Anda di halaman 1dari 15

ANTROPOLOGI DAN PENDIDIKAN

A. Arti dari Antropologi


Istilah “antropologi” berasal dari bahasa Yunanai asal kata “anthropos”
berarti “manusia”, dan “logos” berarti “ilmu”, dengan demikian secara harfiah
“antropologi” berarti ilmu tentang manusia. Para ahli antropologi (antropolog)
sering mengemukakan bahwa antropologi merupakan studi tentang umat manusia
yang berusaha menyusun generalisasi yang bermanfaat tentang manusia dan
perilakunya, dan untuk memperoleh pengertian ataupun pemahaman yang lengkap
tentang keanekaragaman manusia. Jadi antropologi merupakan ilmu yang
berusaha mencapai pengertian atau pemahaman tentang mahluk manusia dengan
mempelajari aneka warna bentuk fisiknya, masyarakat, dan kebudayaannya.
Antropologi adalah kajian mengenai manusia dan cara-cara hidup mereka
(Koentjaraningrat, 2009:9).
Antropologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari manusia dan
cara hidupnya termasuk bentuk-bentuk bahasa yang digunakan. Dinamika sistem
nilai dalam berbagai bidang kehidupan yang berlaku untuk kurun waktu yang
cukup lama serta pengaruh lingkungan fisik terhadap sistem dan perilaku manusia
(Natawidjaja, dkk 2007:93).
Sedang menurut Scupin and Decorse (1998), bahwa antropologi merupakan
suatu ilmu yang sistematis yang mempelajari tentang kemanusian. Tanpa
membedakan antropologi dari disiplin ilmu lainnya, walaupun ahli sejarah, ahli
psikologi, ekonomi dan cabang ilmu lainnya mempelajari kemanusiaan dengan
cara yang berbeda. Antropologi adalah cabang ilmu tersendiri karena antropologi
memkombinasikan 4 cabang ilmu yang menjembatani ilmu pengetahuan alam,
ilmu pengetahuan social dan kemanusiaan. Empat disiplin ilmu tersebut adalah:
a. Antropologi fisika berhubungan dengan ilmu pengetahuan alam yang
mengkaji dua hal, yaitu evolusi dan kebergaman manusia. Sebagai contoh:
penggalian fosil, mencari sisa tulang dan material kehidupan abad
permulaan serta merekonstruksi cara hidup dan evolusi nenek moyang kita
terdahulu
b. Arkeologi merupakan cabang antropologi yang memeriksa artefak-artefak
masyarakat sebelumnya. Sehingga kita dapat mempelajari gaya hidup,
sejarah dan evolusi masyarakat tersebut
c. Antropologi bahasa berfokus pada hubungan bahasa dan budaya dengan
cara membandingkan dan mengklasifikasikan perbandingan bahasa dengan
mata rantai sejarah bahasa
d. Etnologi, yaitu mencari keberagaman masyarakat di seluruh dunia

B. Ruang Lingkup Antropologi


Menurut Manan (1989:1) Antropologi mempunyai dua cabang utama
yaitu anthropologi yang mengkaji evolusi fisik manusia dan adaptasiya
terhadap lingkungan yang berbeda-beda dan anthropologi budaya yang
mengkaji baik kebudayaan-kebudayaan yang masih ada maupun kebudayaan
yang sudah punah.
Anthropologi budaya mencakup:
1. anthropologi bahasa yang mengkaji bentuk-bentuk bahasa
2. arkeologi yang mengkaji kebudayan-kebudayaan yang sudah punah
3. etnologi yang mengkaji kebudayaan yang masih ada atau kebudayaan yang
hidup.

