Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penulisan Makalah

Dewasa ini mikroba banyak dimanfaatkan di bidang lingkungan,

terutama untuk mengatasi masalah pencemaran lingkungan, baik di lingkungan

tanah maupun perairan. Bahan pencemar dapat bermacam-macam mulai dari

bahan yang berasal dari sumber-sumber alami sampai bahan sintetik, dengan

sifat yang mudah dirombak (biodegradable), sangat sulit bahkan tidak bisa

dirombak (rekalsitran/ nonbiodegradable) serta bahan yang bersifat meracun

bagi jasad hidup dengan bahan aktif yang tidak rusak dalam waktu lama

(persisten).

Bahan-bahan yang bisa diuraikan umumnya adalah bahan organik seperti

tumbuhan dan hewan serta bahan-bahan lain yang bersumber dari organisme

hidup yang bisa dimanfaatkan oleh mikroorganisme. Beberapa mikroorganisme

memiliki keistimewaan secara alami untuk merombak maupun

mengakumulasikan sejumlah besar senyawa organik maupun anorganik.

Penguraian ini bermanfaat bagi manusia maupun makhluk hidup lainnya.

Proses penguraian yang dilakukan oleh mikrorganisme ini dikenal

biodegradasi.

Biodegradasi merupakan proses pemecahan cemaran organik oleh

aktivitas mikroba yang melibatkan serangkaian reaksi enzimatik. Untuk

mengetahui berbagai jenis senyawa maupun zat yang diuraikan oleh mikroba

serta spesifikasi mikroba yang melakukan degradasi, maka penulis merangkum

kajian tersebut pada makalah ini.

1
B. Tujuan Penulisan Makalah

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui:

1. Deskripsi biodegradasi.

2. Macam-macam biodegradasi

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi biodegradasi

4. Klasifikasi biodegradasi

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Deskripsi Biodegradasi

Biodegradasi berasal dari dua suku kata, yaitu bio yang artinya hidup dan

degradasi yang berarti penguraian. Menurut Anonimus (2007) biodegradasi

merupakan pemecahan cemaran organik oleh aktivitas mikroba yang

melibatkan serangkaian reaksi enzimatik. Penguraian secara umum terjadi pada

senyawa organik, namun tidak menutup kemungkinan juga terjadi pada

senyawa anorganik. Hal yang mendasar adalah proses penguraian yang

dilakukan oleh organisme hidup, dalam hal ini mikrorganisme.

Nugroho (2007) mengemukakan bahwa biodegradasi atau penguraian

bahan (senyawa) organik oleh mikroorganisme dapat terjadi bila terjadi

transformasi struktur sehingga terjadi perubahan integritas molekuler. Proses

ini berupa rangkaian reaksi kimia enzimatik atau biokimia yang mutlak

memerlukan kondisi lingkungan yang sesuai dengan pertumbuhan dan

perkembangbiakan mikroorganisme. Selain itu Muller (tanpa tahun) juga

menyatakan bahwa biodegradasi merupakan proses yang disebabkan oleh

aktivitas biologis yang merubah struktur kimia secara alami menjadi produk

metabolit. biodegradasi merupakan penguraian yang disebabkan oleh aktivitas

biologis, khususnya aktivitas enzimatik, yang secara signifikan merubah

struktur kimia suatu materi.

Chandra dan Rustgi (1998) menyatakan bahwa biodegradasi adalah

proses alami yang dilakukan oleh kimia organik di lingkungan yang diubah

menjadi senyawa sederhana, mineral dan disebarkan kembali melalui siklus

3
dasar, seperti siklus karbon, nitrogen dan sulfur. biodegradasi hanya bisa

terjadi dalam biosfer jika mikroorganisme memegang peranan penting dalam

proses biodegradasi tersebut.

Jadi dapat disimpulkan bahwa biodegradasi merupakan proses

penguraian struktur kimia suatu zat dari bentuk kompleks menjadi bentuk

sederhana yang terjadi karena aktivitas mikroorganisme dan melibatkan reaksi

enzimatik dan biokimia, hasil dari proses ini akan masuk ke dalam siklus

biogeokimia di lingkungan.

B. Macam-Macam Biodegradasi

Pada proses metabolisme, mikrorganisme menggunakan substrat untuk

memperoleh sumber karbon dan energi bagi perkembangbiakannnya.

Selanjutnya dikenal juga istilah co-metabolisme, dimana pada proses ini

substrat akan ditransformasikan sehingga dapat didegradasi. Berkenaan dengan

ini Nugroho (2006) dalam Aliyanta,dkk (2011), juga menjelaskan bahwa

banyak senyawa-senyawa organik yang terbentuk di alam dapat didegradasi

oleh mikroorganisme bila kondisi lingkungan menunjang proses degradasi,

sehingga pencemaran lingkungan oleh polutan-polutan organik dapat dengan

sendirinya dipulihkan. Namun, pada beberapa bidang kajian terdapat senyawa

organik alami yang resisten terhadap biodegradasi sehingga senyawa tersebut

akan terakumulasi di dalam tanah.

Kemampuan makhluk hidup melakukan biodegradasi sangat spesifik

tergantung jenisnya. Kemampuan biodegradasi ini dapat digunakan untuk

mengatasi masalah pencemaran limbah seperti senyawa hidrokarbon kompleks

4
(limbah minyak, sampah organik), dan senyawa xenobiotik seperti HOED,

organoklor, DDT, PCB, TCDD, dan lain-lain. Faktor kondisi lingkungan yang

juga mempengaruhi biodegradasi, diantaranya oksigen (aerob-anaerob),

kompleksitas struktur kimia/toksisitas senyawa, pH, suhu, dan nutrien.

