkan yang
bertujuan untuk mempercepat proses pengomposan (Indriyani, 1999).
Setelah selesai pengomposan maka perlu dilihat mutu kompos tersebut agar dapat
memberikan pengaruh yang baik bagi tanmanan. Mutu kompos yang baik disebabkan
karena proses dekomposisi bahan organic telah terjadi secara sempurna agar tidak
memberikan pengaruh buruk terhadap tanaman. Menurut (Nyoman P. Aryantha,
dkk,2010),mutu kompos yang baik tersebut antara lain :
1. Berwana coklat tua hingga hitam mirip dengan warna tanah.,
3. Nisbah C/N rasio sebesar 20-20, tergantung dari bahan baku dan derajat
humifikasinya.
4. Berefek baik jika diaplikasikan.
6. Tidak berbau.
C. AKTIVATOR
D. LIMBAH SAYURAN
Limbah atau sampah merupakan zat-zat atau bahan-bahan yang sudah tidak terpakai
lagi. Mengelompokkan sampah atau limbah berdasarkan beberapa faktor yaitu menurut
bentuk dan sifatnya. Berdasarkan bentuknya, sampah dibedakan menjadi sampah padat,
cair dan gas. Berdasarkan sifatnya, sampah dibedakan menjadi sampah yang mengandung
senyawa organik yang berasal dari tanaman, hewan dan mikroba dan sampah anorganik
yaitu garbage (bahan yang mudah membusuk) dan rubbish (bahan yang tidak mudah
membusuk). Salah satu sampah atau limbah yang banyak terdapat di sekitar kota adalah
limbah pasar. Limbah pasar merupakan bahan-bahan hasil sampingan dari kegiatan
manusia yang berada di pasar dan banyak mengandung bahan organik. Sampah pasar
yang banyak mengandung bahan organik adalah sampah-sampah hasil pertanian seperti
sayuran, buah-buahan dan daun-daunan serta dari hasil perikanan dan peternakan.
Limbah sayuran adalah bagian dari sayuran atau sayuran yang sudah tidak dapat
digunakan atau dibuang.
E. MANFAAT KOMPOS
Kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa aspek yakni sebagai
berikut (Isroi, 2008) :
1) Aspek Ekonomi
e. Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen)
Pada dasarnya kompos dapat meningkatkan kesuburan kimia dan fisik tanah yang
selanjutnya akan meningkatkan produksi tanaman. Pada tanaman hortikultura (buah-
buahan, tanaman hias, dan sayuran) atau tanaman yang sifatnya perishable ini hampir tidak
mungkin ditanam tanpa kompos. Demikian juga di bidang perkebunan, penggunaan
kompos terbukti dapat meningkatkan produksi tanaman. Di bidang kehutanan, tanaman
akan tumbuh lebih baik dengan kompos. Sementara itu, pada perikanan, umur
pemeliharaan ikan berkurang dan pada tambak, umur pemeliharaan 7 bulan menjadi 5-6
bulan.
II. ALAT DAN BAHAN
A. ALAT
N NO NAMA GAMBAR
NAMA GAMBAR
O
B. BAHAN
NO NAMA GAMBAR
1 EM4
2. Gula pasir
3. Kain kasa
4. Lem paralon
5. Limbah Sayur
6. Air
7. Kotoran Kambing
B. Pembuatan Kompos
1. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Dedaunan hijau (sampah organik) seperti rumput, daun
singkong, kedebong pisang dicacah atau dipotong kecil-kecil
dengan menggunakan pisau / cutter. Siapkan juga kotoran
hewan (kotoran kambing).
3. Timbang semua sampah organik untuk dapat menetukan EM4,
air gula, dan air
4. Cairkan gula pasir 3 ml dengan air sebanyak 150 ml ke dalam
sebuah botol air mineral. Kocok atau aduk hingga rata.
5. kemudian, larutkan larutan EM4 sebanyak 3 ml dan masukkan
ke dalam botol air mineral yang sudah terisi larutan air gula
6. Sampah yang sudah di timbang kemudian di campurkan
dengan larutan EM4 dan larutan gula dan diaduk hingga
merata
7. Setelah itu, masukkan ke dalam ember hingga penuh lalu di
tutup dan sampah siap di teduh
8. Secara berkala sekitar 2-3 hari, amati perubahan yang terjadi
pada kompos dengam mengukur Ph dan suhu.
