DI
PABRIK PENGOLAHAN TEH
OLEH :
DHIKA OKTAVIA HUTAURUK (E1G015049)
Halaman Pengesahan......................................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................................. ii
I. PENDAHULUAN
1.1............................................................................................................................................. Latar
Belakang......................................................................................................................... 1
1.2............................................................................................................................................. Tujuan
Praktek Kerja.................................................................................................................. 1
1.3............................................................................................................................................. Manfaat
Praktek Kerja.................................................................................................................. 2
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gambaran Umum ..................................................................................................... 3
2.2 Pemanenan dan Penanganan Bahan Baku................................................................ 4
2.3 Proses Pengolahan dan Produksi.............................................................................. 8
2.4 Pengendalian Kualitas............................................................................................... 13
2.5 Kesehatan dan Sanitasi Pengolahan Pabrik..............................................................15
III. METODOLOGI
3.1............................................................................................................................................. Tempat
dan Waktu Praktek Kerja................................................................................................17
3.2............................................................................................................................................. Aspek-
Aspek yang diamati.........................................................................................................17
3.3............................................................................................................................................. Teknik
Pengumpulan Data..........................................................................................................20
3.4............................................................................................................................................. Jadwal
Perencanaan Praktek Kerja.............................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA
SURAT IZIN
ii
ii
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara agraris yang sudah terkenal sejak zaman dahulu. Potensi ini
didukung oleh faktor-faktor alam seperti iklim dan tanahnya yang subur. Sektor pertanian di
Indonesia memiliki peranan yang cukup penting dalam perekonomian negara kerena kegiatan
agroindustri yang berbasis pertanian mampu memberikan devisa bagi negara. Kedua kegiatan
tersebut harus kita kembangkan dan kita tingkatkan terutama agroindustri yang cukup
diperhitungkan.
Untuk mengembangkan agroindustri di Indonesia kita masih memiliki kendala berupa
rendahnya kualitas sumberdaya manusia. hal ini dapat dilihat dari masih sedikitnya
agroindustri yang berkembang di Indonesia yang tidak sebanding dengan sumber daya alam
yang ada yang jumlahnya cukup melimpah ruah. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia
menyebabkan Indonesia terkadang masih harus mengimpor produk yang suharusnya bisa kita
produksi sendiri.
Perguruan tinggi sebagai salah satu lembaga ilmiah berkewajiban untuk menciptakan
manusia Indonesia yang berkualitas dan tidak hanya menguasai aspek-aspek teknis saja tetapi
juga dituntututnuk mempunyai kemampuan manajerial, salah satunya dengan adanya mata
kuliah praktek kerja bagi mahasiswa. Dengan praktek kerja ini diharapkan mahasiswa mampu
mengaplikasikan teori-teori yang dikuasai dan didapat dibangku kuliah dengan dunia nyata.
Sehingga nantinya mereka akan menjadi tenaga profesional yang siap terjun kedalam
agroindustri.
Praktek kerja ini merupakan mata kuliah wajib bagi mahasiswa Teknologi Industri
Pertanian (TIP) Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu dengan kode TIN-300 yang
memiliki beban kuliah empat SKS. Mata kuliah ini sangat penting bagi mahasiswa teknologi
industri pertanian karena praktek kerja ini mahasiswa/i akan memiliki pengalaman yang
berguna dimasa yang akan datang.
1
c. Mahasiswa mampu mempunyai keterampilan dalam pengamatan, pengumpulan data
dan informasi serta pengorganisasian dan laporan teknis yang baik.
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gambaran Umum
Teh merupakan bahan minuman yang secara universal dikonsumsi di banyak negara
serta di berbagai lapisan masyarakat. Hasil penelitian ilmiah menunjukkan air teh adalah jenis
minuman yang paling banyak dikonsumsi manusia dewasa. Seiring perkembangan dunia, teh
semakin populer hingga ke seluruh pelosok dunia.
Dalam buku Tea: The Drink That Changed the World, Laura C. Martin menduga bahwa teh
pertama kali dikonsumsi pada awal periode Paleolitikum sekitar 5000 tahun lalu (2007: 23). Begitu
pun dengan para arkeolog dunia yang mengindikasikan bahwa pada periode yang sama, daun
Camellia sinesis pertama kali direbus oleh Homoerectus di suatu daerah yang saat ini diketahui adalah
Cina.
Tanaman teh pertama kali masuk ke Indonesia tahun 1684, berupa biji teh dari Jepang yang
ditanam sebagai tanaman hias. Kemudian dilaporkan pada tahun 1694 terdapat perdu teh
muda berasal dari China tumbuh di Jakarta. Teh jenis Assam mulai masuk ke Indonesia dari
Sri Lanka (Ceylon) pada tahun 1877 dan ditanam di Kebun Gambung, Jawa Barat oleh R.E
Kerk Hoven. Sejak saat itu, teh China secara berangsur-angsur diganti dengan teh Assam,
sejalan dengan perkembangan perkebunan teh di indonesia yang mulai sejak tahun 1910
dengan dibangunnya perkebunan teh di Simalungun, Sumatera Utara. Dalam perkembangan
industri teh di Indonesia mengalami pasang surut sesuai perkembangan situasi pasar dunia
maupun Indonesia, antara lain pada masa pendudukan Jepang (1942-1945) banyak areal
kebun teh menjadi terlantar (Soehardjo dkk, 1996). Tanaman teh dapat tumbuh sampai sekitar
6-9 meter tingginya.