C. Sejarah Perkembangan Landasan Antropologi


Koentjaraningrat (2009:1) menjelaskan bahwa, antropologi sebagai
sebuah ilmu juga mengalami tahapan-tahapan dalam perkembangannya.
Perkembangan ilmu antropologi menjadi empat fase sebagai berikut :
1. Fase Pertama ( sebelum 1800 )
Sekitar abad ke-15-16, bangsa-bangsa di Eropa mulai berlomba-lomba
untuk menjelajahi dunia. Mulai dari Afrika, Amerika, Asia, hingga ke
Australia. Dalam penjelajahannya mereka banyak menemukan hal-hal baru.
Mereka juga banyak menjumpai suku-suku yang asing bagi mereka. Kisah-
kisah petualangan dan penemuan mereka kemudian mereka catat di buku
harian ataupun jurnal perjalanan. Mereka mencatat segala sesuatu yang
berhubungan dengan suku-suku asing tersebut. Mulai dari ciri-ciri fisik,
kebudayaan, susunan masyarakat, atau bahasa dari suku tersebut. Bahan-
bahan yang berisi tentang deskripsi suku asing tersebut kemudian dikenal
dengan bahan etnogragfi atau deskripsi tentang bangsa-bangsa.
Bahan etnografi itu menarik perhatian pelajar-pelajar di Eropa.
Kemudian, pada permulaan abad ke-19 perhatian bangsa Eropa terhadap
bahan-bahan etnografi suku luar Eropa dari sudut pandang ilmiah, menjadi
sangat besar. Karena itu, timbul usaha-usaha untuk mengintegrasikan seluruh
himpunan bahan etnografi.
2. Fase Kedua ( Pertengahan abad ke 19 )
Pertengahan abad 19, integrasi muncul. Bahan-bahan Etnografi disusun
menjadi sebuah karangan-karangan. Penyusunan bahan Etnografi tersebut
bardasarkan cara berfikir evolusi masyarakat, yaitu perkembangan
masyarakat dan kenudayaan sangatlah lambat. Di mulai dari tingkat terrendah
melalui beberapa proses, yang akhirnya sampai di tingkat tertinggi.
Masyarakat yang masih ada di tingkat rendah dari kebudayaan manusia
zaman dahulu, mereka adalah salah satu contoh masyarakat primitif. Dan
contoh untuk masyarakat yang ada di tingkat tinggi adalah bangsa Eropa
sendiri. Sekitar tahun 1860 muncul karangan yang mengklasifikasikan aneka
kebudayaan di dunia ke dalam tingkat evolusi tertentu. Maka munculah ilmu
antropologi.
Dengan meneliti bangsa-bangsa di luar Eropa, dapat menambah
pengetahuan tentang sejarah penyebaran kebudayaan manusia. Antropologi
merupakan ilmu yang tidak mempunyai tujuan secara langsung bersifat
praktis dan hanya dilakukan di kalangan sarjana universitas.
Tujuan antropologi pada fase kedua ini adalah akademis, yaitu
mempelajari masyarakat dan kebudayaan primitif dengan maksud untuk
memperoleh pemahaman tentang tingkat-tingkat sejarah penyebaran
kebudayaan manusia.
3. Fase Ketiga ( awal abad ke 20 )
Dalam fase ketiga ini, olmu antropologi menjadi ilmu yang praktis,
yang bertujuan mampalajari masyarakat fan kebudayaan suku-suku bangsa di
luar Eropa guna kepentingan pemerintah kolonial dan guna mendapat
pengertian tentang masyarakat masa kini yang kompleks. Berikut
panjalasannya :
Awal abad 20, negara-negara penjajah di Eropa berhasil memantapkan
kekuasaannya di daerah-daerah jajahannya di luar Eropa. Dalam hak ini, ilmu
antropologi sangat penting karena menyangkut juga tentang pentingnya
dalam mempelajari kebudayaan bangsa-bangsa di luar Eropa, yang masih
mempunyai masyarakat yang belum kompleks. Ilmu antropologi nerkembang
di negara-negara pemjajah, terutama Inggris. Bahkan berkembang juga di
negara Amerika Serikat, yang bukan merupakan negara kolonial.
4. Fase Keempat (Kira-kira 1930)
Ilma Antropologi mengalami perkembangan yang sangat pesat,
diantaranya pengetahuan yang jauh lebih teliti mengenai ketajaman
metode-metode ilmiahnya yang semakin tajam. Perkembangan ini
menyebabkan :
a. Timbulnya antipati kolonialisme setelah perang dunia II.
b. Sekitar tahun 1930 bangsa primitif mulai hilang dan benar-benar
hilang setelah Perang Dunia II.
Lapangan penelitian ilmu Antropologi berhasil berkembang dengan
tujuan dan pokok yang baru, dengan berlandaskan bahan etnologi dan
