Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pergerakan air melalui membran selektif biasa disebut osmosis. Hal itu terjadi
ketika dua larutan mempunyai perbedaan konsentrasi total larutan atau osmolality.
Hewan yang memelihara keseimbangan antara cairan tubuh dengan keadaan
lingkungan sekitar disebut osmokonfer. Organisme perairan harus melakukan
osmoregulasi karena harus terjadi keseimbangan antara substansi tubuh dan
lingkungan. Membran sel yang permeabel merupakan tempat lewatnya beberapa
substansi yang bergerak cepat. Adanya perbedaan tekanan osmosis antara cairan
tubuh dan lingkungan. Semakin jauh perbedaan tekanan osmosis antara tubuh dan
lingkungan, semakin banyak energi metabolisme yang dibutuhkan untuk
melakukan osmoregulasi sebagai upaya adaptasi. Karena perbedaan proses
osmoregulasi pada beberapa golongan ikan, maka struktur organ-organ
osmoregulasinya juga kadang berbeda. Beberapa organ yang berperan dalam
proses osmoregulasi ikan, antara lain insang, ginjal, dan usus. Organ-organ ini
melakukan fungsi adaptasi dibawah kontrol hormon osmoregulasi, terutama
hormon-hormon yang disekresi oleh pituitari, ginjal atau urofisis.

Osmoregulasi adalah kemampuan organisme untuk mempertahankan


keseimbangan kadar dalam tubuh, di dalam zat yang kadar garamnya berbeda.
Secara sederhana hewan dapat diumpamakan sebagai suatu larutan yang terdapat
dalam suatu kantung membran atau kantung permukaan tubuh. Hewan harus
menjaga volume tubuh dan konsentrasi larutan tubuhnya dalam rentangan yang
agak sempit. Yang menjadi masalah adalah konsentrasi yang tepat dari cairan
tubuh hewan selalu berbeda dengan yang ada di lingkungannya. Perbedaan
konsentrasi tersebut cenderung mengganggu keadaan kondisi internal. Hanya
sedikit hewan yang membiarkan konsentrasi cairan tubuhnya berubah-ubah sesuai
dengan lingkungannya dalam keadaan demikian hewan dikatakan melakukan
osmokonformitas.

1
Osmoregulator merupakan hewan yang harus menyesuaikan osmolaritas
internalnya, karena cairan tubuh tidak isoosmotik dengan lingkungan luarnya.
Seekor hewan osmoregulator harus membuang kelebihan air jika hewan itu hidup
dalam lingkungan hiperosmotik. Kemampuan untuk mengadakan osmoregulasi
membuat hewan mampu bertahan hidup, misalnya dalam air tawar dimana
osmolaritas tertentu rendah untuk mendukung osmokonformer, dan didarat
dimana air unumnya tersedia dalam jumlah yang sangat terbatas. Semua hewan air
tawar dan hewan air laut adalah osmoregulator. Manusia dan hewan darat lainnya
yang juga osmoregulator harus mengkompensasi kehilangan air. Osmoregulasi
yang terjadi pada ikan air laut dan ikan air tawar yang ditempatkan pada salinitas
yang berbeda-beda perlu dikatakan untuk melihat mekanisme tertentu pada
organisme bagaimana agar dapat bertahan hidup pada kondisi tertentu dengan
salinitas yang berbeda dari lingkungannya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang yang telah dibuat, dapat dirumuskan bahwa :

1. Bagaimanakah lingkungan osmotic hewan?


2. Apa saja fungsi organ ekskretoris?
3. Bagaimana mekanisme osmoreguliasi?
4. Bagaimana mekanisme pembentukan urin?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui lingkungan osmotic hewan?
2. Untuk mengetahui fungsi organ ekskretoris?
3. Untuk mengetahui mekanisme osmoreguliasi?
4. Untuk mengetahui mekanisme pembentukan urin?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. LINGKUNGAN OSMOTIK HEWAN


Tubuh hewan 60 sampai 95 persen tubuhnya terdiri dari air yang tersebar
dalam cairan intrasel dan ekstrasel dan sewaktu-waktu konsentrasi cairannya
tersebut bisa berubah, maka keseimbangan harus dipertahankan oleh hewan
melalui mekanisme yang disebut dengan osmoregulasi (proses untuk menjaga
keseimbangan antara jumlah air dan zat terlarut yang ada dalam tubuh hewan).
Osmoregulasi adalah proses mengatur konsentrasi cairan dan menyeimbangkan
pemasukan serta pengeluaran cairan tubuh oleh sel atau organisme hidup. Proses
osmoregulasi diperlukan karena adanya perbedaan konsentrasi cairan tubuh
dengan lingkungan disekitarnya. Jika sebuah sel menerima terlalu banyak air
maka ia akan meletus, begitu pula sebaliknya, jika terlalu sedikit air, maka sel
akan mengerut dan mati. Osmoregulasi juga berfungsi ganda sebagai sarana
untuk membuang zat-zat yang tidak diperlukan oleh sel atau organisme hidup.
Dalam proses inti osmoregulasi, terjadi suatu peristiwa osmosis, dimana
perpindahan cairan yang encer ke cairan yang pekat shingga akan tercipta suatu
kondisi konsentrasi yang sama dan disebut dengan isotonis.
Isotonis adalah dua macam larutan yang mempunyai tekanan osmotik sama
(isoosmotik) Pada kondisi Osmoregulasi: isotonis adalah tekanan osmotik dua
macam cairan misal: tekanan osmotik antara cairan tubuh dan air laut (lingkungan
hidup hewan). Dalam keadaan normal (osmosis), cairan akan mengalir dari cairan
yang encer menuju cairan yang pekat. Agar tidak mengalir dari cairan yang encer
ke cairan yang pekat, maka diberikan tekanan dengan besaran tertentu, dan
tekanan ini disebut dengan tekanan osmotic larutan (besarnya tekanan yang
diperlukan untuk mencegah aliran cairan encer ke bagian pekat). Tekanan osmotic
sama dengan konsentrasi osmotic, sehingga apabila tekanan osmotic tinggi, maka
larutankonsentrasi osmotic juga akan tinggi. Sehingga akan diperoleh larutan yang
Hiperosmotik (larutan yang mempunyai konsentrasi osmotik lebih tinggi daripada
larutan yang lain) dan larutan yang Hipoosmotik (larutan yang memiliki
konsentrasi osmotik lebih rendah daripada larutan lainnya.) Tonisitas merupakan