Willey (2008) menyatakan degradasi senyawa kompleks membutuhkan

beberapa tahap tersendiri, sesuai dengan jenis mikroorganismenya. Awalnya

zat yang tercemar diubah menjadi senyawa yang memiliki sedikit kandungan

racun yang siap untuk diuraikan. Tahap pertama untuk beberapa polutan

(termasuk pestisida organoklorida, larutan alkil, dan aryl halide) adalah

reduktif dehalogenasi yang melepaskan halogen pengganti (seperti klorin,

bromine, florin) dan menambah elektron pada molekulnya. Hal ini terjadi

dalam dua tahap yaitu:

1. Hidrogenolisis, halogen pengganti diganti dengan atom hidrogen

2. Dihaloeliminasi melepaskan dua halogen pengganti dari karbon yang

berdekatan dan membuat ikatan antara karbon tersebut.

Biodegradasi bisa terjadi dalam kondisi aerobik dan anaerobik.

Biodegradasi aerobik terjadi ketika ada oksigen dan menghasilkan

karbondioksida. Sedangkan biodegradasi anaerobik terjadi ketika oksigen tidak

ada dan produk yang dihasilkan adalah karbondioksida dan metan (Leja dan

Lewandowicz, 2009).

Biodegradasi aerobik

Senyawa kompleks + O2 → CO2 + H2O + biomass + residu

Biodegradasi anaerobik

Senyawa kompleks → CO2 + CH4 + H2O + biomass+ residu

5
Fritsche dan Hofrichter (tanpa tahun) menyatakan biodegradasi aerobik

memiliki dua proses dasar, yaitu:

1. Growth, pada proses ini polutan organik digunakan sebagai sumber karbon

dan energi dipecah menjadi dua molekul kecil

2. Cometabolism, merupakan proses perubahan molekul kecil menjadi air dan

karbondioksida

ENSO Bottles menyatakan tahapan biodegradasi anaerobik terdiri atas 4,

yaitu:

1. Hidrolisis, merupakan pemecahan rantai dan pelarutan molekul kecil dalam

suatu larutan. Hasil dari proses ini adalah gula sederhana, asam amino dan

asam lemak.

2. Asidogenesis (fermentasi), proses yang terjadi adalah pemecahan dari hasil

hidrolisis

3. Asetogenesis, molekul sederhana hasil dari asidogenesis disederhanakan

lagi oleh asetogen untuk menghasilkan asam asetat,

4. Metanogenesis, produk sampingan yang dihasilkan dari proses asetogenesis

diubah menjadi metan, karbondioksida dan air oleh metanogen.

6
Gambar 1. Proses biodegradasi anaerobik (Bruns, 2009).

C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Biodegradasi

Menurut Bruns (2009) biodegradasi dipengaruhi oleh beberapa faktor,

yaitu:

1. Mikroorganisme yang mampu memetabolisme senyawa organik

2. Faktor tumbuh, seperti suhu, pH, nutrisi, ketersediaan air

3. Bioavailability substrat organik

D. Klasifikasi Biodegradasi

1. Biodegradasi Senyawa Hidrokarbon

Berdasarkan kamus kimia bergambar oleh Tarmizi dan Miftahul

(2010) senyawa hidrokarbon adalah senyawa kimia yang hanya

mengandung unsur hidrogen (H) dengan karbon (C) baik berantai lurus

(asiklik), bercabang atau melingkar. Berkenaan dengan biodegradasi

senyawa hidrokarbon, Davis (1967) dalam Nugroho (2007) mengemukakan

bahwa bakteri yang memiliki kemampuan mendegradasi senyawa

7
hidrokarbon untuk keperluan metabolisme dan perkembangbiakannya

dikenal dengan bakteri hidrokarbonoklastik. Klasifikasi senyawa

hidrokarbon berdasarkan struktur molekulnya diantaranya berupa alifatik,

aromatik, dan polisiklik aromatik.

Senyawa hidrokarbon terkandung pada minyak bumi. Mikroba

sebagai degradator minyak bumi dikenal dengan istilah microbial enhanced

oil recovery (MEOR). Mikroba ini merupakan pengguna hidrokarbon

(hidrokarbono-klastik), suatu jenis mikroba yang mampu menggunakan

minyak bumi sebagai sumber karbonnya.

a. Hidrokarbon alifatik, jenuh dan tak jenuh

Tarmizi dan Miftahul (2010) mengemukakan bahwa hidrokarbon

alifatis (aliphatic hydrocarbon) merupakan hidrokarbon yang tidak

mengandung cincing aromatik. Selanjutnya istilah hidrokarbon jenuh

dimaksudkan hidrokarbon yang hanya mengandung ikatan tunggal,

sedangkan hidrokarbon tak jenuh merupakan hidrokarbon yang

mengandung satu atau lebih ikatan ganda.

Senyawa hidrogen alifatik yang mudah terdegradasi berupa alkana.

Menurut Nugroho (2009) dalam Aliyanta (2011) degradasi alkana

melibatkan enzim monooksigenase, alkoholdehidrogenase dan aldehid

dehidrogenase. Alkana dioksidasi menjadi alkohol dan selanjutnya

menjadi asam lemak. Fraksi alkana rantai C pendek, dengan atom C

kurang dari 9 mudah menguap menjadi gas. Fraksi n-alkana rantai C

sedang dengan atom C 10-24 paling cepat terurai. Semakin panjang

8
rantai karbon alkana menyebabkan makin sulit terurai. Adanya rantai C

bercabang pada alkana akan mengurangi kecepatan penguraian, karena

atom C tersier atau kuarter mengganggu mekanisme biodegradasi.

Senyawa hidrokarbon alifatik salah satunya terkandung pada

minyak mentah. Kelompok hidrokarbon terbesar yang ada di minyak

mentah berupa alkana alifatik dengan persentase 20-50%. Dalam

pemakaiannya, senyawa ini terkandung dalam bensin, kerosin dan

minyak pelumas. Hasil eksplorasi LIPI-NITE (National Institute of

Technology and Evaluation) mengungkapkan mikroba yang dapat

berperan melakukan degradasi terhadap minyak mentah ini, yaitu

Pseudomonas putida dan Rhodococcus sp. Bakteri ini juga dapat

dimanfaatkan dalam bioremediasi minyak dan penghasil surfaktan

(Anonimus 2008).

a b
Gambar 2. Mikroba pendegradasi senyawa hidrokarbon alifatik.
(a)Pseudomonas putida dan (b) Rhodococcus sp

Sebagaimana telah dikemukakan di atas, mikroba pendegradasi

senyawa alkana memiliki enzim degradasi berupa monooksigenase.

