Anda di halaman 1dari 47

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puji serta syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan kita begitu banyak Nikmat dan Rahmat-Nya, sehingga dengan
nikmatnya itu penulis bisa menyelesaikan tugas makalah ini yang berjudul Sistem
Kekebalan Tubuh dengan baik tanpa ada satu halangan apapun.
Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada baginda Rasullulah SAW,
yang telah menuntun kita pada jalan kebenaran dan semoga kita selalu menjadi
pengikutnya hingga akhir zaman, Amin.
Makalah ini berisikan tentang materi sistem pertahanan tubuh pada manusia.
Kami berharap makalah ini dapat berguna untuk menambah pemahaman bagi
pemakalah ataupun pembacanya. Penulis menyadari bahwa makalah yang kami buat
ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari pembaca. Akhir harapan dari penulis agar makalah
ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis khususnya.

Pariaman, April 2016

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sistem kekebalan tubuh sangat mendasar peranannya bagi kesehatan,
tentunya harus disertai dengan pola makan sehat, berolahraga, dan terhindar dari
masuknya senyawa beracun ke dalam tubuh. Sekali senyawa beracun hadir dalam
tubuh, maka harus segera dikeluarkan. Kondisi sistem kekebalan tubuh
menentukan kualitas hidup. Ada orang yang mudah sakit, ada pula orang yang
jarang sakit, ini ada kaitannya dengan sistem pertahanan tubuh seseorang
tersebut. Dalam tubuh yang sehat terdapat sistem kekebalan tubuh yang kuat
sehingga daya tahan tubuh kebal terhadap penyakit. Pada bayi yang baru lahir,
pembentukan sistem kekebalan tubuhnya belum sempurna dan masih
memerlukan ASI yang membawa sistem kekebalan tubuh sang ibu untuk
membantu daya tahan tubuh bayi. Semakin dewasa, sistem kekebalan tubuh
terbentuk sempurna. Namun, pada orang lanjut usia, sistem kekebalan tubuhnya
secara alami menurun. Itulah sebabnya timbul penyakit degeneratif atau penyakit
penuaan.
Pola hidup modern menuntut segala sesuatu dilakukan serba cepat dan
instan. Hal ini berdampak juga pada pola makan. Misalnya sarapan di dalam
kendaraan, makan siang serba tergesa, belum lagi kualitas makanan yang
dikonsumsi, polusi udara, kurang berolahraga, dan stres. Apabila terus berlanjut,
daya tahan tubuh akan menurun, lesu, cepat lelah, dan mudah terserang penyakit.
Karena itu, banyak orang yang masih muda mengidap penyakit degeneratif.
Kondisi stres dan pola hidup modern sarat polusi, diet tidak seimbang, dan
kelelahan menurunkan daya tahan tubuh sehingga memerlukan kecukupan
antibodi. Gejala menurunnya daya tahan tubuh sering kali terabaikan sehingga
timbul berbagai penyakit infeksi, dan penuaan dini pada usia produktif.

1.2

Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan sistem kekebalan tubuh ?
2. Apa yang dimaksud dengan Anatomi dan fisiologi system sensorik
3. Apa yang dimaksud dengan Pasient Safety (Unifersal/isolated Precaused)
4. Apa yang dimaksud dengan Nasokomial Infection.
5. Apa yang dimaksut dengan Tranport Pasien
6. Apa yang dimaksut dengan Body Aligment

1.3

Tujuan
Kelompok kami menyusun makalah ini agar para pembaca bisa
mengetahui tentangAktifitasAnatomiFisiologiSensoridalamTubuhManusia dan
denganadanya makalah ini juga di harapkan dapat menjadi pengetahuan bagi kita
semua.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1.

Sistem Kekebalan Tubuh


Sistem kekebalan tubuh adalah suatu organ komplek yang
memproduksi sel-sel yang khusus yang dibedakan

dengan sistem peredaran

darah dari sel darah merah (erithrocyte), tetapi bekerja sama dalam melawan
infeksi penyakit ataupun masuknya benda asing kedalam tubuh (sebagai antigen).
Semua sel imun mempunyai bentuk dan jenis sangat bervariasi dan bersirkulasi
dalam sistem imun dan diproduksi oleh sumsum tulang (bone marrow).
Sedangkan kelenjar limfe adalah kelenjar yang dihubungkan satu sama lain oleh
saluran limfe yang merupakan titik pertemuan dari sel-sel sistem imun yang
mempertahankan diri dari benda asing yang masuk kedalam tubuh. Limpa adalah
organ yang penting tempat dimana sel imun berkonfrontasi dengan mikroba
asing, sedangkan kantung-kantung organ limpoid yang terletak diseluruh bagian
tubuh seperti: sumsum tulang, thimus, tonsil, adenoid dan apendix adalah juga
merupakan jaringan limpoid.
Beberapa macam sel imun yang bersirkulasi dalam sistem imun
diproduksi didalam sumsum tulang. Sumsum tulang adalah merupakan jaringan
lemak yang mengisi rongga tulang dimana sumsum tulang tersebut terdiri dari
dua tipe yaitu sumsum kuning dan merah. Sumsum yang berwarna kuning
mengisi rongga yang besar dari tulang yang besar dan terdiri dari sebagian besar
sel lemak dan beberapa sel darah yang muda. Sumsum yang berwarna merah
adalah jaringan haematopoietik tempat dimana sel darah merah dan leukosit
granula diproduksi.

Gambar 1: Sumsum tulang yang mengisi rongga tulang


Ada dua jenis limposit yang penting yaitu sel B yang tumbuh dan matang
dalam sumsum tulang dan sel T yang diproduksi dalam sumsum tulang dan
matang dalam kelenjar thimus. Sel B memproduksi antibodi yang bersirkulasi
dalam saluran darah dan limfe dan antibodi tersebut akan menempel pada antigen
asing yang memberi tanda (mengkodenya) supaya dapat dihancurkan oleh sel
imun. Sel B adalah bagian dari jenis sel yang disebut antibody-mediated atau
imunitas humoral, disebut demikian karena antibodi tersebut bersirkulasi dalam
darah dan limfe.

Gambar 2. sel B yang memproduksi antibodi yang akan bersirkulasi dalam darah dan
limfe

Sel T yang dimatangkan dalam thimus juga bersirkulasi dalam darah


dan limfe dan juga untuk menandai antigen asing, tetapi sel ini juga dapat
langsung menghancurkan antigen asing tersebut. Sel T bertanggung jawab atas
Cell mediated immunity atau imunitas seluler. Sel T merancang, mengatur dan
mengkoordinasi respon imun secara keseleruhan. Sel T bergantung pada molekul
permukaan yang unik yang disebut major histocompatibility complex (MHC)
yang membantu untuk mengenaili fragmen antigen.

Ganbar 3. Sel T dan proses pengaktivannya untuk membentuk helper T sel dan
cytotoksik T sel
a. Antibodi
Antibodi yang diproduksi oleh sel B adalah penanda dasar pada daerah
khusus yang spesifik untuk antigen target. Dengan melalui proses kimia atau sel
tertentu, sel imun memilih sasaran antigen yang dapat dihancurkannya. Dalam
hal ini antibodi yang berbeda memilih antigen yang sesuai dengannya untuk
dihancurkannya. Bilamana antibodi berikatan dengan antigen, maka akan

mengaktifkan aliran 9 protein yang disebut complement yang biasanya


bersirkulasi secara non-aktif didalam darah. Komplemen tersebut merupakan
partner dari antibodi, dimana sekali mereka bereaksi dengan antigen, langsung
menolong untuk menghancurkan antigen asing tersebut dan mengeluarkan dari
tubuh, disamping itu tipe lain dari antibodi juga dapat mencegah masuknya virus
kedalam sel.
b. Sel T
Sel T mempunyai dua peranaan penting dalam sistem kekebalan.
Regulator sel T adalah sel yang merancang respon sistem kerja sama diantara
beberapa beberapa tipe sel imun. Helper sel T yang disebut juga CD4 positif T
cells (CD4+ T cells) mempeeringatkan sel B untuk mulai membentuk antibodi.
CD4+ sel T juga dapat mengaktifkan sel T dan sistem imun yang disebut sel
makrofag yang mempengaruhi sel B untuk menentukan antibodi yang diproduksi.
Sel T tertentu yang disebut CD8 positif T cells (CD8+ T cells), dapat menjadi
sel pembunuh sel asing dengan menyerang dan menghancurkan sel yang
menginfeksi tersebut. Pembunuh sel T (T cells killer) juga disebut cytotoxic T
cells atau CTLs (Cytotoxic lymphocytes).

c. Aktivasi helper T sel


Antigen asing yang masuk dalam tubuh dipagosit oleh sel makrofag,
kemudian diproses dan terbentuk fragmen antigen yang akan berkombinasi
dengan protein klas IIMHC pada permukaan sel makrofag. Antigen-protein
kombinasi tersebut mempengaruhi helper sel T untuk menjadi aktif. Reseptor
yang bersikulasi dalam darah akan mempengaruhi sitotoksik sel T mengaktifkan
sitotoksik sel T sehingga sitotoksik sel T menyerang sel yang terinfeksi tersebut
dan menghancurkannya.