3
tanggapan suatu sel apabila sel tersebut ditempatkan dalam larutan yang berbeda
Apabila sel darah merah ditempatkan dalam aquades, air dari luar masuk ke dalam
sel darah, maka aquades bersifat hipotonis. Apabila sel darah merah ditempatkan
dalam larutan garam, sel darah segera kehilangan air (osmosis) sehingga
mengkerut, maka larutan bersifat hipertonis. Dan apabila sel darah merah
ditempatkan dalam larutan, sel darah tidak mengalami perubahan, maka larutan
bersifat isotonis. Dan apabila melihat dari peristiwa ini maka penentuan sifat suatu
larutan ditentukan oleh tanggapan yang dihasilkan oleh sel.
Hewan melakukan osmoregulasi karena perubahan keseimbangan jumlah air
dan zat terlarut di dalam tubuh memungkinkan terjadinya perubahan arah aliran
air/zat terlarut menuju ke arah yang tidak diharapkan. Sebagai aslah satu contoh
yaitu dalam keadaan normal sel epitel tubulus ginjal akan melepaskan air ke
pembuluh darah. Dan apabila tonisitas tidak dipertahankan dengan baik maka air
akan masuk ke lumen tubulus ginjal dan akan dikeluarkan dari tubuh, dan kondisi
ini akan menyebabkan hewan akan kehilangan air secara berlebihan. Perubahan
tekanan osmotik mengakibatkan perubahan arah aliran zat terlarut, sehingga
berdampak negatif terhadap fungsi dan struktur sel dan hewan harus melakukan
osmoregulasi agar cairan di dalam tubuhnya tetap dalam keadaan homeostatis
osmotik.
Kriteria Hewan Dalam Osmoregulasi Hewan
Osmoregulator merupakan hewan yang mampu melakukan osmoregulasi
dengan baik. Sedangkan Hewan Osmokonformer merupakan hewan yang tidak
mampu mempertahankan tekanan osmotik, sehingga harus beradaptasi agar
bertahan hidup dengan syarat perubahan lingkungan tidak besar dan dalam kisaran
toleransi. Dalam lingkungan, tentunya akan menciptakan suatu kondisi yang
mendukung dan ancaman bagi kelangsungan hidup hewan. Sehingga perlu
mekanisme osmoregulasi, dan setiap hewan berbeda-beda dengan variasi yang
sangat luas tergantung kemampuan dan jenis organ tubuh hewan dan kondisi
lingkungan hewan.
1. Osmoregulasi pada Hewan di Lingkungan Laut
Pada invertebrate laut disebut dengan hewan osmokonformer yaitu
konsentrasi osmotik cairan tubuh sama dengan air laut dan terjadi keseimbangan

4
osmotik cairan tubuh hewan dengan lingkungannya. Dan apabila tidak dalam
kondisi keseimbangan ionik akan terjadi perbedaan komposisi ion yang
menghasilkan gradien konsentrasi. Cara hewan melakukan pengaturan konsentrasi
ion yaitu dengan mensekresi atau menyerap ion secara aktif. Pada ubur-ubur, ion
SO 42- dikeluarkan dari dalam tubuh untuk meningkatkan daya apungnya
(buoyancy). SO 42- merupakan ion yang relatif berat sehingga mengurangi
konsentrasinya berarti meningkatkan daya apung.
Pada gurita, mempertahankan konsentrasi cairan tubuhnya tetap
hiperosmotik. Dan pada Krustasea mempertahankan kondisi hipoosmotik dalam
cairan tubuhnya Sedangkan pada hewan dengan konsentrasi ion yang tidak diatur
dengan cara khusus, terjadi melalui permukaan tubuh, insang, makanan yang
ditelan, dan dengan menghasilkan zat sisa (misalnya urin). Osmoregulasi Hewan
Vertebrata Laut dibagi dua kelompok, yaitu kelompok Konformer Osmotik dan
Ionik (Siklostomata (hagfish) dan Vertebrata primitif osmoregulasinya sama
seperti invertebrata laut) dan kelompok Regulator Osmotik dan Ionik (Regulasi
osmotik dan ionik tidak sama dan memperlihatkan tingkatan, Konsentrasi osmotik
plasma mendekati sepertiga konsentrasi osmotik air laut). Akibat kehilangan air,
ikan banyak minum air laut yang mengandung garam, garam masuk ke tubuh
hewan. Garam akan dikeluarkan melalui insang melalui sel khlorid (fungsi SEL
KHLORID: mengeluarkan NaCl dari plasma ke air laut secara aktif). Pada
elasmobranchii terdapat masalah yaitu pemasukan Na+ yang terlalu banyak ke
dalam tubuh (melalui insang) dan perolehan air yang terlalu sedikit. Untuk
mengatasi masalah tersebut, maka menggunakan kelenjar rektal yang
mengeluarkan kelebihan Na+ secara aktif, shingga menghasilkan sedikit urin, dan
urin dimanfaatkan untuk mengeluarkan kelebihan NaCl. Pada mammalia,
masalah pemasukan garam yang terlalu banyak yang masuk bersama makanan.
Dan hal ini diatasi dengan organ ginjal yang sangat efisien yang dapat
menghasilkan urin yang kepekatannya 3– 4 kali dari cairan plasmanya.
2. Osmoregulasi pada Hewan di Lingkungan Air Tawar
Masalah yang dihadapi hewan air tawar, merupakan kebalikan dari hewan air
laut. Yaitu tekanan Osmotik cairan tubuh hewan air tawar lebih tinggi dari
lingkungannya (hiperosmotik/hipertonis). Terancam oleh Kehilangan garam