Degradasi senyawa hidrogen oleh enzim ini juga digunakan sebagai

biokatalis dan biotransformasi serta menjadi senyawa yang bernilai

9
ekonomis tinggi, seperti degradasi sikloalkana menjadi asam adipat

(Harayama, dkk. 1999). Asam adipat merupakan salah satu bahan utama

yang digunakaan untuk menyintesis nilon 6,6 yang banyak digunakan

sebagai bahan kain, cat, ban, film, resin dan monofilamen (Moreau dkk.

1993).

b. Hidrokarbon aromatik

Degradasi juga dilakukan terhadap senyawa aromatik. Degradasi

senyawa hidrokarbon fraksi aromatik oleh bakteri, dapat diawali dengan

pembentukan catechol dari benzena yang membebaskan oksigen.

Senyawa ini selanjutnya juga akan terdegradasi menjadi senyawa yang

dapat masuk ke dalam siklus Krebs (siklus asam sitrat), yaitu suksinat,

asetil KoA, dan piruvat.

Gambar 3. Biodegradasi Aromatik.


Sumber: MKA Biologi Tanah, UPN “Veteran” Yogyakarta.

10
Degradasi senyawa hidrokarbon aromatik tidak hanya pada

benzena namun juga pada senyawa lain seperti toluena, ethilbenzena dan

xylene, Empat senyawa ini selanjutnya dikenal dengan singkatan BTEX

(benzena, toluena, ethilbenzena dan xylene). Senyawa BTEX juga

ditemukan pada minyak bumi dan menjadi penyebab utama pemcemaran

lingkungan (Prijambada, tanpa tahun).

Menurut Prijambada, mikrobiologi pendegradasi BTEX dapat

melangsungkan proses degradasi secara aerobik dan anaerobik. Mikroba

yang melakukan degradasi secara aerobik merupakan kelompok dari

Pseudomonas, Burkhoderia dan Xanthomonas. Sedangkan mikroba yang

melakukan degradasi secara anaerobik diantaranya Thauera aromatica

yang melakukan nitrifikasi, Desulvovibrio dan Desulfobacter yang

melakukan reduksi sulfat.

Tabel 1. Kelompok mikroba pendegradasi senyawa hidrokarbon aromatik


Biodegradasi Aerobik Biodegradasi Anaerobik
Nama Mikroba Gambar Nama Mikroba Gambar
Pseudomonas Thauera aromatica

Burkhoderia Desulvovibrio

Xanthomonas Desulfobacter

11
c. Hidrokarbon polisiklik aromatik

Senyawa aromatik polisiklik merupakan senyawa dengan dua atau

lebih cincin benzena (polinuklir). Senyawa hidrogen polisiklik aromatik

jumlahnya relatif sedikit. Namun demikian senyawa ini memiliki

toksisitas yang tinggi serta bersifat karsinogenik. Proses degradasi

senyawa ini berlangsung lambat dikarenakan sifat senyawa yang

hidrofobik atau kelarutannya rendah di dalam air. Di samping itu

senyawa juga terikat kuat pada partikel tanah sehingga juga menyulitkan

proses degradasi. Berbagai senyawa hidrokarbon polisiklik aromatik

dapat dilihat pada gambar (4) di bawah ini.

Gambar 4. Berbagai struktur molekul senyawa hidrogen polisiklik aromatik.


(Sumber: Prijambada)

Mikroba yang mampu mendegradasi senyawa posiklik aromatik

berkenaan dengan hasil penelitian dari Institut Pertanian Bogor (IPB)

berupa bakteri Ochrobactrum anthropi, Salipiger sp, dan Bacillus

12
altitudinis. Bakteri Ochrobactrum anthropi merupakan bakteri gram

negatif, aerobik dan merupakan bakteri oksidase yang mampu

memanfaatkan polisiklik aromatik hidrokarbon (PAHs), seperti

fenantrena, pyrene dan fluoranthene sebagai sumber karbon dan sumber

energi.

Bakteri Salipiger sp merupakan bakteri gram-negatif yang

berbentuk batang dan termasuk bakteri aerobik chemoheterotrophic

(tidak dapat tumbuh dalam kondisi anaerob), dapat mendegradasi

dibenzotiofena dan fenantrena. Selanjutnya Bacillus altitudinis adalah

bakteri gram positif yang berbentuk batang, yang hanya dapat

mendegradasi dibenzotiofena saja.

a b
Gambar 5. Mikroba pendegradasi PAH
(a) Ochrobactrum anthropi dan (b) Salipiger sp

Peran mikroba disamping menguraikan senyawa hidrogen juga

meningkatkan produksi minyak bumi. Produk metabolit sekunder

mikroba yang dapat meningkatkan perolehan minyak bumi diantaranya

produksi asam, produksi pelarut, produksi surfaktan, produksi polimer,

dan produksi gas.

13
Hasil penelitian telah membuktikan bahwa produksi gas yang

dibarengi dengan suasana asam dapat membantu melarutkan matriks

batuan. Peningkatan gas hasil metabolisme mikroba, seperti gas CO2 dan

adanya perubahan porositas batuan berkandungan minyak bumi akan

membantu mendorong minyak bumi dalam pori-pori batuan, untuk keluar

dan dipompakan ke atas sebagai hasil pengeboran minyak bumi.

Beberapa mikroba genus Clostridium, Bacillus, Desulfovibrio dan

Methanobacterium omerlanskii mampu memproduksi gas hasil reaksi

dalam suasana anaerob untuk membantu mengembalikan tekanan

reservoir (Nugroho, 2009).

a b c
Gambar 6. Mikroba yang berperan dalam meningkatkan tekanan reservoir
minyak bumi. (a) Clostridium (b) Bacillus (c) Desulfovibrio

Kemampuan sel mikroorganisme untuk melanjutkan

pertumbuhannya sampai minyak bumi didegradasi secara sempurna

bergantung pada suplai oksigen yang mencukupi dan nitrogen sebagai

sumber nutrien. Seorang ilmuwan bernama Dr. D. R. Boone menemukan

bahwa nitrogen tetap merupakan nutrien yang paling penting untuk

degradasi bahan bakar. Selain itu keaktifan mikroorganisme

pendegradasi hidrokarbon juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan

seperti temperatur dan pH. Kondisi lingkungan yang tidak sesuai

14
menyebabkan mikroba ini tidak aktif bekerja mendegradasi minyak

bumi.

