Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Antibakteri adalah suatu senyawa yang digunakan untuk mengambat
bakteri. Antibakteri biasanya terdapat dalam suatu organisme sebagai metabolit
sekuder. Mekanisme senyawa antibakteri secara umum dilakukan dengan cara
merusak dinding sel, mengubah permeabilitas membran, mengganggu sintesis
protein, dan menghambat kerja enzim (Pelczar dan Chan, 2008). Senyawa yang
berperan dalam merusak dinding sel antara lain fenol, flavonoid, dan alkaloid.
Senyawa fitokimia tersebut berpotensi sebagai antibakteri alami pada bakteri
patogen, contohnya terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia
coli.
Staphylococcus aureus merupakan salah satu bakteri penyebab infeksi
tersering di dunia. Tingkat keparahan infeksinya pun bervariasi, mulai dari
infeksi minor di kulit (furunkulosis dan impetigo), infeksi traktus urinarius,
infeksi trakrus respiratorius, sampai infeksi pada mata dan Central Nervous
System (CNS) (DeLeo etal , 2010). Menurut Kusuma (2010), Escherichia coli
merupakan bakteri yang bersifat patogen pada manusia ini menyebabkan
gangguan pencernaan pada manusia serta mengganggu sistem kerja dari organ
lambung. Bakteri ini juga sebagai penyebab utama dari morbiditas dan
mortalitas diseluruh dunia.
Jamur ada yang uniseluler dan multiseluler. Tubuhnya terdiri dari benang-
benang yang disebut hifa, hifa dapat membentuk anyaman bercabang-cabang
yangdisebut miselium. Reproduksi jamur, ada yang dengan cara vegetatif ada
pula dengan cara generatif.Selain memiliki berbagai macam cara untuk
berkembangbiak, jamur juga terdiri dari aneka macam jenis baik yang
bermanfaat maupun yang berbahaya/beracun. Saat ini sebagian besar jamur
yang dibudidayakan masyarakat adalah jamur yang bermanfaat, khususnya
jamur konsumsi yang bisa dimakan atau dimanfaatkan sebagai obat.
Penicillium sp dan Aspergilus sp adalah genus jamur ascomycetous major
pentingnya dalam lingkungan alam serta produksi makanan dan obat yang
membunuh atau menghentikan pertumbuhan beberapa jenis bakteri di dalam
tubuh. Spesies Penicillium adalah jamur tanah di mana-mana lebih suka iklim
dingin dan moderat, biasanya hadir dimanapun bahan organik yang tersedia.
Spesies Penicillium yang hadir di udara dan debu dari lingkungan dalam
ruangan, seperti rumah-rumah dan bangunan umum.
Oleh sebab itu,makalah ini membahas tentang bakteri ( Staphylococcus
aureus dan Escherichia coli) dan Jamur (Aspergilus sp dan Penicillin sp) agar
masyarakat mengetahui bahaya bakteri dan jamur dan lebih berhati-hati dalam
menjaga kesehatan lingkungan dan tubuh.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dasar dari bakteri Staphylococcus aureus dan
Escherichia coli?
2. Bagaimana konsep dasar dari jamur Aspergilus sp dan Penicillin sp?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep dasar dari bakteri Staphylococcus aureus dan
Escherichia coli?
2. Untuk mengetahui konsep dasar dari jamur Aspergilus sp dan Penicillin sp?

2
BAB II
PEMBAHASAN

I. STAPHYLOCOCCUS AUREUS
1.1 Pengertian
Staphylococcus aureus (S. aureus) adalah bakteri gram positif yang
menghasilkan pigmen kuning, bersifat aerob fakultatif, tidak menghasilkan
spora dan tidak motil, umumnya tumbuh berpasangan maupun
berkelompok, dengan diameter sekitar 0,8-1,0 µm. S. aureus tumbuh
dengan optimum pada suhu 37oC dengan waktu pembelahan 0,47 jam. S.
aureus merupakan mikroflora normal manusia. Bakteri ini biasanya
terdapat pada saluran pernapasan atas dan kulit. Keberadaan S. aureus
pada saluran pernapasan atas dan kulit pada individu jarang menyebabkan
penyakit, individu sehat biasanya hanya berperan sebagai karier. Infeksi
serius akan terjadi ketika resistensi inang melemah karena adanya
perubahan hormon; adanya penyakit, luka, atau perlakuan menggunakan
steroid atau obat lain yang memengaruhi imunitas sehingga terjadi
pelemahan inang.
Infeksi S. aureus diasosiasikan dengan beberapa kondisi patologi,
diantaranya bisul, jerawat, pneumonia, meningitis, dan arthritits.Sebagian
besar penyakit yang disebabkan oleh bakteri ini memproduksi nanah, oleh
karena itu bakteri ini disebut piogenik. S. aureus juga menghasilkan
katalase, yaitu enzim yang mengkonversi H2O2 menjadi H2O dan O2, dan
koagulase, enzim yang menyebabkan fibrin berkoagulasi dan
menggumpal. Koagulase diasosiasikan dengan patogenitas karena
penggumpalan fibrin yang disebabkan oleh enzim ini terakumulasi di
sekitar bakteri sehingga agen pelindung inang kesulitan mencapai bakteri
dan fagositosis terhambat.

2.1 Morfologi dan identifikasi


Bakteri Staphylococcus berbentuk bulat menyerupai bentuk buah anggur
yang tersusun rapi dan tidak teratur satu sama lain. Sifat dari bakteri ini
umumnya sama dengan bakteri coccus yang lain yaitu :
1. Berbentuk bulat dengan diameter kira-kira 0,5 – 1,5 µm.
2. Warna koloni putih susu atau agak krem
3. Tersusun dalam kelompok secara tidak beraturan.
4. Bersifat fakultatif anaerobic
5. Pada umumnya tidak memiliki kapsul
6. Bakteri ini juga termasuk juga bakteri nonsporogenous (tidak
berspora)
7. Sel-selnya bersifat positif-Gram, dan tidak aktif melakukan
pergerakan (non motile)
8. Bersifat pathogen dan menyebabkan lesi local yang oportunistik
9. Menghasilkan katalase

