OLEH:
Lili Izamaatin Rosidah (122210101012)
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JEMBER
2016
Sementara itu, pembuangan antigen setelah diikat antibodi dapat menggunakan berbagai
cara, yakni netralisasi, aglutinasi, presipitasi, dan fiksasi komplemen.
Netralisasi merupakan cara yang digunakan antibodi untuk berikatan dengan antigen
supaya aktivitasnya terhambat. Sebagai contoh, antibodi melekat pada molekul yang
akan digunakan virus untuk menginfeksi inangnya. Pada proses ini, antibodi dan antigen dapat
mengalami proses opsonisasi, yakni proses pelenyapan bakteri yang diikat antibodi oleh
makrofaga melalui fagositosis.
Cara pelenyapan antigen berikutnya adalah aglutinasi. Aglutinasi atau penggumpalan
merupakan proses pengikatan antibodi terhadap bakteri atau virus sehingga mudah dinetralkan
dan diopsonisasi. Misalnya, IgG yang berikatan dengan dua sel bakteri atau virus secara bersamasama. Mekanisme yang sama juga terjadi pada cara berikutnya yakni presipitasi. Presipitasi atau
pengendapan merupakan pengikatan silang molekul-molekul antigen yang terlarut dalam cairan
tubuh. Setelah diendapkan, antigen tersebut dikeluarkan dan dibuang melalui fagositosis. Selain
berbagai cara tersebut, pembuangan antigen dapat melalui fiksasi komplemen. Fiksasi
komplemen merupakan pengaktifan rentetan molekul protein komplemen karena adanya infeksi.
Prosesnya menyebabkan virus dan sel - sel patogen yang menginfeksi bagian tubuh menjadi lisis.
rangsangan limfokin diatas sel B berproliferasi dan berdiferensiasi lebih lanjut menjadi sel
plasma dan memproduksi imunoglobulin. BCDF- u merangsang produksi IgM yang
diproduksi menjadi IgG dan selanjutnya akan terjadi sintesa dan sekresi immunoglobulin oleh
sel plasma (Abbs dkk, 1991; Kresno, 1991).
Selain berkembang menjadi sel plasma yang memproduksi imunoglobulin, stimulasi
sel B perawan menyebabkan terbetuknya klon sel B yang perlahan-lahan kembali leleadaan
istirahat dan menjadi sel memori. Sel ini seringkali mengekspresikan reseptor yang
mengalami mutasi dan menunjukkan afinitas yang lebih tinggi. Sel B memori maupun sel T
memori akan meninggalkan kelenjar limfe, limpa atau jaringan limfoid lain kemudian masuk
kedalam pembuluh limfe dan pembuluh darah untuk melakukan surveillance (Bellanti, 1985;
Subowo, 1993; Kresno, 1991).
Respon imun sekunder pada umumnya timbul lebih cepat dan lebih kuat
dibandingkan dengan respon primer. Hal ini disebabkan oleh karena adanya sel T dan sel B
memori seta antibodi yang tersisa. Antigen dapat dikenal oleh sel B spesifik secara lebih
efisien. Dalam hal ini sel B bertindak sebgai APC. Karena jumlah sel T dan sel B spesifik
lebih banyak, kemungkinan untuk berinteraksi dengan antigen lebih besar, sehingga titer
antibodi juga cepat meningkat. Disamping itu antibodi yang tersisa juga dapat bereaksi
dengan antigen sehingga kompleks antigen antibodi lebih mudah ditangkap oleh APC dan
diproses dan selanjutnya akan terjadi stimulasi sel T dan sel B seperti halnya pada respons
imun tetapi dengan kecepatan efisiensi lebih tinggi (Bellanti, 1985;Roitt dkk, 1993).
Antibodi Rekombinam
Pada saat ini, telah banyak pengembangan antibodi rekombinan sebagai teknik
pengobatan, seperti pada terapi kanker. Sampai saat ini dikenal dua jenis antibodi rekombinan
yaitu Fab dan ScFv. Fab merupakan fragmen antibodi yang terdiri dari rantai ringan dan CH1
serta bagain variabel rantai berat. Anand et.al (1991) menunjukan bahwa Fab ini mempunyai
sifat stabilitas yang sama besar terhadap panas dibandingkan dengan antibodi utuh (struktur
Y). Disamping itu Fab juga mempunyai fungsi dan efektifitas yang sama dalam
menghilangkan antigen dari dalam tubuh. ScFv (single chain variable fragment) hanya terdiri
dari bagian variabel antibodi yang berasal dari rantai berat dan rantai ringan, sehingga ScFv
merupakan molekul terkecil yang masih mempunyai aktifitas antibodi untuk mengikat
antigen. Meskipun demikian afinitas dan aviditas ScFv terhadap antigen masih menyerupai
antibodi utuh padananya.
Berbeda dengan Fab yang secara alami mempunyai penghubung ikatan disulfida
(pada bagian rantai beratnya), bagian variabel pada ScFv tidak saling terhubung. Oleh karena
itu, pada ScFv diperlukan penghubung berupa asam amino hidrofobik berjumlah 14-16 asam
amino. Panjang dan komposisi asam amino penghubung ini berpengaruh terhadap afinitas
dan stabilitas ScFv. Produksi Fab dan ScFv dalam jumlah besar biasanya dilakukan melalui
over ekspresi menggunakan E. coli sebagai sel host. Meskipun demikian karena ukuran
molekul ScFv lebih kecil dibandingkan Fab, maka molekul ini dapat diekspresikan lebih
efektif dan lebih banyak dibanding Fab.
Guna lebih memperbesar efektifitas antibodi dalam menghilangkan antigen, teknologi
antibodi rekombinan terbaru berusaha menggabungkan beberapa Fab atau ScFv membentuk
sebuah dimer atau multimer. Dimer atau multimer ini biasanya sampai berukuran 60-120 kDa
dan merupakan reagen fungsional yang sangat efektif untuk mengenali sel kanker atau sel
tumor. Beberapa molekul semacam ini telah dikenal masih mempunyai orientasi yang
fleksibel dalam mengikat antigen, sehingga dapat mengikat antigen ini dengan afinitas tinggi
(Adams, et.al, 1998). Sebagai contoh diabodi merupakan gabungan dua molekul ScFv
menggunakan lima penghubung dan mempunyai dua tempat pengikatan antigen, sementara
triabodi merupakan gabungan tiga molekul antigen. Molekul antibodi rekombinan lain yang
telah berhasil dibuat adalah miniabodi, yang merupakan gabungan antara ScFv dengan CH3.
Molekul minibodi ini mempunyai kemampuan melokalisasi tumor xenografts pada tikus dan
mempunyai retensi tinggi pada sel tumor.