2. Biodegradasi Limbah

Pada setiap proses yang terjadi di suatu industri, selain dihasilkan

produk yang diinginkan juga dihasilkan produk samping (by product) baik

yang masih dapat dimanfaatkan maupun yang tidak dapat dimanfaatkan dan

dikategorikan sebagai limbah. Salah satu jenis limbah industri adalah

limbah cat yang memiliki kandungan zat warna yang dapat berbahaya bagi

lingkungan bila tidak ditangani dengan tepat (Dwipayana dan Herto. 2009).

a. Limbah Cat

Biodegradasi limbah cat dapat dilakukan melalui dua pendekatan

utama, yaitu modifikasi lingkungan dan seeding. Modifikasi lingkungan

bertujuan untuk meningkatkan aktivitas metabolisme mikroba dengan

penambahan nutrisi, terutama nitrogen dan fosfor, peningkatan jumlah

oksigen dan kelembaban nutrisi, serta penambahan kosubstrat sebagai

penunjang pertumbuhan mikroba, sedangkan seeding dilakukan dengan

menginokulasi mikroba ke dalam instalasi pengolahan limbah. Mikroba

yang digunakan dapat asli berasal dari lokasi tercemar (indigenous) atau

dari luar lokasi yang tercemar (non indigenous) (Dwipayana dan Herto.

2009).

Berdasarkan hasil penelitian diketahui beberapa bakteri yang dapat

mendegradasi zat warna, yang diisolasi dari lumpur hasil pengolahan

15
limbah cat diantaranya adalah Pseudomonas luteola, Pseudomonas sp.,

Escherichia coli, Bacillus sp, Alcaligenes faecalis, Rhodococcus

erythropolis, dan Enterococcus faecalis.

Gambar 7. Alcaligenes faecalis, bakteri pendegradasi zat warna cat

b. Limbah Pemutihan Kertas

Pada proses pemutihan kertas menggunakan klorin terkandung

senyawa 2,4-diklorofenol. Senyawa ini juga dihasilkan dari pembakaran

sampah-samapah domestik yang mengandung senyawa klorida organik.

Kemampuan mikroorganisme untuk mendegradasi suatu senyawa sangat

dipengaruhi oleh tingkat keracunan senyawa itu sendiri. Adanya halogen

pada 2,4-diklorofenol yang menimbulkan proses deaktifasi pada

mikrorganisme (Effendy dan Rudy).

Biodegradasi limbah oleh mikroba dengan menggunakan senyawa

2,4-diklorofenol, dapat mengubah senyawa yang semula tersusun dalam

ikatan kompleks dan bersifat toxic menjadi senyawa sederhana dengan

tingkat toxic yang lebih rendah. Senyawa 2,4-diklorofenol menjadi

sumber karbondan energi bagi mikroba dalam melakukan degradasi.

16
Hasil Penelitian telah mengungkapkan mikroba yang dapat

mendegradasi limbah proses pemutihan kertas yang mengandung klorin

diantaranya bakteri Alcaligens sp dan Bacillus sp. Isolasi dari kedua

bakteri ini dapat diperhatikan dari gambar di bawah ini.

Gambar 8. Mikroba pendegradasi limbah pemutihan kertas.


(a) Bakteri Alcaligens sp dan (b) Bacillus sp

c. Limbah Pengolahan Karet

Pengolahan limbah cair pabrik karet menerapkan sistem Multi Soil

Layering (MSL), yaitu metode pengolahan yang memanfaatkan tanah

sebagai media utama yang dibentuk dalam sebuah konstruksi susunan

batu bata yang terdiri atas lapisan campuran tanah dengan 10-35%

partikel besi, bahan organik dan lapisan zeolite (Wakatsuki, et. al, 1993

dalam Helard, 2005) yang dilengkapi 2 zone pengolahan yaitu zone

aerob pada lapisan zeolite dan zone anaerob pada lapisan tanah

(Salmariza, 2002 dalam Helard, 2005).

Mekanisme pengolahan pada reaktor MSL terdiri atas pengolahan

secara fisika, kimia dan biologi. Dalam pengolahan biologis, bakteri

merupakan komponen terbesar yang berperan dalam mendegradasi

17
limbah dengan jumlah lebih dari 1.000.000 bakteri/ml limbah (Grady

1980 dalam Helard, 2005).

Hasil penelitian mengungkapkan banyaknya bakteri yang berperan

dalam pengolahan limbah cair karet. Bakteri yang dominan dalam

pengolahan limbah ini berupa Bacillus licheniformes, Desulfomaculum

nigricans, dan Desulfomaculum ruminis. Berdasarkan hasil uji coba

kimia diketahui bahwa bakteri-bakteri ini dapat memfermentasi beberapa

jenis gula, reaksi urea positif, katalase positif, H2S positif, sitrat positif,

voges prokauer positif, methyl red positif (Helard, 2005).

Gambar 9. Bakteri yang mendegradasi limbah cair pengolahan karet.


(a) Bacillus licheniformes, (b) Desulfomaculum nigricans,
(c) Desulfomaculum ruminis

3. Biodegradasi Polimer

Polimer adalah suatu bahan yang terdiri dari unit molekul yang

disebut monomer. Wisnu (2009) menyatakan bahwa polimer dapat

digolongkan berdasarkan asalnya, pembuatannya, jenis monomer, sifatnya

terhadap panas dan reaksi pembentukannya.

18
a. Berdasarkan asalnya

1). Polimer alam, contoh: pati, selulosa, protein, asam nukleat, karet alam

2). Polimer buatan (sintetis), contoh: polietena, polipropena, PVC,

polialkohol, teflon, dakron, nilon, polibutadiena, polyester, melamin,

epoksi resin.

b. Berdasarkan pembuatannya

1). Polimer adisi, contoh: polietena, polipropena, polivinil klorida, teflon,

dan poliisopropena.