3
10. Tahan terhadap pengeringan, panas dan Sodium Khlorida (NaCl) 9
%
11. Pertumbuhannya dapat dihambat dengan cepat oleh bahan kimia
tertentu seperti Hexachlorophene 3%.
12. Sebagian besar adalah saprofit yang hidup di alam bebas, namun
habibat
Alamiahnya adalah pada permukaan epitel golongan
primate/mamalia.
Bakteri yang memiliki genus Staphylococcus ini mempunyai ciri-ciri
morfologi sebagai berikut:
 warna koloni putih susu atau agak krem,
 bentuk koloni bulat, tepian timbul,
 sel bentuk bola, diameter 0,5-1,5 um,
 terjadi satu demi satu, berpasangan, dan dalam
kelompok tidak teratur,

3.1 Klasifikasi Staphylococcus aureus


a. Berdasarkan morfologi
Bentuknya bulat(kokus) atau lonjong (0,8 sampai 0,9), jenis
yang tidak bergerak, tidak berspora dan gram positif. Tersusun
dalam kelompok seperti buah anggur. Pembentukan kelompok ini
terjadi karena pembelahan sel terjadi dalam tiga bidang dan sel
anaknya cenderung dekat dengan sel induknya. Bersifat aerob dan
tumbuh baik pada pembenihan yang sederhana pada temperatur
optimum 37oC dan pH 7,4. Merupakan salah satu bakteri yang
cukup kebal diantara mikroorganisme yang tidak berspora tahan
panas pada suhu 60oC selama 30 menit, tahan terhadap fenol selama
15 menit.

b. Berdasarkan filogenik (garis keturunan)


Scientific Classificatin
Domain : Bacteria
Kingdom : Eubacteria
Phylum : Firmicutes
Class : Bacilli
Order : Bacillales
Family : Staphylococcaceae
Genus : Staphylococcus
Species : S. aureus

4
c. Berdasarkan sifat pewarnaan
Staphylococcus aureus (S. aureus) adalah bakteri gram positif yang
menghasilkan pigmen kuning, bersifat aerobfakultatif, tidak
menghasilkan spora dan tidak motil, umumnya tumbuh berpasangan
maupun berkelompok,dengan diameter sekitar 0,8-1,0 µm. S. aureus
tumbuh dengan optimum pada suhu 37oC dengan waktu pembelahan
0,47 jam.
S. aureus merupakan mikroflora normal manusia. Bakteri ini biasanya
terdapat pada saluran pernafasan atas dan kulit. Keberadaan S. Aureus
pada saluran pernafasan atas dan kulit pada individu jarang
menyebabkan penyakit, individu sehat biasanya hanya berperan
sebagai karier. Infeksi serius akan terjadi ketika resistensi inang
melemah karena adanya perubahan hormon; adanya penyakit, luka,
atau perlakuan menggunakan steroid atau obat lain yang
memengaruhi imunitas sehingga terjadi pelemahan inang.
d. Berdasarkan aktivitas metabolisme
1. Kebutuhan akan O2
Staphylococcus aureus tumbuh dengan baik pada
berbagai media bakteriologi di bawah suasana aerobic atau
microaerofilik. Koloni akan tumbuh dengan cepat pada
temperatur 37ºC namun pembentukan pigmen yang terbaik
adalah pada temperatur kamar (20ºC-35ºC) koloni pada
media padat akan berbentuk bulat, lembut dan mengkilat.
Pada pembenihan cair menyebabkan kekeruhan yang
merata tidak membentuk pigmen pada nutrien agar setelah di
inkubasi selama 24 jam kolonin berpigmen kuning emas,
ukuran 2-4mm, bulat, cembung tapi rata pada agar darah atau
media BAP sekeliling koloni akan terlihat zona beta
hemolisa (zona jernih) yang lebar.
2. Produksi toksin dan enzim
Staphylococcus aureus dapat menimbulkan penyakit
melalui kemampuan berkembang biak dan menyebar luas
dalam jaringan dan melalui pembentukan berbagai zat

5
ekstraseluler. Beberapa zat ini adalah enzim, sedangkan yang
lain di duga toksin,meskipun berfungsi sebagai enzim
kebanyakan toksin berada di bawah pengendalian genetik
plasmid atau DNA yang berbentuk cekuler yang terdapat
dalam kromosom.
Hemolisa: Staphylococcus aureus dapat di bedakan
menjadi 3 hemolisa yang di sebut alfa,beta dan gama.Semua
hemolisa ini antigennya berbeda.Hemolisa alfa dapat
menyebabkan hemolisis sel darah merah kelinci dan domba
dengan cepat, hemolisa alfa di sebabkan oleh jenis koagulase
positif dan penting pada patogenesis infeksi pada manusia.
Koagulase: Staphylococcus aureus menghasilkan
koagulase suatu protein yang mirip enzim yang dapat
menggumpalkan plasma yang telah di beri oksalat atau sitrat
dengan bantuan suatu faktor yang terdapat pada banyak
serum. Faktor serum bereaksi dengan koagulase untuk
menghasilkan enterase dan menyebabkan aktivitas
pembekuan. Koagulase dapat mengendapakan fibrin pada
permukaan Staphylococcus. Staphylococcus aureus
membentuk koagulase positif di anggap mempunyai potensi
menjadi patogen invasive.
Katalase: Staphylococcus menghasilkan katalase yang
mengubah hydrogen peroksida (H2O2) menjadi air dan
oksigen.tes katalase membedakan Staphylococcus positif dari
Streptococcus yang negatif.

4.1 Struktur sel


Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram-positif, tidak
bergerak, tidak berspora dan mampu membentuk kapsul, berbentuk kokus
dan tersusun seperti buah anggur. Ukuran Staphylococcus berbeda-beda
tergantung pada media pertumbuhannya. Apabila ditumbuhkan pada media
agar, Staphylococcus memiliki diameter 0,5-1,0 m dengan koloni
berwarna kuning. S. aureus mempunyai dinding sel yang terdiri dari
peptidoglikan, asam teikoik, fibronectin binding protein, clumping factors
dan collagen binding protein.
Komponen utama dinding sel adalah peptidoglikan yang menyusun
hampir 50% dari berat dinding sel. Peptidoglikan tersusun dari polimer
polisakarida (asam N-asetilglukosamin dan asam N-asetilmuramik),
polipeptida (L-Ala, D-Glu, L-Lys, D-Ala, D-ala) dan sebuah jembatan
pentaglisin. Melalui katalisis transpeptidase oleh Penicillin-Binding
Protein (PBP), setiap peptidoglikan akan saling berikatan dengan
peptidoglikan lainnya dengan cara merubah rantai alanin agar berikatan
dengan jembatan pentaglisin dari peptidoglikan lainnya. Proses
menghasilkan suatu struktur dinding sel yang padat. Beberapa enzim juga
dihasilkan oleh S.aureus, diantaranya koagulase, clumping factor,
hialuronidase dan -laktamase.

