Anda di halaman 1dari 26

0

MAKALAH MIKROBIOLOGI
MIKROBA PADA LINGKUNGAN EKSTRIM

OLEH

FITRI
NIM : 15177058

PROGRAM PASCA SARJANA


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2016

MIKROBA PADA LINGKUNGAN EKSTRIM


Lingkungan merupakan tempat hidup bagi organisme/makhluk hidup.
Kehidupan organisme harus sesuai dengan lingkungannya, agar pertumbuhan dan
kelangsungan hidup organisme berjalan baik. Ada organisme yang berukuran kecil
(mikroorganisme atau mikroba) yang mampu hidup di lingkungan

ekstrim.

Lingkungan ektrim adalah suatu keadaan dimana kondisi fisik dan kimia
menjadi lebih terbatas, sehingga adanya penurunan keanekaragaman jenis
mikroba untuk mempertahankan dirinya. Dengan kondisi yang sangat terbatas
tersebut maka proses penurunan keanekaragaman jenis mikroorganisme terus
berlanjut sampai hanya satu jenis mikroorganisme saja yang dapat tetap hidup
dalam kondisi tersebut. Mikroorganisme yang dapat bertahan hidup tersebut
dikatakan sebagai mikroorganisme lingkungan ekstrim (Presscot, 1993).
Mikroorganisme sangat bervariasi dalam toleransi mereka untuk
Temperatur, PH, Keadaan garam atau salinitas, tekanan, ketersediaan air,
dan radiasi pengion. Mulai dari bakteri yang mampu bertahan hidup dalam batu
hingga mikroba yang mampu menahan panas, dingin dan radiasi luar biasa,
kehidupan bisa memiliki bentuk ekstrim. Mikroba-mikroba ini biasa disebut
"extremophile". "Extremo" berarti sangat berlebihan (ekstrem), "phile" berarti
menyukai. Jadi extremophile adalah mikroba yang menyukai lingkungan habitat
ekstrem untuk kelangsungan hidupnya.
Faktor lingkungan sangat mempengaruhi kelangsungan hidup setiap
mikroorganisme tertentu. Salah satu mikroorganisme yang mampu hidup
digolongan eksrim adalah dari kelompok Archaebacteria. Archaebacteria terdiri

dari bakteri-bakteri yang hidup di tempat kritis atau ekstrim, misalnya bakteri
yang hidup di air panas, bakteri yang hidup di tempat berkadar garam tinggi,
bakteri yang hidup di lingkungan pH tinggi atau pH rendah, di kawah gunung
berapi, dan di lahan gambut.
Mikroba mampu hidup dan ditemukan pada kondisi yang ekstrim seperti
suhu, salinitas, pH yang relatif tinggi atau rendah dan lingkungan yang berkadar
garam tinggi dimana organisme lain tidak dapat hidup (Uci Mela Sari: 2012).
Menurut Roberts (1998) Mikroba yang menyukai lingkungan habitat ekstrem
untuk kelangsungan hidupnya disebut extremophiles. Mikroba-mikroba ini
justru tidak dapat berkembang di lingkungan di mana sebagian besar makhluk
hidup lain dapat hidup dengan nyaman di dalamnya. Adapun karakteristik
pertumbuhan mikroorganisme pada lingkungan ekstrim adalah sebagai berikut.
Tabel 1. Karakteristik Pertumbuhan Mikroorganisme pada Lingkungan
Ekstrim
Perbandingan
Temperature

Kondisi Lingkungan
110-1150C, palung laut yang
dalam
850C, mata air panas

Tekanan osmotik

750C, air panas bersulfur


13-15% NaCl
25% NaCl

pH Asam

pH 3.0 atau lebih rendah

pH Basa
Rendahnya
ketersediaan air

pH 10.0 atas
Aw = 0.6-0.65

Temperature dan pH 850 C, pH 1.0


rendah

Contoh Mikroorganisme
Methanopyrus kandleri
Pyrodictium abyssi
Thermus
Sulfolobus
Thermothrix thiopara
Chlamydomonas
Halobacterium
Halococcus
Saccharomyces
Thiobacillus
Bacillus
Torulopsis
Candida
Cyanidium

Tekanan

500-1,035 atm

Sulfolobus acidocaldarum
Colwellia hadaliensis
(Presscot, 1993)

A Mikroba pada Suhu Tinggi


Temperatur dikatakan ekstrim jika temperatur yang tinggi mendekati titik
didih air atau Temperatur yang rendah mendekati titik beku air. Pada lingkungan
yang ekstrim, bakteri termofilik dapat menghasilkan enzim dengan sifat tahan
terhadap suhu tinggi yang dikenal sebagai enzim termostabil.
Tabel 2. Jenis Mikroorganisme yang Hidup di Temperature Ekstrim
Jenis Mikroorganisme

T Mak OC (OF)

ALGA
Cyanidium caldarium
FUNGI
Aspergillus candidus
Paecilomyces candidus
PROTOZOA
Cercosulcofer hemathensis
CYANOBACTERIA
Oscillatoria amphibia
Synechococcus lividus
Phormidium laminosum
Mastigocladus laminosum

56 (133)
50-55 (122-131)
56 (133)
57 (135)
74 (165)
57-60 (135-140)
63-64 (145-147)

EUBACTERIA
Bacillus stearothermophilus

70-75 (158-167)

B. coagulans

55-60 (131-140)

Clostridium thermocellum

70 (158)