9. Catat setiap pemeriksaan Ph dan suhu.
IV. HASIL
Pengamatan pada praktikum ini dilakukan setelah 2 hari, adapun hasil pengamatan yang
diperoleh adalah sebagai berikut :
Bahan C/N
Sampah sayuran 12
Rumput Muda 12
Rumus :
(X . A) + (Y.B) / (X + Y) + Y = C
Keterangan :
X = Bagian bahan 1
Y = Bagian bahan II
Adapun sampah yang digunakan terdiri atas sampah sayuran, rumput muda
Diketahui : X=2
A = 12
Y=1
B = 12
(X . A) + (Y.B) / (X + Y) + Y = C
(2 . 12) + ( 1 . 12) / (2 + 1) + Y = C
Adapun hasil C/N rasio yang dihasilkan adalah 13, untuk menaikkan C/N rasio menjadi 30
(sesuai yang dipersyaratkan) maka sampah harus dicampur dengan bahan yang mempunyai
kandungan C/N rasio tinggi.
Molase = 3 ml
Air = 3 x 50 = 150 ml
Perbandingan 1 : 1 : 50
3 : 3 = 150 ml
V. PEMBAHASAN
Pada komposter harus diberi lubang udara karena proses komposting tersebut bersifat
aerob (membutuhkan udara) aliran udara terdapat pada salah satu sisi lubang paralon
yang di beri kain kasa, kain kasa berfungsi untuk agar serangga tidak masuk kedalam
proses dekomposisi. Aliran udara yang kurang baik dapat menyebabkan mikroba jenis
lain (yang tidak baik untuk komposting) yang lebih banyak hidup, sehingga timbul bau
menyengat dan pembentukan kompos tidak terjadi.
Selama proses berlangsung komposter di simpan pada tempat yang tidak terlalu
lembab karena apabila lembab maka udara akan terhambat masuk kedalam materi
organik sehingga mati karena kekurangan udara. Karena komposting hanya berlangsung
optimal dalam kelembaban antara 50-70%, dan kisaran suhu yang ideal untuk komposting
adalah 45-70 °C.
Aroma awal dari pembuatan kompos yang tercium berbau khas dari
dedaunan, warnanya coklat dan teksturnya kasar. Pengamatan
kompos dilakukan 2 hari sekali. Hasil pengamatan pada hari pertama
ketika dibuka tutupnya terdapat uap, yang tercium berbau tidak
menyengat, warnanya coklat, suhunya 32°C , teksturnya kasar hal ini
menunjukkan bahwa komposnya belum matang.
Pada praktikum yang telah lakukan hasil kompos belum dinyatakan matang
dikarenakan pengamatan terhambat karena adanya surat keputusan dari Poltekkes
Tanjungkarang bahwasannya perkuliahan diadakan secara online sampai dengan 29 Mei
2020 karena adanya Corona Virus Diseases-2019 (Covid19). Maka dari itu praktikum
pengamatan kompos belum selesai pada waktunya.
Sebenarnya jika dilakukan pengamatan sampai kompos matang, kompos akan memiliki
karekteristik sebagai berikut:
1. Warna Kompos
Kompos yang sudah memiliki kematangnan yang sempurna memiliki warna coklat
kehitam-hitaman. Warna kompos yang seperti ini menyerupai tanah sudah bisa
langsung digunakan untuk media tanam. Apabila kompos masih berwarna hijau maka
menandakan kompos belum matang .
2. Bau
Kompos yang sudah matang memiliki bau yang khas yaitu bau seperti tanah, harum
dan tidak beraroma tajam. Apabila kompos masih mengeluarkan bau yang tidak sedap
maka bisa dikatakan kompos masih mengalami proses fermentasi. Kompos yang sudah
matang akan berubah aroma dari bahan mentah awalnya.
3. Mengalami Penyusutan
Kompos akan mengalami penyusutan apabila sudah matang sempurna, tingkat
penyusutan kompos dari bahan mentahnya sekitar 20-40%. Penyusutan tersebut terjadi
karena akan ada partikel-partikel yang dilepas oleh bakteri pada saat proses fermentasi.
Apabila kompos belum mengalami penyusutan maka menandakan kompos belum
matang.
4. Dilihat dari suhu kompos
Suhu dari kompos yang sudah matang ketika mendekati suhu normal. Apabila suhu
masih tinggi atau di atas 50 derajat maka menandakan kompos tersebut masih
mengalami proses fermentasi.
5. Kandungan air
Kompos yang baik adalah kompos yang tidak terlalu basah karena apabila masih terlalu
basah akan susah melarutkan unsur hara yang ada di kompos agar bisa tersalur ke
tanaman. Kompos yang baik memiliki kandungan air kurang dari 50%.
6. Melakukan Tes sederhana
Kita bisa melakukan tes sederhana untuk melihat kompos sudah matang atau belum
yaitu dengan kantong plastik. Ambil kompos dan masukan ke dalam kantong plastik
,kemudian tutup rapat kantong plastik. Simpan kompos tersebut di suhu ruangan
selama 7 hari. Apabila bentuknya tidak rusak dan tidak mengeluarkan bau yang tidak
sedap maka kompos sudah siap dipakai.
VI. KESIMPULAN
Rukmana, R., 2007. Bertanam Petsai da Sawi. Kanisius, Yogyakarta. Hal : 11-35