6
Dinding sel S. Aureus juga mengandung asam teikoat, yaitu sekitar
40% dari berat kering dinding selnya. Asam teikoat adalah beberapa
kelompok antigen dari Staphylococcus. Asam teikoat mengandung
aglutinogen dan N-asetilglukosamin.
Staphylococcus aureus adalah bakteri aerob dan anaerob fakultatif
yang mampu menfermentasikan manitol dan menghasilkan enzim
koagulase, hyalurodinase, fosfatase, protease dan lipase. Staphylococcus
aureus mengandung lysostaphin yang dapat menyebabkan lisisnya sel
darah merah. Toksin yang dibentuk oleh Staphylococcus aureus adalah
haemolysin alfa, beta, gamma, delta dan epsilon. Toksin lain ialah
leukosidin, enterotoksin dan eksfoliatin. Enterotosin dan eksoenzim dapat
menyebabkan keracunan makanan terutama yang mempengaruhi saluran
pencernaan. Leukosidin menyerang leukosit sehingga daya tahan tubuh
akan menurun. Eksofoliatin merupakan toksin yang menyerang kulit
dengan tanda-tanda kulit terkena luka bakar.
Suhu optimum untuk pertumbuhan Staphylococcus aureus adalah
35 – 37o C dengan suhu minimum 6,7o C dan suhu maksimum 45,4o C.
o

Bakteri ini dapat tumbuh pada pH 4,0 – 9,8 dengan pH optimum 7,0 – 7,5.
Pertumbuhan pada pH mendekati 9,8 hanya mungkin bila substratnya
mempunyai komposisi yang baik untuk pertumbuhannya. Bakteri ini
membutuhkan asam nikotinat untuk tumbuh dan akan distimulir
pertumbuhannya dengan adanya thiamin. Pada keadaan anaerobik, bakteri
ini juga membutuhkan urasil. Untuk pertumbuhan optimum diperlukan
sebelas asam amino, yaitu valin, leusin, threonin, phenilalanin, tirosin,
sistein, metionin, lisin, prolin, histidin dan arginin. Bakteri ini tidak dapat
tumbuh pada media sintetik yang tidak mengandung asam amino atau
protein.
Selain memproduksi koagulase, S. aureus juga dapat memproduksi
berbagai toksin, diantaranya :
 Eksotoksin-a yang sangat beracun.
 Eksotoksin-b yang terdiri dari hemosilin, yaitu suatu komponen yang
dapat menyebabkan lisis pada sel darah merah.
 Toksin F dan S, yang merupakan protein eksoseluler dan bersifat
leukistik.
 Hialuronidase, yaitu suatu enzim yang dapat memecah asam
hyaluronat di dalam tenunan sehingga mempermudah penyebaran
bakteri ke seluruh tubuh.
 Grup enterotoksin yang terdiri dari protein sederhana.

Staphylococcus aureus hidup sebagai saprofit di dalam saluran-


saluran pengeluaran lendir dari tubuh manusia dan hewan-hewan seperti
hidung, mulut dan tenggorokan dan dapat dikeluarkan pada waktu batuk
atau bersin. Bakteri ini juga sering terdapat pada pori-pori dan permukaan
kulit, kelenjar keringat dan saluran usus. Selain dapat menyebabkan
intoksikasi, S. aureus juga dapat menyebabkan bermacam-macam infeksi

7
seperti jerawat, bisul, meningitis, osteomielitis, pneumonia dan mastitis
pada manusia dan hewan.

5.1 Daur hidup

ket : MRSA : Methicillin-resistant Staphylococcus aureus


PVL : Panton-Valentine Leukocidin
PMN : Polymorphonuclear leukocytes, or granulocyte;
Polymorphonuclear neutrophil
MRSA terdiri dari 2 bagian, yaitu lukS-PV dan lukF-PV yang
keduanya mengandung PVL. PVL dimediasi oleh nekrosis sel epitel.
Pada sel bakteri terdapat lapisan yang mengandung PMN. Kemudian
PVL menempel pada lapisan terluar bakteri yang bisa mengakibatkan 2
kejadian, yaitu : jika kandungan PVL kecil, sel tersebut akan mengalami
apositosis ; sedangkan bila kandungan PVL besar, sel akan mengalami
sitolisis. Jika mengalami sitolisis, mediator inflamasi atau ROS dirilis
untuk membuat PVL menjadi lisis yang mengarah ke jaringan nekrosis

6.1 Epidemologi
Staphylococcus aureus dapat menyebabkan penyakit dengan
produksi toksin preformed maupun oleh menginfeksi baik jaringan lokal
dan sirkulasi sistemik. Penularan penyakit dapat terjadi pada bagian-
bagian di bawah ini.
o Gastrointestinal: Staphylococcus aureus dapat menyebabkan
infeksi akut keracunan makanan melalui preformed enterotoxins.
Bahan makanan mungkin terinfeksi oleh bakteri Staphylococcus
aureus yang terdapat pada produk daging, unggas, produk telur,
salad seperti telur, tuna, ayam, kentang, dan makaroni, krim pengisi
roti, kue pai, kue sus coklat, dan produk susu.
o Infeksi kulit dan rambut: Staphylococcus aureus umumnya hidup
berkoloni pada permukaan kulit nasofaring, dan perineum. Infeksi di
permukaan ini dapat terjadi terutama bila penghalang kulit
mengalami gangguan fungsi atau kerusakan.

8
o Infeksi sistemik: Staphylococcus aureus pada umumnya
menyebabkan infeksi endokarditis pada penderita osteomyelitis,
penderita infeksi sinus, dan penderita epiglotitis (biasanya anak-
anak).
o Infeksi nosokomial: resisten methicillin Staphylococcus
staphylococcal (MRSA) adalah strain bakteri yang umumnya terlibat
dalam infeksi nosokomial . Faktor risiko untuk kolonisasi MRSA
atau infeksi yang terjadi di rumah sakit antara lain sebelum paparan
antibiotik, saat masuk ke unit perawatan intensif, insisi bedah,
maupun paparan pasien yang terinfeksi.