Berdasarkan varietasnya, teh dibagi menjadi dua yaitu Camellia sinensis varietas Assamica
dan Camellia sinensis varietas sinensis. Di Indonesia, sebagian besar tanaman teh berupa
Camellia sinensis varietas Assamica. Salah satu kelebihan dari varietas Assamica ini adalah
kandungan polifenolnya yang tinggi. Oleh karena itu, teh Indonesia lebih berpotensi dalam
hal kesehatan dibandingkan teh Jepang maupun teh China yang mengandalkan varietas
sinensis sebagai bahan bakunya. Tanaman teh tumbuh baik pada daerah yang lembab, curah
hujan cukup tinggi, dan tingkat keasaman tanah rendah. Tanaman teh yang tumbuh baik akan
menghasilkan teh yang berkualitas. Hal tersebut seperti salah satu idiom Cina “A Higher
Mountain Yields Higher Quality Tea”, yang mengindikasikan bahwa daerah pegunungan
3
merupakan tempat teh tumbuh dengan baik. Selain itu, kualitas teh juga dipengaruhi oleh
Processing Techniques.
Daun teh dapat dipetik beberapa kali dalam musim yang berbeda tiap tahunnya sesuai
dengan perubahan iklim pada area tempat tumbuhnya. Di China, daun teh dapat dipetik pada
musim panas, gugur, dan semi. Setelah dipetik, daun teh akan melalui proses produksi
selanjutnya. Berdasarkan perbedaan proses produksi teh, teh dibagi menjadi 3 jenis yaitu teh
hijau, teh oolong, dan teh hitam. Teh hijau merupakan teh tanpa pengolahan enzimatik
atau tanpa fermentasi Hal ini berbeda dengan teh hitam yang diolah secara enzimatik
atau sering disebut tahapan fermentasi, sedangkan teh oolong adalah teh yang diolah
dengan proses semi fermentasi.
Agar usaha tersebut tercapai, maka proses pengolahan produk harus benar-benar
dilakukan secara baik dan benar, serta setiap hasil yang keluar harus dilakukan kontrol/
pengawasan secara rutin dan teliti. Selain itu faktor sanitasi (kebersihan, keamanan dan
kenyamanan) harus diperhatikan dan dikontrol dengan benar, faktor sanitasi meliputi sanitasi
terhadap produk yang dihasilkan, sanitasi terhadap pekerja, maupun sanitasi terhadap mesin
dan peralatan serta ruang tempat bekerja di pabrik. Karena sanitasi meruapakan salah satu
fakto yang menentukan kualitas produk dan jumlah produk yang diproduksi oleh perusahaan.
Pembangunan agribisnis perkebunan yang telah berganti arah dari penekanan produksi
kepada permintaan pasar atau konsumen yang merupakan konsekuensi logis dari terjadinya
negara – negara produsen teh. Pembangunan perkebunan dengan pendekatan sistem agribisnis
yang berorientasi pasar pada dasarnya bertitik tolak pada pasar sebagai penggerak utama
perkembangannya yaitu mempertemukan kebutuhan pelanggan atau permintaan pasar dengan
pasokan yang tersedia, baik pasar lokal (domestik) maupun ekspor.
4
pelaksanaan pemetikan. Pada Gambar 2 disajikan penamaan daun teh agar aspek-aspek
pemetikan mudah dimengerti kuncup + 2-3 daun muda. Akibat pucuk dipetik maka
pembuatan zat pati berkurang untuk pertumbukan tanaman. Pemetikan pucuk akan
menghilangkan zat pati sekitar 7,5%, semakin kasar pemetikan semakin tinggi kehilangan zat
pati. Kehilangan zat pati akibat pemetikan pucuk tidak akan mengganggu pertumbuhan
tanaman asalkan lapisan daun pemeliharaan cukup untuk melakukan proses asimilasi.
Keberhasilan pemetikan teh merupakan kunci kesuksesan dalam bisnis teh secara
keseluruhan. Daun teh merupakan produk yang dihasilkan oleh pertumbuhan vegetatif
sehingga peranan pemetikan sangat menentukan produktivitas tanaman. Pemetikan yang
hanya mementingkan produksi dengan babad habis tanpa meninggalkan pucuk untuk siklus
petik berikutnya, akan menyebabkan tanaman cepat rusak dan mengalami stres. Akibatnya,
kerugian yang dialami bukan hanya untuk satu siklus petik berikutnya, tetapi akan lebih lama
lagi (Gandi, 2002 dalam Mutiara, 2010.)
