Anda di halaman 1dari 14

“MAKALAH IMUNOHISTOLOGI”

CD4

DisusunOleh :

1. Afifah Zahrah
2. Cheilvi Fortuna Rizky
3. EkhaWahyuNengsih
4. UswatunHasanah

PROGRAM STUDI DIV ANALIS KESEHATAN

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kami pajatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
semua limpahan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
Makalah Imuno Histokimia (IHC) mengenai Pemeriksaan CD4 atau Sel T Helper.

Harapan penulis semoga makalah yang telah tersusun ini dapat bermanfaat
sebagai salah satu rujukan maupun pedoman bagi para pembaca, menambah wawasan
serta pengalaman, sehingga nantinya saya dapat memperbaiki bentuk ataupun isi
laporan praktikum ini menjadi lebih baik lagi.

Sebagai penulis, kami menyadari bahwasanya masih banyak kekurangan yang


terkandung di laporan praktikum ini. Oleh sebab itu, dengan penuh kerendahan hati
kami berharap kepada para pembaca untuk memberikan kritik dan saran demi lebih
memperbaiki laporan praktikum ini.

Terima Kasih.

Semarang, 27 September 2018

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Imunohistokimia merupakan suatu cara pemeriksaan untuk mengukur
derajat imunitas kadar antibodi atau antigen dalam sediaan jaringan. Pewarnaan
sediaan jaringan menimbulkan ikatan antibodi pada antigen di permukaan atau
didalam sel yang selanjutnya dapat dideteksi dengan cara dilabel dengan enzim,
isotop, fluoropore,atau coloidal gel.
Imunohistokimia (IHC) merupakan gabungan histologi, imunologi, dan
teknik biokimia. IHC memungkinkan identifikasi dan lokalisasi komponen sel di
dalam jaringan, karakterisasi suatu antigen tertentu, serta menentukan diagnosis,
terapi, dan prognosis kanker. Teknik ini banyak digunakan dalam diagnostik
patologi bedah terhadap kanker, tumor, dan sebagainya.
Dengan kata lain, imunohistokimia adalah metode untuk mendeteksi
keberadaan antigen spesifik di dalam sel suatu jaringan dengan menggunakan
prinsip pengikatan antara antibodi (Ab) dan antigen (Ag) pada jaringan hidup.
Pemeriksaan ini membutuhkan jaringan dengan jumlah dan ketebalan yang
bervariasi tergantung dari tujuan pemeriksaan.
Untuk mempelajari morfologi sel, sel dalam jaringan difiksasi kemudian
dilokalisasi diantara sel dan divisualisasikan dengan mikroskop elektron atau
mikroskop cahaya.Teknik imunohistokimia dapat digunakan untuk mempelajari
distribusi enzim yang spesifik pada struktur sel intak (normal/lengkap),
mendeteksi komponen sel, biomakro molekul seperti protein, karbohidrat.
Sistem kekebalan tubuh sangat mendasar peranannya bagi kesehatan,
tentunya harus disertai dengan pola makan sehat, cukup berolahraga, dan
terhindar dari masuknya senyawa beracun ke dalam tubuh. Sekali senyawa
beracun hadir dalam tubuh, maka harus segera dikeluarkan.
Kondisi sistem kekebalan tubuh menentukan kualitas hidup. Dalam tubuh
yang sehat terdapat sistem kekebalan tubuh yang kuat sehingga daya tahan tubuh
terhadap penyakit juga prima. Pada bayi yang baru lahir, pembentukan sistem
kekebalan tubuhnya belum sempurna dan memerlukan ASI yang membawa
sistem kekebalan tubuh sang ibu untuk membantu daya tahan tubuh bayi.
Semakin dewasa, sistem kekebalan tubuh terbentuk sempurna. Namun, pada
orang lanjut usia, sistem kekebalan tubuhnya secara alami menurun. Itulah
sebabnya timbul penyakit degeneratif atau penyakit penuaan.
Sistemimunitas yang sehat adalah jika dalam tubuh bisa membedakan
antara diri sendiri dan benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Biasanya ketika
ada benda asing yang yang memicu respons imun masuk ke dalam tubuh
(antigen) dikenali maka terjadilah proses pertahanan diri.
Secara garis besar, sistem imun menurut sel tubuh dibagi menjadi sistem
imun humoral dan sistem imun seluler. Sistem imun humoral terdiri atas antibodi
(Imunoglobulin) dan sekret tubuh (saliva, air mata, serumen, keringat, asam
lambung dan pepsin). Sedangkan sistem imun dalam bentuk seluler berupa
makrofag, limfosit, neutrofil beredar di dalam tubuh kita.
Salah satu bagian yang paling berperan penting yakni sel limfosit, dimana
sel limfosit ini terbagi menjadi dua, limfosit B dan limfosit T. Khusus untuk
limfosit T dapat menanggapi antigen apabila disajikan oleh sel pelengkap. Sel
pelengkap pertama yang diketahui sebagai penyaji antigen (APC) adalah sel
makrofag. Sel penyaji akan memproses antigen dahulu sebelum disajikan sebagai
molekul yang dikenali oleh limfosit T.

B. Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yakni untuk mengetahui lebih
mendalam tentang peran limfosit T khususnya CD4 dalam sistem imun tubuh
manusia.
C. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini yakni :
a. Apakah yang dimaksud dengan sel limfosit T ?
b. Apakah yang dimaksud sel CD4?
c. Apakah fungsi dari sel CD4 ?
d. Prosedur kerja pemeriksaan sel CD4 ?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Limfosit T (Sel T)


1. Pengertian Limposit T

Limfosit T merupakan jenis limfosit yang beredar melalui kelenjar


timus dan telah berubah menjadi sel-sel yang dikenal sebagai tymocytes (sel-
sel yang berkembang di kelenjar timus). Kelenjar timus sendiri merupakan
organ yang terletak di bagian atas dada dan sangat penting dlam
memproduksi zat yang melindungi tubuh terhadap penyakit.

Ketika tymocytes terpapar antigen (zat/organism easing misalnya


bakteri dan virus), maka dengan cepat akan membelah dan menghasilkan
sejumlah besar sel T baru yang sensitive terhadap jenis antigen. Lebih dari
80% dari limfosit dalam sirkulasi darah adalah limfosit T.

Limfosit melindungi tubuh terhadap sel-sel kanker dan sel-sel yang


telah terinfeksi Sel T adalah jenis sel darah putih yang dikenal sebagai
limfosit oleh patogen, seperti bakteri dan virus.Limfosit sel T berkembang dari
sel-sel induk dalam sumsum tulang. Sel-sel T dewasa ini bermigrasi ke timus
melalui darah. Timus adalah sistem kelenjar getah bening yang berfungsi
terutama untuk mendorong perkembangan sel-sel matang T. Bahkan, “T”
dalam limfosit sel T adalah singkatan dari timus.

2. Jenis-jenis sel T

Ada beberapa jenis limfosit sel T, masing-masing dengan fungsi


tertentu dalam sistem kekebalan tubuh. Jenis sel T umum termasuk:

a. Sel T sitotoksik (juga disebut sel CD8 + T) – terlibat dalam


penghancuran langsung sel-sel yang telah menjadi kanker atau
terinfeksi virus. Sel T sitotoksik mengandung butiran (kantung yang
berisi enzim pencernaan atau zat kimia lainnya) sehingga mereka
memanfaatkan menyebabkan sel target untuk pecah dalam proses yang
disebut apoptosis. Sel T ini juga penyebab penolakan organ
transplantasi. Sel T menyerang jaringan organ asing saat organ
transplantasi diidentifikasi sebagai jaringan yang terinfeksi.
b. Sel T pembantu (juga disebut sel CD4 + T) – mempercepat produksi
antibodi oleh sel B dan juga menghasilkan zat-zat yang mengaktifkan
sel T sitotoksik dan sel-sel darah putih yang dikenal sebagai makrofag.
Sel-sel CD4 + ditargetkan oleh HIV. HIV menginfeksi sel T helper
dan menghancurkan mereka dengan memicu sinyal yang
mengakibatkan kematian sel T.
c. Sel T Regulatory (juga disebut sel T penekan) – menekan respon sel B
dan sel T terhadap antigen lainnya. Penekanan ini diperlukan agar
respon imun tidak berlanjut setelah itu tidak lagi diperlukan. Cacat
pada sel T regulator dapat menyebabkan perkembangan penyakit
autoimun. Dalam jenis penyakit ini, sel-sel kekebalan tubuh
menyerang jaringan tubuh sendiri.
d. Sel Natural killer T (NKT) – memiliki nama yang sama seperti
berbagai jenis limfosit yang disebut sel Natural killer. Sel NKT adalah
sel T dan bukan sel pembunuh alami. Sel NKT memiliki sifat dari sel
T dan sel-sel pembunuh alami. Seperti semua sel T, sel NKT memiliki
reseptor sel-T. Namun, sel NKT juga berbagi beberapa penanda sel
permukaan yang sama dengan sel-sel pembunuh alami. Dengan
demikian, sel NKT membedakan sel yang terinfeksi atau kanker dari
sel-sel tubuh yang normal dan sel menyerang yang tidak mengandung
penanda molekuler yang mengidentifikasi mereka sebagai sel-sel
tubuh. Salah satu jenis sel NKT dikenal sebagai sel invarian
pembunuh alami T (iNKT), melindungi tubuh melawan obesitas
dengan mengatur peradangan dalam jaringan adiposa.
e. Sel T memori – membantu sistem kekebalan tubuh untuk mengenali
antigen yang ditemui sebelumnya dan menanggapi mereka lebih cepat
dan untuk jangka waktu yang lama. Sel T helper dan sel T sitotoksik
dapat menjadi sel T memori. Sel T memori disimpan dalam kelenjar
getah bening dan limpa dan dapat memberikan perlindungan seumur
hidup terhadap antigen spesifik dalam beberapa kasus.
B. Defenisi Tentang CD4
1. Pengertian CD4
Sel CD4 merupakan bagian sel darah putih yang bertugas untuk menjaga
kekebalan tubuh. Tentunya kita tahu terdapat sel darah merah (eritrosit)
dan sel darah putih (leukosit) dalam tubuh kita. Leukositter diri atas
berbagai tipe sel, salah satunya adalah limfosit. Limfosit diproduksi oleh
sel punca hematopoietik di sumsum tulang dan mengalami maturasi di
bursa (limfosit B) dan timus (limfosit T).
Kedua sel limfosit tersebut memiliki fungsi yang berbeda, limfosit
B menghasilkan antibodi untuk melawan zat atau bakteri atau virus yang
menginfeksi tubuh, sedangkan limfosit T berfungsi sebagai imunitas
adaptif untuk menghancurkan sel yang telah terinfeksi virus dan menjad
ijembatan dalam berbagai proses imunologis. Persamaan dari kedua sel
tersebut adalah kemampuannya untuk mengingat proses imunologis
sehingga bila dirangsang untuk kedua kalinya, maka limfosit dapat
menghasilkan antibodi atau segera menghancurkan proses yang berpotensi
melukai kita. Perannya sebagai jembatan dalam berbagai proses
imunologis dilakukan oleh sel limfosit T yang memiliki glikoprotein CD4
pada permukaan sel nya.
Terdapat dua jenis limfosit berdasarkan jenis glikoprotein pada
permukaan selnya, yaitu limfosit CD4 dan CD8. Proses perkembangan
sebuah limfosit menjadi limfosit CD4 dan CD8 melalui proses yang rumit
pada timus. Kedua sel ini memiliki peran yang berbeda. Sel CD4
berfungsi sebagai jembatan proses imunologis, sedangkan sel CD8
berperan dalam imunitas sel. Infeksi HIV diketahui memiliki hubungan
yang erat terhadap menurunnya sel CD4, namun bagaimana proses
sebenarnya masih merupakan misteri yang terus diteliti. Satu hal yang
pasti pada infeksi HIV ialah terjadinya penghancuran sel CD4. Akibatnya,