metode ilmiah yang lalu. Pokok tujuan yang baru itu ditinjau dan diteliti di
dalam suatu simposium internasional oleh 60 tokoh ahli antropologi dari
negara-negara di Amerika dan Eropa pada tahun 1951 adalah untuk
meninjau dan merumuskan pokok tujuan dan ruang lingkup dari ilmu
antropologi yang baru. Ilmu Antropologi ada 2 tujuan, yaitu :
a. Tujuan akademis yaitu pengertian manusia beserta bentuk fisik,
masyarakat dan kebudayaannya.
b. Tujuan praktis yaitu mempelajari manusia dalam berbagai masyarakat
suku bangsa guna membangun masyarakat suku bangsa tersebut.
D. Tujuan dan Kegunaan Antropologi
Antropologi memang merupakan studi tentang umat manusia. Ia tidak hanya
sebagai suatu disiplin ilmu yang bersifat akademis, tetapi juga merupakan suatu
cara hidup, yang berusaha menyampaikan kepada para mahasiswa apa yang telah
diketahui orang. Dalam arti yang sedalam-dalamnya banyak sesuatu yang
mungkin “mustahil”, sebab apa yang diketahui dengan cara hidup bersama dengan
mempelajari orang lain di dunia yang asing, bukan hanya orang-orang asing itu,
tetapi akhirnya juga tentang diri sendiri. Oleh karena itu kerja lapangan dalam
antropologi sungguh-sungguh merupakan suatu inisiasi, karena menimbulkan
suatu transformasi. Begitu juga dengan pangalaman, karena memberi
kemungkinan-kemungkinan untuk pengungkapan diri (self-expression) dan cara
hidup baru, yang menuntut suatu penyesuaian baru kepada segala sesuatu yang
aneh, tidak menyenangkan dan asing, serta memaksa orang untuk
mengembangkan potensi-potensi yang mungkin tidak akan pernah menjadi
kenyataan dalam kehidupan biasa .
Sebagai ilmu tentang umat manusia, antropologi melalui pendekatan dan
metode ilmiah, ia berusaha menyusun sejumlah generalisasi yang bermakna
tentang makhluk manusia dan perilakunya, dan untuk mendapat pengertian yang
tidak apriori serta prejudice tentang keanekaragaman manusia. Kedua bidang
besar dari antropologi adalah antropologi fisik dan budaya. Antropologi fisik
memusatkan perhatiannya pada manusia sebagai organisme biologis, yang
tekanannya pada upaya melacak evolusi perkembangan mahluk manusia dan
mempelajari variasi-variasi biologis dalam species manusia. Sedangkan
antropologi budaya berusaha mempelajari manusia berdasarkan kebudayaannya.
Di mana kebudayaan bisa merupakan peraturan-peraturan atau norma-norma yang
berlaku dalam masyarakat.
Dengan mengadakan studi banding tentang kebudayaan, ia juga dapat
memusatkan diri pada aspek-aspek kebudayaan kebudayaan tertentu seperti
kebisaaan tindakan ekonomi maupun agama, atau sebagai penulis etnografi.
Mereka dapat turun ke lapangan untuk mengambil dan menggambarkan perilku
manusia seperti yang dapat dilihatnya, dirasakan dan didiskusikan dengan orang-
orang yang kebudayaannya ingin dipahaminya.
Di antara ilmu-ilmu sosial dan alamiah, antropologi memiliki kedudukan,
tujuan, dan manfaat yang unik, karena bertujuan serta bermanfaat dalam
merumuskan penjelasanpenjelasan tentang perilaku manusia yang didasarkan
pada studi atas semua aspek biologis manusia dan perilakunya di semua
masyarakat, dan bukan hanya masyarakat Eropa dan Amerika Utara saja. Oleh
karena itu seorang ahli antropologi menaruh perhatian banyak atas studinya
terhadap bangsa-bangsa non-Barat.
Selain itu juga antropologi bermaksud mempelajari umat manusia secara
obyektif, paling tidak mendekati obyektif dan sistematis. Seorang ahli antropologi
dituntut harus mampu menggunakan metode-metode yang mungkin juga
digunakan oleh para ilmuwan lain dengan mengembangkan hipotesis, atau
penjelasan yang dianggap benar, menggunakan data lain untuk mengujinya, dan
akhirnya menemukan suatu teori, suatu sistem hipotesis yang telah teruji.
Sedangkan data yang digunakan ahli antropologi dapat berupa data dari suatu
masyarakat atau studi komparatif di antara sejumlah besar masyarakat.

