Anda di halaman 1dari 6

TUGAS REVIEW MATA KULIAH IMUNOLOGI

ANTIGEN DAN ANTIBODI

OLEH:
Lili Izamaatin Rosidah (122210101012)

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JEMBER
2016

ANTIGEN DAN ANTIBODI


Secara umum, antigen adalah zat-zat asing yang pada umumnya merupakan protein
yang berkaitan dengan bakteri dan virus yang masuk ke dalam tubuh. Beberapa berupa
polisakarida atau polipeptida, yang tergolong makromolekul dengan BM > 10.000. Antigen
bertindak sebagai benda asing atau nonself oleh seekor ternak dan akan merangsang
timbulnya antibodi.
Antibodi merupakan protein-protein yang terbentuk sebagai respon terhadap antigen
yang masuk ke tubuh, yang bereaksi secara spesifik dengan antigen tersebut. Konfigurasi
molekul antigen-antibodi sedemikian rupa sehingga hanya antibodi yang timbul sebagai
respon terhadap suatu antigen tertentu saja yang ccocok dengan permukaan antigen itu
sekaligus bereaksi dengannya.
Reaksi Antigen dan Antibodi
Sel-sel kunci dalam respon antigen-antibodi adalah sel limfosit. Terdapat dua jenis
limfosit yang berperan, yaitu limfosit B dan T. Keduanya berasal dari sel tiang yang sama
dalam sumsum tulang. Pendewasaan limfosit B terjadi di Bursa Fabricius pada unggas,
sedangkan pada mamalia terjadi di hati fetus, tonsil, usus buntu dan jaringan limfoid dalam
dinding usus. Pendewasaan limfosit T terjadi di organ timus. Sistim kebal atau imun terdiri
dari dua macam, yaitu sistim kebal humoral dan seluler. Limfosit B bertanggung jawab
terhadap sistim kebal humoral. Apabila ada antigen masuk ke dalam tubuh, maka limfosit B
berubah menjadi sel plasma dan menghasilkan antibodi humoral. Antibodi humoral yang
terbentuk di lepas ke darah sebagai bagian dari fraksi - globulin. Antibodi humoral ini
memerangi bakteri dan virus di dalam darah.
Sistem humoral merupakan sekelompok protein yang dikenal sebagai imunoglobulin
(Ig) atau antibodi (Ab). Limfosit T bertanggung jawab terhadap kekebalan seluler. Apabila
ada antigen di dalam tubuh, misalnya sel kanker atau jaringan asing, maka limfosit T akan
berubah menjadi limfoblast yang menghasilkan limphokin (semacam antibodi), namun tidak
dilepaskan ke dalam darah melainkan langsung bereaksi dengan antigen di jaringan. Sistim
kekebalan seluler disebut juga respon yang diperantarai sel.
Apabila ada antigen masuk ke dalam tubuh ternak maka tubuh akan terangsang dan
memunculkan suatu respon awal yang disebut sebagai respon imun primer. Respon ini
memerlukan waktu lebih lama untuk memperbanyak limfosit dan membentuk ingatan
imunologik berupa sel-sel limfosit yang lebih peka terhadap antigen. Kalau antigen yang
sama memasuki tubuh kembali maka respon yang muncul dari tubuh berupa respon imun
sekunder. Respon ini muncul lebih cepat , lebih kuat dan berlangsung lebih lama daripada
respon imun primer.

Gambar 1. Reaksi antigen dan antibodi

Sementara itu, pembuangan antigen setelah diikat antibodi dapat menggunakan berbagai
cara, yakni netralisasi, aglutinasi, presipitasi, dan fiksasi komplemen.

Gambar 2. Mekanisme pelenyapan antigen

Netralisasi merupakan cara yang digunakan antibodi untuk berikatan dengan antigen
supaya aktivitasnya terhambat. Sebagai contoh, antibodi melekat pada molekul yang
akan digunakan virus untuk menginfeksi inangnya. Pada proses ini, antibodi dan antigen dapat
mengalami proses opsonisasi, yakni proses pelenyapan bakteri yang diikat antibodi oleh
makrofaga melalui fagositosis.
Cara pelenyapan antigen berikutnya adalah aglutinasi. Aglutinasi atau penggumpalan
merupakan proses pengikatan antibodi terhadap bakteri atau virus sehingga mudah dinetralkan
dan diopsonisasi. Misalnya, IgG yang berikatan dengan dua sel bakteri atau virus secara bersamasama. Mekanisme yang sama juga terjadi pada cara berikutnya yakni presipitasi. Presipitasi atau
pengendapan merupakan pengikatan silang molekul-molekul antigen yang terlarut dalam cairan
tubuh. Setelah diendapkan, antigen tersebut dikeluarkan dan dibuang melalui fagositosis. Selain
berbagai cara tersebut, pembuangan antigen dapat melalui fiksasi komplemen. Fiksasi
komplemen merupakan pengaktifan rentetan molekul protein komplemen karena adanya infeksi.
Prosesnya menyebabkan virus dan sel - sel patogen yang menginfeksi bagian tubuh menjadi lisis.