5
Pemasukan air yang berlebihan. Osmoregulasi pada Hewan di Lingkungan Payau,
tidak selamanya menetap di habitat yang tetap (air laut atau air tawar) saat tertentu
masuk ke daerah payau. Salmon, Lamprey dan belut, perpindahan antara air
tawar dan air bergaram merupakan bagian dari siklus hidup yang normal.
memiliki kemampuan adaptasi yang baik terhadap perubahan kadar garam (kadar
garam di daerah payau selalu berubah.
3. Osmoregulasi pada Hewan di Lingkungan Darat
Osmoregulasi pada Hewan di Lingkungan Darat, yaitu memiliki keuntungan
hewan yang berhasil hidup di darat dan mudah memperoleh oksigen. Sedangkan
kerugiannya yaitu masalah keseimbangan air dan ion mudah terancam dehidrasi.
Kehilangan air yitu berupa penguapan yang dipengaruhi oleh Kandungan uap air
di atmosfer, Gerakan udara, Tekanan barometrik, Luas permukaan penguapan,
dan suhu. Pada Invertebrata darat, umumnya merupakan golongan Artropoda,
Insekta, dan laba-laba, yang paling banyak ialah Insekta. Untuk membatasi
pelepasan air dilakukan respirasi discontinue dan karbon dioksida dilepaskan
secara periodic (setiap kali inspirasitidak selalu diikuti dengan ekspirasi). kondisi
ketika spirakel bergetar, tekanan trakea lebih rendah daripada atmosfir, udara
masuk ke trakea dan udara dicegah keluar dari trakea, sehingga inspirasi tidak
selalu diikuti dengan ekspirasi.
Cara lain penghematan pengeluaran air pada Insekta yaitu melalui
pengeluaran faeses dan urin berupa/dalam bentuk asamurat. Asam urat tidak
dikeluarkan dari tubuh, tapi ditimbun di permukaan tubuh membentuk struktur
yang mirip kutikula. Cara insekta memperoleh air yaitu dengan menyerap uap air
dari lingkungan dan dari makanan/minuman. Vertebrata yang berhasil
berkembang di lingkungan darat, memperoleh air dari air minum dan makanan,
dan untuk menghemat air vertebrata melakukan berbagai cara yang cukup
bervariasi. Cara mengatasi tidak banyak kehilangan air yaitu dengan memiliki
kulit yang kering dan bersisik, menghasilkan feses kering, menghasilkan asam
urat, mereabsorbsi urin encer yang di kandung kemih. Pada burung laut,
pengaturan keseimbangan air berkaitan erat dengan proses mempertahankan suhu
tubuh. Cara dai burung laut memperoleh makanan dari laut masalah pemasukan
garam yang berlebihan, maka untuk mengatasinya cairan pekat yang banyak

6
mengandung NaCl dikeluarkan melalui kelenjar garam. Cara Hewan Mamalia
Memperoleh Air yaitu dengan menyerap uap air dari lingkungan. Sedangkan
kehilangan air yaitu dengan menguap melalui keringat.

B. FUNGSI ORGAN EKSKRETORIS


1. Sistem Ekskresi Pada Vertebrata
Hewan vertebrata adalah hewan bertulang belakang. Jenis ini dibagi lagi
menjadi lima, sesuai urutan dari yang paling primitive ke yang paling modern
adalah pisces, amfibi, reptile, aves, dan mamalia. Kelimanya memiliki sistem
ekskresi yang berbeda sebagai berikut:
a. Pisces
Ikan memiliki tiga buah organ atau alat yang turut berperan dalam sistem
ekskresi, yaitu insang, ginjal, dan kulit. Pada ikan, ginjal dan saluran genitalia
bermuara di lubang yang sama, yaitu lubang urogenital. Sebenarnya hal ini juga
berlaku mirip buat manusia, di mana saluran urin dan genital bermuara di tempat
yang searea, namun berbeda lubang. Sementara itu, insang dan kulit pada ikan
berfungsi sebagai sistem pernapasan pada ikan. Insang akan membuka dan
menutup sejalan dengan membuka dan menutupnya operculum. Lalu insang akan
menyaring air yang masuk melaluinya dan mengikat oksigen yang ada di sana,
lalu melepaskan karbon dioksida.