Gambar 4. Proses antibodi bekerja untuk melawan antigen


d. Aktivasi sel B untuk memproduksi antibody
Sel B digunakan sebagai salah satu reseptor untuk mengikat antigen
dengan jalan memfagositosis dan memprosesnya. Kemudian sel B meperlihatkan
fragmen antigen tersebut yang terikat oleh protein klas II MHC pada

permukaannya. Bentuk ikatan tersebut kemudian mengikat sel T helper yang


aktif. Proses pengikatan tersebut menstimuli terjadinya transformasi dari sel B
menjadi sel plasma yang akan mengekskresi antibodi.

Gambar 5. Proses pembentukakn sel plasma untuk memproduksi antibody

e. Antibodi
Setelah antigen masuk dalam tubuh, maka helper sel T memberi
peringatan pada sel B untuk bertransformasi menjadi plasma sel yang akan
mensintesis molekul antibodi atau imunoglobulin yang dapat bereaksi terhadap
antigen. Imunoglobulin adalah kelompok molekul yang erat hubungannya
dengan glikoprotein
yang terdiri dari 82-96% protein dan 4-18% karbohidrat. Pada dasarnya
molekul imunoglobulin mempunyai bentuk ikatan 4 rantai yang terdiri dari dua
rantai kembar yang kuat (H=heavy) dan dua rantai kembar yang lemah (L=light),
dimana kedua bentuk rantai tersebut dihubungkan dengan molekul disulfida (S 2).

Didalam rantai ikatan disulfida tersebut bertanggung jawab terhadap formasi dua
jalur ganda yang menguatkan antibodi yang juga merupakan ciri khas dari
molekul antibodi tersebut. Pada ujung terminal amina dan rantai H dan L terciri
dengan sifat yang berubah-ubah (variasi) dari komposisi asam aminonya,
sehingga disebut VH (variasi heavy) dan VL (variasi light). Bagian yang tetap atau
konstant dari rantai L disebut sebagai CL, sedangkan dari rantai H disebut C H,
sedangkan CH sendiri dibagi menjadi sub unit: CH1, CH2, dan CH3. Fungsi dan
daerah yang bervariasi tersebut (V) adalah terlihat dan berperan dalam
pengikatan antigen. Sedangkan pada daerah C adalah berperan untuk menguatkan
ikatan dalam molekul dan daerah C ini terlibat dalam proses sistem biologik
sehingga disebut fungsi efektor seperti: complement binding (ikatan
komplemen, pasase plasenta dan berikatan dengan membran sel).

Gambar 6. bentuk monomer dari imunoglobulin

f. Imunoglobulin dan imunitas humoral


Komponen glikoprotein dari imunoglobulin G (IgG), adalah molekul
efektor yang terbesar dalam respon sistem imun humoral pada orang, jumlahnya
sekitar 75% dari total imunoglobulin dalam plasma darah orang yang sehat.
Sedangkan empat imunoglobulin lainnya yaitu IgM, IgA, IgD dan IgE hanya
mengandung sekitar 25% glikoprotein (Spiegelbert, 1974). Antibodi dari IgG
menunjukkan aktifitas yang dominan selama terjadi respon antibodi sekunder.

Hal tersebut menunjukkan bahwa IgG adalah merupakan respon antibodi yang
telah matang yang merupakan kontak antibodi yang kedua dengan antigen.
Antibodi yang diproduksi pertama kali oleh sel B adalah IgM, sekali
diproduksi konsentrasi IgM meningkat dengan cepat dalam serum darah.
Beberapa jam setelah IgM diproduksi, sel B mulai memproduksi IgG, yang
kemudian konsentrasi IgG meningkat cepat melebihi konsentrasi IgM. Antibodi
IgG ini lebih kuat untuk melawan kuman patogen karena ukurannya yang kecil,
sehingga ia dapat berpenetrasi kedalam jaringan pada tempat yang penting.
Sedangkan aktifitas IgM terbatas pada saluran darah, tetapi IgM merupakan
respon antibodi pertama (antibodi primer) dalam mempertahankan tubuh
terhadap antigen sampai cukup terbentuknya IgG (antibodi sekunder).
Kedua bentuk antibodi tersebut secara terus menerus diproduksi
selama ada antigen dalam tubuh. Antibodi yang diproduksi oleh sel B tersebut
akan melekat pada antigen dan dikeluarkan dari tubuh, dimana antibodi lainnya
yang tidak digunakan di katabolisme dan hancur sendiri. Setiap antibodi
mempunyai kemampuan hidup yang berbeda yaitu: Waktu paroh biologi
(biological half life) dari antibodi: IgG1, IgG2 dan IgG4 adalah 20 hari, IgM
selama 10 hari, IgA 6 hari dan IgD, IgE selama 2 hari.

g. Sintesis imunoglobulin dan bentuk molekulernya


Rantai polipeptida ditandai dengan tiga non-link cluster dari gen
autosoma, satu cluster untuk rantai H dari semua klas antibodi, kedua dengan
rantai kappa L dan ketiga dengan lambda L. Ketiga gen cluster ini disebut H-, kdan y famili gen. Pada orang famili gen H terdapat kromosom 14, gen k pada
kromosom 2 dan famili gen y pada kromosom 22. Studi gen molekuler
menunjukkan adanya keterkaitan segmen gen dalam famili rantai H dan rantai L.
Setiap rantai H ditandai dengan 4 tipe segmen gen yaitu VH , D dan JH. Rantai L
ditandai sebagai segmen 3 segmen gen yaitu VL, JL dan CL. Daerah variabel dari
rantai L ditandai (encoded) sebagai segmen VL dan JL.

Segmen gen C dari rantai H dan L dikode sebagai daerah konstant.


Sembilan imunoglobulin dari isotop rantai H ditemukan pada manusia adalah:
IgM, IgD, IgE, IgG (dengan subklas: IgG1, IgG2, IgG3, IgG4) dan IgA (dengan
subklas: IgA1 dan IgA2). Segmen gen C H diidentifikasi sebagai klas/subklas
rantai H, sedangkan VH, D dan JH diidentifikasi sebagai antigen bagian dari
molekul imunoglobulin. Dalam proses kematangan sel B progeni (muda),
menjadi sel B matang, rantai exon H dibentuk oleh VH, D dan JH yang
berintegrasi (rekombinan gen VHDJH), diikuti penyambungan lokus gen C Htertentu. Kemudian ditranskrip ke mRNA (messenger RNA) dan diterjemahkan
sebagai molekul rantai imunoglobulin H. Gen CH terdekat dengan lokus JH, gen
C (IgM), adalah isotop pertama yang dekspresikan.

Gambar 7. Bentuk genetik rantai H dan rantai L dalam immunoglobulin

2.2 Anatomi dan Fisiologi Sistem Sensori


Indra mempunyai sel-sel reseptor khusus untuk mengenali perubahan
lingkungan. Indra yang kita kenal ada lima, yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.

Indra penglihat (mata)


Indra pendengar (telinga)
Indra peraba (kulit)
Indra pengecap (lidah)
Indra pencium (hidung).
Kelima indra tersebut berfungsi untuk mengenali perubahan lingkungan

luar, oleh karenanya disebut eksoreseptor. reseptor yang berfungsi untuk


mengenali lingkungan dalam, misalnya nyeri, kadar oksigen atau karbon
dioksida, kadar glukosa dan sebagainya, disebut interoreseptor.
Sel-sel interoreseptor misalnya terdapat pada sel otot, tendon,
ligamentum, sendi, dinding saluran pencernaan, dinding pembuluh darah, dan
lain sebagainya. Akan tetapi, sesungguhnya interoreseptor terdapat di seluruh
tubuh manusia. Interoreseptor yang membantu koordinasi dalam sikap tubuh
disebut kinestesis.
2.2.1

Anatomi dan Fisiologi


Mulai dari reseptor di perifer sampai ke korteks sensorik di otak jalur

sensorik sekurang-kurangnya terdiri dari 3 tingkatan neuron. Impuls (rangsang)


berjalan secara sentripetal dari reseptor di perifer ke badan sel neuron tingkat
pertama (primer) di ganglion akar dorsal dari saraf spinal. Aksonnya menuju ke
sentral, bersinaps degnan neuron tingkat dua (sekunder) di kornu posterior
medulla spinalis atau inti homolog di batang otak. Akson neuron sekunder
melintas garis tengah dan menuju pada sisi sebelahnya (kontralateral), kemudian
naik sebagai jaras spinotalamik atau lemniskus medialis menuju ke sinaps
berikutnya di thalamus. Neuron di thalamus, biasanya berupa neuron tingkat tiga
(tersier) terletak di kompleks ventrobasal thalamus dan berproyeksi melalui kaki

posterior kapsula interna ke korteks sensorik di girus postsentral (area brodmann


3-1-2). Pola dasar ini mengemukakan beberapa hal:1
Sistem sensorik menyilang. Informasi sensorik dari separuh badan
berproyeksi ke thalamus dan korteks kontralateral.
Neuron tingkat pertama berada di ganglion akar dorsal
Badan sel neuron tingkat dua berada di kornu posterior medulla spinalis atau
di inti homolog di medulla oblongata seperti nucleus grasilis (yang menerima
impuls dari tungkai) dan kuneatus (yang menerima impuls dari lengan).
Neuron tingkat tiga di thalamus me-relay impuls ke korteks.
2.2.2

