Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Sistem kekebalan tubuh sangat mendasar peranannya bagi kesehatan, tentunya harus

disertai dengan pola makan sehat, cukup berolahraga, dan terhindar dari masuknya senyawa

beracun ke dalam tubuh. Sekali senyawa beracun hadir dalam tubuh, maka harus segera

dikeluarkan.

Kondisi sistem kekebalan tubuh menentukan kualitas hidup. Dalam tubuh yang sehat

terdapat sistem kekebalan tubuh yang kuat sehingga daya tahan tubuh terhadap penyakit juga

prima. Pada bayi yang baru lahir, pembentukan sistem kekebalan tubuhnya belum sempurna dan

memerlukan ASI yang membawa sistem kekebalan tubuh sang ibu untuk membantu daya tahan

tubuh bayi. Semakin dewasa, sistem kekebalan tubuh terbentuk sempurna. Namun, pada orang

lanjut usia, sistem kekebalan tubuhnya secara alami menurun. Itulah sebabnya timbul penyakit

degeneratif atau penyakit penuaan.

Sistem imunitas yang sehat adalah jika dalam tubuh bisa membedakan antara diri sendiri

dan benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Biasanya ketika ada benda asing yang yang

memicu respons imun masuk ke dalam tubuh (antigen) dikenali maka terjadilah proses

pertahanan diri.

Secara garis besar, sistem imun menurut sel tubuh dibagi menjadi sistem imun humoral

dan sistem imun seluler. Sistem imun humoral terdiri atas antibodi (Imunoglobulin) dan sekret

tubuh (saliva, air mata, serumen, keringat, asam lambung dan pepsin). Sedangkan sistem imun

dalam bentuk seluler berupa makrofag, limfosit, neutrofil beredar di dalam tubuh kita.
Salah satu bagian yang paling berperan penting yakni sel limfosit, dimana sel limfosit ini

terbagi menjadi dua, limfosit B dan limfosit T. Khusus untuk limfosit T dapat menanggapi

antigen apabila disajikan oleh sel pelengkap. Sel pelengkap pertama yang diketahui sebagai

penyaji antigen (APC) adalah sel makrofag. Sel penyaji akan memproses antigen dahulu sebelum

disajikan sebagai molekul yang dikenali oleh limfosit T.

Maka untuk lebih memahami tentang peran limfosit T dalam sistem imun tubuh manusia,

dibuatlah makalah ini.

I.2 Tujuan Percobaan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yakni untuk mengetahui lebih mendalam

tentang peran limfosit T dalam sistem imun tubuh manusia.

I.3 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari makalah ini yakni :

a) Apakah yang dimaksud dengan sel limfosit T ?

b) apakah peran dari limfosit dalam sistem imun manusia ?

c) Bagaimana cara kerja dari limfosit T ?

d) Bagaimana bentuk-bentuk diferensiasi dari limfosit T ?


BAB II

ISI

A. Sistem imun

Sistem Imun adalah semua mekanisme yang digunakan badan untuk mempertahankan

keutuhan tubuh sebagai perlindungan terhadap bahaya yang dapat di timbulkan berbagai bahan

dalam lingkungan hidup. Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme

yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar dengan mengidentifikasi dan membunuh

patogen serta sel tumor. imunitas atau Sistem imun tubuh manusia terdiri dari imunitas alami

atau system imunnon spesifik dan imunitas adaptif atau system imun spesifik.

Sistem imun non-spesifik yang alami dan sistem imun spesifik. Sistem imun non-spesifik

telah berfungsi sejak lahir, merupakan tentara terdepan dalam sistem imun, meliputi level fisik

yaitu pada kulit, selaput lendir, dan silia, kemudian level larut seperti pada asam lambung atau

enzim.