Gambar: organ ekskresi pada ikan


b. Amfibi
Amfibi adalah kelompok hewan yang dapat hidup baik di daratan maupun di
air. Contoh dari hewan amfibi adalah katak dan salamander. Organ ekskresi dari
amfibi adalah ginjal, paru-paru, dan kulit. Ginjal pada amfibi sama halnya dengan

7
pisces, juga bermuara pada saluran genitalia, bermuara pada kloaka. Seperti
halnya pada manusia, ginjal pada amfibi juga menyaring dan membuang zat sisa
metabolism yang disebut dengan urin.
Sementara itu paru-paru dan kulit berperan dalam sistem pernapasan pada
hewan amfibi. Pada amfibi, selain dilakukan oleh paru-paaru selama di daratan,
selama berada di air pernapasan dilakukan oleh kulit.

Gambar: organ ekskresi pada katak


c. Reptile
Hewan reptile contohnya adalah cicak, ular, biawak, bunglon, dan buaya.
Sama seperti hewan sebelumnya, alat sekresi pada reptile juga merupakan ginjal,
paru-paru, dan kulit. Baca pula artikel mengenai sistem peredaran darah pada
reptile. Ginjal berfungsi dalam pengeluaran unrin. Pada beberapareptil seperti
kura-kura, saluran ginjalnya sangatlah pendek. Bahkan untuk ular tidak memiliki
kandung kemih yang berfungsi untuk menampung urin. Sementara itu, paru-paru
dan kulit berperan dalam sistem pernapasan pada hewan reptile.

Gambar: organ ekskresi pada Buaya


d. Aves

8
Aves adalah kelompok burung. Aves adalah hewan yang sistemnya telah
mendekati mamalia. Oleh karena itu sistem ekskresinya juga mirip dengan
mamalia. Alat ekskresinya adalah ginjal dan paru-paru.

Gambar: organ ekskresi pada Burung

e. Mamalia
Salah satu ciri-ciri hewan mamalia yang paling terkenal adalah menyusui
karena mamalia memang berarti hewan menyusui. Mamalia adalah kelompok
hewan yang tertinggi. Bahkan beberapa buku mengelompokkan manusia sebagai
bagian dari mamalia. Sistem-sistem pada tubuhnya mayoritas sama dengan
manusia.
Alat ekskresinya sama seperti manusia yaitu kulit, paru-paru, ginjal, dan hati.
Kulit mengeluarkan keringat, ginjal mengeluarkan urin, hati mengeluarkan urea,
dan paru-paru mengeluarkan karbon dioksida.

9
Gambar: organ ekskresi pada Manusia

2. Sistem Ekskresi Pada Invertebrata


Hewan invertebrate adalah hewan yang tidak memiliki tulang belakang.
Hewan invertebrate adalah hewan yang ukurannya relative kecil dan bahkan ada
yang mikroskopik, seperti cacing, insect (serangga), porifera, coelenterate, dan
protozoa (baca pula sistem pernapasan hewan invertebrate). Berikut adalah sistem
ekskresi dari hewan-hewan tersebut:
a. Porifera dan coelenterate
Porifera adalah hewan berpori sedangkan coelenterate adalah hewan
berongga. Porifera dan coelenterate adalah hewan tingkat terendah. Baik porifera
dan coelenterate mengeluarkan zat sisa metabolismenya tanpa alat ekskresi
tertentu. Porifera dan colenterata megeluarkan zat sisa berupa karbon dioksida

10
dengan cara gas tersebut berdifusi secara langsung dari sekujur tubuhnya

.
Gambar: organ ekskresi pada porifera
b. Protozoa
Protozoa adalah hewan bersel satu. Contoh dari protozoa adalah amoeba dan
paramecium. Sebenarnya amoeba tidak termasuk dalam kingdom animalia,
melainkan Protista. Namun pada beberapa buku, protozoa dikelompokkan dalam
kingdom animalia karena kemiripannya dengan hewan. Protozoa mengeluarkan
zat sisa metabolisme tubuhnya juga dengan cara berdifusi secara langsung.

Gambar: organ ekskresi pada Protozoa

c. Insecta
Serangga mengeluarkan zat sisa metabolism tubuhnya melalui pembuluh
malphigi. Pembuluh malphigi terletak di dekat usus. Hal ini berguna karena
pembuluh malphigi akan menyerap zat sisa dari darah dan menyalurkannya ke

11
usus untuk kemudia dikeluarkan dari sana. Baca pula artikel sistem pernapasan
pada serangga.

Gambar: organ ekskresi pada Serangga


d. Cacing
Cacing dibagi menjadi tiga, yaitu Platyhelminthes, nemathelmintes, dan
annelida. Secara umum, ketiganya memiliki sistem ekskresi yang mirip. Alat
ekskresi cacing tanah bernama nefridia. Nefridia berpasangan dan terletak pada
setiap segmen tubuh cacing tanah. Nefridia yang berpasangan disebut
metanefridia.
Sedangkan cacing pipih memiliki alat ekskresi berupa sel api. Sel api akan
menyerap zat sisa dari tubuh. Kemudian zat sisa akan dikeluarkan melalui saluran
yang bermuara di permukaan tubuh.