Thermoactinomyces vulgaris

70 (158)

Thermus thermophilis

85 (185)

ARCHAEBACTERIA
Sulfolobus acidocaldarius

85(185)

Acidianus infernus
Methanothermus sociabilis

95 (203)
97(207)
(Nimatuzahroh, 2010)

Mesophiles ditemukan pada hewan berdarah hangat dan di lingkungan


darat dan perairan di lintang beriklim sedang dan tropis. Psychrophiles ditemukan
di lingkungan luar biasa dingin dan sangat panas, hyperthermophiles ditemukan di
habitat yang sangat panas seperti air panas, geyser dan laut dalam lubang angin
hidrotermal.
Organisme yang pertumbuhan optimalnya diatas 45C disebut
thermofilik, dan organisme yang pertumbuhan optimalnya diatas 80C
disebut hiperthermofilik.

Organisme termofilik dan hipertermofilik dapat

bertahan hidup pada suhu tinggi karena mereka memiliki enzim dan protein
yang stabil pada suhu tinggi dan makromolekul mereka berfungsi optimal
pada suhu tinggi. Mereka bisa mencapai stabilitas tersebut karena susunan asam
amino enzim termofilik berbeda dengan enzim yang mengkatalis reaksi pada
organisme mesofil. Asam amino yang penting dalam satu atau beberapa lokasi
dalam enzim yang memungkinkannya untuk melipat dengan cara yang berbeda
dan dengan demikian menahan efek denaturasi panas.
Stabilitas panas dari protein hipertermofilik juga meningkat sebagai akibat
dari peningkatan jumlah rantai garam (mengisi rantai asam amino dengan Na + dan
kation lain) dan protein hidrofobic interior sangat padat, yang secara alami
menolak lingkungan air. Organel sintesis protein (ribosom dan konstituensnya)
dari thermofilik dan hiperthermofilik serta struktur seperti membran plasma juga

tahan panas. Termofilik memiliki membran lipid yang kaya asam lemak jenuh,
sehingga memungkinkan membran untuk tetap stabil dan fungsional pada suhu
tinggi. Asam lemak jenuh membentuk ikatan hidrofobik lebih kuat dari pada asam
lemak tak jenuh yang bertanggung jawab membentuk stabilitas membran.
Hipertermofilik, hampir semuanya archae, tidak mengandung asam lemak pada
membran lipidnya tetapi memiliki rantai hidrokarbon yang panjang yang terdiri
dari rantai berulang lima-carbon senyawa phytane yang terikat dengan eter untuk
menghubungkannya dengan gliseropospat (Madigan, 1997).
Menurut

Nimatuzahroh

(2010)

pertumbuhan

mikroorganisme

termofilik dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu:


a

Fakultatif Termofilik, maksimum pertumbuhan (T maks 50-65 oC) (122149 oF) tapi juga tumbuh pada temperatur dibawah 30 oC (86 oF) : Bacillus

coagulans
Obligat Termofilik, minimal tumbuh T min 40 oC (104 oF) dan T maks

65-70 oC (149 -158 oF) : Bacillus stearothermofilus


Termofilik Ekstrim (Caldoactiv Bakteria), bakteri yang T min > 40 oC, T
opt > 65 oC, T maks > 70 oC: Bakteri gram positif pembentuk endospora
(B. caldolyticus): bakteri gram negatif (Thermus)
Contoh mikroorganisme lain yang hidup pada suhu tinggi adalah

Methanopyrus kandleri. M.kandleri adalah mikroorganisme berbentuk batang


yang menghasilkan methana dan tumbuh optimal pada suhu mendekati dan diatas
titik didih air.

Gambar 1. Methanopyrus kandleri


Cara penyesuaian atau adaptasi diri mikroorganisme termofilik adalah
sebagai berikut.
a

Enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme termofilik tidak mudah


terdenaturasi pada temperatur yang tinggi

Susunan asam amino pada proteinnya mempunyai kestabilan yang tinggi


terhadap suhu tinggi

Membran sel bakteri mempunyai komposisi dengan bagian terbesar berupa


asam lemak yang bercabang dengan berat molekul tinggi yang
memungkinkannya

terjaga

untuk

mempertahankan

sifat

semipermiabilitasnya pada temperatur yang tinggi


d

DNA mengandung komponen terbesar Guanin dan sitosin yang dapat


meningkatkan titik leleh dan menambah kestabilan molekul DNA
(Nimatuzahroh, 2010).

B Mikroba pada Lingkungan Sedikit Air


Semua organisme membutuhkan air dan ketersediaan air merupakan faktor
penting untuk pertumbuhan mikroorganisme dialam. Air adalah pelarut

kehidupan. Ketersediaan air itu tidak hanya mengandalkan keadaan air lingkungan
yaitu lembab atau keringnya habitat mikroba tetapi juga konsentrasi zat terlarut
seperti gram, gula, dan sustansi lainnya yang dilarutkan dalam air, hal ini karena
zat terlarut tersebut memiliki finitas untuk air yang membuat air yang
berhubungan dengan zat terlarut tidak tersedia bagi organisme.
Ketersediaan air umumnya dinyatakan dalam istilah fisik seperti aktivitas
air (aw ). Aktivitas air disingkat aw merupakan rasio dari tekanan uap air dari udara
dalam kesetimbangan dengan zat atau solusi untuk tekanan uap pada suhu yang
saama pada air murni. Kegiatan air di tanah pertanian umumnya berkisar antara
0,90 dan 1,00. Sehingga nilai aw bervariasi antara 0 dan 1 dan beberapa
perwakilan nilai diberikan dalam tabel dibawah ini.
Tabel 3. Pertumbuhan Mikroorganisme pada Aktivitas Air Diukur aw
Aktivitas
air aw
1.000
0.995
0.980
0.950
0.900
0.850
0.800
0.750
0.700