7.1 Patogenesis
Umumnya dapat menimbulkan penyakit pembekakan (abces) seperti :
1. Jerawat
2. Periapikal
3. Abces
4. Infeksi saluran kemih (primer)
5. Infeksi ginjal (sekunder)
6. Infeksi kulit
Kemampuan patogenik dari galur Staphylococcus aureus adalah
pengaruh gabungan antara faktor ekstraseluler dan toksin bersama dengan
sifat daya sebar invasif. Pada satu sisi semata-mata diakibatkan oleh
ingesti enterotoksin dan pada sisi lain adalah bakteremia dan penyebaran
abses pada berbagai organ. Peranan sebagai bahan ekstraseluler pada
patogenesis berasal dari sifat masing-masing bahan tersebut.
Staphylococcus aureus yang patogenik dan hanya bersifat invasif
menghasilkan koagulase dan cenderung untuk menghasilkan pigmen
kuning dan menjadi hemolitik. Staphylococcus aureus yang nonpatogenik
dan tidak bersifat invasif seperti Staphylococcus epidermidis adalah
koagulase negatif dan cenderung nonhemolitik. Organisme semacam itu
jarang menyebabkan supurasi tetapi dapat menginfeksi proteosa di bidang
ortopedi atau kardiovaskular atau menyebabkan penyakit pada orang yang
mengalami penurunan daya tahan tubuh (Jawetz, dkk, 2005 : 322).
Staphylococcus aureus ini terbawa di hidung, tenggorokan, aksila,
sela jari kaki, dan perineum pada 30-50% orang sehat tanpa menyebabkan
infeksi klinis. Pembawa asimtomatik ini penting secara klinis karena
bakteri dapat dipindahkan ke bagian tubuh yang rentan (misalnya dari
hidung ke luka) atau dari individu asimtomatik sehat ke seseorang yang
kurang sehat yang akan menderita infeksi klinis (Gould, 2003 : 152)
Sebagian bakteri Stafilokokus merupakan flora normal pada kulit,
saluran pernafasan, dan saluran pencernaan makanan pada manusia.
Bakteri ini juga ditemukan di udara dan lingkungan sekitar. S. aureus yang
patogen bersifat invasif, menyebabkan hemolisis, membentuk koagulase,
dan mampu meragikan manitol
Infeksi oleh S. aureus ditandai dengan kerusakan jaringan yang
disertai abses bernanah. Beberapa penyakit infeksi yang disebabkan oleh

9
S. aureus adalah bisul, jerawat, impetigo, dan infeksi luka. Infeksi yang
lebih berat diantaranya pneumonia, mastitis, plebitis, meningitis, infeksi
saluran kemih, osteomielitis, dan endokarditis. S. aureus juga merupakan
penyebab utama infeksi nosokomial, keracunan makanan, dan sindroma
syok toksik (Ryan, et al., 1994; Warsa, 1994). Bisul atau abses setempat,
seperti jerawat dan borok merupakan infeksi kulit di daerah folikel rambut,
kelenjar sebasea, atau kelenjar keringat. Mula-mula terjadi nekrosis
jaringan setempat, lalu terjadi koagulasi fibrin di sekitar lesi dan pembuluh
getah bening, sehingga terbentuk dinding yang membatasi proses nekrosis.
Infeksi dapat menyebar ke bagian tubuh lain melalui pembuluh getah
bening dan pembuluh darah, sehingga terjadi peradangan pada vena,
trombosis, bahkan bakterimia. Bakterimia dapat menyebabkan terjadinya
endokarditis, osteomielitis akut hematogen, meningitis atau infeksi paru-
paru
Kontaminasi langsung S. aureus pada luka terbuka (seperti luka
pascabedah) atau infeksi setelah trauma (seperti osteomielitis kronis
setelah fraktur terbuka) dan meningitis setelah fraktur tengkorak,
merupakan penyebab infeksi nosokomial Keracunan makanan dapat
disebabkan kontaminasi enterotoksin dari S. aureus. Waktu onset dari
gejala keracunan biasanya cepat dan akut, tergantung pada daya tahan
tubuh dan banyaknya toksin yang termakan. Jumlah toksin yang dapat
menyebabkan keracunan adalah 1,0 μg/gr makanan. Gejala keracunan
ditandai oleh rasa mual, muntah-muntah, dan diare yang hebat tanpa
disertai demam .
Sindroma syok toksik (SST) pada infeksi S. aureus timbul secara tiba-
tiba dengan gejala demam tinggi, muntah, diare, mialgia, ruam, dan
hipotensi, dengan gagal jantung dan ginjal pada kasus yang berat. SST
sering terjadi dalam lima hari permulaan haid pada wanita muda yang
menggunakan tampon, atau pada anakanak dan pria dengan luka yang
terinfeksi stafilokokus. S. aureus dapat diisolasi dari vagina, tampon, luka
atau infeksi lokal lainnya, tetapi praktis tidak ditemukan dalam aliran
darah
a. Faktor Virulensi S. Aureus
S. aureus dapat menimbulkan penyakit melalui
kemampuannya tersebar luas dalam jaringan dan melalui
pembentukan berbagai zat ekstraseluler. Berbagai zat yang berperan
sebagai faktor virulensi dapat berupa protein, termasuk enzim dan
toksin, contohnya :
1) Katalase
Katalase adalah enzim yang berperan pada daya tahan
bakteri terhadap proses fagositosis. Tes adanya aktivtias
katalase menjadi pembeda egnus Staphylococcus dari
Streptococcus (Ryan et al., 1994; Brooks et al., 1995).
2) Koagulase
Enzim ini dapat menggumpalkan plasma oksalat atau
plasma sitrat, karena adanya faktor koagulase reaktif dalam