Gambar: Organ Ekskresi Pada Cacing

12
C. MEKANISME OSMOREGULASI
1) Mekanisme Regulasi Hewan Hyperosmotik Air Tawar, Laut Dan Teresterial

Kosentrasi garam pada tubuh ikan air tawar lebih tinggi dibandingkan
lingkungannya, sehingga kandungan garam lebih sering dikeluarkan ke perairan.
Untuk mengatasi hal ini, ikan mempunyai beberapa cara diantaranya mereka akan
mengkonsumsi sejumlah arir yang banyak dan sebagai konsekuensinya akan
memproduksi sejumlah besar urine (10-20 kali sama seperti hewan mamalia di
darat). Ginjal dari golongan ikan ini menyerap sejumlah garam dan melepaskan
garam tersebut ke aliran darah. Cara lain adalah golongan ikan ini memiliki
pompa ion dan di bagian ginjal yang akan menangkap garam dar air serta
melepaskan amonia dan hasil buangan lainnya. Ikan air laut memiliki masalah
yang sama tapi kebalikannya. Untuk ikan air laut, air laut mengandung
konsentrasi garam yang lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan garam yang
ada di tubuh ikan. Sebagai hasilnya, garam cendrung masuk kedalam tubuh ikan
sehingga ikan harus menggunakan ginjalnya serta pompa ionnya untuk
mengeluarkan kelebihan garam.

13
Regulasi pada amfibi mirip ikan air tawar, kulitnya berperan sebagai organ
osmoregulasi utama. Pada saat hewan berada dalam air tawar, terdapat aliran
osmotik air ke dalam tubuhnya, yang akan dikeluarkan sebagai urin yang sangat
encer. Bersama urin ikut terbuang garam-garam. Disamping itu garam hilang
melalui kulitnya. Kehilangan garam ini diganti dengan jalan pengambilan secara
aktif dari dalam air tawar melalui kulitnya.

Katak dan salamander umumnya adalah hewan air tawar, akan mati dalam
beberapa jam bila ditaruh dalam air laut, jika katak dan salamander adalah
regulator hiperosmotik sempit. Namun ada sejenis katak pemakan kepiting, hidup
didaerah rawa mangrove, mencari makanan dengan berenang dalam air laut. Pada
saat katak berada dalam air laut menjadi hewan regulator hiposmotik. Untuk
mencegah kehilangan air osmotik melalui kulitnya, katak menambah jumlah urea
dalam darahnya, yang dapat mencapai 480 mmol urea per liter. Mekanisme ini
beralasan sebab kulit amfibi relatif permeabel terhadap air, sehingga secara
sederhana untuk mencegah kehilangan air dibuat konsentrasinya osmotik darah
seperti mediumnya.

Karena urea esensial bagi katak untuk hidup normal, maka urea ditahan
dalam tubuh dan tidak dieksresikan bersama urin. Pada hiu, urin ditahan melalui
reabsorpsi aktif dalam tubuli ginjal. Pada katak pemakan kepiting urea ditahan
dengan mereduksi volume urin pada saat katak berada dalam air laut. Nampaknya
urin tidak direabsorpsi secara aktif, sebab konsentrasi urea dalam urin tetap dalam
keadaan sedikit diatas urea dalam plasma.

14
Katak pemakan kepiting, yang mudah memiliki toleransi lebih besar terhadap
salinitas tinggi dari pada yang dewasa. Pada katak muda, pola regulasi osmotiknya
mirip dengan teleosteii, sedangkan yang dewasa mirip dengan elasmobranchii.

2) Mekanisme Osmoregulasi Hewan Hypoosmotik

Pada dasarnya regulator hiperosmotik mengalami dua masalah fisiologis

 Air yang cenderung masuk ke dalam tubuh hewan sebab konsentrasi zat
terlarut dalam tubuh hewan lebih tinggi dari pada dalam mediumnya,
 Zat terlarut cenderung keluar tubuh sebab konsentrasi didalam tubuh
lebih tinggi dari pada diluar tubuh. Disamping itu pembuangan air
sebagai penyeimbangan air masuk, juga membawa keluar zat terlarut
didalamnya.

Untuk mengatasi masalah ini, maka regulator hiperosmotik harus

 Mengurangi masuknya air ke dalam tubuh (meningkatkan


impermeabilitas dinding tubuh) atau mengeluarkan kelebihan air yang
ada dalam tubuh (lewat urin dan feses), sebaliknya terhadap zat terlarut,
hewan harus
 Memasukkan garam-garam ke dalam tubuh (lewat makanan dan minuman)
atau mempertahankan zat terlarut yang ada dalam tubuhnya.

Sebaliknya regulator hypoosmotik menghadapi dua masalah fisiologis (1) air


cenderung keluar tubuh, sebab kadar air dalam tubuh lebih tinggi dari pada
mediumnya, (2) zat terlarut cendrung masuk ke dalam tubuh, sebab kadar zat

15
terlarut dalam tubuh (dalam medium) lebih tinggi dari pada dalam cairan
tubuhnya. Untuk menghadapi masalah tersebut, maka regulator hypoosmotik
harus (1) menghambat keluarnya air dari dalam tubuh atau mempertahankan air
yang ada dalam tubuh, sebaliknya terhadap zat terlarut hewan (2) berusaha
mencegah masuknya garam ke dalam tubuh atau mengeluarkan kelebihan garam
yang masuk tubuh. Untuk mengatur kadar air dan zat terlarut dalam tubuhnya,
hewan menggunakan organ-organ ekskresi yang dalam bekerja banyak
menggunakan mekanisme transpor aktif.