Bahan

beberapa organisme tumbuh pada aktivitas


air
air murni,
Caulobacter, Spirillum
darah manusia,
Streptococcus, Escherichia
air laut,
Pseudomonas, vibrio
roti,
Batang gram positif
sirup maple, ham,
Coccus gram positif
daging asap,
Saccharomyces rouxii (ragi)
kue buah, selai,
Saccharomyces bailii, penicillium (jamur)
danau garam, ikan Halobacterium, Halococcus
asin,
sereal, permen, buah Xeromyces bisporus dan jamur xerofilik lainnya
kering
(Madigan, 1997).

C Mikroba pada Lingkungan Tekanan Tinggi


Menurut Ukfmipa (2011) respon tekanan pada berbagai mikroorganisme
dikelompokkan atas:

Tabel 4. Respon Tekanan pada Berbagai Mikroorganisme


Kategori
bakteri
barophilik
sedang
bakteri
barotoleran
bakteri
barophilik
ektrim

Reaksi
Mikroorganisme yang pertumbuhan
optimum pada 5,000 meter dan
masih mampu hidup pada 1 atm
Mikroorganisme yang dapat tumbuh
pada tekanan di atas 1-500 atm
Mikroorganisme yang dapat tumbuh
pada tekanan besar dari 1000 atm

Contoh
Actinomyces levoris dan
Kebanyakan mikroorganisme
lainnya
Vibrio marinus dan bakteri
laut lainnya
Corynebacterium spp.,
Arthrobacter
(Ukfmipa, 2011)

D Mikroba pada Lingkungan yang Memiliki Kadar Garam Tinggi


Organisme yang menghuni lingkungan dengan kadar garam tinggi
(menyukai garam) disebut halofilik. Mikroorganisme tahan garam ini mampu
menahan konsentrasi garam yang bisa mengeringkan kebanyakan kehidupan.
Misalnya, bakteri Halobacterium Halobium. Bakteri ini mampu hidup di
lingkungan yang memiliki kadar garam 10 kali air laut. Organisme halofilik ini
meliputi mikroorganisme prokariotik dan eukariotik dengan kemampuan untuk
menyeimbangkan tekanan osmotik lingkungan dan melawan efek denaturasi dari
garam. Mikroorganisme halofilik diantaranya heterotrofik dan archaea
metanogen, fotosintetik, lithotrofik (Dassarma, 2001). Menurut Nimatuzahroh,
(2010) Respon keberadaan garam pada berbagai mikroorganisme dalam tabel
berikut.
Tabel 5. Respon Keberadaan Garam pada Berbagai Mikroorganisme
Kategori
Non
-halophile
Slighthalophile
Moderate-

Reaksi
Tumbuh baik pada media dengan
kandungan garam kurang dari 0,2 M
Tumbuh baik pada media dengan
kandungan garam 0,2 M 0,5 M
Tumbuh baik pada media dengan

Contoh
Mayoritas eubacteria normal
dan mikroorganisme air tawar
Beberapa mikroorganisme
laut
Bakteri dan beberapa alga

halophile

kandungan garam 0,5 M 2,5 M.


Organisme yang dapat tumbuh dalam
media dengan kandungan garam kurang
dari 0,1 M dianggap fakultatif halophile

Borderline
extreme
halophile

Tumbuh baik pada media dengan


kandungan garam 1,5 4,0 M

Extreme
halophile

Tumbuh baik pada media dengan


kandungan garam 2,5 M 5,2 M

Halotoleran
t

Non halophile yang tidak toleransi


Staphylococcus aureus, dan
terhadap garam. Bila kisaran
Stphylococcuc lainnya, yeast
pertumbuhannya diatas 2,5 M garam,
dan fungi yang toleran
dianggap ekstrim halotoleran
(Nimatuzahroh, 2010)

Ectothiorhodospira halophila
Actinopolyspora halophila
Red halophile halobacteria
dan halococcus

E Mikroba pada Lingkungan pH Asam dan Basa


PH merupakan fungsi logaritmik, dimana perubahan 1 unit pH merupakan
perubahan 10 kali lipat dalam konsentrasi ion hidrogen. Setiap organisme
memiliki kisaran pH dimana bisa terjadi pertumbuhan dan biasanya memiliki pH
optimum yang jelas. Organisme yang hidup pada pH rendah disebut acidophilik.
Jamur merupakan kelompok yang lebih toleran asam daripada bakteri. Pada
kenyataannya bakteri acidopfilik tidak dapat tumbuh sama sekali pada pH netral.
Beberapa spesies yang termasuk bakteri acidofilik adalah Thiobacillus, bebarapa
genus Archaea, termasuk Sulfolobus, dan Thermoplasma (Madigan, 1997).
Spesies Thiobacillus seperti T.ferroxidans, dan Sulfolobus merupakan
mikroorganisme yang mengoksidasi mineral sulfida dan menghasilkan asam
sulfat. Faktor yang paling penting bagi acidopfilik adalah membran sitoplasma,
ketika pH dinaikkan ke netral membran plasma bakteri acidopfilik akan benar-

