Anda di halaman 1dari 13

Imunologi; Makalah Sel Limfosit T

Makalah Kelompok
Immunologi

Sel Limfosit T
Oleh :
Kelompok II

Anastiawan
Fitri Agustiani
Asriyanti
Arniaty R. Paembonan

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR
2013

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Sistem kekebalan tubuh sangat mendasar peranannya bagi kesehatan, tentunya harus

disertai dengan pola makan sehat, cukup berolahraga, dan terhindar dari masuknya senyawa

beracun ke dalam tubuh. Sekali senyawa beracun hadir dalam tubuh, maka harus segera

dikeluarkan.

Kondisi sistem kekebalan tubuh menentukan kualitas hidup. Dalam tubuh yang sehat

terdapat sistem kekebalan tubuh yang kuat sehingga daya tahan tubuh terhadap penyakit juga

prima. Pada bayi yang baru lahir, pembentukan sistem kekebalan tubuhnya belum sempurna dan

memerlukan ASI yang membawa sistem kekebalan tubuh sang ibu untuk membantu daya tahan

tubuh bayi. Semakin dewasa, sistem kekebalan tubuh terbentuk sempurna. Namun, pada orang

lanjut usia, sistem kekebalan tubuhnya secara alami menurun. Itulah sebabnya timbul penyakit

degeneratif atau penyakit penuaan.

Sistem imunitas yang sehat adalah jika dalam tubuh bisa membedakan antara diri sendiri

dan benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Biasanya ketika ada benda asing yang yang

memicu respons imun masuk ke dalam tubuh (antigen) dikenali maka terjadilah proses

pertahanan diri.

Secara garis besar, sistem imun menurut sel tubuh dibagi menjadi sistem imun humoral

dan sistem imun seluler. Sistem imun humoral terdiri atas antibodi (Imunoglobulin) dan sekret

tubuh (saliva, air mata, serumen, keringat, asam lambung dan pepsin). Sedangkan sistem imun

dalam bentuk seluler berupa makrofag, limfosit, neutrofil beredar di dalam tubuh kita.
Salah satu bagian yang paling berperan penting yakni sel limfosit, dimana sel limfosit ini

terbagi menjadi dua, limfosit B dan limfosit T. Khusus untuk limfosit T dapat menanggapi

antigen apabila disajikan oleh sel pelengkap. Sel pelengkap pertama yang diketahui sebagai

penyaji antigen (APC) adalah sel makrofag. Sel penyaji akan memproses antigen dahulu sebelum

disajikan sebagai molekul yang dikenali oleh limfosit T.

Maka untuk lebih memahami tentang peran limfosit T dalam sistem imun tubuh manusia,

dibuatlah makalah ini.

I.2 Tujuan Percobaan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yakni untuk mengetahui lebih mendalam

tentang peran limfosit T dalam sistem imun tubuh manusia.

I.3 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari makalah ini yakni :

a) Apakah yang dimaksud dengan sel limfosit T ?

b) apakah peran dari limfosit dalam sistem imun manusia ?

c) Bagaimana cara kerja dari limfosit T ?

d) Bagaimana bentuk-bentuk diferensiasi dari limfosit T ?

BAB II

ISI
A. Sel Limfosit T

Sistem Imun adalah semua mekanisme yang digunakan badan untuk mempertahankan

keutuhan tubuh sebagai perlindungan terhadap bahaya yang dapat di timbulkan berbagai bahan

dalam lingkungan hidup. Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme

yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar dengan mengidentifikasi dan membunuh

patogen serta sel tumor. imunitas atau Sistem imun tubuh manusia terdiri dari imunitas alami

atau system imunnon spesifik dan imunitas adaptif atau system imun spesifik.

Sistem imun non-spesifik yang alami dan sistem imun spesifik. Sistem imun non-spesifik

telah berfungsi sejak lahir, merupakan tentara terdepan dalam sistem imun, meliputi level fisik

yaitu pada kulit, selaput lendir, dan silia, kemudian level larut seperti pada asam lambung atau

enzim.

Sistem imun spesifik ini meliputi sel limfosit yang dimana limfosit merupakan sejenis sel

darah putih pada sistem kekebalan makhluk vertebrata. Ada dua kategori besar limfosit, limfosit

berbutiran besar (large granular lymphocytes) dan limfosit kecil. Limfosit memiliki peranan

penting dan terpadu dalam sistem pertahanan tubuh.