Gandi (2002) dalam Mutiara (2010) menyatakan bahwa strategi dasar pemetikan teh adalah
menghasilkan pucuk dengan mutu standar sebanyak-banyaknya secara berkesinambungan.
Beberapa kunci sukses keberhasilan dalam mengelola pemetikan teh adalah :
1. Mempertahankan daun pemeliharaan. Daun pemeliharaan (maintenanceleaves)
merupakan sekumpulan daun yang ada di bawah bidang petik. Daun tersebut berfungsi
sebagai penyangga atau dapur produsen pucuk. Manajemen petik harus mempertahankan
jumlah daun pemeliharaan agar berada pada perimbangan yang ideal sehingga bisa
menghasilkan pertumbuhan pucuk yang optimal. Ketebalan daun pemeliharaan antara 15-20
cm. Daun pemeliharaan yang terlalu tipis akan menyebabkan pucuk cenderung cepat
membentuk pucuk burung, sebaliknya jika terlalu tebal dan banyak menyebabkan jumlah
pucuk baru yang tumbuh berkurang.
2. Mengatur rumus pucuk pada bidang petik. Dalam pemetikan, perlu dilakukan
pengaturan rumus pucuk yang ditinggalkan setelah kegiatan panen agar tetap berada di atas
bidang petik untuk diambil pada siklus petik berikutnya. Ukuran dan rumus daun yang
ditinggalkan bergantung pada periode pertumbuhan dan jenis petikan yang dikehendaki,
misalnya petik halus, medium atau kasar.
3. Mempertahankan dan meningkatkan lebar bidang petik. Produktivitas pucuk di suatu
bidang petik ditentukan oleh pucuk per pokok dan jumlah pokok per luas lahan. Kebijakan
pemetikan bertujuan selain untuk memperoleh produksi pucuk, juga untuk memperluas
bidang petik dengan cara tidak melakukan pemetikan dan membiarkan pucuk samping, yaitu
pucuk yang tumbuh lateral atau ke samping. Manfaat lain yaitu menekan pertumbuhan gulma
dengan memperkecil ruang sinar matahari sampai ke tanah.
5
2.2.1 Macam dan Rumus Pemetikan
Macam petikan didasarkan pada mutu pucuk yang dihasilkan tanpa memperhatikan bagian
yang ditinggalkan, sedangkan rumus digambarkan dengan lambang huruf dan angka. Macam
dan rumus petikan ditentukan berdasarkan:
a. Petikan imperial, dimana hanya kuncup peko (p) yang dipetik (p+0),
b. Petikan pucuk pentil, peko+satu daun di bawahnya (p+1m),
c. Petikan halus, peko+satu/dua lembar daun muda/burung dengan satu lembar daun
muda (p+2m, b+1m),
d. Petikan medium, (p+2m, p+3m, b+1m, b+2m, b+3m),
e. Petikan kasar (p+3, p+4, b+1t, b+2t, b+3t)
f. Petikan kepel, daun yang tinggal pada perdu hanya kepel (p+n/k, b+n/k).
Pemetikan jendangan dapat dilaksanakan apabila 60% areal telah memenuhi syarat
untuk dijendang. Biasanya pemetikan jendangan dilakukan setelah 10 kali pemetikan,
kemudian dilanjutkan dengan pemetikan produksi.
2. Pemetikan produksi merupakan pemetikan pucuk teh setelah pemetikan jendangan
selesai dan terus dilakukan hingga tiba giliran pemangkasan produksi berikutnya. Pemetikan
produksi dilakukan selama 3-4 tahun dengan rumus petik maksimum p+3. Sedangkan
pemetikan produksi dapat dilakukan terus menerus dengan jenis petikan tertentu sampai
6
pangkasan dilakukan. Berdasarkan daun yang ditinggalkan, pemetikan produksi dapat
dikategorikan sbb:
pemetikan ringan, apabila daun yang tertinggal pada perdu satu atau dua daun di atas
kepel (rumus k+1 atau k+2),
pemetikan sedang, apabila daun yang tertinggal pada bagian tengah perdu tidak ada,
tetapi di bagian pinggir ada satu atau dua daun di atas kepel (rumus k+o pada bagian tengah,
k+1 pada bagian pinggir),
petikan berat, apabila tidak ada daun yang tertinggal pada perdu di atas kepel (k+0).
Umumnya yang dilakukan hanya pemetikan sedang dengan bidang petik rata.
3. Pemetikan gendesan adalah pemetikan yang dilakukan pada kebun yang akan
dipangkas produksi. Semua pucuk yang memenuhi syarat untuk diolah akan dipetik tanpa
memperhatikan daun yang ditinggalkan. Berdasarkan jenis pemetikan tersebut, dilihat dari
rumus petiknya, mutu pucuk hasil petikan jendangan lebih baik daripada jenis pemetikan
produksi dan pemetikan gendesan. Produktivitas tanaman teh hasil pemetikan gendesan akan
lebih besar dibandingkan dengan pemetikan jendangan dan petikan produksi karena petikan
gendesan memetik semua pucuk tanpa memperhatikan rumus pucuk.