10

benar hancur dan melisis sel, menunjukkan bahwa konsentrasi ion hidrogen yang
tinggi sebenrnya diperlukan untuk stabilitas membran (Madigan, 1997).
Beberapa organisme mampu tumbuh pada pH yang tinggi, organisme pada
pH tinggi disebut alkalifilik. Mikroorganisme alkalifilik biasanya ditemukan di
habitat yang sangat basa seperti danau soda dan tanah yang memiliki carbon
tinggi. Beberapa bakteri yang alkalifilik ekstrim juga halofilk (menyukai garam)
dan sebagian besar adalah archaea. Beberapa alkalifilik yang ditemukan
digunakan untuk industri karena mereka menghasilkan enzim hidrolitik seperti
protease yang berfungsi baik pada pH basa dan digunakan sebagai detergen untuk
rumah tangga (Madigan, 1997).
Mikroorganisme acidophilik dan alkalophilik memiliki masalah yang
sangat berbeda dalam mempertahankan pH yang lebih netral mikroorganisme
acidophilic dapat tumbuh pada pH 3.0 dan pH 4.0 pada bagian antara interior dan
eksterior dari sel. Alkalophilis tidak dapat tumbuh pada pH 8.5 dan merupakan
anggota genus bacillus, micrococcus, dan exiguobacterium.
Thiobacillus ferrooxidans adalah jenis yang paling umum dari bakteri
dalam tumpukan limbah tambang. Proses oksidasi dapat berbahaya, karena
menghasilkan asam sulfat, yang merupakan polutan utama. Namun, juga dapat
bermanfaat dalam memulihkan bahan seperti tembaga dan uranium. T.
ferrooxidans membentuk hubungan simbiosis dengan anggota Acidiphilium, yang
mampu mengurangi bakteri besi. Spesies lain dari Thiobacillus tumbuh dalam air
dan sedimen, ada baik air tawar dan laut strain.
Tabel 6. Mikroorganisme di Lingkungan PH Ekstrim

11

Organisme

Habitat

pH Min

pH Opt

pH Maks

Thiobacillus thiooxidans

Daerah kaya sulfur


(biasanya asam)

0.5

2.0-2.8

4.0-6.0

Sulfolobus acidocaldarius

Mata air sulfur asam

1.0

2.0-3.0

5.0

Bacillus acidocaldarius

Mata air panas asam

2.0

4.0

6.0

Zymomonas lindneri

Lingkungan tinggi
gula

3.5

5.5-6.0

7.5

Lactobacillus acidophilus

Hewan, tumbuhan,
materi terbusukan

4.0-4.6

5.8-6.6

6.8

Staphylococcus aureus

Permukaan hewan,
rongga hidung, kulit

4.2

7.0-7.5

9.3

Escherichia coli

Usus hewan

4.4

6.0-7.0

9.0

Clostridium sporogenes

Tanah dan sedimen


anaerobic

5.0-5.8

6.0-7.6

8.5-9.0

Erwinia caratovora

Patogen tanaman

5.6

7.1

9.3

Pseudomonas aeruginosa

Ubiquitous

5.6

6.6-7.0

8.0

Streptococcus
pneumoniae

Patogen hewan

6.5

7.8

8.3

Nitrobacter spp.

Ubiquitous

6.6

7.6-8.6

10.0

(Presscot, 1993).
F Mikroba pada Lingkungan Banyak Oksigen dan Sedikit Oksigen
Reaktif molekul oksigen yang terbentuk pada eukariota selama respirasi
mitokondria, sitokrom P450 metabolisme hidroperoksida, selama produksi asam
urat. Radiasi UV-A memiliki hasil pada 320-400 nm radiasi produksi fotokimia
reaktif oksigen spesies seperti H2O2 dalam sel.
Tabel 7. Ketergantungan Mikroba terhadap Oksigen

12

Mikroba

Habitat

Sulfolobus acidocaldarius
Acinetobacter calcoaceticus
Bifidobacterium bifidum
Methanosarcina barkeri

Ketergantungan
akan oksigen
Aerob obligat
Aerob obligat
Anaerob obligat
Anaerob obligat

Mata air sulfur panas


Kulit
Usus manusia
Air tawar, sedimen laut,
digestor limbah anaerob
Magnetospirillum magnetotacticum Air tawar dan laut
Mikroaerofil
Campylobacter jejuni
Permukaan mukosa
Mikroaerofil
hewan & burung
Bacillus licheniformis
Ubiquitous
Fakultatif anaerob
Enterobacter aerogenes
Usus hewan berdarah
Fakultatif anaerob
panas, air tawar
Vibrio fischeri
Air laut, organ ringan
Fakultatif anaerob
species laut
Lactobacillus acidophilus
Hewan, tanaman,
Aerotoleran
makanan terfermentasi
anaerob
(Rothschild & Mancinelli, 2001)
Kehadiran oksigen dapat meningkatkan kerusakan DNA. Namun, kerusakan
oksidatif sangat serius ketika terjadi akibat dari aktivitas radikal oksigen,
mempengaruhi organisme dari penuaan sampai kanker pengembangan dan
perubahan fisiologis lainnya dalam organisme hidup (Rothschild & Mancinelli,
2001). Metabolisme aerobik adalah termodinamika lebih efisien tentu saja dari
yang anaerob. Organisme yang ditemukan di lingkungan kondisi di mana mereka
disesuaikan dengan mematikan rendah konsentrasi oksigen.
G Archaeabacteria Sebagai Kelompok Mikroba yang Menghuni Sebagian
Besar Dilingkungan Eksrim
Archaebacteria terdiri dari bakteri-bakteri yang hidup di tempat tempat
kritis atau ekstrim, misalnya bakteri yang hidup di air panas, bakteri yang hidup di
tempat berkadar garam tinggi, dan bakteri yang hidup di tempat yang panas atau
asam, di kawah gunung berapi, dan di lahan gambut.