10
serum yang bereaksi dengan enzim tersebut. Esterase yang
dihaslki an dapat meningkatkan aktivitas penggumpalan,
sehingga terbentuk deposit fibrin pada permukaan sel bakteri
yang dapat menghambat fagositosis.
3) Hemolisin
Hemolisin merupakan toksin yang dapat membentuk
suatu zona hemolisis di sekitar koloni bakteri. Hemolisin
pada S. aureus terdiri dari alfa hemolisin, beta hemolisisn,
dan delta hemolisisn. Alfa hemolisin adalah toksin yang
bertanggung jawab terhadap pembentukan zona hemolisis di
sekitar koloni S. aureus pada medium agar darah. Toksin ini
dapat menyebabkan nekrosis pada kulit hewan dan manusia.
Beta hemolisin adalah toksin yang terutama dihasilkan
Stafilokokus yang diisolasi dari hewan, yang menyebabkan
lisis pada sel darah merah domba dan sapi. Sedangkan delta
hemolisin adalah toksin yang dapat melisiskan sel darah
merah manusia dan kelinci, tetapi efek lisisnya kurang
terhadap sel darah merah domba
4) Leukosidin
Toksin ini dapat mematikan sel darah putih pada
beberapa hewan. Tetapi perannya dalam patogenesis pada
manusia tidak jelas, karena Stafilokokus patogen tidak dapat
mematikan sel-sel darah putih manusia dan dapat
difagositosis
5) Toksin eksfoliatif
Toksin ini mempunyai aktivitas proteolitik dan dapat
melarutkan matriks mukopolisakarida epidermis, sehingga
menyebabkan pemisahan intraepithelial pada ikatan sel di
stratum granulosum. Toksin eksfoliatif merupakan penyebab
Staphylococcal Scalded Skin Syndrome, yang ditandai
dengan melepuhnya kulit
6) Toksin Sindrom Syok Toksik
Sebagian besar galur S. aureus yang diisolasi dari
penderita sindrom syok toksik menghasilkan eksotoksin
pirogenik. Pada manusia, toks in ini menyebabkan demam,
syok, ruam kulit, dan gangguan multisistem organ dalam
tubuh
7) Enterotoksin
Enterotoksin adalah enzim yang tahan panas dan
tahan terhadap suasana basa di dalam usus. Enzim ini
merupakan penyebab utama dalam keracunan
makanan, terutama pada makanan yang mengandung
karbohidrat dan protein.

11
b. Pengobatan
Pengobatan terhadap infeksi S. aureus dilakukan melalui pemberian
antibiotik, yang disertai dengan tindakan bedah, baik berupa
pengeringan abses maupun nekrotomi. Pemberian antiseptik lokal
sangat dibutuhkan untuk menangani furunkulosis (bisul) yang
berulang. Pada infeksi yang cukup berat, diperlukan pemberian
antibiotik secara oral atau intravena, seperti penisilin, metisillin,
sefalosporin, eritromisin, linkomisin, vankomisin, dan rifampisin.
Sebagian besar galur Stafilokokus sudah resisten terhadap berbagai
antibiotic tersebut, sehingga perlu diberikan antibiotik berspektrum
lebih luas seperti kloramfenikol, amoksilin, dan tetrasiklin

c. Tempat berkembang biak bakteri Staphylococcus aureus


Adapun tempat berkembang biaknya bakteri staphylococcus yaitu
pada rongga mulut,hidung dan saluran kemih.

II. ESCHERICHIA COLI


1.2 Pengertian Escherichia coli
Escherichia coli atau biasa disingkat E. coli, adalah salah satu jenis
spesies utama bakteri gram negatif. Pada umumnya, bakteri yang
ditemukan oleh Theodor Escherich ini dapat ditemukan dalam usus besar
manusia. Kebanyakan E. Coli tidak berbahaya, tetapi beberapa, seperti E.
Coli tipe O157:H7, dapat mengakibatkan keracunan makanan yang serius
pada manusia yaitu diare berdarah karena eksotoksin yang dihasilkan
bernama verotoksin. Toksin ini bekerja dengan cara menghilangkan satu
basa adenin dari unit 28S rRNA, sehingga menghentikan sintesis protein.
Sumber bakteri ini contohnya adalah daging yang belum masak,
seperti daging hamburger yang belum matang.E. Coli yang tidak
berbahaya dapat menguntungkan manusia dengan memproduksi vitamin
K2, atau dengan mencegah baketi lain di dalam usus. E. coli banyak
digunakan dalam teknologi rekayasa genetika. Biasa digunakan sebagai
vektor untuk menyisipkan gen-gen tertentu yang diinginkan untuk
dikembangkan. E. coli dipilih karena pertumbuhannya sangat cepat dan
mudah dalam penanganannya. Negara-negara di eropa sekarang sangat
mewapadai penyebaran bakteri E.Coli ini, mereka bahkan melarang
mengimpor sayuran dari luar.
2.2 Klasifikasi Ilmiah Escherichia coli
Domain : Bacteria
Phylum : Proteobacteria
Ordo : Enterobacteriales
Family : Enterobacteriaceae
Genus : Eschericha
Spesies : Escherichia coli

12
3.2 Morfologi Escherichia coli
Escherichia coli umumnya merupakan bakteri pathogen yang banyak
ditemukan pada saluran pencernaan manusia sebagai flora normal.
Morfologi bakteri ini adalah kuman berbentuk batang pendek (coccobasil),
gram negatif, ukuran 0,4 – 0,7 µm x 1-3 µm, sebagian besar gerak positif
dan beberapa strain mempunyai kapsul.
E. Coli dari anggota family Enterobacteriaceae. Ukuran sel dengan
panjang 2,0 – 6,0 μm dan lebar 1,1 – 1,5 μm. Bentuk sel dari bentuk
seperti coocal hingga membentuk sepanjang ukuran filamentous. Tidak
ditemukan spora E. Coli batang gram negatif. Selnya bisa terdapat tunggal,
berpasangan, dan dalam rantai pendek, biasanya tidak berkapsul.bakteri ini
aerobic dan dapat juga anerobic fakultatif.
E. Coli merupakan penghuni normal usus, seringkali menyebabkan
infeksi. Kapsula atau mikrokapsula terbuat dari asam – asam polisakarida.
Mukoid kadang – kadang memproduksi pembuangan ekstraselular yang
tidak lain adalah sebuah polisakarida dari speksitifitas antigen K tententu
atau terdapat pada asam polisakarida yang dibentukoleh banyak E. Coli
seperti pada Enterobacteriaceae. Selanjutna digambarkan sebagai antigen
M dan dikomposisikan oleh asam kolanik. Biasanya sel ini bergerak
dengan flagella petrichous. E. Coli memproduksi macam – macam fimbria
atau pili yang berbeda, banyak macamnya pada struktur dan speksitifitas
antigen, antara lain filamentus, proteinaceus, seperti rambut appendages di
sekeliling sel dalam variasi jumlah. Fimbria merupakan rangkaian
hidrofobik dan mempunyai pengaruh panas atau organ spesifik yang
bersifat adhesi. Hal itu merupakan faktor virulensi yang penting.
E. Coli merupakan bakteri fakultatif anaerob, kemoorganotropik,
mempunyai tipe metabolisme fermentasi dan respirasi tetapi
pertumbuhannya paling sedikit banyak di bawah keadaan
anaerob.pertumbuhan yang baik pada suhu optimal 370 C pada media
yang mengandung 1% peptone sebagai sumber karbon dan nitrogen. E.