7
2.3 Proses Pengolahan dan Produksi
Pengolahan teh adalah metode yang diterapkan pada pucuk daun teh (Camellia sinensis) yang
melibatkan beberapa tahapan, termasuk di antaranya pengeringan hingga penyeduhan teh. Jenis-
jenis teh dibedakan oleh pengolahan yang dilalui. Di dalam bentuknya yang paling umum,
pengolahan teh melibatkan oksidasi terhadap pucuk daun, penghentian oksidasi, pembentukan teh
dan pengeringan. Dari tahapan ini, derajat oksidasi memainkan peran penting untuk menentukan
rasa teh, dengan perawatan dan pemotongan pucuk daun memengaruhi citarasa juga turut berperan
meski cukup kecil (Anonima, 2010 dalam Yusuf, 2010).
Ada 3 jenis teh yang dihasilkan di Indonesia yaitu teh hitam (Black Tea), teh hijau (Green Tea), dan teh
wangi (Jasmine Tea). Penggolongan tersebut didasarkan pada sistem pengolahannya. Secara garis
besar perbedaan antara pengolahan teh hitam, teh hijau, dan teh wangi terletak pada proses
pemeraman (fermentasi). Teh hitam merupakan hasil pengolahan melalui proses fermentasi,
sedangkan teh wangi merupakan kelanjutan hasil yang diproses dari teh hijau yang ditambah bunga
melati. Teh hijau sendiri diolah tanpa melalui proses fermentasi (Adisewojo, 1982).
Menurut Arifin 1994) dalam Yusuf (2010)f, Sistem pengolahan teh hitam di Indonesia dapat dibagi
menjadi dua, yaitu system Orthodox (Orthodox murni dan rotorvane) serta sistem baru khususnya
sistem CTC. Sistem orthodox murni sudah jarang sekali dan yang umum saat ini adalah system
orthodox rotorvane. Sistem CTC (Chrushing Tearing Curling) merupakan sistem pengolahan teh hitam
yang relatif baru di Indonesia. Pusat Penelitian Teh dan Kina
8
adalah proses pengangkutan. Beberapa hal ini perlu diperhatikan untuk mencegah kerusakan daun
yaitu :
1. Daun teh jangan terlalu ditekan agar daun tidak terperas. Daun yang terperas akan
menyebabkan daun mengalami proses prafermentasi yang sebenarnya tidak dikehendaki.
2. Dalam memuat/membongkar daun jangan menggunakan barang-barang dari besi atau
yang tajam agar daun tidak sobek atau patah. Gunakan alatalat angkut pucuk daun teh yang
terbuat dari keranjang yang bukan logam.
3. Hindari terjadinya penyinaran terik matahari dalam waktu yang lama, lebih dari 3 jam.
Hal ini untuk mencegah terjadinya perubahan kimia dan perubahan warna serta mengeringnya
daun.
Jangan menumpuk daun sebelum dilayukan dalam waktu yang lama. Sebaiknya daun segera
dilayukan setelah tiba dipabrik. Daun-daun teh yang dipetik dari kebun segera dibawa ke pabrik,
ditimbang dan kemudian dimulai pelayuan (withering). Hal ini dilakukan untuk menurunkan
kandungan air dari daun teh serta untuk melayukan daundaun teh agar mudah digulung. Proses
pelayuan, umumnya dilakukan dengan menempatkan daun dirak-rak dalam gedung. Udara dingin
disemprotkan melalui rak-raknya, proses pelayuan dilakukan selama 16-24 jam (Siswoputranto, 1978
dalam Yusuf, 2010). Tujuan utama dari proses pelayuan adalah membuat daun teh lebih lentur dan
mudah digulung serta memudahkan cairan sel keluar dari jaringan pada saat digulung (Nasution dan
Wachyudin, 1975 dalam Yusuf, 2010).
Daun teh Camellia sinensis segera layu dan mengalami oksidasi kalau tidak segera dikeringkan setelah
dipetik. Proses pengeringan membuat daun menjadi berwarna gelap, karena terjadi pemecahan
klorofil dan terlepasnya unsur tanin. Proses selanjutnya berupa pemanasan basah dengan uap panas
agar kandungan air pada daun menguap dan proses oksidasi bisa dihentikan pada tahap yang sudah
ditentukan (Anonim, 2010 dalam Yusuf, 2010).
Pada proses pelayuan dikenal 2 perubahan pokok, yaitu perubahan fisika dan perubahan kimia.
Perubahan fisika yang jelas adalah melemasnya daun akibat menurunnya kadar air. Keadaan
melemasnya daun ini memberikan kondisi mudah digulung pada daun. Selain itu pengurangan air
pada daun akan memekatkan bahan yang dikandung sampai pada kondisi yang tepat untuk terjadinya
proses oksidasi pada tahap pengolahan berikutnya.