Regulasi ion dan air pada hewan akuatik dapat terjadi secara hipertonik
(hiperosmotik), hipotonik (hipoosomotik) atau isotonik (isoosmotik). Bagi
golongan ikan oseanodromous yang bersifat hipoosmotik terhadap lingkungannya,
air mengalir secara osmosis dari dalam tubuhnya melalui ginjal, insang, dan kulit
ke lingkungan sedangkan ion-ion masuk ke dalam tubuhnya secara difusi.

Menurut Hitckman (1972) yang menyatakan bahwa hubungan antara plasma


darah, media dan konsentrasi media atau salinitas dapat dituliskan bahwa semakin
tinggi konsentrasi media, maka semakin tinggi pula media dan konsentrasi plasma
darahnya. Besarnya osmolalitas pada plasma darah lebih besar jika dibandingkan
dengan osmolalitas media. Hal ini disebabkan karena hewan-hewan air tawar
harus menyimpan kadar garam pada cairan tubuhnya lebih tinggi daripada yang
terdapat dalam media (air). Oleh karena itu, air akan masuk ke dalam tubuh secara
osmosis dan garam keluar secara difusi. Karena lingkungan yang hiperosmotik
maka ikan nila akan mengalami permasalahan kemasukan air melalui osmosis dan
kehilangan ion-ion tubuh melalui difusi.

3) Mekanisme Osmoregulasi Hewan Air Payau, Berpindah Dan Hewan


Teresterial Yang Beraktifitas Di Laut
a. Mekanisme Osmorelugasi Hewan Air Payau

Merupakan osmorelugalator yang mirip hewan air tawar, tetapi memiliki


perbedaan besar dalam konsentrasi cairan tubuhnya. Memelihara konsentrasi
osmotik cairan tubuh pada sekitar 500 mOsm per liter, tetapi kerang air tawar

16
anodonta memiliki konsentrasi osmotik kurang dari seperpuluhnya, hanya sekitar
50 mOsm per liter. Namun cairan tubuh anodonta masih dalam keadaan
hiperosmotik terhadap air tawar, dan tidak ada hewan air tawar diketahui
osmokonfermer. Pada dasarnya semua air tawar, termasuk ikan, amphibi, reptil,
dan mamalia adalah regulator hiperosmotik.

Sebagai hewan yang memiliki cairan tubuh hiperosmotik terhadap


mediumnya, maka invertebrata air tawar mengahadapi dua masalah osmoregulasi:

1. Tubuhnya cenderung menggelembung karena gerakan air masuk kedalam


tubuhnya mengikuti gradien
2. Hewan menghadapi kehilangan garam tubuhnya, karena medium
disekitarnya mengandung garam lebih sedikit oleh karena itu invertebrata
air tawar sebagai regulator hiperosmotik harus mengatur jumlah air yang
masuk dan jumlah garam yang keluar tubuhnya. Pada umumnya
regulator hiperosmotik memiliki urin yang lebih encer dari cairan
tubuhnya

Semua hewan pada umumnya menggunakan organ ekskresinya sebagai organ


osmoregulasi utama. Secara umum, organ osmoregulasi invertebrata
menggunakan mekanisme fitrasi, reabsorbsi, dan sekresi yang prinsipnya sama
dengan kerja ginjal vertebrata dalam memproduksi urin. Pada ikan dan
kebanyakan invertebrata air, insang berperan sebagai organ osmoregulasi utama,
melengkapi fungsi ginjal. Pada hewan air selain reptile, burung dan mamalia,
menggunakan kulitnya yang relatif permiabel sebagai organ bantu osmoregulasi
selain organ utamanya.

b. Mekanisme Osmoregulasi Berpindah Dan Hewan Teresterial Yang


Beraktifitas Di Laut

Pada beberapa reptil laut, ekresi garam dilakukan oleh kelenjar garam
dikepalanya, disamping ginjalnya. Kelenjar garam menghasilkan garam dengan
konsentrasi tinggi, terutama natrium dan klorida yang konsentrasinya lebih tinggi
dari pada air laut. Kelenjar garam tidak berfungsi terus menerus seperti pada
ginjal, hanya berfungsi apabila kadar garam dalam darah sangat tinggi sehingga

17
ginjal tidak mampu berfungsi. Dalam hal ini penggunaan air, kelenjar garam lebih
ekonomis dari pada ginjalnya.

Pada kadal laut, kelenjar garam (kelenjar nasal) mengeksresikan hasilnya


kebagian anterior rongga hidungnya dan ekshalasi yang tiba-tiba menyemprotkan
cairan keluar seperti spray melalui lubang hidungnya. Pada reptil laut yang
memiliki cairan tubuh isosmotik dengan air laut,misalnya Iguana Galapagos
pemakan rumput laut, tidak memiliki kelenjar garam.