13
Coli memfermentasikan laktosa dan memproduksi indol yang digunakan
untuk mengidentifikasikan bakteri pada makanan dan air. E. coli berbentuk
besar (2-3 mm), circular, konveks dan koloni tidak berpigemn pada
nutrient dan media darah. E. Coli dapat bertahan hingga suhu 600C selama
15 menit atau pada 550C selama 60 menit.

4.2 Kelebihan Dan Kekurangan


a. Kekurangan
Kekurangan dari bakteri eschericia coli jika jumlahnya melebihi
kapasitas maka akan bersifat pathogen sehingga menyebabkan
berbagai penyakit, yaitu:
 diare akut
 infeksi saluran kemih
 kerusakan sel darah merah
 gagal ginjal
b. Kelebihan
Selain dari kekurangan di atas E.Coli juga memiliki bebepa kelebihan.
Bakteri E.Coli bisa dimanfaatkan untuk kesehatan manusia. Manfaat
dari bakteri E.Coli antara lain adalah :
 membantu tubuh untuk memprodukti vitamin K2
 membunuh bakteri lain dalam saluran usus manusia
 membantu saluran pencernaan dalam pembusukan sisa makanan
 dimanfaatkan dalam teknologi rekayasa genetik karena
pertumbuhannya yang sangt cepat.

5.2 Patogenesis
1. ETEC (Enterotoxigenic Escherichia coli)
ETEC merupakan sebagian kecil dari spesies E. coli, yang sesuai
dengan asal katanya, menyebabkan sakit diare yang diderita oleh
orang dari segala umur dari berbagai lokasi di dunia. Organisme ini
sering menyebabkan diare pada bayi di negara-negara kurang
berkembang dan pada para pengunjung dari negara-negara maju.
Penyebab penyakit yang mirip dengan kolera ini telah dikenali selama
sekitar 20 tahun. Gastroenteritis merupakan nama umum dari penyakit
yang disebabkan oleh ETEC, walaupun penyakit ini sering juga
dijuluki travelers’ diarrhoea (diare pada orang yang melakukan
perjalanan).
Gejala klinis yang paling sering terjadi dalam kasus infeksi ETEC
antara lain diare berair, kram perut, demam ringan, mual, dan rasa
tidak enak badan. Dosis infektif—Penelitian pada sukarelawan
mengindikasikan bahwa diperlukan dosis ETEC yang relatif besar
(100 juta hingga 10 milyar bakteri) sehingga bakteri ini dapat
membentuk koloni di dalam usus halus, dapat berkembang biak dan
dapat menghasilkan racun.
Racun yang dihasilkan bakteri ini merangsang sekresi cairan.
Dengan dosis infektif yang tinggi, diare dapat terjadi dalam 24 jam

14
setelah infeksi. Untuk bayi, dosis infektif organisme ini mungkin lebih
sedikit.
2. EPEC (Enteropathogenic Escherichia coli)
EPEC didefinisikan sebagai E. coli yang termasuk serogroup
yang secara epidemiologi merupakan patogen, tetapi mekanisme
virulensinya (cara bakteri ini menimbulkan penyakit) tidak terkait
dengan ekskresi/dihasilkannya enterotoxin E. coli yang khas. Diare
bayi ( Infantile diarrhoea ) merupakan nama penyakit yang biasanya
disebabkan oleh EPEC. EPEC menyebabkan diare berair atau
berdarah.
Diare berair umumnya disebabkan oleh perlekatan bakteri dan
perubahan integritas usus secara fisik. Diare berdarah disebabkan oleh
perlekatan bakteri dan proses perusakan jaringan yang akut, mungkin
disebabkan oleh racun yang mirip dengan racun Shigella
dysenteriae,yang disebut juga verotoxin. Dalam kebanyakan strain-
strain ini, racun yang mirip dengan racun Shigella tersebut lebih
berkaitan dengan keberadaan sel daripada ekskresi dari sel. Dosis
infektif — EPEC sangat mudah menginfeksi bayi dan dosis
infektifnya diduga sangat rendah.
Dalam beberapa kasus penyakit pada orang dewasa, dosis
infektifnya diduga mirip dengan penghuni usus besar (colonizer) yang
lain (total dosis lebih dari 106 ).
3. EIEC (Enteroinvasive Escherichia coli)
Tidak diketahui makanan apa saja yang mungkin menjadi sumber
jenis-jenis EIEC patogenik yang menyebabkan penyakit disentri
(bacillary dysentery). Enteroinvasive E. coli (EIEC)/ E. coli
penyerang saluran pencernaan dapat menyebabkan penyakit yang
dikenal sebagai bacillary dysentery (disentri yang disebabkan oleh
bakteri berbentuk batang). Jenis-jenis EIEC yang menyebabkan
penyakit ini berhubungan dekat dengan Shigella spp.
Setelah masuk ke dalam saluran pencernaan, organisme EIEC
menyerang sel epithel (sel-sel pada permukaan dinding usus bagian
dalam), dan menimbulkan gejala disentri ringan, yang sering salah
didiagnosa sebagai disentri yang disebabkan oleh jenis Shigella .
Penyakit ini ditandai adanya lendir dan darah dalam kotoran individu
yang terinfeksi. Dosis infektif – Dosis infektif EIEC diduga hanya
sekitar 10 organisme (sama dengan Shigella ).
4. EHEC (Enterohemorrhagic Escherichia coli)
EHEC berkaitan dengan konsumsi daging, buah, sayuran yang
tercemar, khususnya di negara berkembang. Pangan asal hewan yang
sering terkait dengan wabah EHEC di Amerika Serikat, Eropa, dan
Kanada adalah daging sapi giling (ground beef). Selain itu, daging
babi, daging ayam, daging domba, dan susu segar (mentah). Serotipe
utama yang berkaitan dengan EHEC adalah E. coli O157:H7, yang
pertama kali dilaporkan sebagai penyebab wabah foodborne disease
pada tahun 1982-1983.