Reseptor Pada Sistem Sensorik


Reseptor merupakan organ sensorik khusus yang mampu mencatat

perubahan tertentu di dalam organism dan sekitarnya, serta menghantarkan


rangsangan ini sebagai impuls.4
Pada dasarnya terdapat lima macam reseptor sensoris, antara lain:
1. Mekanoreseptor, yang mendeteksi perubahan bentuk reseptor atau sel-sel
di dekat reseptor tersebut
2. Termoreseptor, yang mendeteksi perubahan suhu, beberapa reseptor
mendeteksi dingin dan lainnya mendeteksi hangat
3. Nosiseptor, yang mendeteksi nyeri, biasanya yang disebabkan oleh
kerusakan fisik maupun kerusakan kimia
4. Reseptor elektromagnetik, yang mendeteksi cahaya pada retina mata
5. Kemoreseptor, yang mendeteksi pengecapan di dalam mulut, bau di dalam
hidung, kadar oksigen di dalam darah arteria, osmolalitas cairan tubuh,
konsentrasi karbondioksida.1, 2
Eksteroseptor mencakup reseptor yang terlibat terutama pada lingkungan
eksternal yaitu: korpuskel (badan) meissner, korpuskel merkel, sel rambut untuk
rasa raba; bulbus krauss untuk rasa dingin; korpuskel ruffini untuk rasa panas;
dan ujung-ujung saraf bebas untuk rasa nyeri. Banyak hasil penelitian yang
mengimplikasikan bahwa sensasi tertentu dihantar oleh ujung tertentu, namun
dengan banyak perkecualian. Misalnya, kornea mata di mana hanya ditemukan

ujung saraf bebas, namun rasa raba, nyeri, panas dan dingin dapat diapresiasi.
Stimulasi yang berlebihan pada tiap ujung sensorik, terlebih bila bersifat melukai
akan menginduksi rasa nyeri. Hubungan manusia dengan dunia luar terjadi
melalui reseptor sensorik yang dapat berupa:1

Reseptor eksteroseptif, yang berespon terhadap stimulus dari lingkungan


eksternal, termasuk visual, auditoar, dan taktil.

Reseptor propioseptif, misalnya yang menerima informasi mengenai posisi


bagian tubuh atau tubuh di ruangan.

Reseptor interoseptif, mendeteksi kejadian internal seperti perubahan


tekanan darah.

2.2.3

Pemeriksaan Fisik Sistem Sensorik


Pemeriksaan sistem sensori sangat bergantung pada kemampuan dan

keinginan pasien untuk bekerja sama. Sensasi dirasakan oleh pasien (sifat
subjektif) dan oleh karena itu pemeriksa sangat bergantung pada tingkat
kepercayaan kita terhadap pasien. Pemeriksaan ini tidak perlu untuk memeriksa
semua wilayahdi permukaankulit. Sebuahpemeriksaancepat pada wajah, le
her, lengan, badan, dan kaki dengan jarum hanya membutuhkan beberapa
detik. Biasanya salah satu tujuannya adalah mencari perbedaan antara kedua sisi
tubuh. Lebih baik untuk bertanya apakah rangsangan pada sisi berlawanan
dari tubuh terasa sama daripada menanyakan apakah terasa berbeda. Pemeriksaan
sensorik terdiri dari:

Sentuhan ringan

Sensasi nyeri

Sensasi getaran

Propriosepsi

Lokalisasi taktil
Pada pasien tanpa tanda atau gejala penyakit neurologis, pemeriksaan

fungsi sensorik dapat dilakukan dengan cepat, dengan memeriksa adanya sensasi

normal pada ujung jari tangan dan kaki. Pemeriksa dapat memilih apakah ia mau
memeriksa sentuhan ringan, nyeri dan sensasi getaran. Jika semuanya normal,
pemeriksaan sensorik lainnya tidak diperlukan. Jika ada gejala atau tanda yang
menunjukkan gangguan neurologi, harus dilakuka pemeriksaan lengkap.5,6,7
2.2.4

Gangguan Sensoris Negatif


Gangguan sensorik superfisial atau gangguan eksteroseptif yang negatif

merupakan salah satu manifestasi sindrom neurologi. Secara singkat gangguan


sensorik negatif itu disebut defisit sensorik. Tergantung pada kedudukan lesi,
apakah di saraf perifer, di radiks posterior atau di lintasan sentralnya, daerah
permukaan tubuh yang anastetik atau baal dan sebagainya memperlihatkan pola
yang khas sesuai dengan penataan anatomi susunan somestesia.8
Mengenal pola defisit sensorik itu berarti mengetahui lokasi lesi yang
mendasarinya. Untuk mempermudah pembahasan defisit sensorik, maka istilah
anestesia dan hipestesia digunakan secara bebas sebagai sinonim dari defisit
sensorik.8
a. Hemihipestesia
Hemihipestesia merupakan hipestesia yang dirasakan sesisi tubuh saja.
Ditinjau dari sudut patofisiologiknya, maka keadaan itu terjadi karena
korteks sensorik primer tidak menerima impuls sensorik dari belahan
tubuh kontralateral. Di dalam klinik hemihipestesia merupakan gejala
utama atau gejala pengiring penyakit perdarahan serebral. Infark yang
menduduki seluruh krus posterior kapsula interna sesisi, mengakibatkan
hemiplegia kontralateral yang disertai hemihipestesis kontralateral juga.
Pada penyumbatan arteri serebri anterior tidak dijumpai hemihipestesia
kontralateral, melainkan hipestesia yang terbatas pada kulit tungkai
kontralateral yang lumpuh.8

b.

Hipestesia alternans

Hipestesia alternans merupakan hipestesia pada belahan wajah ipsilateral


terhadap lesi yang bergandengan dengan hipestesia pada belahan badan
kontralateral terhadap lesi. Lesi yang mendasari pola defisit sensorik itu
menduduki kawasan jaras spinotalamik dan traktus spinalis nervi
trigemini di medulla oblongata.8
c.

Hipestesia tetraplegik
Hipestesia tetraplegik ialah hipestesia pada seluruh tubuh kecuali kepala
dan wajah. Defisit sensorik itu timbul akibat lesi transversal yang
memotong medulla spinalis di tingkat servikalis. Jika lesi menduduki
segmen medulla spinalis di bawah tingkat T1, maka defisit sensorik yang
terjadi dinamakan hipestesia paraplegi. 8

d.

Hipestesia selangkangan (saddle hipestesia)


Hipestesia selangkangan ialah hipestesi pada daerah kulit selangkangan.
Lesi yang mengakibatkannya merusak kauda ekuina.8

e.

Hemihipestesia sindrom brown sequard


Hemihipestesia sindrom brown sequard ialah hemihipestesia pada
belahan tubuh kontralateral terhadap hemilesi di medulla spinalis.8

f.

Hipestesia radikular atau hipestesia dermatomal


Hipestesia radikular ialah hipestesia yang terjadi akibat lesi di radiks
posterior. Dalam hal itu daerah yang hipestetik ialah dermatome yang
disarafi oleh serabut-serabut radiks posterior yang terkena lesi. 8

g.

Hipestesia perifer
Hipestesia perifer ialah hipestesia pada kawasan saraf perifer yang
biasanya mencakup bagian-bagian beberapa dermatom. 8

2.2.5

Gangguan sensorik positif


Gangguan sensorik positif ialah nyeri. Perangsangan yang menghasilkan
nyeri yang bersifat destruktif terhadap jaringan yang dilengkapi dengan
serabut saraf pengantar impuls nyeri. Jaringan itu dinamakan secara
singkat jaringan peka-nyeri. Jaringan atau bangunan yang tidak
dilengkapi dengan serabut nyeri tidak menghasilkan nyeri bilamana
dirangsang, misalnya diskus intervertebral. Jaringan itu tak peka nyeri. 8
Walaupun nyeri pada hakikatnya tidak dapat ditaksirkan dan tidak dapat
diukur, namun yang tidak dapat disangkal ialah, bahwa nyeri merupakan
perasaan yang tidak nyaman dan menyakitkan. Nyeri akibat ditusuk
bebeda dengan nyeri akibat ditekan. Bagaimana seseorang menghayati
nyeri tergantung pada jenis jaringan yang dirangsang, lalu pada jenis serta
sifat perangsangan, dan tergantung pula pada kondisi mental dan fisiknya.
Nyeri dapat langsung dirasakan sebagai hasil perangsangan terhadap
kulit, mukosa rongga mulut dan kornea. 8

2.2.6

Patient Safety
Patient Safety atau keselamatan pasien adalah suatu system yang
membuat asuhan pasien di rumah sakit menjadi lebih aman.Sistem ini
mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil.

2.2.7

Langkah-Langkah Pelaksanaan Patient Safety

Pelaksanaan Patient safety meliputi Sembilan solusi keselamatan Pasien di RS


(WHO Collaborating Centre for Patient Safety, 2 May 2007), yaitu:
1)

Perhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip (look-alike, sound-alike


medication names)

2.2.8

2)

Pastikan identifikasi pasien

3)

Komunikasi secara benar saat serah terima pasien

4)

Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar

5)

Kendalikan cairan elektrolit pekat

6)

Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan

7)

Hindari salah kateter dan salah sambung slang

8)

Gunakan alat injeksi sekali pakai

9)

Tingkatkan kebersihan tangan untuk pencegahan infeksi nosokomial.