E. Konsep-konsep Antropologi
Adapun konsep-konsep antropologi adalah:
1. Kebudayaan
Istilah ”culture” (kebudayaan) berasal dari bahasa Latin yakni
”cultura” dari kata ndasar ”colere” yang berarti ”berkembang tumbuh”.
Namun secara umum pengertian ”kebudayaan” mengacu kepada kumpulan
pengetahuan yang secara sosial yang diwariskan dari satu generasi ke
generasi berikutnya. Makna ini kontras dengan pengertian ”kebudayaan”
sehari-hari yang hanya merujuk kepada bagian-bagian tertentu warisan
sosial, yakni tradisi sopan santun dan kesenian.
2. Evolusi
Secara sederhana, konsep ”evolusi” mengacu pada sebuah
transformasi yang berlangsung secara bertahap. Walaupun istilah tersebut
merupakan istilah umum yang dapat dipakai dalam berbagai bidang studi.
Dalam pandangan para antropolog istilah ”evolusi” yang merupakan
gagasan bahwa bentuk-bentuk kehidupan berkembang dari suatu bentuk ke
bentuk lain melalui mata rantai transformasi dan modifikasi yang tak
pernah putus, pada umumnya diterima sebagai awal landasan berpikir
mereka.
Konsep ”evolusi” yang sering digandengkan dengan pengertian
‘perubahan secara perlahanlahan tapi pasti’, memang diawali dengan karya
Charles Darwin dalam bukunya yag terkenal Origin of Species. (1859).
Sebenarnya gagasan ini kasar yang menyatakan bahwa bentukbentuk
kehidupan berkembang dari bentuk yang satu ke bentuk lainnya
diperkirakan sudah sejak zaman Yunani kuno, dan sejumlah pemikir sejak
masa itu telah membuat postulat yang serupa atau mendekati pengertian
asal-usul kehidupan yang evolusioner. Banyak pelopor sebelum Darwin,
termasuk kakeknya sendiri, yang mengakui adanya keragaman dan
diversitas kehidupan dengan mengajukan hipotesis tentang modifikasi
evolusioner.
3. Daerah Budaya
Merupakan suatu daerah geografis yang memiliki sejumlah ciri-ciri
budaya dan kompleksitas lain yang dimilikinya. Menurut definisi di atas
suatu ‘daerah kebudayaan’ pada mulanya berkaitan dengan pertumbuhan
kebudayaan yang menyebabkan timbulnya unsur-unsur baru yang akan
mendesak unsur-unsur lama itu ke arah pinggir, sekeliling daerah pusat
pertumbuhan tersebut. Oleh karena itu jika peneliti ingin memperoleh
unsur-unsur budaya kuno, maka tempat untuk mendapatkannya adalah
daerah-daerah pinggir yang dikenal dengan ‘marginal survival’, suatu
istilah yang mulai diperkenalkan oleh Franz Boas.
Kemudian konsep ’marginal survival’ ini dikembangkan lebih lanjut
oleh ClarkWissler yang terkenal dengan bukunya The American Indian
(1917). Menurut Wissler terdapat dalam kebudayaan Indian terdapat
sembilan culture area.
4. Enkulturasi
Mengacu kepada suatu proses pembelajaran kebudayaan (Soekanto,
1993:167). Dengan demikian pada hakikatnya setiap orang sejak kecil
sampai tua, melakukan proses enkulturasi, mengingat manusia sebagai
mahluk yang dianugerahi kemampuan untuk berpikir dan bernalar sangat
memungkinkan untuk setiap waktu meningkatkan kemampuan kognitif,
afektif, psikomotornya.
Dalam aspek kemampuan berpikir (perkembangan kognitif) Jean
Piaget (1967; 1970) memberikan kerangka kerja untuk melakukan analsis
terhadap aktivitas berpikir anak. Menurutnya secara rinci terdapat empat
tahapan perkembangan kognitif:
a. periode sensori motor ⎯ sejak lahir sampai usia 1,5 sampai dua tahun ⎯
mereka memiliki kemampuan meraih-raih, menggenggal
b. periode praoperasi ⎯ usiua 2-3 sampai 7-8 tahun, ⎯ mereka mulai
mampu berpikir setengah logis, dan perkembangan bahasa sangat cepat
dan banyak melakukan monolog
c. periode operasi konkrit ⎯ usia 7-8 sampai 12-14v tahun ⎯ pada tahap ini
memiliki kemampuan mampu melihat pandangan orang lain, ikut dalam
permainan kelompok yang menaati peraturan, mampu membedakan
satuan yang berbeda, seperti meter dengan kilogram
d. periode operasi formal ⎯ usia di atas 14 tahun ⎯ mampu membuat
rencana masa depan dan memulai peranan orang dewasa, selain itu juga
anak dapat bernalar dari situasi rekaan ke situasi nyata.
Sedangkan dalam aspek perkembangan sosial-budaya, dapat diikuti
teori Lev Semyonovich Vigotsky (1896-1934) dalam tulisannya The
Genesis of Higher Mental Functions (1981), yang mempertautkan