15
EHEC ini menghasilkan Shiga-like toxins sehingga disebut pula
sebagai Shiga Toxin Producing E. coli (STEC). Shiga toxin ini
mematikan sel vero, sehingga disebut pula Verotoxin-Producing E.
coli (VTEC). Bakteri ini umumnya tinggal di usus hewan, khususnya
sapi, tanpa menimbulkan gejala penyakit. Bakteri ini juga dapat
diisolasi dari feses ayam, kambing, domba, babi, anjing, kucing, dan
sea gulls. Infeksi EHEC sering menimbulkan diare berdarah yang
parah dan kram bagian perut, namun kadang tidak menimbulkan diare
berdarah atau tanpa gejala sama sekali.
Pada anak di bawah umur 5 tahun dan orang tua sering
menimbulkan komplikasi yang disebut Hemolytic Uremic Syndrome
(HUS), yang ditandai dengan rusaknya sel darah merah dan kegagalan
ginjal. Kira-kira 2-7% infeksi EHEC mengarah ke HUS. Di Amerika
Serikat, anak-anak yang mengalami kegagalan ginjal akut banyak
disebabkan oleh HUS akibat EHEC. Infeksi EHEC ini dapat juga
menimbulkan kematian, khususnya pada anak-anak dan orang tua,
berkaitan dengan timbulnya Hemorrhagic Colitis (HC), HUS, dan
thrombotic thrombocytopenic purpura.
5. EAEC (Enteroaggregative Escherichia coli)
EAEC telah ditemukan di beberapa negara di dunia ini.
Transmisinya dapat food-borne maupun water-borne. Patogenitas
EAEC terjadi karena kuman melekat rapat-rapat pada bagian mukosa
intestinal sehingga menimbulkan gangguan. Mekanisme terjadinya
diare yang disebabkan oleh EAEC belum jelas diketahui, tetapi
diperkirakan menghasilkan sitotoksin yang menyebabkan terjadinya
diare. Beberapa strain EAEC memiliki serotipe seperti EPEC. EAEC
menyebabkan diare berair pada anak-anak dan dapat berlanjut menjadi
diare persisten. Masa inkubasi diperkirakan kurang lebih 20 – 48 jam.
6. DAEC (Diffuse-Adherence Escherichia coli)
Nama ini diberi berdasarkan ciri khas pola perekatan bakteri ini
dengan sel-sel HEP-2 dalam kultur jaringan. DAEC adalah kategori E.
coli penyebab diare yang paling sedikit diketahui sifat-sifatnya.
Namun demikian data dari berbagai penelitian epidemiologi di
lapangan terhadap diare pada anak-anak di negara-negara berkembang
menemukan DAEC secara bermakna sebagai penyebab diare yang
umum ditemukan dibandingkan dengan kelompok kontrol. Sedangkan
studi lain gagal menemukan perbedaan ini.
Namun bukti-bukti awal menunjukkan bahwa DAEC lebih
patogenik pada anak prasekolah dibandingkan dengan pada bayi dan
anak di bawah tiga tahun (Batita). Pada penelitian lain ada strain
DAEC yang dicobakan pada sukarelawan tidak berhasil menimbulkan
diare dan belum pernah ditemukan adanya KLB (Kejadian Luar
Biasa) diare yang disebabkan oleh DAEC. Sampai saat ini belum
diketahui reservoir bagi DAEC, begitu pula belum diketahui cara-cara
penularan dan faktor risiko serta masa penularan DAEC.

16
III. PENICILLIUM CYCLOPIUM
1.3 Klasifikasi Ilmiah Penicillium Cyclopium

Kingdom: Fungi
Filum: Ascomycota
Kelas: Eurotiomycetes
Ordo: Eurotiales
Famili: Trichocomaceae
Genus: Penicillium

Gambar penicillium sp

2.3 Karakteristik morfologi dan fisiologi mikroba penicillium cylopium


Penicillium hidup sebagai saprofit pada substrat yang
banyak mengandung gula, seperti nasi, roti, dan buah yang telah
ranum. Pada substrat gula tersebut, fungi ini tampak seperti noda biru
atau kehijauan. Penicillium sp. merupakan jamur yang berkembang biak
secara aseksual dengan membentuk konidium yang berada di ujung hifa.
Setiap konidium akan tumbuh menjadi jamur baru. Konidium berwarna
kehijauan dan dapat hidup di makanan, roti, buah-buahan busuk, kain, atau
kulit. Penicillin juga banyak tersebar di alam secara alami dan penting
dalam mikrobiologi pangan. Kapang ini sering menyebabkan kerusakan
pada sayuran, buah-buahan dan serealia. Penicillium juga digunakan dalam
industri untuk memproduksi antibiotik. Kebanyakan spesies yang
ditemukan pada makanan, penisillinnya berbentuk kompleks dan tidak
simetris. Ciri-ciri spesifik penicillium adalah:
a. Berhifa septat, miselium bercabang, biasanya tidak berwarna.
b. Konidiofora septat dan muncul di atas permukaan, berasal dari hifa di
bawah permukaan, bercabang atau tidak bercabang.
c. Konidia pada waktu masih muda berwarna hijau, kemudian berubah
menjadi kebiruan atau kecoklatan

17
Sifat mitokondria dari Penicillium cyclopium dan tanggapan mereka
terhadap kalsium dan k Sifat pernapasan mitokondria terisolasi dari P.
cyclopium dipelajari dengan perhatian khusus pada respon mereka
terhadap ion kalsium. Hasil yang diperoleh menunjukkan stimulasi
tergantung konsentrasi NADH oksidasi oleh ion kalsium. Efek yang sama
juga dapat diperoleh dengan kation divalen lainnya.
3.3 Peran mikroba Penicillium cylopium dalam kehidupan manusia
Mikroba penicillium banyak memiliki peran dalam kehidupan
terutama pada pembuatan atau sebagai penghasil zat antibiotik yang
dikenal dengan nama penisillin, dimanfaatkan untuk meningkatkan
kualitas keju. Penisilin tidak akan bertahan cukup lama di dalam tubuh
manusia ( in vivo), untuk membunuh bakteri secara efektif. Banyaknya
penelitian yang tidak bisa di simpulkan, mungkin karena penisilin lebih
banyak digunakan sebagai antiseptik. Mikroba penicillium memiliki peran
dibidan industri yaitu untuk memproduksi susu, dan bisa juga untuk
pengawetan jus buah.Penicillin memiliki keunggulan yang sangat
menonjol dalam mengeluarkan tindakan mematikan pada organisme yang
rentan dengan menghambat sintesis peptidoglikan dinding sel
mikroorganisme sehingga dinding sel bakteri yang terbentuk akan
melemah yang akhirnya dapat mematikan bakteri tersebut.Mikroba
penicillium cylopium dalam kehidupan menyebabkan kerusakan pada
bahan bakar dan mesin.