Perubahan kimia selama pelayuan diantaranya :
Kenaikan aktifitas enzim
Terurainya protein menjadi asam amino bebas seperti : alanin, leucin, isoleucin, valin
dan lain-lain
Kenaikan kandungan kafein
Kenaikan kadar karbohidrat yang dapat larut
9
Terbentuknya asam organik dari unsur-unsur C, H dan O
Pembongkaran sebagian klorofil menjadi feoforbid
Perubahan kimia selama pelayuan yang nyata tampak adalah timbulnya bau yang sedap, bau buah-
buahan serta bau bunga-bungaan (Arifin, 1994 dalam Yusuf, 2010). Biasanya daun-daun yang telah
layu diambil dan dimasukkan ke dalam alat penggulung daun. Karena daun telah layu, maka daun
tersebut tak akan remuk melainkan hanya akan menggulung saja. Kemudian pekerjaan menggulung
daun ini juga dibagi menjadi beberapa tingkatan. Yaitu daundaun yang bergumpal-gumpal menjadi
bingkahan daun yang masih basah. Kemudian harus dipecah-pecah lagi sambil diayak untuk
memisahkan daundaun yang berukuran besar dengan daun yang berukuran sedang dan daunn yang
berukuran kecil. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah pekerjaan fermentasi dan juga
penggolongan jenis mutu teh tersebut (Muljana, 1983 dalam Yusuf, 2010).
Secara kimia, selama proses pengilingan merupakan proses awal terjadinya oksimatis yaitu
bertemunya polifenol dan enzim polifenol oksidase dengan bantuan oksigen. Penggilingan
akan mengakibatkan memar dan dinding sel pada daun teh menjadi rusak. Cairan sel akan
keluar dipermukaan daun secara rata. Proses ini merupakan dasar terbentuknya mutu teh.
Selama proses ini berlangsung, katekin akan diubah menjadi theaflavin dan thearubigin yang
merupakan komponen penting baik terhadap warna, rasa maupun aroma seduhan teh hitam.
Proses ini biasanya berlangsung selama 90- 120 menit tergantung kondisi dan program giling
pabrik yang bersangkutan.
Mesin yang biasa digunakan dalam proses penggilingan ini dapat berupa Open Top Roller
(OTR), Rotorvane dan Press Cup Roller (PCR) : untuk teh hitam orthodox dan Mesin
Crushing Tearing and Curling (CTC) : untuk teh hitam CTC (Anonim, 2010). Menurut Loo
(1983), penggilingan daun teh bertujuan untuk memecahkan sel-sel daun segar agar cairan sel
dapat dibebaskan sehingga terjadi reaksi antara cairan sel dengan O2 yang ada diudara.
Peristiwa ini dikenal dengan nama oksidasi enzimatis (Fermentasi). Pemecahan daun perlu
dilakukan dengan intensif agar fermentasi dapat berjalan dengan baik. Fermentasi merupakan
bagian yang paling khas pada pengolahan teh hitam, karena sifat-sifat teh hitam yang
terpenting timbul selama fase pengolahan ini. Sifat-sifat yang dimaksud ialah warna seduhan,
aroma, rasa, dan warna dari produk yang telah dikeringkan (Adisewojo, 1982 dalam Yusuf,
2010).
Selama proses fermentasi terjadilah oksidasi cairan sel yang dikeluarkan selama penggilingan
dengan oksigen dengan adanya enzim yang berfungsi sebagai katalisator. Senyawa penting
yang terdapat dalam cairan adalah catechin dan turunannya. Fermentasi mengubah senyawa
tersebut menjadi teaflavin dan selanjutnya berubah menjadi tea rubigin. Senyawa lama
10
semakin banyak teaflavin terkondensasi menjadi tearubigin sehingga cairan sel berwarna
lebih gelap (Werkhoven, 1974 dalam Yusuf, 2010).
Untuk menghentikan proses oksidasi, daun teh dilewatkan melalui pengering udara panas.
Pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air sehingga diperoleh teh kering dan proses
fermentasi berhenti, dengan demikian sifat-sifat teh tidak berubah, karena proses fermentasi
berhenti (Loo, 1983 dalam Yusuf, 2010). Pengeringan dimaksudkan untuk menghentikan
proses oksidasi (terhentinya aktivitas enzim) pada saat zat-zat bernilai yang tekumpul
mencapai kadar yang tepat. Suhu 900C-950C yang dipakai pada pengeringan akan mengurangi
kandungan air teh sampai menjadi 2-3 % yang membuatnya tahan lama disimpan dan ringan
dibawa. Dan sekarang daun teh yang sudah kering siap untuk disortir berdasarkan
penggolongan kelasnya sebelum pengemasan (Arifin, 1994 dalam Yusuf, 2010).
Tujuan sortasi kering adalah mendapatkan ukuran, bentuk, dan warna partikel teh yang
seragam sesuai dengan standar yang diinginkan oleh konsumen (Arifin, 1994). Disamping itu
juga bertujuan untuk menghilangkan kotoran, serat, tulang dan debu. Hal ini merupakan
proses yang penting untuk mencapai harga rata-rata tertinggi dari teh kering yang dihasilkan.