perkembangan psikologi anak dengan sosial budaya yang mengitarinya. Ia
berpendapat bahwa kebudayaan adalah produk kehidupan sosial dan
aktivitas sosial manusia. Oleh karena itu, dengan mengangkat aspek
perkembangan budaya dari perilaku, maka kita secara langsung juga
mempertimbangkan aspek perkembangan sosialnya .
Menurut Vygotsky dalam karya monumentalnya Thought and
Language (1962), bahwa perkembangan konseptual pikiran terdiri atas tiga
tahapan utama yaitu:
a. thinking of things in unorganized congeries or heaps (berpikir bermacam
hal yang tidak terorganisir atau menumpuk) yang dibagi lagi menjadi tiga
pemikiran yang tidak terorganisisr
b. thinking of things in complexes, (berpikir bermacam hal yang kompleks)
yang dibagi dalam 4 berpikir kompleks
c. thinking of things by means of true concepts (berpikir bermacam hal atas
pertolongan konsep yang benar) terutama dalam pengembangan analisis
dan sintesis.
5. Difusi
Merupakan proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan secara
meluas, sehingga melewati batas tempat di mana kebudayaan itu timbul.
Bisanya dalam proses difusi ini erat kaitannya dengan konsep ‘inovasi’
(pembaharuan).. Menurut Everett M. Rogers dalam karyanya Diffusion of
Innovation (1983), cepat tidaknya suatu proses difusi sangat erat
hubungannya dengan empat elemen pokok:
a. sifat inovasi, Maksudnya sesuatu kebudayaan yang dianggap baru itu,
apakahm benar-benar memiliki tingkat keunggulan yang dapat
diandalkan? Apakah kebudayaan yang dianggap baru itu dapat
dipelajari oleh mereka? Yang semuanya itu mempertanyakan baik dari
sisi kemampuan penerima budaya baru, tingkat kecanggihan,
kemudahan untuk dipelajari, dan sebagainya
b. komunikasi dengan saluran tertentu, tentang komunikasi dengan
saluran tertentu. Sebagai contoh sustu inovasi budaya akan cepat
berdifusi (menyebar) jika melalui saluran-saluran yang memiliki
kesamaan-kesamaan si penyebar pembaharu dengan sasaran
masyarakatnya. Baik itu dalam bahasa, budaya, kepercayaan, tingkat
pendidikan dan sebagainya
c. waktu yang tersedia, berkaitan dengan kecepatan si penerima dalam
memahami difusi pembaharuan itu sendiri maupun kepekaan
seseorang terhadap inovasi. Artinya walaupun si penerima cukup lama
dihimbau mengikuti difusi inovasi, tapi karena dia tidak peka terhadap
kebutuhan yang bersifat baru, maka hampir tidak ada artinya
pembaharuan itu
d. sikap warga, masyarakat. menunjang tidaknya terhadap pembaharuan.
Biasanya kelompok masyarakat elit dan terdidik lebih cepat dalam
menyikapi pembaharuan budaya. Sebaliknya dalam masyarakat
tradisional dan kurang terdidik cenderung lebih lambat dalam
menerima pembaharuan budaya .
6. Akulturasi
Merupakan proses pertukaran atau pengaruh mempegaruhi dari suatu
kebudayaan asing yang berbeda sifatnya, sehingga usur-unsur kebudayaan
asing tersebut lambat laun diakomodasikan dan diintegrasikan kedalam
kebudayaan itu sendiri tanpa kehilangan kepribadiannya sendiri.
7. Etnosentrisme
Merupakan sikap secara negatif menilai aspek budaya orang lain oleh
standard kultur diri sendiri.
8. Tradisi
Merupakan suatu pola prilaku atau kepercayaan yang telah
menjadi bagian dari suatu budaya yang telah lama dikenal sehingga
menjadi adat-istiadat dan kepercayaan yang secara turun-temurun. Tradisi
mengandung nilai keluhura budi yang tinggi dan sering tidak tersentuh
oleh agama maupun budaya global.
9. Ras dan etnik
Suatu “ras” adalah sekelompok orang yang memiliki sejumlah ciri
biologi (fisik) tertentu atau "suatu populasi yang memiliki suatu kesamaan
dalam sejumlah unsur biologis / fisik yang khas yang disebabkan oleh
faktor hereditas atau keturunan .
Kajian ethnik lebih menekankan sebagai kelompok sosial bagian
dari ras yang memiliki ciri-ciri budaya yang unik sifatnya. Bangsa
Indonesia memiliki sejumlah ethnik yang sangat besar jumlahnya hampir
500 ethnik, yang tersebar dari Sabang sampai Merauke.
10. Stereotip
Stereotip’ (stereotype), adalah istilah yang berasal dari bahasa
Yunani; asal kata stereos yang berarti ’solid’ dan tupos yang berarti ’citra’
atau ’kesan’. Suatu ’stereotip’ mulanya adalah suatu rencana cetakan yang
begitu terbentuk dan sulit diubah.