Aktivasi Limfosit dan Produksi Antibodi


Aktivasi limfosit T, khususnya limfosit Th dari interaksi antara reseptor sel T +
kompleks antigen-MHC kelas II yang terdapat di permukaan APC. Selain menyajikan
antigen, APC juga memproduksi interleukin-1 yang mampu merangsang pertumbuhan sel T.
Interaksi ini merangsang berbagai reaksi biokimia di dalam sel T, diantaranya adalah
perombakan fosfatidil-inositol dan peningkatan konsentrasi ion Ca++ serta aktivasi protein
kinase-C yang diperlukan sebagai katalisator pada fosforilasi berbagai jenis protein. Reaksireaksi diatas mengakibatkan serangkaian reaksi-reaksi yang menghasilkan ekspresi reseptor
IL-2 dan roduksi IL-2 yang diperlukan untuk proliferasi sel selanjutnya (Grey dkk, 1989;
Abbas dkk, 1991; Roitt dkk, 1993).
Sebagian dari sel T selanjutnya akan berfungsi sebagai sel T helper-inducer untuk
membantu sel B, sebagian lagi akan kembali dalam keadaan istirahat menjadi sel memori.
Aktivasi sel B dapat terjadi atas rangsangan antigen T-independen tipe Im antigen Tindependen tipe II dan antigen T-dependen. Antigen T-dependen memerlukan bantuan sel Th.
Antigen T-independen tipe I dalam konsentrasi tinggi mampu merangsang sel B secara
poliklonal tanpa mengindahkan spesifsitas reseptor permukaan sel B. Contoh antigen seperti
ini adalah lipopolisakarida pada permukaan sel bakteri. Tetapi pada konsentrasi rendah sel B
dengan sIg spesifik sebagai reseptor dapat menangkap antigen sehingga sel teraktivasi.
Antigen T-independen tipe II adalah antigen yang tidak segera dirombak didalam
tubuh misalnyapolisakarida pneumokokus, polimer polivinilpirolidon (PVP) yang mampu
merangsang sel B tanpa banuan sel Th. Antigen dapat melekat dengan aviditas kuat pada
permukaan sel B dengan ikatan multivalen melalui sIg. Pada umumnya antigen T-independen
merangsang pembentukan IgM. Sebagian besar antigen adalah T-dependen yang berarti
respon pada sel B baru dapat terjadi atas rangsangan sel T. Agar sel B apat dirangsang oleh
sel T maka MHC kelas II pada permukaan kedua sel harus sesuai. Hal ini penting untuk
interaksi antara sel T dengan sel B dalam keadaan istirahat (resting B cells). Dilain pihak sel
B yang sudah teraktivasi oleh kompleks antigen-MHC yang relevan.
Sel T yang diaktivasi oleh antigen akan memproduksi interleukin-2 (IL-2) yang
diperlukan untuk proliferasi sel T sendiri, disampign itu sel T juga memproduksi berbagai
faktor atau limfokin yang dapat merangsang perubahan pada berbagai jenis sel antara lain sel
B, sel T sitotoksik, makrofag dan lain-lain karenanya sel itu disebut sel T inducer (Grey dkk,
1989; Hendrik, 1989; Vitetta dkk, 1989).
Berbagai jenis limfokin yang diproduksi oleh sel T dan dipergunakan untuk
merangsang sel B adalah:B-cell stimulatory factor (IL 4), B-cell growth factor (II-6), B-cell
differentiation factor-u (BCDF- u) dan BCDF-gamma serta gamma interferon. Dengan