2). Polimer kondensasi, contoh: nilon, poliester

c. Berdasarkan jenis monomer

1). Homopolimer, contoh: selulosa dan protein.

2). Kopolimer, contoh: dakron, nilon, melamin (fenol formaldehida).

d. Berdasarkan sifat terhadap panas

1). Polimer termoplas, contoh: polietilen, polipropilena, dan PVC.

2). Polimer termosting, contoh: melamin dan bakelit.

Mohan dan Srivastava (2011) menyatakan bahwa polimer merupakan

sumber karbon dan energi yang potensial bagi mikroorganisme heterotropik

termasuk bakteri dan fungi. Aktivitas mikroorganisme pada polimer

dipengaruhi oleh dua proses, yaitu:

a. Aktivitas langsung, deteriorasi palstik yang menyediakan zat nutrisi

untuk pertumbuhan mikroorganisme

b. Aktivitas tidak langsung, pengaruh produk metabolit mikroorganisme,

seperti diskolorasi atau selanjutnya menjadi deteriorasi

19
Degradasi polimer terdiri atas beberapa tahap, yang pertama polimer

diubah ke dalam bentuk monomernya, setelah itu monomer dimineralisasi.

Umumnya polimer sangat besar untuk melewati membran seluler, jadi

polimer pertama sekali harus didepolimerasi menjadi monomer sebelum

bisa diserap dan dibiodegradasi oleh mikroba. Penguraian bisa dilakukan

oleh 1, kekuatan fisika, kimia, dan biologi, 2, hidrolisis secara kimia.

Pendegradasian secara fisika, seperti pemanasan dan pendinginan,

pembekuan dan pencairan, atau perendaman dan pengeringan, bisa

menyebabkan kerusakan mekanik seperti pecahnya bahan polimer.

Pertumbuhan beberapa fungi bisa juga menyebabkan pembengkakan dalam

skala kecil dan pecah, karena fungi menembus polimer yang padat.

Pendegradasian secara fisika merusak permukaan polimer dan membuat

permukaan baru untuk reaksi dengan agen kimia dan biokimia, yang

merupakan peristiwa penting dalam degradasi polimer padat. Untuk polimer

cair, faktor kimia dan biologi sangat penting (Dow Corning, 1997).

a. Biodegradasi polimer alam

Mikroba tanah bisa memulai depolimerasi kebanyakan polimer

alam seperti, pati, selulosa dan hemiselulosa. Mikroba ini mensekresikan

bermacam-macam enzim ke dalam air tanah, dan enzim ini akan mulai

memecah polimer. Polimer alam lainnya seperti lignin sangat resisten

untuk dipecahkan, dan alam mengembangkan sebuah sistem dimana

terdapat fungi tertentu yang dapat mensekresikan hidrogen peroksida dan

enzim khusus lainnya, yang dapat bekerjasama memulai degradasi secara

perlahan. Eksudat mikrobial (selain enzim) bisa menciptakan lingkungan

20
mikro yang membuat polimer tertentu menjadi tidak stabil secara kimia.

Contohnya bakteri sulfur menghasilkan asam sulfat dari sulfida atau

sulfur. Beberapa fungi mensekresikan asam organik sambil

mendekomposisi bahan tumbuhan, sementara itu akar tanaman

mensekresikan H+ dan HCO3 selama penyerapan nutrisi. Jika proses ini

terjadi pada polimer yang rentan pada daerah asam, fungi ini akan

meningkatkan tingkat degradasi polimer (Dow Corning, 1997).

Biodegradasi Zat Lignin

Lignin merupakan salah satu polimer fenilpropanoid yang sulit

dirombak (recalcitrant), oleh karena strukturnya heterogen dan sangat

kompleks. Lebih dari30% material tumbuhan tersusun oleh lignin,

sehingga dapat memberikan kekuatan pada kayu terhadap serangan

mikroorganisme (Orth, 1993 dalam Sulistinah, 2008).

Beberapa kelompok jamur dilaporkan mampu mendegradasi

senyawa lignin, seperti misalnya kelompok "White-rotfungi" mampu

menggunakan sellulosa sebagai sumber karbon untuk substrat

pertumbuhannya dan mempunyai kemampuan mendegradasi lignin.

Jamur pendegradasi lignin yang paling aktif adalah white-rot fungi

seperti misalnya Phanerochaete chrysosporium dan Coriolus versicolor

yang mampu merombak hemisellulosa, sellulosa dan lignin dari limbah

tanaman menjadi CO2 dan H2O. Mikroba ini mensintesis enzim Lignin-

peroksidase (LIPs) dan Manganese-peroksidase (MNPs). Enzim ini

21
sangat berperan proses degradasi lignin dan juga oksidasi senyawa-

senyawa fenol (Paul, 1992 dan Limura, 1996 dalam Sulistinah, 2008).

Prihartini dkk (2007) mengemukakan bahwa komposisi lignin pada

jerami menentukan kualitas baik kimia maupun kecernaan jerami padi.

Sehingga perlakuan untuk meningkatkan kualias jerami diutamakan pada

pemutusan senyawa kompleks lignin‐selulosa (delignifikasi), melarutkan

silika dan meningkatkan protein. Degradasi lignin akan membebaskan

senyawa yang terikat ikatan kompleks lignoselulosa jerami padi yaitu

nitrogen, mineral, selulosa dan residu pestisida.

Biodegradasi lignin pada jerami terutama jerami gandum telah

banyak dilakukan dengan tujuan menghilangkan lignin, meningkatkan

kecernaan selulosa dan jumlah protein, sehingga meningkatkan kualitas

jerami sebagai pakan ternak. Golongan jamur pelapuk putih terutama

Phanerochaete chrysosporium, Pleorotus sp., Trimetes versicolor dan

Bjerkandera umum digunakan dalam biokonversi pakan jerami

(Prihartini dkk, 2007).