Sistem imun spesifik ini meliputi sel limfosit yang dimana limfosit merupakan sejenis sel

darah putih pada sistem kekebalan makhluk vertebrata. Ada dua kategori besar limfosit, limfosit

berbutiran besar (large granular lymphocytes) dan limfosit kecil. Limfosit memiliki peranan

penting dan terpadu dalam sistem pertahanan tubuh.

Sel limfosit tersebut meliputi sel B yang membentuk antibodi dan sel T yang terdiri dari sel

T helper, sel T sitotoksik, sel T supresor, dan sel T delayed hypersensitivity. Salah satu cara

untuk mempertahankan sistem imun berada dalam kondisi optimal adalah dengan asupan gizi

yang baik dan seimbang. Kedua sistem imun ini bekerja sama dengan saling melengkapi secara

humoral, seluler dan sitokin dalam mekanisme yang kompleks dan rumit.
B. Sel Limfosit T

1. Pengertian

A Sel T (limfosit T) adalah kelompok sel darah putih yang memainkan peran

utama pada kekebalan seluler. Sel T mampu membedakan jenis patogen dengan
kemampuan berevolusi sepanjang waktu demi peningkatan kekebalan setiap kali
tubuh terpapar patogen. Hal ini dimungkinkan karena sejumlah sel T teraktivasi
menjadi sel T memori dengan kemampuan untuk berproliferasi dengan cepat untuk
melawan infeksi yang mungkin terulang kembali. Kemampuan sel T untuk
mengingat infeksi tertentu dan sistematika perlawanannya, dieksploitasi sepanjang
proses vaksinasi, yang dipelajari pada sistem imun adaptif.

Respon yang dilakukan oleh sel T adalah interaksi yang terjadi antara reseptor
sel T (bahasa Inggris: T cell receptor, TCR) dan peptida yang terikat pada MHC
pada permukaan sel penyaji antigen (APC). Ikatan polivalen yang terjadi
memungkinkan pengiriman sinyal antar kedua sel. Sebuah fragmen peptida kecil
yang melambangkan seluruh isi seluler, dikirimkan oleh sel target ke antarmuka
sebagai MHC untuk dipindai oleh TCR yang mencari sinyal asing dengan lintasan
pengenalan antigen. Aktivasi sel T memberikan respon kekebalan yang berlainan
seperti produksi antibodi, aktivasi sel fagosit atau penghancuran sel target dalam
seketika. Dengan demikian respon imun adaptif terhadap berbagai macam penyakit
dapat diterapkan.

Sel T memiliki prekursor berupa sel punca hematopoietik yang bermigrasi


dari sumsum tulang menuju kelenjar timus, tempat sel punca tersebut mengalami
rekombinasi VDJ pada rantai-beta reseptornya. "T" pada kata sel T adalah
singkatan dari kata timus yang merupakan organ penting tempat sel T tumbuh dan
menjadi matang. Beberapa jenis sel T telah ditemukan dan diketahui mempunyai
fungsi yang berbeda-beda.

Sel T adalah sel di dalam salah satu grup sel darah putih yang diketahui sebagai limfosit

dan memainkan peran utama pada kekebalan selular. Sel T mampu membedakan jenis patogen

dengan kemampuan berevolusi sepanjang waktu demi peningkatan kekebalan setiap kali tubuh

terpapar patogen. Hal ini dimungkinkan karena sejumlah sel T teraktivasi menjadi sel T memori

dengan kemampuan untuk berkembangbiak dengan cepat untuk melawan infeksi yang mungkin

terulang kembali. Kemampuan sel T untuk mengingat infeksi tertentu dan sistematika

perlawanannya, dieksploitasi sepanjang proses vaksinasi, yang dipelajari pada sistem kekebalan

tiruan.