13

Menurut Pua (2011) Arkhaea, terdiri atas 3 subdivisi yaitu Euryarchaeota,


Crenarchaeota dan Korarchaeota.
1

Euryarchaeota
Arkhaea ini memiliki keragaman metabolisme luas, tetapi memiliki

properti dasar bersama. Berdasarkan aktivitas metabolismenya Euryarchaeota


dapat dikelompokan menjadi beberapa kelompok yaitu sebagai berikut.
a

Arkhaea Metanogen.
Metanogen

merupakan

mikroorganisme

anaerob,

tidak

membutuhkan oksigen karena baginya oksigen merupakan racun.


Metanogen

merupakan

kelompok

prokariotik

yang

mereduksi

karbondioksida (CO2) menjadi metana (CH4) menggunakan hydrogen


(H2) (Sutana: 2010). Metanogen memiliki tempat hidup di lumpur dan
rawa, tempat mikroorganisme lain menghabiskan semua oksigen.
Contohnya adalah Methanococcus janascii Akibatnya rawa akan
mengeluarkan

gas metana atau gas rawa. Beberapa spesies lain yang

termasuk kelompok metanogen hidup di lingkungan anaerob di dalam


perut hewan seperti Succinomonas amylolytica yang hidup di dalam
pencernaan sapi dan merupakan pemecah amilum.
Di dalam saluran pencernaan ruminansia, arkhaea ini berperan
dalam mengkonsumsi hidrogen (H2) yang dapat menghambat degradasi
selulosa. Metana juga dapat dihasilkan dari asetat. Dalam saluran
pencernaan rayap, metanogen Methanobacterium dan Methanobenibacter,
hidup di dalam protozoa Trichomonas. Protozoa mendegradasi selulosa

14

menjadi glukosa dan kemudian didegradasi menjadi asam dan hidrogen.


Metanogen mengkonsumsi H2 dan mengubahnya menjadi metana.
Metanogen juga dapat dijumpai di lingkungan bersuhu tinggi, seperti ceruk
hidrotermal, mata air panas, dan daerah gunung api aktif.
Lingkungan hidup metanogen harus anaerob yang mengandung
CO2 atau senyawa C lainnya dan substrat tereduksi tinggi, seperti H 2. Jika
CO2 sebagai sumber karbon, maka H2 dipakai sebagai sumber energi.
Kadar SO42- pada habitat metanogen harus rendah, karena dapat
mengurangi populasi bakteri pereduksi sulfat. Bakteri pereduksi sulfat
akan berkompetisi dengan metanogen dalam mengkonsumsi H 2. Reaksi
Metanogenesis Arkhaea metanogen dapat dijumpai di daerah yang terjadi
dekomposisi material organik. Pada daerah demikian H2 dan asetat tersedia
dan siap dikonsumsi. Jika ditumbuhkan di daerah ini, maka arkhaea
metanogen akan mengubah CO2 menjadi CH4 dan melepaskan air dengan
reaksi berikut ini
CO2 + 4H2 ----------- CH4 + 2H2O

-G = -131 kJ

Arkhaea metanogen juga dapat mengkonsumsi metanol dan H2


menjadi CH4 dengan menghasilkan energi sama dengan konsumsi CO2.
CH3OH + H2 ----------- CH4 + H2O

-G = -131 kJ

Beberapa arkhaea metanogen juga dapat mengkonsumsi metanol


tanpa kehadiran H2 dengan reaksi sebagai berikut
4CH3OH ---------- 3CH4 + CO2 + 2H2O -G = -80 kJ

15

Beberapa arkhaea metanogen dapat mengubah asetat menjadi CH 4


dan rekasinya adalah sebagai berikut
CH3COOH + H2O ------------ CH4 + HCO3H -G = -31 kJ
Keragaman Arkhaea Metanogen

Gambar 2: Methanococcus sp dan Sulfolobus sp


Dua contoh arkhaea metanogen adalah Methanobacterium
thermoautotrophicum

dan

Methanococcus

jannaschii.

M.

thermoautotrophicum sering dijumpai di tanah tergenang dan digester


limbah. Arkhaea ini terwarnai Gram negatif, tetapi tidak memiliki struktur
dinding sel gram negatif pada umumnya. Dinding selnya berisi
pseudopeptidoglikan bukan peptidoglikan. Seperti namanya, arkhaea ini
tumbuh di lingkungan bersuhu 3570oC.
b Arkhaea Halofil Ekstrim
Telah teridentifikasi sebanyak 20 species arkhaea halofil ekstrim
dengan keragaman morfologi dan struktur sel. Arkhaea halofil ekstrim
merupakan anggota Arkhaea yang mampu hidup di lingkungan salinitas
tinggi dan merupakan organisme toleran garam. Mereka merupakan
organisme kemorganotrof dan memerlukan beberapa faktor pertumbuhan.
Beberapa arkhaea halofil ekstrim mampu hidup secara anaerob dan