Gambar 10. White rotfungi


(a) Phanerochaete chrysosporium, (b) Coriolus versicolor

22
Gambar 11. Jamur Pleorotus sp.

b. Biodegradasi polimer sintetik

Beberapa polimer sintetik, seperti poly(caprolactone), juga

didepolimerase oleh enzim mikrobial. Pada beberapa kasus, secara alami

tidak ada enzim mikroba khusus yang bisa memecah polimer sintetik.

Depolimerasi kebanyakan polimer sintetik terjadi secara abiotik, setelah

itu monomer dibiodegradasi oleh proses berikutnya. Hidrolisis abiotik

merupakan reaksi yang sangat penting untuk memulai pendegradasian

polimer sintetik. Contohnya polycarboxylates, poly(ethylene

terephthalate), polylactic acids dan kopolimernya, poly(γ-glutamic acids)

dan polydimethylsiloxanes, atau silicon. Untuk semua bahan ini,

hidrolisis merupakan tahap awal pemecahan polimer ke dalam bentuk

monomer, setelah itu monomer bisa didegradasi. Oksidasi abiotik juga

bisa memulai degradasi beberapa polimer. Contohnya polietilen

mengalami oksidasi dengan menurunkan secara perlahan berat

molekulnya sampai pada titik biodegradasi bisa berlangsung (Dow

Corning, 1997).

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat degradasi polimer

sintetik dalam lingkungan adalah:

1. Struktur dan morfologi polimer

2. Berat molekul

23
3. Karakteristik hidrofobik dan hidrofilik

4. Zat aditif

5. Metode sintesis

6. Kondisi lingkungan

Mikroorganisme yang terlibat dalam proses biodegradasi polimer

dapat dilihat pada tabel berikut.

No Jenis Polimer Mikroba pendegradasi


1. Polyester Poly(Ethylene Adipate) Penicillium sp. strain 14-3
(PEA)
Poly(ɛ-Caprolactone) Penicillium sp. strain 26-1,
(PCL) Aspergillus sp. strain ST-01,
Clostridium, Rhizopus arrhizus
Poly (β-Propiolactone) Bacillus sp., Acidovorax sp.,
PPL Variovorax paradoxus,
Sphingomonas paucimobilis,
Streptomyces sp., Rhizopus
delemar
Poly(Butylene Amycolatopsis sp. HT-6,
Succinate) (PBS) Microbispora rosea,
Excellospora japonica, E.
viridilutea
Poly(Ethylene Bacillus sp. TT96, Aspergillus
Succinate) (PES) clavatus NKCM1003, R.
delemar
Aliphatic-Aromatic R. delemar, Thermobifida
Copolyesters (AAC) fusca, Streptomyces albus G.
Poly(3- Pseudomonas lemoigne,
Hydroxybutyrate) Comamonas sp. Acidovorax
(PHB) faecalis, Aspergillus fumigatus
dan Variovorax paradoxus
Poly(Lactic Acid) Amycolatopsis, Saccharotrix,
(PLA) Tritirachium album, Rhizopus
delemar
2. Polycarbonates poly(hexamethylene Roseateles depolymerans 61A,
carbonate) (PHC) Amycolatopsis sp. HT-6,
poly(butylene Pseudomonas sp., R. arrhizus,
carbonate) (PBC) Chromobacterium viscosus
3. Polyurethanes R. delemar, Curvularia
(PU) senegalensis TB-35,

24
4. Polyamide Nylon 6 Flavobacterium sp.
(Nylon) Pseudomonas sp. (NK87)
Nylon 4 Pseudomonas sp. ND-10 dan
ND-11
Copolyamide-Esters R. delemar
(CPAE)
5. Polyethylene Acinetobacter sp. 351
(PE)
6. Polystyrene Actinomycetes strain
(PS)
Dirangkum dari Tokiwa, 2009.

Biodegradasi Plastik

Plastik terdiri atas berbagai senyawa yang terdiri polietilen, polistiren,

dan polivinil klorida. Bahan-bahan tersebut bersifat inert dan rekalsitran.

Senyawa lain penyusun plastik yang disebut plasticizers terdiri: (a) ester

asam lemak (oleat, risinoleat, adipat, azelat, dan sebakat serta turunan

minyak tumbuhan, (b) ester asam phthalat, maleat, dan fosforat. Bahan

tambahan untuk pembuatan plastik seperti Phthalic Acid Esters (PAEs) dan

Polychlorinated Biphenyls (PCBs) sudah diketahui sebagai karsinogen yang

berbahaya bagi lingkungan walaupun dalam konsentrasi rendah (Sumiarsih,

2008).

Untuk dapat merombak plastik, mikroba harus dapat

mengkontaminasi lapisan plastik melalui muatan elektrostatik dan mikroba

harus mampu menggunakan komponen di dalam atau pada lapisan plastik

sebagai nutrien. Plasticizers yang membuat plastik bersifat fleksibel seperti

adipat, oleat, risinoleat, sebakat, dan turunan asam lemak lain cenderung

mudah digunakan, tetapi turunan asam phthalat dan fosforat sulit digunakan

25
untuk nutrisi. Hilangnya plasticizers menyebabkan lapisan plastik menjadi

rapuh, daya rentang meningkat dan daya ulur berkurang (Sumiarsih, 2008).

Dari alam telah ditemukan mikroba yang dapat merombak plastik, yaitu

terdiri bakteri, aktinomycetes, jamur dan khamir yang umumnya dapat

menggunakan plasticizers sebagai sumber C, tetapi hanya sedikit mikroba yang

telah ditemukan mampu merombak polimer plastiknya yaitu jamur Aspergillus

fischeri dan Paecilomyces sp. Sedangkan mikroba yang mampu merombak dan

menggunakan sumber C dari plasticizers yaitu jamur Aspergillus niger, A.

Versicolor, Cladosporium sp.,Fusarium sp., Penicillium sp.,Trichoderma sp.,

Verticillium sp., dan khamir Zygosaccharomyces drosophilae, Saccharomyces

cerevisiae, serta bakteri Pseudomonas aeruginosa, Brevibacterium sp. dan

aktinomisetes Streptomyces rubrireticuli (Sumiarsih, 2008).