Kura-kura laut pemakan tumbuhan atau karnivora, memiliki kelenjar garam


yang besar pada sekitar kedua matanya (kelenjar orbital). Kelenjar ini bermuara
pada sudut posterior matanya, dan pada saat mengeluarkan ekskresinya kura-kura
nampak seperti “menangis”. Kelenjar air mata manusia mirip dengan kelenjar
garam pada reptil meskipun tidak secara khusus berperan dalam mengekskresikan
garam. Air mata manusia isoosmotik dengan plasma darah.

Ular laut juga mempunyai kelenjar garam yang bermuara ke dalam rongga
mulutnya (kelenjar bawah lidah). Sedangkan buaya laut, sebagian tidak memiliki
kelenjar garam, sebagian yang lain memiliki kelenjar-kelenjar kecil yang
bermuara pada permukaan lidahnya. Buaya yang tidak memiliki kelenjar garam
memelihara keseimbangan garam cairan tubuhnya dengan hidup di muara sungai,
memakan ikan, dan memiliki kulit yang sangat impermeabel.

4) Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Osmoregulasi

Kebanyakan hewan menjaga agar konsentrasi cairan tubuhnya tetap konstan


lebih tinggi dari mediumnya (regulasi hiperosmotis) atau lebih rendah dari
mediumnya (regulasi hipoosmotis). Untuk itu hewan harus berusaha mengurangi
gangguan dengan menurunkan :

1. Permeabilitas membran atau kulitnya


2. Gradien (laindaian) konsentrasi antara cairan tubuh dan lingkungannya.
3. Perbedaan jumlah membran absolut dan membran relatif berhadapan
dengan medium hidup hewan
4. Perbedaan permeabilitas absolut membran terhadap air dan zat terlarut

18
5. Perbedaan tingkat perkembangan mekanisme pengambilan zat terlarut
pada membran
6. Perbedaan efisiensi organ ekstratori (terutama ginjal dalam menjaga
kehilangan air dan zat terlarut.

Keadaan kondisi internal yang mantap dapat dipeliharahanya bila organisme


mampu mengimbangi kebocoran dengan arus balik melawan gradien konsentrasi
yang memerlukan energi. Untuk memelihara air dan konsentrasi larutan cairan
tubuh konstan yang berbeda dengan lingkungannya, antara hewan air laut, air
tawar, dan hewan darat sangatlah berbeda. Kelompok hewan yang berbeda
menggunakan organ yang berbeda untuk melaksanakan proses regulasi.
Mekanisme rinci untuk melaksanakan proses juga bervariasi dan sering
menggunakan kombinasi-kombinasi organ yang berbeda. Rentangan zat-zat yang
diregulasi sangat luas, melibatkan senyawa-senyawa seperti hormon, vitamin, dan
larutan yang signifikan terhadap perubahan nilai osmotik. (Soewolo, 2000)

D. Mekanisme Pembentukan Urine

Ginjal merupakan salah satu organ yang berperan dalam sistem ekskresi.
Ekskresi adalah pengeluaran zat-zat yang sudah tidak dibutuhkan oleh tubuh.
Ginjal merupakan tempat yang digunakan untuk membuang zat sisa metabolisme
dalam bentuk urine.

Urine adalah cairan sisa hasil metabolisme yang dieksresikan oleh ginjal.
Sebagai sisa hasil metabolisme urine harus dikeluarkan dari tubuh karena apabila
tidak maka akan mengakibatkan keracunan. Kandungan urine terdiri dari bahan
terlarut yang merupakan sisa metabolisme seperti urea, garam terlarut, dan materi
organik. Pembentukan urine terdiri dari tiga proses yaitu Filtrasi, Reabsorbsi, dan
Augmentasi.

19
1. Filtrasi (Penyaringan)

Tahap filtrasi merupakan tahapan pertama pembentukan urine. Proses filtasi


terjadi ketika darah memasuki glomerulus sampai ke kapsula bowman dengan
menembus membran-membran filtrasi. Membran filtrasi terdiri dari lapisan sel
endotelium glomerulus, membran basiler, dan epitel kapsula bowman. Sel-sel
kapiler glomerulus memiliki memiliki struktur yang berpori, bertekanan dan
permeabilitas yang tinggi sehingga akan mempermudah proses filtrasi.

Darah dari arteriol akan memasuki


glomerulus melewati membran filtrasi
hingga akhirnya sampai ke kapsula
bowman. Proses filtrasi tersebut
menyebabkan keping darah dan protein
plasma akan tertahan dan tidak dapat
melewati membran filtrasi. Namun,
komponen-komponen dengan ukuran
lebih kecil yang terlarut di dalam
plasma darah seperti glukosa, asam
amiono, natrium, kalium, klorida, bikarbonat dan urea dapat melewati membran
filtrasi tersebut.

Hasil dari filtrasi di glomerulus di sebut urine primer atau filtrat glomerulus.
Urine primer atau filtrat glomerulus mengantung asam amino, glukosa, natrium,
kalium, dan garam-garam lainnya.

20
2. Reabsorbsi (Penyerapan kembali)

Setelah mengalami tahap filtrasi, selanjutnya filtrat glomerulus atau urine


primer akan memasuki tahap reabsorbsi. Reabsorbsi merupakan suatu tahap
dimana zat-zat yang masih berguna untuk tubuh diserap kembali. Zat-zat yang
masih diperlukan di dalam filtrat glomerulus atau urin pimer akan diserap kembali
di tubulus kontortus proksimal sampai lengkung henle.