Respon yang dilakukan oleh sel T adalah interaksi yang terjadi antara reseptor sel T

(bahasa Inggris: T cell receptor, TCR) dan peptida MHC pada permukaan sel sehingga

menimbulkan antarmuka antara sel T dan sel target yang diikat lebih lanjut oleh molekul co-

receptor dan co-binding. Ikatan polivalen yang terjadi memungkinkan pengiriman sinyal antar

kedua sel. Sebuah fragmen peptida kecil yang melambangkan seluruh isi selular, dikirimkan oleh

sel target ke antarmuka sebagai MHC untuk dipindai oleh TCR yang mencari sinyal asing

dengan lintasan pengenalan antigen. Aktivasi sel T memberikan respon kekebalan yang berlainan

seperti produksi antibodi, aktivasi sel fagosit atau penghancuran sel target dalam seketika.

Dengan demikian respon kekebalan tiruan terhadap berbagai macam penyakit diterapkan.

2. Peran sel Limfosit T


Peran sel T dapat dibagi menjadi dua fungsi utama : fungsi regulator dan fungsi efektor.

Fungsi regulator terutama dilakukan oleh salah satu subset sel T, sel T penolong (CD4). Sel-sel

CD4 mengeluarkan molekul yang dikenal dengan nama sitokin (protein berberat molekul rendah

yang disekresikan oleh sel-sel sistem imun) untuk melaksanakan fungsi regulatornya. Sitokin

dari sel CD4 mengendalikan proses imun seperti pembentukan imunoglobulin oleh sel B,

pengaktivan sel T lain dan pengaktifan makrofag. Fungsi efektor dilakukan oleh sel T sitotoksik

(sel CD8). Sel-sel CD8 ini mampu mematikan sel yang terinfeksi oleh virus, sel tumor dan

jaringan transplantasi dengan menyuntikkan zat kimia yang disebut perforin ke dalam sasaran

asing. Baik sel CD4 dan CD8 menjalani pendidikan timus di kelenjar timus untuk belajar

mengenal fungsi.

Sel limfosit T pada umumnya berperan dalam imflamasi, aktifasi makrofag dalam

fagositosis, aktifasi dan proliferasi sel B dalam membentuk antibodi. Sel T juga berperan dalam

pengenalan dan penghancuran sel yang terinfeksi virus.

Sel T memiliki prekursor berupa sel punca hematopoietik yang bermigrasi dari sumsum

tulang menuju kelenjar timus, tempat sel punca tersebut mengalami rekombinasi VDJ pada

rantai-beta pencerapnya, guna membentuk protein TCR yang disebut pre-TCR, pencerap spesial

pada permukaan sel yang disebut pencerap sel T. Huruf "T" pada kata sel T adalah singkatan dari

kata timus yang merupakan organ penting tempat sel T tumbuh dan menjadi matang. Beberapa

jenis sel T telah ditemukan dan diketahui mempunyai fungsi yang berbeda-beda.

3. Cara Kerja Limfosit T dalam Sistem Imun

Sel-sel imunokompeten agar dapat mengenali antigen maka pada permukaan sel T dan sel

B dilengkapi dengan reseptor molekul. Reseptor antigen pada permukaan limfosit T berbentuk
heterodimer dengan molekul CD3, sedangkan pada permukaan limfosit B terdapat sebagai

molekul imunoglobulin.

Dalam proses pengenalan antigen bakteri atau parasit limfosit B dapat melaksanakan

sendiri tanpa bantuan sel yang lain. Sebaliknya limfosit T tidak dapat mengenali secara langsung.

Proses pengenalan antigen tersebut memerlukan jenis sel lain yang dinamakan sel pelengkap

(Accessory cell) yang berfungsi untuk memproses secara kimia terlebih dahulu agar antigen

dapat disajikan kepada limfosit T bersama-sama dengan molekul Major Histocompatibility

Complez (MHC).

Limposit T hanya dapat menanggapi antigen apabila disajikan oleh sel pelengkap. Sel

pelengkap pertama yang diketahui sebagai penyaji antigen (APC) adalah sel makrofag. Sel

penyaji akan memproses antigen dahulu sebelum disajikan sebagai molekul yang dikenali oleh

limfosit T. Cara memproses dan penyajian antigeneksogen pada umumnya dapat menyebabkan

aktivasi limfosit dari sub populasi tertentu sehingga membantu aktivasi limfosit B dalam

memproduksi antibodi. Limfosit T yang berperan dalam peristiwa ini adalah limfosit T helper

(CD 4).