Gambar 11. Senyawa polimer sintetik plastik

4. Biodegradasi Logam Berat

Secara umum diketahui bahwa logam berat merupakan unsur yang

berbahaya di permukaan bumi, sehingga kontaminasi logam berat di

lingkungan merupakan masalah yang besar. Persoalan spesifik logam berat

26
di lingkungan terutama akumulasinya sampai pada rantai makanan dan

keberadaannya di alam menyebabkan keracunan terhadap tanah, udara

maupun air. Bahan pencemar senyawa anorganik/mineral misalnya logam-

logam berat seperti merkuri (Hg), kadmium (Cd), Timah hitam (pb),

tembaga (Cu), timbal (Pb), dan garam-garam anorganik (Pablo, 2012).

Mikroba mengurangi bahaya pencemaran logam berat dapat dilakukan

dengan cara detoksifikasi, biohidrometalurgi, bioleaching, dan

bioakumulasi.

a. Detoksifikasi (biosorpsi) pada prinsipnya mengubah ion logam berat

yang bersifat toksik menjadi senyawa yang bersifat tidak toksik. Proses

ini umumnya berlangsung dalam kondisi anaerob dan memanfaatkan

senyawa kimia sebagai akseptor elektron.

b. Biohidrometalurgi pada prinsipnya mengubah ion logam yang terikat

pada suatu senyawa yang tidak dapat larut dalam air menjadi senyawa

yang dapat larut dalam air.

c. Bioleaching merupakan aktivitas mikroba untuk melarutkan logam berat

dari senyawa yang mengikatnya dalam bentuk ion bebas. Biasanya

mikroba menghasilkan asam dan senyawa pelarut untuk membebaskan

ion logam dari senyawa pengikatnya. Proses ini biasanya langsung

diikuti dengan akumulasi ion logam.

d. Bioakumulasi merupakan interaksi mikroba dan ion-ion logam yang

berhubungan dengan lintasan metabolisme.

27
Interaksi mikroba dengan logam di alam adalah imobilisasi logam dari

fase larut menjadi tidak atau sedikit larut sehingga mudah dipisahkan.

Berikut contoh mikroba pendegradasi logam yaitu :

a. Enterobacter cloacae dan Pseudomonas fluorescens mampu mengubah

Cr (VI) menjadi Cr (III) dengan bantuan senyawa-senyawa hasil

metabolisme, misalnya hidrogen sulfida, asam askorbat, glutathion,

sistein, dll.

b. Desulfovibrio sp. membentuk senyawa sulfida dengan memanfaatkan

hidrogen sulfida yang dibebaskan untuk mengatasi pencemaran logam

Cu.

c. Desulfuromonas acetoxidans merupakan bakteri anerobik laut yang

menggunakan sulfur dan besi sebagai penerima elektron untuk

mengoksidasi molekul organik dalam endapan yang bisa menghasilkan

energi.

d. Bakteri pereduksi sulfat contohnya Desulfotomaculum sp. Dalam

melakukan reduksi sulfat, bakteri ini menggunakan sulfat sebagai sumber

energi yaitu sebagai akseptor elektron dan menggunakan bahan organik

sebagai sumber karbon. Karbon tersebut selain berperan sebagai sumber

donor elektron dalam metabolismenya juga merupakan bahan penyusun

selnya. Adapun reaksi reduksi sulfat oleh bakteri ini adalah sebagai

berikut.

e. Bakteri belerang, khususnya Thiobacillus ferroxidans banyak berperan

pada logam-logam dalam bentuk senyawa sulfida untuk menghasilkan

senyawa sulfat.

28
f. Mikroalga contohnya Spirulina sp., merupakan salah satu jenis alga

dengan sel tunggal yang termasuk dalam kelas Cyanophyceae. Sel

Spirulina sp. berbentuk silindris, memiliki dinding sel tipis. Alga ini

mempunyai kemampuan yang tinggi untuk mengikat ion-ion logam dari

larutan dan mengadsorpsi logam berat karena di dalam alga terdapat

gugus fungsi yang dapat melakukan pengikatan dengan ion logam.

Gugus fungsi tersebut terutama gugus karboksil, hidroksil, amina,

sulfudril imadazol, sulfat dan sulfonat yang terdapat dalam dinding sel

dalam sitoplasma.

g. Jamur Saccharomyces cerevisiae dan Candida sp. dapat

mengakumulasikan Pb dari dalam perairan, Citrobacter dan Rhizopus

arrhizus memiliki kemampuan menyerap uranium. Penggunaan jamur

mikoriza juga telah diketahui dapat meningkatkan serapan logam dan

menghindarkan tanaman dari keracunan logam berat.

29
BAB III
KESIMPULAN

Biodegradasi atau penguraian bahan (senyawa) organik oleh

mikroorganisme dapat terjadi bila terjadi transformasi struktur sehingga terjadi

perubahan integritas molekuler. Proses ini berupa rangkaian reaksi kimia

enzimatik atau biokimia yang mutlak memerlukan kondisi lingkungan yang sesuai

dengan pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroorganisme. Berdasarkan

kemampuan terdegradasinya di lingkungan, polutan digolongkan atas dua

golongan, yaitu: polutan yang mudah terdegradasi (biodegradable pollutant),

yaitu bahan seperti sampah yang mudah terdegradasi di lingkungan dan polutan

yang sukar terdegradasi atau lambat sekali terdegradasi (nondegradable

pollutant), dapat menimbulkan masalah lingkungan yang cukup serius.

Kemampuan makhluk hidup melakukan biodegradasi sangat spesifik

tergantung jenisnya. Pencemar yang mengandung karbon, nitrogen, fosfor, atau

belerang dapat di daur ulang menggunakan sel makhluk hidup tertentu. Faktor

kondisi lingkungan yang juga mempengaruhi biodegradasi, diantaranya oksigen

(aerob-anaerob), kompleksitas struktur kimia/toksisitas senyawa, pH, suhu, dan

nutrien.

30
DAFTAR PUSTAKA

Aliyanta, Barokah. La Ode Sumarlin dan Ahmad Saepul Mujab. 2011.