IV. ASPERGILLUS sp.


1.4 Pengertian Aspergillus sp.
Aspergillus adalah suatu jamur yang termasuk dalam kelas
Ascomycetes yang dapat ditemukan dimana–mana khususnya di alam.
Aspergillus tumbuh sebagai saprofit pada tumbuh-tumbuhan yang
membusuk dan terdapat pula pada tanah, debu organik, makanan dan
merupakan kontaminan yang lazim ditemukan di rumah sakit dan
laboratorium.
Aspergillus sp. dapat tumbuh dengan cepat, memproduksi hifa aerial
yang membawa struktur konidia yang khas yaitu konidiofora yang panjang
dengan vesikel-vesikel terminal dimana phialid menghasilkan rantai
konidia basipetal. Spesies ini diidentifikasi menurut perbedaan morfologis
dalam struktur ini, yang meliputi ukuran, bentuk, tekstur dan warna
konidia (Jawetz, 2012).

2.4 Klasifikasi Ilmiah Aspergillus sp.


Kingdom : Myceteae
Divisi : Amastigomycota
Kelas : Ascomycetes
Ordo : Eurotiales
Famili : Euroticeae
Genus : Aspergillus
Spesies : Aspergillus fumigatus

18
Aspergillus flavus
Aspergillus clavatus
Aspergillus nidulans
Aspergillus niger
Aspergillus oryzae
Aspergillus yermus
Aspergillus wentii

Gambar Aspergillus sp

3.4 Morfologi Aspergillus sp.


a. Makroskopis Aspergillus sp.
Pada media SDA, Aspergillus sp. dapat tumbuh cepat pada suhu
ruang membentuk koloni yang granular, berserabut dengan beberapa
warna sebagai salah satu ciri identifikasi. Aspergillus fumigatus
koloni berwarna hijau, Aspergillus niger berwarna hitam dan
Aspergillus flavus koloni berwarna putih atau kuning (Jawetz, 2005)
b. Mikroskopis Aspergillus sp.
Aspergillus sp. mempunyai hifa bersekat dan bercabang, pada bagian
ujung hifa terutama pada bagian yang tegak membesar merupakan
konidiofornya. Konidiofora pada bagian ujungnya membulat
menjadi fesikel. Pada fesikel terdapat batang pendek yang disebut
sterigmata Sterigmata atau filadia biasanya sederhana berwarna atau
tidak berwarna. Pada sterigmata tumbuh konidia yang membentuk
rantai yang berwarna hijau, cokelat atau hitam (Jawetz, 2005)

4.4 Patogenitas Aspergillus sp.


Spesies dari Aspergillus sp. diketahui terdapat di mana-mana dan
hampir tumbuh pada semua substrat. Beberapa jenis spesies ini termasuk
jamur patogen, misalnya yang disebabkan Aspergillus sp. disebut
Aspergillosis, beberapa diantaranya bersifat saprofit sebagaimana
banyak ditemukan pada bahan pangan.
Toksin yang dihasilkan oleh Aspergillus sp. berupa mikotoksin.
Mikotoksin adalah senyawa hasil sekunder metabolisme jamur.
Mikotoksin yang dihasilkan oleh Aspergillus sp. lebih dikenal dengan
aflatoxin, dapat menyerang sistem saraf pusat, beberapa diantaranya

19
bersifat karsinogenik menyebabkan kanker pada hati, ginjal, dan perut
(Buckle, K.A,2007).

5.4 Epidemiologi Aspergillus sp.


Aspergillus sp. terdapat di alam sebagai saprofit, hampir semua
bahan dapat ditumbuhi jamur tersebut , terutama daerah tropik dengan
kelembaban yang tinggi dan dengan adanya faktor predisposisi
memudahkan jamur tersebut menimbulkan penyakit (Ramona, 2008).
Masuknya spora jamur Aspergillus sp. pada manusia umumnya
melalui inhalasi dan masa inkubasinya tidak diketahui, Aspergillosis dapat
mengenai semua ras dan semua usia. Dari laporan diketaui bahwa
lingkungan rumah sakit sering terkontaminsi dengan spora Aspergillus sp,
kontaminasi ini dapat dijumpai pada konstruksi rumah sakit dimana
dijumpai peningkatan jumlah spora Aspergillus sp, pada sistem ventilasi,
daerah sekitar kateter intravena juga merupakan jalan masuknya
Aspergillus sp, penggunaan plester serta penutupan luka yang terlalu lama
(Ramona, 2008).

20
BAB III
PENUTUP

1.3 Kesimpulan
Staphylococcus aureus adalah bakteri gram positif sedangkan
Escherichia coli adalah salah satu jenis spesies utama bakteri gram negatif.
Penicillium sp dan Aspergilus sp adalah genus jamur ascomycetous
major pentingnya dalam lingkungan alam serta produksi makanan dan obat
yang membunuh atau menghentikan pertumbuhan beberapa jenis bakteri di
dalam tubuh.

2.3 Saran
Kami sebagai penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi para
pembaca. Kami juga menyadari masih banyak kekurangan di dalam makalah
yang kami buat. Untuk itu kami mohon maaf apabila terjadi kesalahan maupun
kekurangan di dalam makalah ini. Sebagai bahan perbaikan kami meminta
kritik maupun saran kepada para pembaca agar menjadi pertimbangan dalam
penulisan makalah selanjutnya.

21

Anda mungkin juga menyukai