Sel limfosit tersebut meliputi sel B yang membentuk antibodi dan sel T yang terdiri dari sel

T helper, sel T sitotoksik, sel T supresor, dan sel T delayed hypersensitivity. Salah satu cara

untuk mempertahankan sistem imun berada dalam kondisi optimal adalah dengan asupan gizi

yang baik dan seimbang. Kedua sistem imun ini bekerja sama dengan saling melengkapi secara

humoral, seluler dan sitokin dalam mekanisme yang kompleks dan rumit.
Sel T adalah sel di dalam

salah satu grup sel darah putih yang

diketahui sebagai limfosit dan

memainkan peran utama pada

kekebalan selular. Sel T mampu

membedakan jenis patogen dengan

kemampuan berevolusi sepanjang waktu demi peningkatan kekebalan setiap kali tubuh terpapar

patogen. Hal ini dimungkinkan karena sejumlah

sel T teraktivasi menjadi sel T memori dengan kemampuan untuk berkembangbiak dengan

cepat untuk melawan infeksi yang mungkin terulang kembali. Kemampuan sel T untuk

mengingat infeksi tertentu dan sistematika perlawanannya, dieksploitasi sepanjang proses

vaksinasi, yang dipelajari pada sistem kekebalan tiruan.

Respon yang dilakukan oleh sel T adalah interaksi yang terjadi antara reseptor sel T

(bahasa Inggris: T cell receptor, TCR) dan peptida MHC pada permukaan sel sehingga

menimbulkan antarmuka antara sel T dan sel target yang diikat lebih lanjut oleh molekul co-

receptor dan co-binding. Ikatan polivalen yang terjadi memungkinkan pengiriman sinyal antar

kedua sel. Sebuah fragmen peptida kecil yang melambangkan seluruh isi selular, dikirimkan oleh
sel target ke antarmuka sebagai MHC untuk dipindai oleh TCR yang mencari sinyal asing

dengan lintasan pengenalan antigen. Aktivasi sel T memberikan respon kekebalan yang berlainan

seperti produksi antibodi, aktivasi sel fagosit atau penghancuran sel target dalam seketika.

Dengan demikian respon kekebalan tiruan terhadap berbagai macam penyakit diterapkan.

B. Peran sel Limfosit T

Peran sel T dapat dibagi menjadi dua fungsi utama : fungsi regulator dan fungsi efektor.

Fungsi regulator terutama dilakukan oleh salah satu subset sel T, sel T penolong (CD4). Sel-sel

CD4 mengeluarkan molekul yang dikenal dengan nama sitokin (protein berberat molekul rendah

yang disekresikan oleh sel-sel sistem imun) untuk melaksanakan fungsi regulatornya. Sitokin

dari sel CD4 mengendalikan proses imun seperti pembentukan imunoglobulin oleh sel B,

pengaktivan sel T lain dan pengaktifan makrofag. Fungsi efektor dilakukan oleh sel T sitotoksik

(sel CD8). Sel-sel CD8 ini mampu mematikan sel yang terinfeksi oleh virus, sel tumor dan

jaringan transplantasi dengan menyuntikkan zat kimia yang disebut perforin ke dalam sasaran

”asing”. Baik sel CD4 dan CD8 menjalani pendidikan timus di kelenjar timus untuk belajar

mengenal fungsi.

Sel limfosit T pada umumnya berperan dalam imflamasi, aktifasi makrofag dalam

fagositosis, aktifasi dan proliferasi sel B dalam membentuk antibodi. Sel T juga berperan dalam

pengenalan dan penghancuran sel yang terinfeksi virus.

Sel T memiliki prekursor berupa sel punca hematopoietik yang bermigrasi dari sumsum

tulang menuju kelenjar timus, tempat sel punca tersebut mengalami rekombinasi VDJ pada

rantai-beta pencerapnya, guna membentuk protein TCR yang disebut pre-TCR, pencerap spesial

pada permukaan sel yang disebut pencerap sel T. Huruf "T" pada kata sel T adalah singkatan dari
kata timus yang merupakan organ penting tempat sel T tumbuh dan menjadi matang. Beberapa

jenis sel T telah ditemukan dan diketahui mempunyai fungsi yang berbeda-beda.