Tujuh Standar Keselamatan Pasien


1. Hak pasien
Standarnya adalahpasien & keluarganya mempunyai hak untuk
mendapatkan informasi tentang rencana & hasil pelayanan termasuk
kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak Diharapkan).
Kriterianya adalah
a.
b.
c.

Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan


Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana
pelayanan
Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan
yang jelas dan benar kepada pasien dan keluarga tentang rencana dan
hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk
kemungkinan terjadinya KTD

2. Mendidik pasien dan keluarga


Standarnya adalahRS harus mendidik pasien & keluarganya tentang
kewajiban & tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.
Kriterianya adalah:
Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dgn
keterlibatan pasien adalah partner dalam proses pelayanan. Karena itu,
di RS harus ada system dan mekanisme mendidik pasien &
keluarganya tentang kewajiban & tanggung jawab pasien dalam
asuhan pasien.Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien &
keluarga dapat:
1)

Memberikan info yg benar, jelas, lengkap dan jujur

2)

Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab

3)

Mengajukan pertanyaan untuk hal yg tdk dimengerti

4)

Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan

5)

Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan RS

6)

Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa

7)

Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati

3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan


Standarnya adalah RS menjamin kesinambungan pelayanan dan
menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan.
Kriterianya adalah:
1)
2)
3)
4)

koordinasi pelayanan secara menyeluruh


koordinasi pelayanan disesuaikan kebutuhan pasien dan
kelayakan sumber daya
koordinasi pelayanan mencakup peningkatan komunikasi
komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan

4. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan


evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien
Kriterianya adalah
1)
2)
3)
4)
5.

Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan


(design) yang baik, sesuai dengan Tujuh Langkah Menuju
Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja
Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif
Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan
informasi hasil analisis
Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien

Standarnya adalah
1)

Pimpinan dorong & jamin implementasi progr KP melalui


penerapan 7 Langkah Menuju KP RS .

2)

Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif identifikasi


risiko KP & program mengurangi KTD.

3)

Pimpinan dorong & tumbuhkan komunikasi & koordinasi antar


unit & individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang
KP

4)

Pimpinan mengalokasikan sumber daya yg adekuat utk mengukur,


mengkaji, & meningkatkan kinerja RS serta tingkatkan KP.

5)

Pimpinan mengukur & mengkaji efektifitas kontribusinyadalam


meningkatkan kinerja RS & KP.
Kriterianya adalah

1)

Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan


pasien.

2)

Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan


dan program meminimalkan insiden,

3)

Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua


komponen dari rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi

4)

Tersedia prosedur cepat-tanggap terhadap insiden, termasuk


asuhan kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko
pada orang lain dan penyampaian informasi yang benar dan jelas
untuk keperluan analisis.

5)

Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan


dengan insiden,

6)

Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden

7)

Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar


unit dan antar pengelola pelayanan

8)

Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan

9)

Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi


menggunakan kriteria objektif untuk mengevaluasi efektivitas
perbaikan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien

5. Mendidik staf tentang keselamatan pasien


Standarnya adalah
1)

RS memiliki proses pendidikan, pelatihan & orientasi untuk setiap jabatan


mencakup keterkaitan jabatan dengan KP secara jelas.

2)

RS menyelenggarakan pendidikan & pelatihan yang berkelanjutan untuk


meningkatkan & memelihara kompetensi staf serta mendukung
pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien.

Kriterianya adalah
1)

memiliki program diklat dan orientasi bagi staf baru yang memuat topik
keselamatan pasien

2)

mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan


inservice training dan memberi pedoman yang jelas tentang pelaporan
insiden.

3)

menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok (teamwork)


guna mendukung pendekatan interdisiplin dan kolaboratif dalam rangka
melayani pasien.

6. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan


pasien.
Standarnya adalah
1)

RS merencanakan & mendesain proses manajemen informasi KP untuk


memenuhi kebutuhan informasi internal & eksternal.

2)

Transmisi data & informasi harus tepat waktu & akurat.

Kriterianya adalah
1)

disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses


manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait
dengan keselamatan pasien.

2)

Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk


merevisi manajemen informasi yang ada

2.3

INFEKSI SOKOMIAL
Infeksi nosokomial disebut juga dengan Hospital acquired infection apabila

memenuhi batasan / criteria sebagai berikut:


1. Apabila padawaktu dirawat di RS, tidak dijumpai tanda-tanda klinik
2.

infeksitersebut.
Pada waktu penderita mulai dirawat tidak dalammasa inkubasi dari infeksi

3.

tersebut.
Tanda-tanda infeksi tersebut baru timbul sekurang-kurangnya 3 x 24 jam sejak

mulai dirawat.
4. Infeksi tersebut bukan merupakan sisa (residual) dari infeksi sebelumnya.
5. Bila pada saat mulai dirawat di RS sudah ada tanda-tanda infeksi,
tetapiterbukti bahwa infeksi didapat penderita pada waktu perawatan
sebelumnya dan belum pernah dilaporkan sebagai indeksi nosokomial.
2.3.1

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Infeksi Nosokomial.

Sesara umum factor yang mempengaruhi terjadinya nosokomial terdiri atas 2


bagian besar, yaitu : (Roeshadi, D, 1991)
1. Faktor endogen (umur, seks, penyakit penyerta, daya tahan tubuh dan
kondisikondisi lokal)
2. Faktor eksogen (lama penderita dirawat,kelompok yang merawat, alat
medis,serta lingkungan)
Untuk mudahnya bagaimana seorang pasien mendapat infeksi nosokomial
selama dirawat di RS dapat diringkas sebagai berikut :
1.
Pasien mendapat infeksi nosokomial melalui dirinya sendiri (auto
2.

infeksi)
Pasien mendapat infeksi nosokomial melalui petugas yang merwat

3.

di RS
Pasien mendapat infeksi nosokomial melalui pasien-pasien yang

4.

dirawat ditempat / ruangan yang samadi RS tersebut.


Pasien mendapat infeksi nosokomial melalui keluarga pasien yang

5.

bekunjung kerumah sakit tersebut.


Pasien mendapat infeksi niosokomial melalui peralatan yang dipakai

6.

dirumah sakit tersebut.


Pasien mendapat infeksi nosokomial melalui peralatan makanan yang
disediakan rumah sakit ataupun yang didapatnya dari luar rumah

7.

2.3.2
1.

sakit.
Disamping ke-6 cara-cara terjadinya infeksi nosokomial seperti yang
dinyatakan diatas, maka faktor lingkungan tidak kalah penting
sebagai factor penunjang untuk terjadinya infeksi nosokomial, faktor
lingkungan tersebut adalah
Air
Bahan yang harus di buang ( Disposial)
Udara

Penyebab Infeksi Nosokomial


Agen infeksi
Pasien akan terpapar berbagai macam mikroorganisme selama ia rawat di
rumah sakit. Kontak antara pasien dan berbagai macam mikroorganisme ini

tidak selalu menimbulkan gejala klinis karena banyaknya faktor lain yang
dapat menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial. Kemungkinan terjadinya
infeksi tergantung pada:

karakteristik mikroorganisme,
resistensi terhadap zat-zat antibiotika,
tingkat virulensi,
dan banyaknya materi infeksius.

Semua mikroorganisme termasuk bakteri, virus, jamur dan parasit dapat


menyebabkan infeksi nosokomial. Infeksi ini dapat disebabkan oleh
mikroorganisme yang didapat dari orang lain (cross infection) atau
disebabkan oleh flora normal dari pasien itu sendiri (endogenous infection).
Kebanyakan infeksi yang terjadi di rumah sakit ini lebih disebabkan karena
faktor eksternal, yaitu penyakit yang penyebarannya melalui makanan dan
udara dan benda atau bahan-bahan yang tidak steril. Penyakit yang didapat
dari rumah sakit saat ini kebanyakan disebabkan oleh mikroorganisme
yang umumnya selalu ada pada manusia yang sebelumnya tidak atau jarang
menyebabkan penyakit pada orang normal, (Ducel, 2001).
2.

Bakteri
Bakteri dapat ditemukan sebagai flora normal dalam tubuh manusia
yang sehat. Keberadaan bakteri disini sangat penting dalam melindungi tubuh
dari datangnya bakteri patogen. Tetapi pada beberapa kasus dapat
menyebabkan infeksi jika manusia tersebut mempunyai toleransi yang rendah
terhadap mikroorganisme. Contohnya Escherichia coli paling banyak
dijumpai sebagai penyebab infeksi saluran kemih. Bakteri patogen lebih
berbahaya dan menyebabkan infeksi baik secara sporadik maupun endemik.
Contohnya :

Anaerobik Gram-positif, Clostridium yang dapat menyebabkan gangrene

Bakteri gram-positif: Staphylococcus aureus yang menjadi parasit di kulit


dan hidung dapat menyebabkan gangguan pada paru, pulang, jantung dan

infeksi pembuluh darah serta seringkali telah resisten terhadap antibiotika.


Bakteri gram negatif: Enterobacteriacae, contohnya Escherichia coli,
Proteus, Klebsiella, Enterobacter. Pseudomonas sering sekali ditemukan di
air dan penampungan air yang menyebabkan infeksi di saluran pencernaan
dan pasien yang dirawat. Bakteri gram negatif ini bertanggung jawab

sekitar setengah dari semua infeksi di rumah sakit.