Tidak semua antigen yang dikenal oleh limfosit T berasal dari luar sel penyaji.

Antigenendogen diperoleh oleh sel penyaji sebagai akibat infeksi virus dalam sel atau dari sel

yang telah berubah menjadi ganas. Sel-sel tersebut mengekspresikan antigen khas virus tumor

pada permukaannya. Secara teoritis semua sel dalam tubuh inang mempunyai kemampuan sebgai

sel penyaji antigenendogen yang khass tersebut, terhadap limfosit T dari sub populasi yang

tergolong sel sitotoksik. Sel sitotoksik dapat menanggapi antigenendogen dengan cara

membunuh sel-sel yang menyajikannya.


Ada beberapa hipotesis mengenai cara limfosit T berinteraksi dengan antigen yang terikat

pada MHC. Hipotesis pertama menyatakan bahwa interaksi itu dilakukan melalui dua reseptor

pada permukaan sel T, dimana satu reseptor berinteraksi dengan antigen sedangkan reseptor

yang lainnya berinteraksi dengan MHC. Sedangkan hipotesis kedua mengemukakan bahwa

reseptor pada limfosit T berbentuk reseptor tunggal yang secara spesifik mengenal dua antigen

asing dan antigen MHC secara bersama-sama. Belakangan ini orang lebih cenderung setuju

dengan teori yang kedua. Teori reseptor tunggal tersebut menjelaskan bahwa antigen yang akan

diproses dan antigen MHC harus merupakan suatu kesatuan kompleks yang harus cocok dengan

reseptor pengenal tunggal dari limfosit T. Dengan demikian molekul MHC pada mulanya

bertindak sebagai reseptor primer untuk antigen yang telah diproses dan selanjutnya sebagai

kompleks molekul baru yang akan berikatan secara tepat dengan reseptor sekunder pada limfosit

T agar terjadi respon imun.

Untuk membangkitkan suatu respon imun, agar antigen dapat ditangkap oleh limfosit T,

maka adanya kesesuaian antara molekul MHC yang berbeda pada setiap individu dengan antigen

yang telah diproses oleh sel inang merupakan tahap pertama yang sangat menentukan.

Antigen (bentuk segitiga pada gambar di kiri) yang tertelan (1), sebagian dicerna (2) dan

kemudian dipresentasikan kepada sel T helper oleh sel khusus yang disebut makrofag (3).

Proses ini mengaktifkan sel T helper untuk melepaskan hormon (limfokin) yang membantu sel B

berkembang (4). Hormon-hormon ini, bersama dengan rekognisi (tanggap) antigen lebih lanjut

(5), mengubah sel B menjadi sel plasma yang memproduksi antibodi (6). Antibodi (bentuk Y)

yang dihasilkan dapat menjadi salah satu dari beberapa jenis (IgG, IgM, IgA, IgE dan IgD) (7).

Antibodi bersesuaian (cocok) antigen seperti kunci dan lobang kuncinya. Antigen demikian
tidak berbahaya. Sel T helper juga membantu dalam perkembangan sel-sel T sitotoksik (8), yang

dapat membunuh antigen secara langsung, memori sel T yang diproduksi (9) sehingga paparan

ulang dari antigen yang sama akan memberikan respon yang lebih cepat dan efektif (10)

4. Bentuk-Bentuk Diferensiasi Dari Limfosit

Ketika sel T menuju ke kombinasi antigen spesifik, sel-sel dari sel klon sel T

komplementer berproliferisai dan berdiferensiasi selama beberapa hari, menghasilkan sejumlah

besar sel T teraktivasi yang melaksanakan berbagai respons imunitas seluler. Terdapat tiga

subpopulasi sel T, tergantung pada peran mereka setelah diaktifkan oleh antigen.