Diserapnya kembali zat-zat yang masih dibutuhkan pada tubulus ini melalui
dua cara; gula dan asam amino akan diserap kembali melalui proses difusi,
sedangkan air akan diserap kembali melalui proses osmosis. Penyerapan air terjadi
pada tubulus proksimal dan tubulus distal. Sehingga dengan itu dapat diketahui,
zat-zat yang masih berguna pada urine primer dan akan diserap kembali pada
tahap reabsorbi adalah glukosa, asam amino, dan air. Glukosa dan asam amino
akan dikembalikan ke darah.

Setelah dilakukan penyerapan kembali zat-zat yang masih berguna, maka


akan menghasilkan urine skunder atau filtrat tubulus.

3. Augmentasi

Augmentasi merupakan tahapan akhir dalam pembentukan urine dimana


terjadinya proses penambahan zat sisa dan urea. Urine skunder atau filtrat tubulus

21
yang telah melewati lengkung henle menuju tubulus kontortus distal dan
mengalami tahapan augmentasi.

Pada proses augmentasi akan terjadi penambahan zat-zat sisa oleh darah yang
sudah tidak diperlukan oleh tubuh seperti ion H+, K+, NH3, dan kreatinin.
Pengeluaran ion H+ dilakukan untuk menjaga pH darah. Proses augmentasi
menghasilkan urine sesungguhnya dan mengandung sedikit air. Urine
sesungguhnya mengandung urea, asam urine, amonia, sisa pembongkaran protein,
dan zat-zat berlebihan dalam darah (vitamin, obat-obatan, hormon, garam
mineral).

Dari tubulus kontortus distal, urine akan


menuju tubulus tubulus kolektivus untuk dibawa
menuju pelvis, selanjutnya menuju vesika urinaria
melalui ureter. Apabila vesika urinaria telah
penuh terisi urin, dinding vesika urinaria akan
tertekan sehingga timbul rasa ingin buang air
kecil. Urine akan keluar melalui uretra.
Komposisi urin yang dikeluarkan melalui uretra
adalah air, garam, urea dan sisa substansi lain,
misalnya pigmen empedu yang berfungsi memberi warna dan bau pada urin.

22
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Organisme perairan harus melakukan osmoregulasi karena harus terjadi


keseimbangan antara substansi tubuh dan lingkungan. Membran sel yang
permeabel merupakan tempat lewatnya beberapa substansi yang bergerak cepat.
Adanya perbedaan tekanan osmosis antara cairan tubuh dan lingkungan. Semakin
jauh perbedaan tekanan osmosis antara tubuh dan lingkungan, semakin banyak
energi metabolisme yang dibutuhkan untuk melakukan osmoregulasi sebagai
upaya adaptasi. Karena perbedaan proses osmoregulasi pada beberapa golongan
ikan, maka struktur organ-organ osmoregulasinya juga kadang berbeda. Beberapa
organ yang berperan dalam proses osmoregulasi ikan, antara lain insang, ginjal,
dan usus. Organ-organ ini melakukan fungsi adaptasi dibawah kontrol hormon
osmoregulasi, terutama hormon-hormon yang disekresi oleh pituitari, ginjal atau
urofisis.

Osmoregulasi adalah kemampuan organisme untuk mempertahankan


keseimbangan kadar dalam tubuh, di dalam zat yang kadar garamnya berbeda.
Secara sederhana hewan dapat diumpamakan sebagai suatu larutan yang terdapat
dalam suatu kantung membran atau kantung permukaan tubuh. Hewan harus
menjaga volume tubuh dan konsentrasi larutan tubuhnya dalam rentangan yang
agak sempit. Yang menjadi masalah adalah konsentrasi yang tepat dari cairan
tubuh hewan selalu berbeda dengan yang ada di lingkungannya. Perbedaan
konsentrasi tersebut cenderung mengganggu keadaan kondisi internal. Hanya
sedikit hewan yang membiarkan konsentrasi cairan tubuhnya berubah-ubah sesuai
dengan lingkungannya dalam keadaan demikian hewan dikatakan melakukan
osmokonformitas.

23
DAFTAR PUSTAKA

Bahtiar, D. 2011. Osmoregulasi.


https://www.academia.edu/9050556/Osmoregulasi Diakses 15 Mei 2019.

Fujaya, Y. 1999. Bahan Pengajaran Fisiologi Ikan. Makassar: Fakultas Perikanan


dan Ilmu Kelautan Universitas Hasanuddin

Fujaya, Y. 2004. Fisiologi Ikan. Jakarta: Rineka Cipta

Rahma, N. 2016. Sistem Ekskresi Pada Hewan.


http://nastitirahma.wikipedia.com/2016/10/sistem-ekskresi-pada-hewan.html
Diakses 15 Mei 2019.

Soewolo, 2000. Pengantar Fisiologi Hewan. Malang: Proyek Pengembangan


Guru Sekolah Menengah

Soewolo,dkk. 1994. Fisiologi Hewan. Jakarta: UT Storer, T. I. 1968. General


Zoology. Saunders Company: Philadelphia.

Suntoro, S. H. 1994. Anatomi dan Fisiologi Hewan. Salemba Medika: Jakarta.

Yulika, R. Osmoregulasi
http://rifarasuciyulika.wordpress.com/2017/12/osmoregulasi/ Diakses 15 Mei
2019.

24

Anda mungkin juga menyukai