Penggunaan Biokompos dalam Bioremediasi Lahan Tercemar Limbah
Minyak Bumi. Jurnal Valensi Vol.2 No.3, 430-442.

Anonimus. 2007. Biodegradasi. (Online),


(http://nurman20.wordpress.com/2007/07/26/biodegradasi/, 29-08-2012).

Anonimus. 2008a. Pertumbuhan dan Aktifitas Makhluk Hidup. (Online),


(http://sumarsih07.files.wordpress.com/2008/09/ii-pertumbuhan-dan-
aktivitas-mh.pdf, 29/08/2012).

Anonimus. 2008b. Pendahuluan. Jurnal IPB, (Online), (repository.ipb.ac.id, 1-11-


2012).

Anonimus, 2009. Pemanfaatan Mikroba Dalam Bioremediasi. (Online)


(http://kampunghejo.blogspot.com/2009/09/pemanfaatan-mikroba-dalam-
bioremediasi.html, 28/10/2012).

Atlas, Ronald M dan Richard Bartha. 1993. Microbial Ecology Fundamentals and
Applications Third Edition. California: The Benjamin/ Cummings
Publishing Company, Inc.

Bruns, Ute Merrettig dan Erich Jelen. 2009. Anaerobic Biodegradation of


Detergent Surfactants. Oberhausen: Fraunhofer Institute for Environmental,
Safety and Energy Tecnology.

Dwipayana dan Herto Dwi Ariesyandy. 2009. Identifikasi Keberagaman Bakteri


pada Lumpur Hasil Pengolahan Limbah Cat dengan Teknik Konvensional.
Jurnal Program Studi Teknik Lingkungan. ITB. Bandung

Effendy, Edison dan Rudy Laksmono Widajatno. Tanpa tahun. Biodegradasi 2,4-
Diklorofenol oleh Bakteri Alcaligenes sp dan Bacillus sp. Jurnal Ilmiah
Teknik Lingkungan Vol.1 No.2.

Fritsche, Wolfgang dan Martin Hofrichter. (online) (http://marno.lecture.ub.ac.id/


files/2012/05/BIODEGRADASI-AEROBIK-OLEH-MIKROORGANISME
.pdf, 28102012).

ENSO Bottle. Tanpa tahun. Aerobic and Anaerobic Biodegradation.

Helard, Denny dan Puti Sri Komala. 2005. Identifikasi Mikroba Anaerob
Dominan pada Pengolahan Limbah Cair Pabrik Karet dengan Sistem Multi
Soil Layering (MSL). Jurnal, Jurusan Teknik Lingkungan, Universitas
Andalas.

31
Leja, Katarzyna dan Grazyna Lewandowicz. 2009. Polymer Biodegradation and
Biodegradable Polymers – a Review. Poznan: Poznan University of Life
Sciences
Mohan, Khrisna dan Tanu Srivastava. 2011. Microbial Deterioration and
Degradation of Polymeric Materials. Hyderabad: Defence Research &
Development Laboratory

Muller, Rolf-Joachim. tanpa tahun. Biodegradability of Polymers: Regulation and


Methods for Testing. Braunschweig: Gesellschaft fur Biotechnologische
Forschung mbH.

Murniasih, Tutik. Yopi. Budiawan. 2009. Biodegradasi Fenantren oleh Bakteri


Laut Pseudomonas sp KalP3b22 asal Kumai Kalimantan Tengah. Jurnal
Makara Sains, Vol 13. No. 1:77-80.

Nugroho, Astri. 2007. Dinamika Populasi Konsorsium Bakteri


Hidrokarbonoklastik Studi Kasus Biodegradasi Hidrokarbon Minyak Bumi
Skala Laboratorium. Jurnal Ilmu Dasar, Vol.8 No. 1, 2007: 13-23.

Pablo, Julian. 2012. Bioremediasi. (Online) (http://matakuliahbiologi.


blogspot.com/2012/06/bioremediasi.html, 28/10/2012).

Prihatini, Soebarinoto, S Chuzaemi dan M Winugroho. 2007. Karakteristik Nutrisi


dan Degradasi Jerami Padi Fermentasi oleh Inokulum Lignotik TliD dan
BopR. Jurnal Animal Production 11(1) 1-7.

Prijambada, Irfan D. Tanpa tahun. Biodegradasi Senyawa Hidrokarbon. (Online)


(http://faperta.ugm.ac.id/newbie/mikro/irfan_dp/biodegradasi_bioremidiasi/
Alifatik_Aromatik.ppt, 29102012)

Sari, Siska Novita. 2011. Senyawa Polisiklik dan Heterosiklik. (Online),


(http://kimia.upi.edu/staf/nurul/Web%202011/0800195/pengayaan.html, 3-
11-2012).

Situmorang, Rejeki L. 2011. Biodegradasi Hidrokarbon. (Online),


(http://ecolas.blogspot.com/2011/09/mekanisme-biodegradasi-
hidrokarbon.html, 30/12/2012).

Sulistinah, Nunik. 2008. Potensi Melanotus Sp. Dalam Mendegradasi Lignin.


Jurnal Biologi XII (1):6-8. Bidang Mikrobiologi, Pusat Penelitian Biologi-
LIPI.

Sumiarsih. 2008. Mikroba dan Lingkungan. (Online) (http://sumarsih


07.files.wordpress.com/2008/11/vii-mikroba-dan-lingkungan.pdf,
28/10/2012).

32
Tokiwa, Yukata, Buenaventurada P Calabia, Charles U Ugwu, dan Seiichi Aiba.
2009. Biodegradability of Plastic. Maryland: Natinal Center for
Biotechnology Information

Willey, Joanne M, Linda M Sherwood, dan Christopher J Woolverton. 2008.


Prescott, Harley, and Klein’s Microbiology. New York: McGraw-Hill.

Wisnu, Dama. 2009. Pengelompokan dan Kegunaan Polimer.(online)


(http://damawisnu.files.wordpress.com/2009/10/polimer-kegunaannya.doc,
28102012).

33

Anda mungkin juga menyukai