Serratia marcescens, dapat menyebabkan infeksi serius pada luka bekas
jahitan, paru, dan peritoneum.

3.

Virus
Banyak kemungkinan infeksi nosokomial disebabkan oleh berbagai
macam virus, termasuk virus hepatitis B dan C dengan media
penularan dari transfusi, dialisis, suntikan dan endoskopi. Respiratory
syncytial virus (RSV), rotavirus, dan enteroviruses yang ditularkan
dari kontak tangan ke mulut atau melalui rute faecal-oral. Hepatitis
dan HIV ditularkan melalui pemakaian jarum suntik, dan transfusi
darah. Rute penularan untuk virus sama seperti mikroorganisme
lainnya. Infeksi gastrointestinal, infeksi traktus respiratorius, penyakit
kulit dan dari darah. Virus lain yang sering menyebabkan infeksi
nosokomial adalah cytomegalovirus, Ebola, influenza virus, herpes
simplex virus, dan varicella-zoster virus, juga dapat ditularkan
(Wenzel, 2002)

4.

Parasit dan jamur


Beberapa parasit seperti Giardia lamblia dapat menular dengan
mudah ke orang dewasa maupun anak-anak. Banyak jamur dan parasit
dapat timbul selama pemberian obat antibiotika bakteri dan obat
immunosupresan, contohnya infeksi dari Candida albicans, Aspergillus
spp, Cryptococcus neoformans, Cryptosporidium.

5.

Faktor alat
Dari suatu penelitian klinis, infeksi nosokomial tertama disebabkan
infeksi dari kateter urin, infeksi jarum infus, infeksi saluran nafas,
infeksi kulit, infeksi dari luka operasi dan septikemia. Pemakaian infus
dan kateter urin lama yang tidak diganti-ganti. Diruang penyakit
dalam, diperkirakan 20-25% pasien memerlukan terapi infus.
Komplikasi kanulasi intravena ini dapat berupa gangguan mekanis,
fisis dan kimiawi.

2.3.3

Proses Penularan Infeksi Nosokomial


1. Langsung
antara pasien dan personel yang merawat atau menjaga pasien
2. Tidak langsung
o obyek tidak bersemangat atau kondisi lemah
o lingkungan menjadi kontaminasi dan tidak didesinfeksi atau sterilkan
(Sebagai contoh perawatan luka pasca operasi)
o penularan cara droplet infection di mana kuman dapat mencapai ke
udara (air borne)
o Penularan melalui vektor, yaitu penularan melalui hewan atau
serangga yang membawa kuman

Selain itu penularan infeksi nosokomial yaitu;


1. Penularan secara kontak
Penularan ini dapat terjadi secara kontak langsung, kontak tidak langsung dan
droplet. Kontak langsung terjadi bila sumber infeksi berhubungan langsung
dengan penjamu, misalnya person to person pada penularan infeksi virus
hepatitis A secara fecal oral. Kontak tidak langsung terjadi apabila penularan
membutuhkan objek perantara (biasanya benda mati). Hal ini terjadi karena
benda mati tersebut telah terkontaminasi oleh infeksi, misalnya kontaminasi
2.

peralatan medis oleh mikroorganisme.


Penularan melalui Common Vehicle
Penularan ini melalui benda mati yang telah terkontaminasi oleh kuman dan
dapat menyebabkan penyakit pada lebih dari satu penjamu. Adapun jenis-

jenis common vehicleadalah darah/produk darah, cairan intra vena, obatobatan dan sebagainya.
3. Penularan melalui udara dan inhalasi
Penularan ini terjadi bila mikroorganisme mempunyai ukuran yang sangat
kecil sehingga dapat mengenai penjamu dalam jarak yang cukup jauh dan
melalui saluran pernafasan. Misalnya mikroorganisme yang terdapat dalam
4.

sel-sel kulit yang terlepas (staphylococcus) dan tuberculosis.


Penularan dengan perantara vektor
Penularan ini dapat terjadi secara eksternal maupun internal. Disebut
penularan secara eksternal bila hanya terjadi pemindahan secara mekanis dari
mikroorganisme yang menempel pada tubuh vector misalnya shigella dan
salmonella oleh lalat.
Penularan secara internal bila mikroorganisme masuk ke dalam tubuh vektor
dan dapat terjadi perubahan secara biologis, misalnya parasit malaria dalam
nyamuk atau tidak mengalami perubahan biologis, misalnya yersenia
pestis pada ginjal (flea).

2.3.4

Tanda dan gejala Infeksi

Demam
bernapas cepat,
kebingungan mental,
tekanan darah rendah,
urine output menurun,
pasien dengan urinary tract infection mungkin ada rasa sakit ketika
kencing dan darah dalam air seni
sel darah putih tinggi
radang paru-paru mungkin termasuk kesulitan bernapas dan
ketidakmampuan untuk batuk.
infeksi : pembengkakan, kemerahan, dan kesakitan pada kulit atau
luka di sekitar bedah atau luka

2.3.5

Dampak Infeksi Nosokomial

Infeksi nosokomial memberikan dampak sebagai berikut :

1.

Menyebabkan cacat fungsional, stress emosional dan dapat menyebabkan


cacat yang permanen serta kematian.

2.

Dampak tertinggi pada negara berkembang dengan prevalensi HIV/AIDS


yang tinggi.

3.

Meningkatkan biaya kesehatan diberbagai negara yang tidak mampu


dengan meningkatkan lama perawatan di rumah sakit, pengobatan dengan
obat-obat mahal dan penggunaan pelayanan lainnya, serta tuntutan hukum.

2.3.6

Pencegahan Terjadinya Infeksi Nosokomial


Pembersihan yang rutin sangat penting untuk meyakinkan bahwa
rumah sakit sangat bersih dan benar-benar bersih dari debu, minyak dan
kotoran. Perlu diingat bahwa sekitar 90 persen dari kotoran yang terlihat
pasti mengandung kuman. Harus ada waktu yang teratur untuk
membersihkan dinding, lantai, tempat tidur, pintu, jendela, tirai, kamar
mandi, dan alat-alat medis yang telah dipakai berkali-kali.
Pengaturan udara yang baik sukar dilakukan di banyak fasilitas
kesehatan. Usahakan adanya pemakaian penyaring udara, terutama bagi
penderita dengan status imun yang rendah atau bagi penderita yang dapat
menyebarkan penyakit melalui udara. Kamar dengan pengaturan udara yang
baik

akan

lebih

banyak

menurunkan

resiko

terjadinya

penularan

tuberkulosis. Selain itu, rumah sakit harus membangun suatu fasilitas


penyaring air dan menjaga kebersihan pemrosesan serta filternya untuk
mencegahan terjadinya pertumbuhan bakteri. Sterilisasi air pada rumah sakit
dengan prasarana yang terbatas dapat menggunakan panas matahari.
Toilet rumah sakit juga harus dijaga, terutama pada unit perawatan pasien
diare untuk mencegah terjadinya infeksi antar pasien. Permukaan toilet harus
selalu bersih dan diberi disinfektan. Disinfektan akan membunuh kuman dan
mencegah penularan antar pasien. Disinfeksi yang dipakai adalah:

Mempunyai kriteria membunuh kuman


Mempunyai efek sebagai detergen

1.

Mempunyai efek terhadap banyak bakteri, dapat melarutkan


minyak dan protein.
Tidak sulit digunakan
Tidak mudah menguap
Bukan bahan yang mengandung zat yang berbahaya baik untuk
petugas maupun pasien
Efektif
Tidak berbau, atau tidak berbau tak enak

Perbaiki Ketahanan Tubuh


Di dalam tubuh manusia, selain ada bakteri yang patogen oportunis, ada
pula bakteri yang secara mutualistik yang ikut membantu dalam proses
fisiologis tubuh, dan membantu ketahanan tubuh melawan invasi jasad renik
patogen serta menjaga keseimbangan di antara populasi jasad renik komensal
pada umumnya, misalnya seperti apa yang terjadi di dalam saluran cerna
manusia. Pengetahuan tentang mekanisme ketahanan tubuh orang sehat yang
dapat mengendalikan jasad renik oportunis perlu diidentifikasi secara tuntas,
sehingga dapat dipakai dalam mempertahankan ketahanan tubuh tersebut pada
penderita penyakit berat. Dengan demikian bahaya infeksi dengan bakteri
oportunis pada penderita penyakit berat dapat diatasi tanpa harus
menggunakan antibiotika.

2.

Ruangan Isolasi
Penyebaran dari infeksi nosokomial juga dapat dicegah dengan membuat
suatu pemisahan pasien. Ruang isolasi sangat diperlukan terutama untuk
penyakit yang penularannya melalui udara, contohnya tuberkulosis, dan
SARS, yang mengakibatkan kontaminasi berat. Penularan yang melibatkan
virus, contohnya DHF dan HIV. Biasanya, pasien yang mempunyai resistensi
rendah eperti leukimia dan pengguna obat immunosupresan juga perlu
diisolasi agar terhindar dari infeksi. Tetapi menjaga kebersihan tangan dan
makanan, peralatan kesehatan di dalam ruang isolasi juga sangat penting.

Ruang isolasi ini harus selalu tertutup dengan ventilasi udara selalu menuju
keluar. Sebaiknya satu pasien berada dalam satu ruang isolasi, tetapi bila
sedang terjadi kejadian luar biasa dan penderita melebihi kapasitas, beberapa
pasien dalam satu ruangan tidaklah apa-apa selama mereka menderita
penyakit yang sama.
Pencegahan Infeksi nosokomial yaitu dengan:
1.