Syaratsyarat yang ditentukan oleh pasaran teh perlu diperhatikan oleh pabrik teh yang
bersangkutan agar dapat dihasilkan teh dengan harga setinggi mungkin (Adisewojo, 1982
dalam Yusuf, 2010).
Pengemasan memegang peranan penting dalam penyimpanan bahan pangan. Dengan
pengemasan dapat membantu mancegah dan mengurangi terjadinya kerusakan. Kerusakan
yang terjadi berlangsung secara spontan karena pengaruh lingkungan dan kemasan yang
digunakan. Kemasan akan membatasi bahan pangan dari lingkungan sekitar untuk mencegah
proses kerusakan selama penyimpanan (Winarno dan Jenie, 1982 dalam Yusuf, 2010).
Teh adalah bahan yang higroskopis, yaitu mudah menyerap uap air yang ada di udara
(Adisewojo, 1982). Apabila tempat penyimpanan teh tidak rapat, semakin lama teh menjadi
lembab atau tidak terlalu kering, aromanya kurang enak. Sifat teh yang sangat higroskopis
merupakan syarat utama dalam penentuan pengepakan atau pengemasan teh. Pengemasan
adalah tahap akhir dari pengolahan teh, dengan tujuan untuk mempertahankan mutu teh yang
dihasilkan (Nasution dan Wachyuddin, 1975 dalam Yusuf, 2010). Pemilihan kemasan sesuai
kebutuhan produk dan tetap ramah lingkungan perlu dipertimbangkan.
Pengemasan disebut juga pembungkusan atau pengepakan. Hal ini memegang peranan
penting terhadap pengawetan bahan hasil pertanian. Adanya pembungkus atau pengemas
dapat membantu mencegah atau mengurangi kerusakan, melindungi bahan yang ada
didalamnya serta melindungi dari pencemaran dan gangguan. Disamping itu pengemasan
11
berfungsi untuk menempatkan hasil pengolahan atau produk agar mempunyai bentuk yang
memudahkan dalam penyimpanan, pengangkutan dan distribusi. Dari segi promosi, kemasan
berfungsi sebagai perangsang atau menarik pembeli, sehingga dengan warna dan desain
kemasan yang baik perlu diperhatikan dalam perencanaan (Nasution dan Wachyuddin, 1975
dalam Yusuf, 2010).
Mutu merupakan faktor dasar yang mempengaruhi pilihan konsumen untuk berbagai
ukuran jenis produk dan jasa. Mutu adalah keseluruhan gabungan karakteristik produk dan
jasa dari pemasaran, rekayasa, pembuatan, dan pemeliharaan yang membuat produk dan jasa
yang digunakan memenuhi harapan – harapan pelanggan (Feigenbaum,1989). Menurut
Kadarisman (1994), untuk mempertahankan mutu produk pangan sesuai dengan yang
diharapkan oleh konsumen serta mampu untuk bersaing secara global, maka perusahaan harus
mengacu sistem pengendalian mutu yang ditempuh dengan upaya-upaya sebagai berikut :
1. Pengendalian Pengadaan Bahan Baku
Pengadaan bahan baku baik bahan penolong maupun bahan tambahan industri harus
direncanakan dan dikendalikan dengan baik. Aspek-aspek penting yang perlu
diperhatikan, yaitu persyaratan persyaratan dan kontrak pembelian, pemilihan pemasok,
kesepakatan tentang jaminan mutu, kesepakatan tentang metode-metode verifikasi,
penyelesaian perselisihan mutu, perencanaan dan pengendalian, pemeriksaaan dan yang
terakhir yaitu tentang catatan-catatan mutu penerimaan.
12
a) mutu I (Peko) yaitu bentuk daun tergulung kecil dengan warna hijau sampai
kehitaman, aromanya wangi dan tidak apek, tidak ada benda asing (kotoran), tangkai daun
maksimum 5%, dan kadar air maksimum 10%.
b) mutu II (Jikeng), yaitu bentuk daun tidak tergulung melebar, warnanya hijau
kekuning-kuningan sampai kehitamhitaman,aromanya kurang wangi dan tidak apek. Tidak
ada benda asing, tangkai daun maksimum 7%, kadar air maksimum 10%.
c) mutu III (Bubuk) yaitu bentuk daun seperti bubuk dengan potongan-potongan datar,
warnanya hijau kehitam-hitaman, aromanya kurang wangi dan tidak apek, tidak ada benda
asing, tangkai daun maksimum 0% dan kadar air maksimum 10%.
d) mutu IV (Tulang) yaitu sebagian besar berupa tulang daun warnanya hijau kehitam-
hitaman, aromanya kurang wangi dan tidak apek, tidak ada benda asing, dan kadar air
maksimum 10%.