16

melakukan fermentasi gula atau respirasi anaerob dengan nitrat atau


fumarat sebagai akseptor elektron. Arkhaea halofil ekstrim hidup di daerah
berkadar garam tinggi, dengan kadar minimum, optimum, dan maksimum
masing-masing sebesar 8,8% NaCl, sekitar 20% NaCl, dan 32% NaCl.
Kebanyakan daerah bersalinitas tinggi adalah danau garam seperti
Great Salt Lake di Utah Amerika Serikat, laut mati, dan danau soda.
Terdapat organisme eukariota yang mampu hidup di lingkungan
bersalinitas tinggi seperti alga Dunaliella. Mikroba halofil Halobacterium
dan mungkin dapat dianalogikan ke semua arkhaea halofil ekstrim.
lingkungan bersalin tinggi akan membuat sebagian air keluar dari sel oleh
proses osmosis. Organisme ini mampu menjaga keseimbangan osolaritas
di dalam sel dengan memproduksi molekul kompatibel di ruang
periplasmik. Selain itu dia mengakumulasi ion anorganik di dalam sel yang
sesuai dengan kadar garam di lingkungan.
Halobacterium juga memompa Kalium ke dalam sel, sehingga
kadar kalim dalam sel seimbang dengan kadar Natrium di lingkungan.
Beberapa koloni halofi l ekstrim membentuk suatu buih bewarna ungu.
Warna tersebut adalah bakteriorhodopsin. Bakteriorhodopsin merupakan
suatu pigmen yang menangkap energi cahaya.
c

Arkhaea Termoasidofil
Arkhaea termoasidofil adalah arkhaea yang hidup di lingkungan

bersuhu tinggi dan benilai pH asam. Terdapat 3 genus yang umum untuk
arkhaea termoasidofil, yaitu Thermoplasma, Picrophilus, dan Ferroplasma.

17

1) Arkhaea Thermoplasma
Dua jenis Thermoplasma telah diisolasi, yaitu T. acidophilum
dan T. volcanii. Kedua organisme adalah kemorganotrof yang mampu
hidup

pada

lingkungan

mengandung

senyawa

organik,

dan

memerlukan faktor pertumbuhan. Thermoplasma mengonsumsi O2


dan senyawa sulfur sebagai akseptor elektron. T. acidophilum
merupakan termofil dengan kisaran suhu pertumbuhan antara 45
sampai 67oC. T. volcanii mampu tumbuh baik di suhu 33oC, tetapi
masih dapat tumbuh pada suhu 67oC. Kedua organisme ini
memerlukan kondisi asam sampai nilai pH mencapai 0,5 untuk
pertumbuhannya. Onggokan buangan batubara yang berisi batubara,
pirit, dan material organik sering spontan terbakar menghasilkan suhu
tinggi. T. acidophilum mampu mengonsumsi senyawa organik ini dan
mengoksidasi

melalui

respirasi

aerob

atau

anaerob

dengan

menggunakan sulfur sebagai akseptor elektron.


Lingkungan bernilai pH asam, tetapi nilai pH sitoplasma
arkhaea termoasidofil mendekati netral. Hal ini terjadi akibat aktivitas
pompa membran memompa proton keluar dari sel. Metode ini
melindungi rekasi metabolisme dari penghambatan kondisi asam.
2) Arkhaea Picrophilus
Picophilus sp. merupakan organisme obligat aerob yang
tumbuh dengan mengoksidasi senyawa organik dan mampu tumbuh
pada suhu 4069oC. Dinding sel Picrophilus berisi protein lapisan S.

18

Lapisan S ini yang diduga sebagai mekanisme impermeabel asam.


Picrophilus sp. merupakan organisme yang paling toleran terhadap
asam dan merupakan organisme umum dijumpai di solfatara darat.
Nilai PH optimum pertumbuhannya adalah 0,7 dan mampu tumbuh
sampai nilai pH 0,06. Nilai pH ini ekuivalen dengan 1,15 M larutan
HCl dan mampu melarutkan logam.
3) Arkhaea Ferroplasma
Ferroplasma adalah organisme kemolitotrof yang memapu
mengoksidasi ion feri (Fe2+) atau pirit sebagai sumber energi dam
mengonsumsi CO2 sebagai sumber karbon. Ion ferat (Fe3+)
merupakan produk akhir oksidasi ion feri. Selain ion feri, arkhaea ini
mampu mengoksidasi Mg2+. Arkhaea ini pertama kali diisolasi dari
biorekator di Kazakhstan dan pertambangan di Amerika Serikat.
Arkhaea ini dijumpai di pertambangan sulfur.
Arkhaea mampu hidup optimal di lingkungan bernilai pH 1,2
dengan kisaran pH pertumbuhan adalah 0,12,5. Arkhaea ini
merupakan organisme dominan (sampai 85%) di pertambangan asam.
Oksidasi logam sulfida, khususnya pirit (FeS2), menghasilkan proton
yang dapat mengasamkan air. Larutan asam ini mampu menahan ion
logam seperti Fe2+, Cd2+, Cu2+, dan Zn2+.
d

Arkhaea Termofil Ekstrim


Kelompok organisme prokariotik yang hidup di lingkungan yang

panas, optimum pada suhu 60- 80oC. Bahkan Arkhaea ini mampu hidup

19

pada suhu sampai 113oC. Sebagian besar species ini diisolasi dari solfatara
dan ceruk hidrotermal. Oleh karena itu, toleransi terhadap suhu tinggi
bekan hal yang mengejutkan. Jenis lain yang memetabolisme sulfur adalah
organism prokariotik yang hidup ada air bersuhu 105 oC di dekat lubang
hidrotermal di laut dalam (kawah gunung api bawah laut). Termofi l
ekstrim merupakan kelompok prokariotik yang paling dekat dengan
organisme eukariotik.
e