Sel Tc (cytotocic)

Sel T yang menghancurkan sel penjamu yang memiliki antigen asing, misalnya sel tubuh

yang dimasuki oleh virus, sel kanker, dan sel cangkokan.

Sel Th (helper)

Berperan menolong sel B dalam memproduksi antibodi, memperkuat aktivitas sel T

sitotoksik dan sel T penekan (supresor) yang sesuai, dan mengaktifkan makrofag.

Sel Ts (supperssor)

Sel T yang menekan produksi antibodi sel B dan aktivitas sel T sitotoksik dan penolong.

Sebagian besar dati milyaran Sel T diperkirakan tergolong dalam subpopulasi penolong dan

penekan, yang tidak secara langsung ikut serta dalam destruksi patogen secara imunologik.

Kedua subpopulasi tersebut disebut sel T regulatorik, karena mereka memodulasi aktivitas sel B

dan Sel T sitotoksik serta aktivitas mereka sendiri dan aktivitas makrofag.

Sel Tdh (delayed hypersensitivity)


Merupakan sel yang berperan pada pengerahan makrofag dan sel inflamasi lainnya

ketempat terjadinya reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Dalam fungsinya, sel Tdh sebenarnya

menyerupai sel Th.

Limfokin

Dalam biakan sel limfosit T dapat ditemukan berbagai bahan yang mempunyai efek

biologic. Bahan-bahan tersebut disebut limfokin dan dilepas sel T yang disensitisasi. Beberapa

jenis limfokin yaitu: interleukin, interferon, factor supresor, factor penolong , dan sebagainya.
BAB III

PENUTUP

III.1 Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan yang ada maka dapat ditarik kesimpulan bahwa :

Sistem Imun adalah semua mekanisme yang digunakan badan untuk mempertahankan

keutuhan tubuh sebagai perlindungan terhadap bahaya yang dapat di timbulkan berbagai

bahan dalam lingkungan hidup.

Limfosit merupakan sejenis sel darah putih pada sistem kekebalan makhluk vertebrata.

Ada dua kategori besar limfosit, limfosit berbutiran besar (large granular lymphocytes)

dan limfosit kecil. Limfosit memiliki peranan penting dan terpadu dalam sistem

pertahanan tubuh.

Sel limfosit T pada umumnya berperan dalam imflamasi, aktifasi makrofag dalam

fagositosis, aktifasi dan proliferasi sel B dalam membentuk antibodi. Sel T juga berperan

dalam pengenalan dan penghancuran sel yang terinfeksi virus.

Terdapat tiga jenis sel utama yang terdiferensiasi dari sel T, yaitu sel T sitotoksik, sel T

penolong dan sel T memori.


DAFTAR PUSTAKA

Hartawan, Jerry, 2011, Hubungan Jumlah Limfosit Total dan Limfosit T CD4+ Dengan
Ganggungan Fungsi Kognitif Pada Pasien HIV-AIDS, Universitas Diponegoro,
Semarang.

Widodo, winarso, 2013, Propolis dan Sistem Kekebalan Tubuh,


http://www.kdpbiz.com/?p=2982, diakses pada tanggal 15 Oktober 2017.

Gina. 2010. Sistem Imun. (Online: http://ginaangraeni10.wordpress.com/2010/06/04/sistem-


imun/, diakses pada tanggal 15 Oktober 2017)
Ramdany, Fitria. 2012. Mekanisme Sistem Imun Dalam Tubuh. (Online:
http://blog.ub.ac.id/cdrhfitria/2012/09/19/mekanisme-sistem-imun-dalam-tubuh/, diakses
pada tanggal 14 Oktober 2017)
Wikipedia. Mannan-binding lectin. (Online: http://en.wikipedia.org/wiki/Mannan-
binding_lectin, diakses pada tanggal 16 Oktober 2017)

Anda mungkin juga menyukai