F. Makna Kebudayaan
Manan (1989) menyebutkan bahwa secara sederhana kebudayaan adalah
semua cara hidup yang telah dikembangkan oleh masyarakat, kemudian
dikembangkan secara bersama. Kebudayaan dalam masyarakat terdiri atas cara
berfikir, cara bertindak dan cara merasa yang dimanifestasikan. Umpanya dalam
agama, hukum, bahasa, seni dan kebiasaan-kebiasaan serta dalam budaya materi
(papan, sandang dan peralatan.
Sebuah kebudayaan lebih dari hanya jumlah bagian-bagiannya, namun juga
mencakup cara bagian tersebut tersusun menjadi sebuah keutuhan. Oleh karena
itu, untuk mengerti suatu kebudayaan kita harus menangkap tidak hanya bagian
saja tetapi juga struktur pengikatnya. Menurut para antropolog, struktur tersebut
terdiri atas konfigurasi dasar tertentu yang akan membentuk sebuah sistem yang
interdependen yang koherensinya lebih dapat dirasakan dari pada difikirkan.
Menurut pandangan superorganis, kebudayaan adalah realitas super dan ada
di atas dan di luar pendukung individualnya dan kebudayaan mempunyai hukum
sendiri. Dalam pandangan konseptualis, kebudayaan bukan suatu entitas sama
sekali, tetapi sebuah konsep yang digunakan untuk menghimpun serangkaian
fakta yang terpisah. Dalam pandangan kaum realis, kebudayaan adalah suatu
konsep karena ia merupakan bangunan dasar dari ilmu antropologi dan sebuah
entitas empiris karena konsep ini menunjukkan cara sebenarnya fenomena tertentu
diorganisasikan.
G. Budaya dan Pendidikan
Natawidjaja, 2007: 95 mengatakan bahwa pendidikan mencakup seluruh
proses yang membantu pembentukan pola pikir dan karakter manusia sepanjang
hidup. Generasi muda secara kultur, tidak matang dengan sendirinya akan tetapi
mereka perlu ditunjuki jalan untuk mencapai kematangan. Teknik untuk mencapai
dewasa perlu diajarkan generasi tua. Tiap masyarakat beranggapan bahwa
pemindahan budaya tidak dapat berlangsung dengan sendirinya tanpa upaya. Para
budayawan berpendapat bahwa pendidikan merupakan proses enkulturasi yang
diprakarsai oleh seseorang untuk membentuk cara hidup yang lainnya.
Perubahan yang terjadi dalam budaya bukan sekedar hasil enkulturasi yang
amatiran akan tetapi merupakan hasil para pakar profesional di bidang pendidikan.
Perubahan itu berpengaruh terhadap penyelengaraan pendidikan yang juga
mempengaruhi kinerja para pendidik, peneliti, knselor, tester dan administrator.