fungsi limfosit akan lumpuh dan tidak dapat bekerja sebagai jembatan
reaksi imunologis terhadap tubuh. Kondisi ini terlihat sebagai daya tahan
tubuh yang menurun.
C. Fungsi Sel CD4
Sel yang mempunyai marker CD4 di permukaannya berfungsi untuk
melawan berbagai macam infeksi atau sebagai ko-reseptor. Di sekitar kita
banyak sekali infeksi yang beredar, entah itu berada dalam udara,
makanan ataupun minuman. Namun kita tidak setiap saat menjadi sakit,
karena CD4 masih bisa berfungsi dengan baik untuk melawan infeksi ini.
Jika CD4 berkurang, mikroorganisme yang patogen di sekitar kita tadi
akan dengan mudah masuk ke tubuh kita dan menimbulkan penyakit pada
tubuh manusia.
D. Nilai normal
Jumlahsel CD4 yang normal berkisar antara 500 dan 1.600 sel/mm³
darah.Apabila pemeriksaan CD4 tidak tersedia maka jumlah limfosit total
(total lymphocyte count) kadang dipakai sebagai penggantinya. Jumlah
limfosit berhubungan dengan kenaikan/penurunan CD4.Hal ini bisa
digunakan sebagai ukuran kerusakan sistem imun bila pemeriksaan CD4
tidak bisa dilakukan. Jumlah limfosit> 2000 sesuai dengan CD4 > 500,
jumlah limfosit 1000-2000 sesuai dengan CD4 200-500, dan jumlah
limfosit< 1000 sesuaidengan CD4 < 200.Jumlah limfosit total antara 1.000
dan 1.200 sama dengan jumlah CD4 200, dan ini dapat dipakai sebagai
tanda mulai terapi antiretroviral atau ARV.
E. Pemeriksaan CD4
Pemeriksaan CD4 adalah pemeriksaan laboratorium untuk memeriksa
jumlah sel CD4 di dalam darah. Rentang nilai normal CD4 pada individu
dewasa sehat antara 500-1.600 sel/mm3. Metode pemeriksaan ini mudah
dan dapat menggambarkan fungsi sistem imun kita secara garis besar.
Beberapa faktor yang dapat memengaruhi nilai CD4 antara lain olah raga
dan penggunaan obat antiretroviral (ARV). Kedua aktivitas ini akan
meningkatkan nilai CD4. Bila pemeriksaan dilakukan pada orang yang
kurang istirahat dan merokok maka bisa didapati nilai CD4 yang menurun.
Pemeriksaan CD4 merupakan pemeriksaan yang disarankan dilakukan
ketika seorang ODHA akan mengonsumsi obat antiretroviral. Nilai CD4
pada saat itu akan menjadi titik nol atau baseline sekaligus menilai status
imunitaspada ODHA. Semakin rendah nilai CD4, maka status imunitas
ODHA akan semakin buruk pula. Nilai CD4 pada saat ini akan membantu
para klinisi untuk memberikan edukasi yang tepat pada ODHA. Dengan
adanya nilai baseline, respons terhadap pengobatan dapat dievaluasi
dengan baik sehingga membantu para klinisi untuk memberikan
pengobatan yang tepat pada penderita.
Menurut rekomendasi dari Panel on Antiretroviral Guidelines for
Adults and Adolescents, interval pemeriksaan CD4 sebaiknya dilakukan
tiap 3-6 bulan sekali selama 2 tahun pertama pengobatan. Setelah itu
dilanjutkan 1 kali pemeriksaan CD4 tiap tahun atau bila didapat kan
indikasi seperti adanya kegagalan pengobatan maupun indikasi klinis
lainnya. Menunda waktu pemeriksaan CD4 juga disarankan bila saat
waktu pemeriksaan ODHA baru saja sembuh dari infeksi atau sakit
lainnya. Hal ini karena memertimbangkan hasil CD4 yang akan muncul
lebih rendah, dan tidak menggambarkan kondisi yang sebenarnya saat
stabil.
Pemahaman yang baik dan benar mengenai CD4 hendaknya dimiliki
oleh klinisi maupun ODHA. Hal inikarena CD4 memiliki peranan penting
dalam menjaga kekebalan tubuh seseroang, serta semakin luasnya
penyebaran infeksi HIV. Dengan pengetahuan yang baik dan benar, maka
kita akan terhindar dari kepercayaan terhadap mitos yang mungkin
menyesatkan. Tetaplah semangat dan periksakan CD4 anda secara berkala
karena memiliki manfaat bagi anda dan kami para klinisi.
Hasil tes CD4 biasanya dilaporkan sebagai jumlah sel CD4 yang ada
dalam satu milimeter kubik darah. Jumlah CD4 yang normal biasanya
berada di rentang 500 sampai 1.600 mm3. Namun, karena jumlah CD4
bisa berubah-ubah, maka hasil tes CD4 juga umum dilaporkan dalam
bentuk persentase. Misalnya, jika hasil tes CD4 adalah sebesar 34 persen,
ini berarti 34 persen limfosit darah kita adalah sel CD4. Persentase ini
diklaim lebih stabil jika dibandingkan pelaporan dengan menggunakan
jumlah sel CD4 mutlak, dengan angka normal berkisar antara 30 persen
sampai 60 persen.
BAB III