C. Cara Kerja Limfosit T dalam Sistem Imun

Sel-sel imunokompeten agar dapat mengenali antigen maka pada permukaan sel T dan sel

B dilengkapi dengan reseptor molekul. Reseptor antigen pada permukaan limfosit T berbentuk

heterodimer dengan molekul CD3, sedangkan pada permukaan limfosit B terdapat sebagai

molekul imunoglobulin.

Dalam proses pengenalan antigen bakteri atau parasit limfosit B dapat melaksanakan

sendiri tanpa bantuan sel yang lain. Sebaliknya limfosit T tidak dapat mengenali secara langsung.

Proses pengenalan antigen tersebut memerlukan jenis sel lain yang dinamakan sel pelengkap

(Accessory cell) yang berfungsi untuk memproses secara kimia terlebih dahulu agar antigen

dapat disajikan kepada limfosit T bersama-sama dengan molekul Major Histocompatibility

Complez (MHC).

Limposit T hanya dapat menanggapi antigen apabila disajikan oleh sel pelengkap. Sel

pelengkap pertama yang diketahui sebagai penyaji antigen (APC) adalah sel makrofag. Sel

penyaji akan memproses antigen dahulu sebelum disajikan sebagai molekul yang dikenali oleh

limfosit T. Cara memproses dan penyajian antigen“eksogen“ pada umumnya dapat menyebabkan

aktivasi limfosit dari sub populasi tertentu sehingga membantu aktivasi limfosit B dalam

memproduksi antibodi. Limfosit T yang berperan dalam peristiwa ini adalah limfosit T helper

(CD 4).

Tidak semua antigen yang dikenal oleh limfosit T berasal dari luar sel penyaji.

Antigen“endogen“ diperoleh oleh sel penyaji sebagai akibat infeksi virus dalam sel atau dari sel

yang telah berubah menjadi ganas. Sel-sel tersebut mengekspresikan antigen khas virus tumor
pada permukaannya. Secara teoritis semua sel dalam tubuh inang mempunyai kemampuan sebgai

sel penyaji antigen“endogen“ yang khass tersebut, terhadap limfosit T dari sub populasi yang

tergolong sel sitotoksik. Sel sitotoksik dapat menanggapi antigen“endogen“ dengan cara

membunuh sel-sel yang menyajikannya.

Ada beberapa hipotesis mengenai cara limfosit T berinteraksi dengan antigen yang terikat

pada MHC. Hipotesis pertama menyatakan bahwa interaksi itu dilakukan melalui dua reseptor

pada permukaan sel T, dimana satu reseptor berinteraksi dengan antigen sedangkan reseptor

yang lainnya berinteraksi dengan MHC. Sedangkan hipotesis kedua mengemukakan bahwa

reseptor pada limfosit T berbentuk reseptor tunggal yang secara spesifik mengenal dua antigen

asing dan antigen MHC secara bersama-sama. Belakangan ini orang lebih cenderung setuju

dengan teori yang kedua.


Teori reseptor tunggal tersebut menjelaskan bahwa antigen yang akan diproses dan

antigen MHC harus merupakan suatu kesatuan kompleks yang harus cocok dengan reseptor

pengenal tunggal dari limfosit T. Dengan demikian molekul MHC pada mulanya bertindak

sebagai reseptor primer untuk antigen yang telah diproses dan selanjutnya sebagai kompleks

molekul baru yang akan berikatan secara tepat dengan reseptor sekunder pada limfosit T agar

terjadi respon imun.

Untuk membangkitkan suatu respon imun, agar antigen dapat ditangkap oleh limfosit T,

maka adanya kesesuaian antara molekul MHC yang berbeda pada setiap individu dengan antigen

yang telah diproses oleh sel inang merupakan tahap pertama yang sangat menentukan.

Secara ringkas cara kerja limfosit T dijelaskan melalui gambar berikut :


Antigen (bentuk segitiga pada gambar di kiri) yang tertelan (1), sebagian dicerna (2) dan

kemudian dipresentasikan kepada sel T helper oleh sel khusus yang disebut makrofag (3).

Proses ini mengaktifkan sel T helper untuk melepaskan hormon (limfokin) yang membantu sel B

berkembang (4). Hormon-hormon ini, bersama dengan rekognisi (tanggap) antigen lebih lanjut

(5), mengubah sel B menjadi sel plasma yang memproduksi antibodi (6). Antibodi (bentuk Y)

yang dihasilkan dapat menjadi salah satu dari beberapa jenis (IgG, IgM, IgA, IgE dan IgD) (7).