Arkhaea Thermococcales
Thermococcales

merupakan

organisme

organotrof

yang

mengonsumsi senyawa organik sebagai sumber karbon dan energi. Mereka


melakukan respirasi dan fermentasi terhadap senyawa organik untuk
menghasilkan energi. Semua jenis Thermococcales diketahui memiliki
suhu optimal pertumbuhan bevariasi antara 75 sampai 104 oC. Mereka
obligat anaerob dan berkembang baik di solfatara darat maupun laut.
Di antara Arkhaea Thermococcales merupakan arkhaea tumbuh
cepat dengan waktu generasi mencapai 35 menit untuk Pyrococcus dan
120 menit untuk Thermococcus. Thermococcus dan Pyrococcus adalah
arkhaea motil, karena mempunyai flagela dan tumbuh optimal pada suhu
95oC. Kedua arkhaea ini mengonsumsi peptida dan karbohidrat secara
fermentatif

dengan

bertumpu

pada

enzim

tungsten.

P. furiosis

menghasilkan tungsten-G3P-feredoksin oksidoreduktase dan tampaknya


mempunyai peran sama dengan G3P-dehidrogenase pada jalur EmdenMeyerhoff-Parnas. Arkhaea ini hidup baik tanpa hidrogen sulfida dan

20

memiliki enzim tahan panas yang berpotensi dalam aplikasi industri.


Seperti kita ketahui reaktor industrial biasanya bekerja dengan suhu tinggi
dan terkorosi oleh hidrogen sulfida.
f

Arkhaea Archaeoglobales
Arkhaea ini memerlukan kadar garam tinggi dan suhu tinggi. Oleh

karena itu, habitanya terbatas dan hanya dijumpai pada ceruk hidrotermal
laut dan solfatara laut. Archaeoglobus merupakan satu-satunya genus
anggota Archaeoglobales. Mereka organisme abligat anaerob dan hanya
tumbuh dengan mengonsumsi senyawa organik dan anorganik. Sulfat
dipakai sebagai akseptor elektron dan mengubahnya menjadi hidrogen
sulfida (H2S). Donor elektron berasal dari H2 dan dipakai untuk mereduksi
sulfat dan senyawa organik lainnya seperti asam laktat, gula, pati, dan
peptida. Arkhaea ini memiliki metabolisme mirip dengan arkhaea
metanogen dalam hal koenzim unik metanogen seperti faktor 420,
koenzim M,dan lainnya. Selama metabolismenya menghasilkan sedikit
metana, tetapi tidak dapat tumbuh pada substrat untuk arkhaea metanogen,
seperti H2 dan CO2 kecuali tersedia sulfat. Sebuah hipotesis menyatakan
bahwa Archaeoglobales merupakan tahapan antara evolusi arkhaea
metanogen.
2

Crenarchaeota
Anggota arkhaea ini ditemukan di sekitar lingkungan volcano baik di

darat maupun di laut. Contohnya adalah Sulfolobus sp. Sulfolobus sp. tumbuh
di mata air panas, kaya sulfur dengan nilai pH 15, dan suhu sampai 95oC

21

di Yellowstone National Park (Amerika Serikat). Sulfolobus sp. hidup dengan


mengoksidasi sulfur untuk memperoleh energi. Karena suka dengan panas
dan asam, kelompok ini disebut juga termoasidofi l. Sulfolobus adalah
mikroba obligat aerob dan tumbuh secara kemolitotrof dengan mengoksidasi
H2S atau S menjadi H2SO4. Oksigen digunakan sebagai akseptor elektron.
Arkhaea ini mampu menambat CO2 melalui jalur 3-hidroksipropionat
termodifikasi. Menurut Pua (2011) Kelompok Crenarchaeota terdiri atas
termoasidofil dan hipertermofil. Arkhaea hipertermofil ini merupakan
pemecah rekor toleransi terhadap suhu tinggi Crenarchaeota Hipertermofil,
Anggota lainnya adalah Acidianus sp. yang mengunakan elemen
sulfur secara aerob dan anaerob. Arkhaea ini mengunakan sulfur sebagai
donor elektron maupun ekseptor elektron. Dengan bantuan oksigen, sulfur
dioksidasi menjadi asam sulfat dan elektron diberikan ke oksigen. Dalam
kondisi nonoksigenik, hidrogen direduksi dan sulfur dioksidasi, sehingga
menghasilkan hidrogen sulfida. Baik Sulfolobus dan Acidianus dapat tumbuh
pada suhu 60-95oC dan nilai PH optimum adalah 2. Kandungan G+C pada
kedua arkhaea ini rendah sekitar 31% untuk Acidianus dan 37% untuk
Sulfolobus. Fakta menunjukkan bahwa DNA dengan G+C tinggi lebih tahan
panas. Oleh karena itu pasti terdapat sistem lain yang bertanggung jawab
terhadap ketahanan panas. Ternyata arkhaea ini memiliki protein terasosiasi
DNA yang tahan panas. Meskipun kandungan G+C rendah, tetapi organisme
ini tahan panas akibat mekanisme proteiksi protein terasosiasi DNA.
Pyrolobus fumarii merupakan organisme pemegang rekor suhu pertumbuhan,