PROSEDUR KERJA

A. Prosedur Pembuatan Preparat Histopatologi


1. Fiksasi
Potongan adenokarsinoma dimasukkan dalam larutan formalin buffer
(larutan formalin 10% dalam buffer Natrium asetat sampai mencapai pH
7,0). Waktu fiksasi jaringan 18-24 jam. Setelah fiksasi selesai, jaringan
dimasukkan dalam larutan aquadest selama 1 jam untuk proses
penghilangan larutan fiksasi.
2. Dehidrasi
Potongan adenokarsinoma dimasukkan dalam alkohol konsentrasi
bertingkat. Jaringan menjadi lebih jernih dan transparan. Jaringan
kemudian dimasukkan dalam larutan alkohol-xylol selama 1 jam dan
kemudian larutan xylol murni selama 2 x 2jam.
3. Impregnasi
Jaringan dimasukkan dalam paraffin cair selama 2x2 jam.
4. Embedding .
Jaringan ditanam dalam paraffin padat yang mempunyai titik lebur 56-
580C, ditunggu sampai paraffin padat. Jaringan dalam paraffin dipotong
setebal 4 mikron dengan mikrotom. Potongan jaringan ditempelkan pada
kaca obyek yang sebelumnya telah diolesi polilisin sebagai perekat.
Jaringan pada kaca obyek dipanaskan dalam incubator suhu 56-580C
sampai paraffin mencair.
5. Pewarnaan jaringan dengan IHC untuk sel T CD 4+
a. Deparafinisasi jaringan dengan dihangatkan selama 3 menit.
b. Hidrasi dengan gradasi Alkohol (100%, 95%, 70%) , kemudian cuci
dengan air murni.
c. Tambahkan 4 tetes H2O2 3 % dalam methanol selama 15- 20 menit.
d. Panaskan slide dengan direbus dalam buffer sitrat selama 20 menit,
cuci dengan air.
e. Cuci dengan 50 M Tris – HCl selama 5 menit.
f. Cuci dengan 1 % BSA – PBS selama 30 menit.
g. Inkubasi primer Ab CD4 selama 1 jam.
h. Cuci dengan 1X PBS buffer selama 2 menit, 2 X.
i. Inkubasi dengan Ab Sekunder selama 15 menit.
j. Cuci dengan 1X PBS buffer selama 2 menit.
k. Teteskan 4 tetes Streptavidin HRP. Inkubasi selama 10 menit pada
suhu ruangan.
l. Cuci dengan 1X PBS buffer selama 2 menit.
m. Teteskan 4 tetes DAB chromogen substrat, tunggu 3-5 menit.
n. Cuci dengan air murni.
o. Couterstain Hematoksilin selama 1 menit, cuci dengan air.
p. Cuci dengan 1X PBS buffer selama 1 menit, Cuci dengan air murni.
q. Dehidrasi dengan alkohol 100 % dan bersihkan dengan xylene.
r. Mountain dengan Entelan
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Ghaffar, Prakash Nagarkatti (2009). “MHC: GENETICS AND ROLE IN


TRANSPLANTATION”. Microbiology and

Brunner, Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Edisi 8. Jakarta: EGC.

David S. Wilkes, William J. Burlingham. 2004. Immunobiology of organ transplantation.


Springer.

Ezema, CL, et al. Niger J ClinPract. 2014;17(5):543-8


Montarroyos, UR, et al. PLoS One. 2014;2014

Anda mungkin juga menyukai