Antibodi bersesuaian (“cocok”) antigen seperti kunci dan lobang kuncinya. Antigen demikian

tidak berbahaya. Sel T helper juga membantu dalam perkembangan sel-sel T sitotoksik (8), yang

dapat membunuh antigen secara langsung, memori sel T yang diproduksi (9) sehingga paparan

ulang dari antigen yang sama akan memberikan respon yang lebih cepat dan efektif (10)

D. Bentuk-Bentuk Diferensiasi Dari Limfosit


Ketika sel T menuju ke kombinasi antigen spesifik, sel-sel dari sel klon sel T

komplementer berproliferisai dan berdiferensiasi selama beberapa hari, menghasilkan sejumlah

besar sel T teraktivasi yang melaksanakan berbagai respons imunitas seluler. Terdapat tiga

subpopulasi sel T, tergantung pada peran mereka setelah diaktifkan oleh antigen.

Sel Tc (cytotocic)

Sel T yang menghancurkan sel penjamu yang memiliki antigen asing, misalnya sel tubuh

yang dimasuki oleh virus, sel kanker, dan sel cangkokan.

Sel Th (helper)

Berperan menolong sel B dalam memproduksi antibodi, memperkuat aktivitas sel T

sitotoksik dan sel T penekan (supresor) yang sesuai, dan mengaktifkan makrofag.

 Sel Ts (supperssor)

Sel T yang menekan produksi antibodi sel B dan aktivitas sel T sitotoksik dan penolong.

Sebagian besar dati milyaran Sel T diperkirakan tergolong dalam subpopulasi penolong dan

penekan, yang tidak secara langsung ikut serta dalam destruksi patogen secara imunologik.

Kedua subpopulasi tersebut disebut sel T regulatorik, karena mereka memodulasi aktivitas sel B

dan Sel T sitotoksik serta aktivitas mereka sendiri dan aktivitas makrofag.

 Sel Tdh (delayed hypersensitivity)

Merupakan sel yang berperan pada pengerahan makrofag dan sel inflamasi lainnya

ketempat terjadinya reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Dalam fungsinya, sel Tdh sebenarnya

menyerupai sel Th.

Limfokin
Dalam biakan sel limfosit T dapat ditemukan berbagai bahan yang mempunyai efek

biologic. Bahan-bahan tersebut disebut limfokin dan dilepas sel T yang disensitisasi. Beberapa

jenis limfokin yaitu: interleukin, interferon, factor supresor, factor penolong , dan sebagainya.

BAB III

PENUTUP

III.1 Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan yang ada maka dapat ditarik kesimpulan bahwa :

 Limfosit merupakan sejenis sel darah putih pada sistem kekebalan makhluk vertebrata. Ada dua

kategori besar limfosit, limfosit berbutiran besar (large granular lymphocytes) dan limfosit kecil.

Limfosit memiliki peranan penting dan terpadu dalam sistem pertahanan tubuh.
 Sel limfosit T pada umumnya berperan dalam imflamasi, aktifasi makrofag dalam fagositosis,

aktifasi dan proliferasi sel B dalam membentuk antibodi. Sel T juga berperan dalam pengenalan

dan penghancuran sel yang terinfeksi virus.

 Terdapat tiga jenis sel utama yang terdiferensiasi dari sel T, yaitu sel T sitotoksik, sel T

penolong dan sel T memori.

III.2 Saran

Sebaiknya pada tugas selanjutnya, lebih diperjelas lagi tentang batasan teori yang harus

ada dalam tulisan. Agar hasil makalah yang dituliskan dapat menjadi sumber referensi yang

maksudnya jelas.

DAFTAR PUSTAKA

Hartawan, Jerry, 2011, Hubungan Jumlah Limfosit Total dan Limfosit T CD4+ Dengan
Ganggungan Fungsi Kognitif Pada Pasien HIV-AIDS, Universitas Diponegoro, Semarang.

Widodo, winarso, 2013, Propolis dan Sistem Kekebalan Tubuh, http://www.kdpbiz.com/?p=2982,


diakses pada tanggal 20 Februari 2013, pukul 20.08 Wita.

Anda mungkin juga menyukai