22

yaitu 113oC. Arkhaea ini tidak dapat tumbuh di bawah suhu 90oC dan suhu
optimum pertumbuhan adalah 106oC. Pyrolobus merupakan organisme
kemolitotrof pengonsumsi (obligat) H2. Elektron dari H2 dipakai untuk
mereduksi NO3-, S2O3-, atau O2, masing-masing menghasilkan NH4+, H2S
and H2O. Organisme ini mampu bertahan dari sterilisasi autoklaf, bahkan
sampai 1 jam sterilisasi.
Arkhaea pereduksi sulfat baik dari anggota Euryarchaeota dan
Crenarchaeota merupakan organisme perusak (souring) sumur minyak. Hal
ini karena merka mampu mengkonsumsi suldfat menjadi hidrogen sulfida
yang larut dalam minyak. Selain itu, peningkatan emisi sulfur ketika
pembakaran minyak dapat meningkatkan biaya pemurnian minyak dan
serangan sulfida terhadap logam baik casing maupun pipa dapat
menimbulkan korosi dan kebocoran.

Kornarchaeota
Berdasarkan analisis 16S RNA arkhaea ini dipisahkan dari 2

kelompok terdahulu. Anggota Kornarchaeota diduga memisah lebih dulu pada


pohon filogenetik dan properti selnya mirip dengan properti sel mikroba
terprimitif di bumi. Sedikit sekali informasi yang diberikan dari arkhaea ini,
meskipun demikian penelitian tentang properti metabolisme mulai dilakukan
(Pua, 2011).

23

DAFTAR PUSTAKA
Dassarma, Shiladitya. 2011. Halophiles, Encyclopedia Of Life Sciences. (Online),
(http://halo.umbi.umd.edu/~dassarma/halophiles.pdf, Diakses tanggal 5
Agustus 2015).
Madigan, Michael T, Martinko, John M, Parker Jack. 1997. Brock Biology of
Microorganisms Eighth Edition. America: Prentice Hall International, Inc.
Hal. 161-168.
Nimatuzahroh. 2010. Mikrobiologi di Lingkungan Ekstrim.
(http://biologi.fst.unair.ac.id.2010/Mikrobiologi-20lingkungan20ekstrim_2.ppt. diiakses tanggal 5 Agustus 2015).

(Online),

Prescott, Lansing M, Harley, John P, Klein, Donald A.1993. Microbiology. United


states of America: Wm. C. Brown Comunications, inc. Hal 818-821

24

Pua,

Abdullah
Gadir.
2011.
Lingkungan
Prokariota.
(Online),
(http://sanitationhealth.blogspot.com/2012/08/lingkungan-prokariota.html,
diakses tanggal 5 Agustus 2015).

Roberts, Dave. 1998. Eukaryotes in extreme environments. Natural History


Museum.
(Online),
(http://www.nhm.ac.uk/researchcuration/research/projects/euk-extreme/, diakses tanggal 5 Agustus 2015).
Rothschild L. J., Mancinelli R. L., 2001. Life in extreme environments. (Online),
(http://www.nss.org/adastra/volume14/rothschild.html, diakses tanggal 5
Agustus 2015).
Sutana.
2010.
Ciri
Archaebacteria
dan
Eubacteria.
(Online),
(http://biologibatik1.files.wordpress.com/2010/10/archaebacteria.pdf,
diakses tanggal 5 Agustus 2015).
Uci Mela Sari, Anthoni Agustien dan Nurmiati. 2012. Penapisan dan Karakterisasi
Bakteri Selulolitik Termofilik Sumber Air Panas Sungai Medang, Kerinci,
Jambi. Jurnal Biologi Universitas Andalas (J. Bio. UA.) : 166-171.
Ukmipabiologi. 2011. Mikroba di Lingkungan Ekstrim. (Online), (http://mikrobalingk-ekstrim_wordpress.com/2011/5-ppt, diakses tanggal 5 Agustus 2015).
Yulia, Fitri, Muchtar. 2012. Mikroba yang Hidup di
Lingkungan Ekstrim. (Online diakses tanggal 5 Agustus
2015).
DAFTAR PERTANYAAN
1. Mengapa mikroba ekstremophiles yang menyukai hidup di
lingkungan ekstrem justru malah tidak bisa hidup di
lingkungan yang sebagian besar makhluk hidup tempati
sebagai lingkungan hidup?
2. Berdasarkan pertumbuhannya, mikroba Bacillus coagulans
dapat hidup pada suhu dibawah 30C, dan termasuk ke
dalam fakultatif termofilik. Sedangkan fakultatif termofilik
Tmaksimalnya adalah 50C- 65C. Mengapa tidak termasuk
ke dalam pertumbuhan obligat termofilik?

25

3. Mikroorganisme
archaea

halofilik

metanogen,

diantaranya

fotosintetik,

heterotrofik

lithotrofik.

dan

Jelaskan

masing-masingnya!!
4. ketika pH dinaikkan ke netral membran plasma bakteri
acidopfilik

akan

Bagaimana

itu

benar-benar
bisa

terjadi

hancur
dan

dan

seperti

melisis
apa

sel.

proses

penghancuran membran tersebut?


5. Pada kajian mikroba di lingkungan banyak oksigen dan
sedikit oksigen dibahas bahwa Kehadiran oksigen dapat
meningkatkan kerusakan DNA. Mengapa?

Anda mungkin juga menyukai