H. Antropologi Pendidikan
Antropologi pendidikan adalah cabang spesialisasi yang termuda dalam
antropologi. Sebagai cabang ilmu termuda di antara ilmu-ilmu sosial lainnya,
Antropologi telah melampaui ilmu sosial lainnya dalam rentangan subjek matter
dan metodologi. Antropolog menghubungkan semua aspek terhadap kebudayaan
sebagai satu keseluruhan yang mengkaji semua kebudayaan baik lampau maupun
sekarang, sederhana ataupun maju. Antropolog menyadarkan kita akan keragaman
kebudayaan umat manusia dan pengaruh yang dalam dari pendidikan (cultural
conditional) terhadap perilaku dan kepribadian manusia.
Dalam masyarakat yang komplek, sangat terspesialisasi dan berubah dengan
cepat, sekolah yang bertugas sebagai penyampai kebudayaan terus menerus penuh
dengan masalah. Pengetahuan yang harus dipelajari siswa semakin terspesialisasi,
mengakibatkan siswa harus belajar lebih banyak. Tujuannya adalah untuk
menguasai keahlian dan untuk memahami kebudayaan sebagai suatu keseluruhan.
Tambahan pula, kenyataan adanya perubahan yang cepat dan terus menerus
sangat mempersulit untuk meramalkan apa yang harus diketahui generasi berikut.
Tugas utama pendidikan adalah mengkekalkan hasil prestasi kebudayaan, yang
pada dasarnya bersifat konsevatif (Manan, 1989: 11-12).
Antropologi dapat memberi sumbangan terhadap pendidikan dengan cara
mempelajari metode pendidikan kebudayaan lain, baik yang sederhana maupun
modern. Kajian lintas budaya akan memberikan informasi kepada pendidik untuk
membandingkan dan meramalkan pendidikan yang diadakan disekolahnya dengan
yang diadakan di tempat lain secara lebih objektif.