rangsangan limfokin diatas sel B berproliferasi dan berdiferensiasi lebih lanjut menjadi sel
plasma dan memproduksi imunoglobulin. BCDF- u merangsang produksi IgM yang
diproduksi menjadi IgG dan selanjutnya akan terjadi sintesa dan sekresi immunoglobulin oleh
sel plasma (Abbs dkk, 1991; Kresno, 1991).
Selain berkembang menjadi sel plasma yang memproduksi imunoglobulin, stimulasi
sel B perawan menyebabkan terbetuknya klon sel B yang perlahan-lahan kembali leleadaan
istirahat dan menjadi sel memori. Sel ini seringkali mengekspresikan reseptor yang
mengalami mutasi dan menunjukkan afinitas yang lebih tinggi. Sel B memori maupun sel T
memori akan meninggalkan kelenjar limfe, limpa atau jaringan limfoid lain kemudian masuk
kedalam pembuluh limfe dan pembuluh darah untuk melakukan surveillance (Bellanti, 1985;
Subowo, 1993; Kresno, 1991).
Respon imun sekunder pada umumnya timbul lebih cepat dan lebih kuat
dibandingkan dengan respon primer. Hal ini disebabkan oleh karena adanya sel T dan sel B
memori seta antibodi yang tersisa. Antigen dapat dikenal oleh sel B spesifik secara lebih
efisien. Dalam hal ini sel B bertindak sebgai APC. Karena jumlah sel T dan sel B spesifik
lebih banyak, kemungkinan untuk berinteraksi dengan antigen lebih besar, sehingga titer
antibodi juga cepat meningkat. Disamping itu antibodi yang tersisa juga dapat bereaksi
dengan antigen sehingga kompleks antigen antibodi lebih mudah ditangkap oleh APC dan
diproses dan selanjutnya akan terjadi stimulasi sel T dan sel B seperti halnya pada respons
imun tetapi dengan kecepatan efisiensi lebih tinggi (Bellanti, 1985;Roitt dkk, 1993).
Antibodi Rekombinam
Pada saat ini, telah banyak pengembangan antibodi rekombinan sebagai teknik
pengobatan, seperti pada terapi kanker. Sampai saat ini dikenal dua jenis antibodi rekombinan
yaitu Fab dan ScFv. Fab merupakan fragmen antibodi yang terdiri dari rantai ringan dan CH1
serta bagain variabel rantai berat. Anand et.al (1991) menunjukan bahwa Fab ini mempunyai
sifat stabilitas yang sama besar terhadap panas dibandingkan dengan antibodi utuh (struktur
Y). Disamping itu Fab juga mempunyai fungsi dan efektifitas yang sama dalam
menghilangkan antigen dari dalam tubuh. ScFv (single chain variable fragment) hanya terdiri
dari bagian variabel antibodi yang berasal dari rantai berat dan rantai ringan, sehingga ScFv
merupakan molekul terkecil yang masih mempunyai aktifitas antibodi untuk mengikat
antigen. Meskipun demikian afinitas dan aviditas ScFv terhadap antigen masih menyerupai
antibodi utuh padananya.

Berbeda dengan Fab yang secara alami mempunyai penghubung ikatan disulfida
(pada bagian rantai beratnya), bagian variabel pada ScFv tidak saling terhubung. Oleh karena
itu, pada ScFv diperlukan penghubung berupa asam amino hidrofobik berjumlah 14-16 asam
amino. Panjang dan komposisi asam amino penghubung ini berpengaruh terhadap afinitas
dan stabilitas ScFv. Produksi Fab dan ScFv dalam jumlah besar biasanya dilakukan melalui
over ekspresi menggunakan E. coli sebagai sel host. Meskipun demikian karena ukuran
molekul ScFv lebih kecil dibandingkan Fab, maka molekul ini dapat diekspresikan lebih
efektif dan lebih banyak dibanding Fab.
Guna lebih memperbesar efektifitas antibodi dalam menghilangkan antigen, teknologi
antibodi rekombinan terbaru berusaha menggabungkan beberapa Fab atau ScFv membentuk
sebuah dimer atau multimer. Dimer atau multimer ini biasanya sampai berukuran 60-120 kDa
dan merupakan reagen fungsional yang sangat efektif untuk mengenali sel kanker atau sel
tumor. Beberapa molekul semacam ini telah dikenal masih mempunyai orientasi yang
fleksibel dalam mengikat antigen, sehingga dapat mengikat antigen ini dengan afinitas tinggi
(Adams, et.al, 1998). Sebagai contoh diabodi merupakan gabungan dua molekul ScFv
menggunakan lima penghubung dan mempunyai dua tempat pengikatan antigen, sementara
triabodi merupakan gabungan tiga molekul antigen. Molekul antibodi rekombinan lain yang
telah berhasil dibuat adalah miniabodi, yang merupakan gabungan antara ScFv dengan CH3.
Molekul minibodi ini mempunyai kemampuan melokalisasi tumor xenografts pada tikus dan
mempunyai retensi tinggi pada sel tumor.

Anda mungkin juga menyukai