Membatasi transmisi organisme dari atau antar pasien dengan cara mencuci
tangan dan penggunaan sarung tangan, tindakan septik dan aseptik, sterilisasi

dan disinfektan.
2. Mengontrol resiko penularan dari lingkungan.
3.
Melindungi pasien dengan penggunaan antibiotika yang adekuat, nutrisi
yang cukup, dan vaksinasi.
4. Membatasi resiko infeksi endogen dengan meminimalkan prosedur invasi
5. Pengawasan infeksi, identifikasi penyakit dan mengontrol penyebarannya.
Selain itu Pencegahan Infeksi nosokomial juga dengan menggunakan Standar
kewaspadaan terhadap infeksi, antara lain :
1.
Cuci Tangan

2.

Setelah menyentuh darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi dan bahan

terkontaminasi.
Segera setelah melepas sarung tangan.
Di antara sentuhan dengan pasien.

Sarung Tangan

Bila kontak dengan darah, cairan tubuh, sekresi, dan bahan yang

terkontaminasi.
Bila kontak dengan selaput lendir dan kulit terluka.

3.
Masker, Kaca Mata, Masker Muka
Mengantisipasi bila terkena, melindungi selaput lendir mata, hidung, dan
mulut saat kontak dengan darah dan cairan tubuh.
4.

Baju Pelindung
Lindungi kulit dari kontak dengan darah dan cairan tubuh

Cegah pakaian tercemar selama tindakan klinik yang dapat berkontak


langsung dengan darah atau cairan tubuh

5.

Kain
Tangani kain tercemar, cegah dari sentuhan kulit/selaput lendir
Jangan melakukan prabilas kain yang tercemar di area perawatan
pasien

6.

Peralatan Perawatan Pasien


Tangani peralatan yang tercemar dengan baik untuk mencegah kontak
langsung dengan kulit atau selaput lendir dan mencegah kontaminasi
pada pakaian dan lingkungan
Cuci peralatan bekas pakai sebelum digunakan kembali
Pembersihan Lingkungan
Perawatan rutin, pembersihan dan desinfeksi peralatan dan

7.

8.

perlengkapan dalam ruang perawatan pasien


Instrumen Tajam

Hindari memasang kembali penutup jarum bekas


Hindari melepas jarum bekas dari semprit habis pakai
Hindari membengkokkan, mematahkan atau memanipulasi jarum
bekas dengan tangan
Masukkan instrument tajam ke dalam tempat yang tidak tembus
tusukan

10. Penempatan Pasien


Tempatkan pasien yang mengontaminasi lingkungan dalam ruang pribadi /
isolas

2.4 Pengertian Transportasi Pasien


Transportasi Pasien adalah sarana yang digunakan untuk mengangkut
penderita/korban dari lokasi bencana ke sarana kesehatan yang memadai
dengan aman tanpa memperberat keadaan penderita ke sarana kesehatan yang
memadai.Seperti

contohnya

alat

transportasi

yang

digunakan

untuk

memindahkan korban dari lokasi bencana ke RS atau dari RS yang satu ke RS


yang lainnya. Pada setiap alat transportasi minimal terdiri dari 2 orang para
medik dan 1 pengemudi (bila memungkinkan ada 1 orang dokter). Prosedur
untuk transport pasien antaralain yaitu :
Prosedur Transport Pasien

1. Lakukan pemeriksaan menyeluruh.


Pastikan bahwa pasien yang sadar bisa bernafas tanpa kesulitan setelah
diletakan di atas usungan. Jika pasien tidak sadar dan menggunakan alat
bantu jalan nafas (airway).
2. Amankan posisi tandu di dalam ambulans.
Pastikan selalu bahwa pasien dalam posisI aman selama perjalanan ke
rumah sakit.
3. Posisikan dan amankan pasien.
Selama pemindahan ke ambulans, pasien harus diamankan dengan kuat ke
usungan.
4.

Pastikan pasien terikat dengan baik dengan tandu. Tali ikat keamanan
digunakan ketika pasien siap untuk dipindahkan ke ambulans, sesuaikan
kekencangan tali pengikat sehingga dapat menahan pasien dengan aman.

5. Persiapkan jika timbul komplikasi pernafasan dan jantung.


Jika kondisi pasien cenderung berkembang ke arah henti jantung, letakkan
spinal board pendek atau papan RJP di bawah matras sebelum ambulans
dijalankan.
6. Melonggarkan pakaian yang ketat.
7. Periksa perbannya.
8. Periksa bidainya.
9. Naikkan keluarga atau teman dekat yang harus menemani pasien
10. Naikkan barang-barang pribadi.
11. Tenangkan pasien.
2.2 Teknik Pemindahan Pada Pasien

Teknik pemindahan pada klien termasuk dalam transport pasien, seperti


pemindahan pasien dari satu tempat ke tempat lain, baik menggunakan alat transport
seperti ambulance, dan branker yang berguna sebagai pengangkut pasien gawat
darurat.
1. Pemindahan klien dari tempat tidur ke brankar
Memindahkan klien dri tempat tidur ke brankar oleh perawat membutuhkan bantuan
klien. Pada pemindahan klien ke brankar menggunakan penarik atau kain yang ditarik
untuk memindahkan klien dari tempat tidur ke branker. Brankar dan tempat tidur
ditempatkan berdampingan sehingga klien dapat dipindahkan dengan cepat dan
mudah dengan menggunakan kain pengangkat. Pemindahan pada klien membutuhkan
tiga orang pengangkat
2. Pemindahan klien dari tempat tidur ke kursi
Perawat menjelaskan prosedur terlebih dahulu pada klien sebelum pemindahan. Kursi
ditempatkan dekat dengan tempat tidur dengan punggung kursi sejajar dengan bagian
kepala tempat tidur. Emindahan yang aman adalah prioritas pertama, ketika
memindahkan klien dari tempat tidur ke kursi roda perawat harus menggunakan
mekanika tubuh yang tepat.
3. Pemindahan pasien ke posisi lateral atau prone di tempat tidur
a.

Pindahkan pasien dari ke posisi yang berlawanan

b.

Letakan tangan pasien yang dekat dengan perawat ke dada dan tangan yang jauh ari
perawat, sedikit kedapan badan pasien

c.

Letakan kaki pasien yang terjauh dengan perawat menyilang di atas kaki yang
terdekat

d.

Tempatkan diri perawat sedekat mungkin dengan pasien

e.

Tempatkan tangan perawat di bokong dan bantu pasien

f.

Tarik badan pasien

g.

Beri bantal pada tempat yang diperlukan.


2.3 Jenis-Jenis dari Transportasi Pasien
Transportasi pasien pada umumnya terbagi atas dua : Transportasi gawat darurat dan
kritis .

a. Transportasi Gawat Darurat :


Setelah penderita diletakan diatas tandu (atau Long Spine Board bila diduga patah
tulang belakang) penderita dapat diangkut ke rumah sakit. Sepanjang perjalanan
dilakukan Survey Primer, Resusitasi jika perlu.
Mekanikan saat mengangkat tubuh gawat darurat
Tulang yang paling kuat ditubuh manusia adalah tulang panjang dan yang paling
kuat diantaranya adalah tulang paha (femur). Otot-otot yang beraksi pada tutlang
tersebut juga paling kuat.
Dengan demikian maka pengangkatan harus dilakukan dengan tenaga terutama
pada paha dan bukan dengan membungkuk angkatlah dengan paha, bukan dengan
punggung.
Panduan dalam mengangkat penderita gawat darurat
1.

Kenali kemampuan diri dan kemampuan pasangan kita. Nilai beban yang akan

2.

diangkat secara bersama dan bila merasa tidak mampu jangan dipaksakan

3.

Ke-dua kaki berjarak sebahu kita, satu kaki sedikit didepan kaki sedikit sebelahnya

4.

Berjongkok, jangan membungkuk, saat mengangkat

5.

Tangan yang memegang menghadap kedepan


6.

Tubuh sedekat mungkin ke beban yang harus diangkat. Bila terpaksa jarak
maksimal tangan dengan tubuh kita adalah 50 cm

7.

Jangan memutar tubuh saat mengangkat

8.

Panduan diatas berlaku juga saat menarik atau mendorong penderita


b. Transportasi Pasien Kritis :
Definisi: pasien kritis adalah pasien dengan disfungsi atau gagal pada satu atau
lebih sistem tubuh, tergantung pada penggunaan peralatan monitoring dan terapi.
Transport intra hospital pasien kritis harus mengikuti beberapa aturan, yaitu:
1. Koordinasi sebelum transport

Informasi bahwa area tempat pasien akan dipindahkan telah siap untuk
menerima pasien tersebut serta membuat rencana terapi

Dokter yang bertugas harus menemani pasien dan komunikasi antar dokter
dan perawat juga harus terjalin mengenai situasi medis pasien

Tuliskan dalam rekam medis kejadian yang berlangsung selama transport dan
evaluasi kondisi pasien

2. Profesional beserta dengan pasien: 2 profesional (dokter atau perawat) harus


menemani pasien dalam kondisi serius.