I. Pendidikan Dalam Masyarakat Modern dan Sederhana


Manan (1989: 52) hampir semua kegiatan belajar yang sadar dari manusia
mengandung tiga proses yaitu mendengarkan, memperhatikan, dan melakukan
kebudayaan-kebudayaan tertentu memberikan penekanan yang berlainan terhadap
satu dan yang lainnya dari proses-proses ini.
Dalam pendidikan barat, masa kini anak-anak lebih banyak memperhatikan
dan mendengarkan, meskipun keseimbangan bergeser sedikit karena pemakaian
televisi sebagai media dan karena banyak pendidikan dari “belajar melalui kerja”.
Anak-anak Amerika sangat menekankan belajar melalui tanggung jawab yang
mendorong anak-anak untuk berfikir bagi dirinya, sementara orang Cina
diharapkan untuk belajar melalui memperhatikan.
Pendidikan sederhana pada orang Changga mempertahankan superioritas
orang laki-laki dengan menyatakan kepada anak perempuan bahwa laki-laki tidak
berak, sementara orang Hopi mengatakan kepada anak-anak bahwa penari
Kachina bukanlah manusia tetapi dewa. Masyarakat modern cenderung untuk
tidak mengajari anak-anak tentang sex meskipun mereka sering memperoleh dari
khayalan mereka dari anak yang lebih tua dan bereksperimen dengan pengetahuan
tersebut.
Hampir tidak berbeda dimana-mana kelompok dominan dalam suatu
kebudayaan menyusun sistem pendidikannya untuk memperkuat kedudukan
mereka sendiri. Kedudukan sosial guru-guru berbeda-beda sesuai dengan
penghargaan masyarakat terhadap pengetahuan. Masyarakat seperti Jepang dan
Cina yang memuja pengetahuan menghargai guru-guru mereka lebih tinggi
daripada masyarakat Amerika dan Eropa.
Satu perbedaan yang sangat besar antara pendidikan dalam masyarakat
sederhana dan masyarakat modern adalah pergeseran dari kebutuhan seorang
individu untuk mempelajari sesuatu yang disetujui oleh setiap orang. Anak-anak
masyarakat sederhana pergi keseorang ahli dalam sukunya untuk mempelajari apa
yang dapat dipelajari tentang aktivitas tertentu, seperti menangkap ikan, beburu,
memasang perangkap. Dengan ringkas dia belajar untuk kelanjutan hidupnya
seumpama jalan mana yang harus dia ikuti dan jalan mana yang harus dihindari,
buah-buahan mana yang bisa dimakan dan mana yang beracun (Manan, 1989: 52).
Dalam masyarakat sederhana mengajarkan dan belajar menjadi lebih mudah
sebab objek pengajaran selalu dapat diperoleh langsung seperti apa itu tombak,
bajak, atau topeng upacara. Walaupun begitu di sejumlah masyarakat sederhana
ada juga sejumlah ilmu pengetahuan khusus yang mesti diajarkan dengan jelas,
karena pengetahuan ini dipercayai menjamin kelangsungan dan kesuburan
masyarakat. Guru di Amerika mengajarkan kepada murid-muridnya tentang
sejarah kuno guna menjelaskan relevansinya dengan kehidupan modern
(Manan, 1989: 60).
Sehingga makin besar jumlah pengetahuan dan makin kompleks
keterampilan yang diperlukan untuk kehidupan kebudayaan maka akan lama
pendidikan berlangsung. Masyarakat modern mengajarkan anak-anak mereka
lebih banyak pengetahuan dari pada masyarakat sederhana, menggunakan lebih
banyak metode mengajar dan menggunakan waktu lebih banyak dalam pengajaran
formal. Dengan makin lebih banyak yang akan diajarkan dalam masyarakat
modern, anak-anak masyarakat modern berada di bawah tekanan yang lebih besar
dari orang tua dan guru-guru untuk menguasai pelajaran dengan waktu yang telah
ditentukan.
Daftar Pustaka

Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta: Rineka Cipta.

Manan, . 1989. Antropologi Pendidikan, Suatu Pengantar. Jakarta: Departemen


Pendidikan dan Kebudayaan Ditrektorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

. 1989. Dasar-Dasar Sosial Budaya Pendidikan. Jakarta: Departemen


Pendidikan dan Kebudayaan Ditrektorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

Natawidjaja,R. Nana, S,S. Ibrahim, R. As’ari, D. 2007. Rujukan Filsafat, Teori,


dan Praktis Ilmu Pendidikan. Universitas Pendidikan Press.

Scupin, R. C, R, Decorse. 1998. Anthropology a Global Perspective. Third


Edition. New Jersey : Prentice Hall.

Anda mungkin juga menyukai