2. Pengendalian Proses Produksi
Pengendalian mutu proses produksi dilakukan agar mutu produk akhir yang dihasilkan sesuai
dengan target yang diharapkan. Pengendalian proses ini dilakukan secara terus-menerus. Inti
pengendalian proses adalah sebagai inventory system ( tujuannya sebagai pengendalian
kerusakan bahan baku, pengendalian alat dan pemeliharaan alat), sebagai proses khusus
(proses produksi yang kegiatan pengendaliannya merupakan hal yang sangat penting terhadap
mutu produk), dan sebagai pengendalian dan perubahan proses produksi.
13
Pengawasan mutu bahan-bahan di gudang meliputi penerimaan, penyimpanan dan
pengeluaran.
Pengendalian kegiatan pada berbagai jenjang proses, sesuai dengan SOP (Standart
Operasional Prosedure).
Mengawasi pengepakan dan pengiriman produk ke konsumen atau langganan
(Prawirosentono, 2002)
Pengawasan mutu merupakan usaha untuk mempertahankan mutu bahan yang
digunakan agar produk yang dihasilkan sesuai dengan spesifikasi produk yang ditetapkan
berdasarkan kebijaksanaan pimpinan perusahaan. Dalam pengawasan mutu ini semua produk
dicek dan semua penyimpangan dari standar dicatat kemudian dianalisa. Penyimpangan-
penyimpangan digunakan sebagai umpan balik (feed back) bagi pelaksana pengawasan mutu.
Agar mereka dapat melakukan tindakan perbaikan produksi pada masa yang akan datang
(Assauri, 1980).
Proses produksi teh menghasilkan 3 macam produk samping atau limbah. Limbah yang dihasilkan
tersebut adalah limbah padat, cair dan gas.
1. Limbah Padat
Limbah padat di bagian pabrik sebagian besar berasal dari sisa- sisa pucuk teh yang tercecer di lantai
atau pun di mesin-mesin pengolahan seperti palung pelayuan, OTR, konveyor, Rotorvane, RRB, dan
peralatan sortasi kering. Untuk limbah dari pucuk teh, dapat ditangani dengan mengolah menjadi
kompos. Kompos tersebut dapat dimanfaatkan sebagai pupuk. Selain limbah pucuk teh, bagian pabrik
juga menghasilkan limbah dari bahan bakar yang berupa abu kayu atau abu batu bara. Penanganan
limbah padat sisa bahan bakar tidak rumit. Limbah abu hanya ditumpuk di bagian belakang pabrik.
Pada bagian perkebunan, limbah padat juga dihasilkan dari proses pemangkasan dan penyiangan
gulma. Kayu hasil pemangkasan dapat dimanfaatkan sebagai salah satu bahan bakar pemanas di
bagian pabrik. Selain itu, cabang sisa pangkas dapat juga dibenamkan untuk menambah unsur hara
tanah.
2. Limbah cair
Limbah cair banyak dihasilkan oleh bagian pabrik pengolahan teh hitam. Limbah cair berasal dari hasil
penggilingan dan sortasi basah. Selain itu, limbah cair juga dapat berasal dari air sisa pencucian
mesin-mesin yang rutin dilakukan setiap pekannya. Penanganan limbah cair tidak dilakukan dengan
cara khusus. Limbah cair dibuang melalui saluran pembuangan yang telah dibuat. Saluran ini berujung
pada sungai kecil yang berada di belakang pabrik. Limbah cair yang dihasilkan bukan termasuk limbah
berbahaya. Dilihat dari sumbernya, limbah cair mengandung sisa-sisa daun teh dan juga sisa-sisa
pelumas yang mungkin terikut ketika proses pembersihan mesin.
3. Limbah gas
limbah gas yang dihasilkan berasal dari sisa pembakaran kayu dan batu bara yang digunakan
sebagai bahan bakar kompor pemanas. Limbah gas dibuang melalui saluran cerobong asap.
15
III. METODOLOGI
3.2.1.1 Panen dan Penanganan Bahan Baku (Dhika Oktavia Hutauruk : E1G015049)
1. Tata laksana panen
2. Operasi atau pelaksanaan panen
3. Pengaturan waktu panen dan penggunaan kriteria panen yang tepat (cara menguji atau
supervise untuk tujuan sesuai rencana)