Salah satu profesional adalah perawat yang bertugas, dengan pengalaman


CPRatau khusus terlatih pada transport pasien kondisi kritis

Profesioanl kedua dapat dokter atau perawat. Seorang dokter harus


menemanipasien dengan instabilitas fisiologik dan pasien yang membutuhkan
urgent action

3. Peralatan untuk menunjang pasien

Transport monitor

Blood presure reader

Sumber oksigen dengan kapasitas prediksi transport, dengan tambahan


cadangan30 menit

Ventilator portable, dengan kemampuan untuk menentukan volume/menit,


pressure FiO2 of 100% and PEEP with disconnection alarm and high airway
pressure alarm.

Mesin suction dengan kateter suction

Obat untuk resusitasi: adrenalin, lignocaine, atropine dan sodium bicarbonat

Cairan intravena dan infus obat dengan syringe atau pompa infus dengan
baterai

Pengobatan tambahan sesuai dengan resep obat pasien tersebut

4. Monitoring selama transport.


Tingkat monitoring dibagi sebagai berikut: Level 1=wajib,level 2=Rekomendasi kuat,
level 3=ideal

Monitoring kontinu: EKG, pulse oximetry (level 1)

Monitoring intermiten: Tekanan darah, nadi , respiratory rate (level 1 pada


pasien pediatri, Level 2 pada pasien lain).

2.4 Transport Pasien Rujukan


Rujukan adalah penyerahan tanggung jawab dari satu pelayanan kesehatan
ken pelayanan kesehatan lainnya.
System rujukan upaya kesehatan adalah suatu system jaringan fasilitas
pelayanan kesehatan yang memungkinkan terjadnya penyerangan tanggung jawab
secara timbale-balik atas masalah yang timbul, baik secara vertical maupun horizontal
ke fasilitas pelayanan yang lebih kompeten, terjangkau, rasional, da tidak dibatasi
oleh wilayah administrasi.
Tujuan Rujukan

Tujuan system rujukan adalah agar pasien mendapatkan pertolongan pada


fasilitas pelayanan keseshatan yang lebih mampu sehinngga jiwanya dapat
terselamtkan, dengan demikian dapat meningkatkan AKI dan AKB
Cara Merujuk
Langkah-langkah rujukan adalah :
1.

Menentukan kegawat daruratan penderita


a)

Pada tingkat kader atau dukun bayi terlatih ditemukan penderita yang tidak

dapat ditangani sendiri oleh keluarga atau kader/dukun bayi, maka segera dirujuk ke
fasilitas pelayanan kesehatan yang terdekat,oleh karena itu mereka belum tentu dapat
menerapkan ke tingkat kegawatdaruratan.
b)

Pada tingkat bidan desa, puskesmas pembatu dan puskesmas.


Tenaga kesehatan yang ada pada fasilitas pelayanan kesehatan tersebut harus

dapat menentukan tingkat kegawatdaruratan kasus yang ditemui, sesuai dengan


wewenang dan tanggung jawabnya, mereka harus menentukan kasus manayang boleh
ditangani sendiri dan kasus mana yang harus dirujuk.
2.

Menentukan tempat rujukan


Prinsip dalam menentukan tempat rujukan adalah fasilitas pelayanan yang
mempunyai kewenangan dan terdekat termasuk fasilitas pelayanan swasta dengan
tidak mengabaikan kesediaan dan kemampuan penderita.

3. Memberikan informasi kepada penderita dan keluarga


4. Mengirimkan informasi pada tempat rujukan yang dituju
a. Memberitahukan bahwa akan ada penderita yang dirujuk.
b. Meminta petunjuk apa yang perlu dilakukan dalam rangka persiapan dan selama
dalam
perjalanan ke tempat rujukan.
c.

Meminta petunjuk dan cara penangan untuk menolong penderita bila penderita tidak
mungkin dikirim.
5.

Persiapan penderita (BAKSOKUDA)

6.

Pengiriman Penderita

7.

Tindak lanjut penderita :

a)

Untuk penderita yang telah dikembalikan

b)

Harus kunjungan rumah, penderita yang memerlukan tindakan lanjut tapi tidak

melapor
Jalur Rujukan
Alur rujukan kasus kegawat daruratan :
1. Dari Kader
Dapat langsung merujuk ke :

d.

a.

Puskesmas pembantu

b.

Pondok bersalin atau bidan di desa

c.

Puskesmas rawat inap

Rumah sakit swasta / RS pemerintah


2. Dari Posyandu
Dapat langsung merujuk ke :
a)

b)

Puskesmas pembantu

Pondok bersalin atau bidan di desa

Body Aligment
BODY ALIGMENT
Body alignment adalah susunan geometric bagian-bagian tubuh dalam hubungannya
dengan bagian-bagian tubuh yang lain. Body alignmen baik akan meningkatkan
keseimbangan yang optimal dan fungsi tubuh yang maksimal, baik dalam posisi
berdiri, duduk, maupun tidur. Body aligment yang baik: keseimbangan pada
persendian otot, tendon, ligamen.
Body Alignment yang baik dapat meningkatkan fungsi tangan yang baik,
mengurangi jumlah energi yang digunakan untuk mempertahankan keseimbangan,
mengurangi kelelahan, memperlyas ekspansi paru Meningkatkan sirkulasi renal dan
fungsi gastrointestinal
Body alignment yang buruk dapat: Mengurangi penampilan individu dan
mempengaruhi kesehatan yang dapat mengarah pada gangguan. Perawat merupakan
role model yang penting dalam mengajarkan kebiasaan yang sehat/baik: postur tubuh
yang baik.
A. Prinsip Body Alignment
Prinsip body alignment adalah sebagai berikut:
1. Keseimbangan dapat dipertahankan jika line of gravity melewati dan base of
support.
2. The base of support lebih luas dan pusat gravity lebih rendah kestabilan dan
keseimbangan lebih besar.
3. Jika line gravity berada diluar pusat dari base of support, energi lebih banyak
digunakan untuk mempertahankan keseimbangan.
4. The base of support yang luas dan bagian-bagian dari body alignment baik akan
menghemat energi dan mencegah kelelahan otot.
5. Perubaan dalam posisi tubuh membantu mencegah ketidaknyamanan otot-otot.
6. Body alignment yang jelek dalam waktu yang lama dapat menimbulkan rasa
nyeri kelelahan otot dan kontraktur.
7. Karena struktur enatomi individu berbeda maka intervensi keperawatan harus
secara individual dan sesuai dengan kebutuhan individu tersebut.
8. Memperkuat otot-otot yang lemah, membantu mencegah kekakuan otot dan
ligament ketika body alignment jelek baik secara temporal maupun penggunaan yang

kurang hati-hati.
PENGKAJIAN
Pengkajian body alignment meliputi inspeksi pasien pada saat berdiri, duduk atau
tiduran.
Perawat juga harus memeprtimbangkan factor perkembangan dan faktor lain yang
mempengaruhi body alignment.
Mereview catatan lesehatan pasien untuk menentukan masalah keperawatan dan
medis baik yang lalu maupun yang sekarang.
Tujuan dari pengkajian Body Alignment adalah:
1. Menentukan perubahan normal akibat dari tumbang
2. Mengidentifikasi postur tubuh yang jelek.
3. Mempelajari kebutuhan untuk mempertahankan postur tubu ang baik.
4. Mengidentifikasi kelemahan otot dan kerusakan motorik lainnya.
Kriteria mengkaji alignment pada saat berdiri:
Perawat harus memangdang pasien dari enterior, lateral, dan posterior sehingga posisi
yang tidak dialami/biasa atau kaku dapat dihindari.
Kriteria mengkaji alignment pada saat duduk
Untuk mengkaji alignment pada saat duduk perawat memandang pasien dari arah
lateral pada pasien orang dewasa alignment pada saat duduk kepala dan panggul sama
dengan posisi berdiri.
PERENCANAAN
Tujuan:
1. Mempertaankan body alignment yang baik
2. Pada individu yang mempunyai body alignment yang jelek:
a. Memperbaiki body alignment pada tingkat yang optimal
b. Mencegah kontraktur, memperluas ekspansi dada serta mencegah terjadinya
komplikasi aibat body alignment yang jelek.
EVALUASI
Body alignment dapat dengan mudah diobservasi dengan cara:
1. berdiri didepan pasien untuk mengevaluasi frontal plane pada saat berdiri dan
duduk.
2. berdiri secara lateral untuk memandang sagital plane.
3. Menanyakan kepada pasien apakah merasa nyaman dengan posisi yang diambil
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko cedera b.d standing alignment dan sitting alignment yang jelek
2. Ganguan mobilitas fisik b.d kontraktur

3. Nyeri b.d cedera fisik.


PENGKAJIAN BODY ALIGNMENT
A.
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Untuk melakukan pengkajian body alignment lakukan inspeksi terhadap pada pasien
pada saat berdiri,duduk maupun berbaring. Beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam mengkaji antara lain :
1.
Posisi berdiri
Lakukan inspeksi melalui sudut pandang secara : Anterior,Lateral dan posterior.
Pasien dalam posisi berdiri dengan kepala tegak dan mata lurus kedepan serta bahu
dan pinggul harus lurus dan sejajar, apabila posisi tidak sesuai dengan posisi berdiri
yang benar maka dapat diidentifikasikan bahwa ada gangguan pada otot dan tulang
pasien.
2.
Posisi duduk
Pada saat keadaan ini normalnya kepala dan dada akan akan memiliki keadaan yang
sama pada saat posisi berdiri yaitu kepala pasien harus tegak lurus dengan leher dan
verterba kolumna telapak kaki lurus berpijak pada lantai. Pasien yang dalam keadaan
abnormal akan mengalami kelemahan otot atau pralis otot serta adanya sensasi
(kerusakan saraf)
3.
Posisi berbaring
Letakan pasien pada posisi lateral semua bantal dan penyokong posisi dipindahkan
dari tempat tidur, kemudian tubuh ditopang dengan kasur yang cukup dan vertebra
harus lurus dengan alas yang ada . apabila dijumpai kelainan pada pasien, maka
terdapat penurunan sensasi atau gangguan sirkulasi serta adanya kelemahan.
4.
Cara berjalan
Dikaji untuk mengetahui mobilitas dan kemungkinan resiko cedera akibat dari
terjatuh, pasien diminta berjalan sepanjang 10 langkah kemudian perawat
memperhatikan hal-hal berikut ini :
a.
Kepala tegak, pandangan lurus kedepan, punggung tegak.
b. Tumit menyentuh tanah terlebih dahulu sebelum jari-jari kaki.
c.
Langkah lembut, terkoordinasi dan ritmik
d.
Mudah untuk memulai dan mengakhiri berjalan
e.
Jumlah langkah per menit (pace) 70-100 X per menit, kecuali pada orang tua
mungkin 40 X per menit.
B.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
Nyeri yang berhubungan dengan posisi duduk, berdiri dan berbaring yang salah
akibat pemakaian gips pada daerah ekstremitas
2.
Gangguan mobilitas berhubungan dengan drop foot lutut akibat kontraktur

3.
Resiko cedera berhubungan dengan gangguan keseimbangan yang disertai
kelemahan otot
C.
PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN KEPERAWATAN
1.
Pertahankan posisi tubuh yang tepat dengan pengaturan posisi yang tepat
2.
Perbaiki postur tubuh pada tingkat optimal dengan melatih berdiri, duduk dan
berbaring secara optimal.
3.
Kurangi cedera akibat posisi tubuh yang tidak tepat dengan membantu pasien
melakukan aktifitas sehari-hari
4.
Kurangi beban otot dengan cara meletakan alat dekat dengan pasien dan bantu
pasien pada saat melakukan kegiatan yang bersifat berat.
5.
Cegah komplikasi akibat postur tubuh yang tidak tepat.
D.
EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi yang diharapkan dari hasil tindakan keperawatanuntuk mengatasi gangguan
postur tubuh adalah tidak terjadi perubahan atau kesalahan dalam postur tubuh dan
pasien mampu melaksanakan aktifitas dengan mudah serta tidak merasakan
kelemahan.
iNTERVENSI
Untuk masalah standing alignment:
Jika kontraktur fleksi pada spina servikal: cegah kontraktur yang lebi lanjut lurangi
kontraktur yang ada
Jika tidak mengalami kontraktur: cegah jangan sampai terjadi ontraktur
Kondosis
Latihan mengempeskan perut
Latihan menguatkan dan menyokong otot-otot tulang belakang yang menyokong
spina lumbaris dan otot-otot abdomen
Latihan untuk meningkatkan body alignment yang baik:
Berjalan
Berenang
Intervensi Untuk masalah pada sitting alignment:
Duduk dikursi
Duduk dikursi roda
mempengaruhi tulang belakang danDuduk disamping tempat tidur berhubungan
dengan ukuran dan bentuk objek yangekstremitas atas digunakan
Tempat duduk dan sandaran kursi harus aps utuk individu tersebut:
Tempat duduk tidak terlalu tinggi
Tempat duduk tidak terlalu rendah
Sandaran kursi tidak terlalu jauh
TINDAKAN KEPERAWATAN DALAM MEMBANTU PASIEN BERDIRI,

DUDUK, MENGATUR POSISI FOWLER, DORSAL RECUMBENT, POSISI


PRONASI, LATERAL DAN SIMS
1.
Pasien berdiri
2.
Duduk
3.
Posisi fowler
Posisi fowler adalah posisi setengah duduk atau duduk, dimana bagian kepala tempat
tidur lebih tinggi atau dinaikkan setinggi 15-45. Posisi dilakukan untuk
mempertahankan kenyamanan dan memfasilitasi fungsi pernafasan pasien.

4.
Posisi dorsal recumbent
Adalah dimana posisi kepala dan bahu pasien sedikit mengalami elevasi diatas bantal,
kedua lengan berada di samping sisi tubuh, posisi kaki datar diatas tempat tidur.

5.
Posisi pronasi
Adalah dimana posisi pasien berbaring diatas abnomen dengan kepala menoleh
kesalah satu sisi. Kedua lengan fleksi disamping kepala. Posisi ini memiliki beberapa
keuntungan diantaranya :

Memberikan ekstensi penuh pada persendian pinggul dan lutut.

Mencegah terjadinya fleksi kontraktur dari pinggul dan sendi.

Membantu drainase dari mulut.


6.
Posisi lateral (side lying)
Yaitu seorang tidur diatas salah satu sisi tubuh, dengan membentuk fleksi pada
pinggul dan lutut bagian atas dan meletakkannya lebih depan dari bagian tubuh yang
lain. Posisi ini sangat baik untuk istirahat dan tidur serta membantu menghilangkan
tekanan-tekanan pada sacrum dan tumit. Bagi pasien yang mengalami kelumpuhan
pada salah satu sisi bagian tubuh akan merasa nyaman pada posisi ini dengan
berbaring pada sisi yang normal.

7.
Sim (semi pronasi)
Adalah posisi dimana tubuh miring kekiri atau kekanan. Posisi ini dilakukan untuk
member kenyamanan dan memberikan obat per anus (supositoria).

dapat disimpulkan bahwa body alignment adalah postur atau sikap tubuh.Tubuh dapat
membentuk banyak postur yang memungkinkan tubuh dalam posisi yang nyaman

selama mungkin.Postur tubuh yang baik dapat meningkatkan fungsi tangan dengan
baik, mengurangi jumlah energi yang digunakan, mempertahankan keseimbangan,
mengurangi kecelakaan, memperluas ekspansi paru, dan memingkatkan sirkulasi
renal dan gastrointestinal.
Prinsip body alignment,intinya menjaga keseimbangan dari kemungkinan
kelainan,yang disebakan karena beberapa faktor yang mempengaruhi,yaitu Gravity
dan Postural reflek dan Apposing Muscles Group. Selain itu,faktor yang
mempengaruhi antara lain:nutrisi,status kesehatan,emosi,gaya hidup,perubahan
perilaku seseorang,hidrasi pasien.
Body alignment bisa terjadi ketidaknormalan, diantaranya adalah
Tortikolis,Lordosis,Kifosis, Kifolordosis,Skoliosis ,Kifoskoliosi,Dysplasia Pinggung
Kongenital dan Knock-knee (genu varum)

Refrensi .
http://smointi.blogspot.co.id/2012/12/makalah-sistem-kekebalantubuh.html
http://gladiator909.blogspot.co.id/2015/03/contoh-makalah-biologisistem.html
https://konsepbiologi.wordpress.com/2011/05/23/sistem-kekebalan-tubuhimun/
http://www.academia.edu/12503435/Makalah_Sistem_Kekebalan_Tubuh

http://tugasmine.blogspot.co.id/2015/03/makalah-anatomi-dan-fisiologisistem.html
http://dokumen.tips/documents/anatomi-fisiologi-sistem-sensorik.html
http://referatnaya.blogspot.co.id/2012/01/referat-ilmu-penyakit-sarafsistem.html

https://www.scribd.com/doc/139400989/ANATOMI-DAN-FISOLOGI-SISTEMSENSORIK-docx

https://marsenorhudy.wordpress.com/2011/01/07/patient-safetiykeselamatan-pasien-rumah-sakit/
https://marsenorhudy.wordpress.com/2011/01/07/patient-safetiykeselamatan-pasien-rumah-sakit/
http://sheringtipshidupsehat.blogspot.co.id/2015/02/pengertian-danlangkah-langkah-patient.html
https://en.wikipedia.org/wiki/Patient_safety

http://lpkeperawatan.blogspot.co.id/2014/01/infeksinosokomial.html#.VwqnZzGZtro
http://makalahkesehatan88.blogspot.co.id/2013/11/makalah-infeksinosokomial.html
http://arisetiyani1994.blogspot.co.id/2012/11/makalah-nosokomial.html
http://www.academia.edu/6380424/MAKALAH_INFEKSI_NOSOKOMIAL

http://makalahtransportpasien0928.blogspot.co.id/
http://tanyadokterkeluarga.blogspot.co.id/2010/01/transportasi-pasienkritis.html
https://www.scribd.com/doc/256744726/Makalah-Transport-Pasien
http://makalahtransportpasien0928.blogspot.co.id/
http://keperawatanprofesionalislami.blogspot.co.id/2013/03/makalahbody-aligment.html
http://fadilahnursolehati.blogspot.co.id/2014/05/makalah-bodyalignment.html
http://kep-censs.blogspot.co.id/2012/03/makalah-body-alighment.html
http://adindatataa.blogspot.co.id/2014/01/body-aligment.html

Anda mungkin juga menyukai