16
4. Produktifitas atau kemampuan panen tiap afdeling (data satu tahun)
5. Alat transportasi hasil kebun dan pengaturannya
6. Metode minimalisasi kerusakan dan inefisiensi selama panen.
17
4. Konstruksi dan desain alat pengelolaan.
5. Sarana kebersihan pekerja.
6. Inspeksi dan pelaksanaan operasi kebersihan dan perawatan (Maintenance)
7. Pengambilan sampel, pengujian, dan pengukuran sanitasi pabrik (tolak ukur,dsb)
18
19
JADWAL RENCANA PRAKTEK KERJA PT. PERKEBUNAN NUSANTARA VI KAYU ARO, DESA BEDENG VII KECAMATAN KAYU ARO,
KABUPATEN KERINCI-PROVINSI JAMBI
MINGGU
N KEGIATAN I II III IV V VI VII VII
O S S S R K J S S S R K J S S S R K J S S S R K J S S S R K J S S S R K J S S S R K J S S R K J S
A Administrasi Umum
1 Koordinasi dan
Konfirmasi Data
2 Informasi Umum
Perusahaan
B Panen dan Bahan
baku
1 Struktur organisasi
kebun dan jumlah
afdeling
2 Metode operasi atau
pelaksanaan panen
3 Pengaturan waktu
panen dan
penggunaan criteria
panen yang tepat
4 Data produktivitas
dan kemampuan
panen tiap afdeling
5 Alat tranportasi kebun
dan pengaturannya
beserta alat panen
6 Metode minimalisasi
kerusakan dan
inefisiensi selama
panen
C Proses Produksi
1 Diagram alir proses
2 Criteria bahan baku
dan pengujian kualitas
bahan baku
3 Pengaruh berbagai
kualitas bahan baku
terhadap proses
pengolahan dan
produk akhir
4 Analisa neraca Botle
Neck
5 Pengamatan kapasitas
6 Waktu atau lama
proses dari bahan
baku sampai menjadi
20
produk
D Pengendalian
Kualitas
1 Organisasi pengujian
dan pengendalian
kualitas
2 Cara pengujian
kualitas produk akhir
dan ukuran kualitas
yang dipakai
3 Pengukuran jumlah
dan jenis cacat atau
kerusakan
4 Pengukuran atau cara
pengamatan
tercapainya tujuan
pada keseluruhan
proses dan pada tiap
tahap proses
5 Kiat mengetahui atau
menganalisa bila
target kualitas tidak
tercapai
6 Pengendelian
spesifikasi bahan baku
dan produk
7 HACCP, penentuan
CCP dan pemeriksaan
atau pengujian
E Sanitasi Pebrik
1 Organisasi
pengolahan sanitasi
Pabrik
2 Konstruksi dan desain
pabrik
3 Tata letak mesin dan
peralatan
4 Konstruksi dan desain
alat pengolahan
5 Sarana kebersihan
pekerja
6 Inspeksi dan
pelaksanaan operasi
kebersihan
7 Pengambilan sampel,
pengujian sanitasi
pabrik
F Pengendalian
21
Limbah
1 Jenis dan jumlah
masing-masing
limbah
2 Penanganan atau
pengendalian setiap
jenis limbah
3 Kualitas dan
kemanfaatan limbah
serta kemampuan
mengendalikan
kualitas limbah
4 Penggunaan prinsip
3R ( Reduce, Reuse,
Recycle) dan
aplikasinya di
lapangan
5 Upaya pemanfaatan
limbah
6 Nilai tambah yang
diperoleh dari limbah
7 Partisipasi pada
program link
Penyerahan hasil kerja
praktek
Koordinasi dengan
perusahaan
E Angkutan dan
transportasi
1 Jumlah dan kondisi
transfortasi
2 Jumlah K.S diangkut
dan tertiggal
3 Jumlah TPH
4 Kondisi jalan atau
infrastruktur
5 Sistem transportasi
dan panen
6. Evaluasi
22
23
DAFTAR PUSTAKA
Assauri, S, 1980, Manajemen Produksi, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI),
Jakarta
Budiyanto. 2002. Panduan Praktek Kerja Program Studi Tenologi Industri Pertanian.
Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu: Bengkulu
Soekarto. 1990. Penilaian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Jakarta:
Bhatara Aksara.
Prawirosentono, Suyadi. 2002. Filosofi Baru Tentang Manajemen Mutu Terpadu Abad 21
Studi Kasus dan Analisis. Bumi Aksara. Jakarta.
24
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS BENGKULU
FAKULTAS PERTANIAN
Jalan WR. Supratman Kadang Limun Bengkulu 38371
Telepon/Faxmile 0763 21290 21170 Pesawat 206,226
Laman : http/faperta.unib.ac.id
Dalam rangka pelaksanaan Praktek Kerja Program Studi Teknologi Industri Pertanian
Universitas Bengkulu, kami bermaksud menempatkan beberapa mahasiswa kami ke PT.
Perkebunan Nusantara VI Teh Kayu Aro, Desa Bedeng VIII Kayo Aro, Kab. Kerinci -
Provinsi Jambi. diberbagai industri pertanian mulai 25 Juni s/d 25 Agustus 2018
Sehubungan dengan itu mohon bantuan bapak untuk dapat kiranya menerima dan
membimbing mahasiswa kami tersebut dibawah
No Nama NPM
1. Dhika Oktavia Hutauruk E1G015049
2. Nur Shella E1G015050
3 Karin Elista E1G015051
4 Sandinah Aprianti E1G015052
5 Tri Hendratno E1G015070
Perlu kami sampaikan pula bahwa pada kegiatan tersebut, mahasiswa kami telah
mempersiapkan usulan rencana kegiatan selama praktek kerja (proposal terlampir).
24