Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH BAKTERIOLOGI III

BAKTERI PADA MAKANAN

Disusun Oleh :

Kelompok 9

Nurpitrilah 15 522 007


Sitti Aminah Tonafa 14 522 011
Serlina Tadung 15 522 026

Editor By :
Ikhwan Latif 15 522 014

PROGRAM STUDI D-III ANALIS KESEHATAN


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SAINS DAN TEKNOLOGI JAYAPURA
PAPUA
2017
BAKTERI PADA MAKANAN

A. Latar belakang
Makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi kehidupan
manusia. Tanpa adanya makanan maka manusia tidak dapat melangsungkan
hidupnya. Makanan berfungsi untuk memelihara proses tubuh dalam
pertumbuhan atau perkembangan serta mengganti jaringan tubuh yang rusak,
memperoleh energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari, mengatur
metabolisme dan berbagai keseimbangan air, mineral, dan cairan tubuh yang
lain. Selain itu, makanan juga berperan dalam mekanisme pertahanan tubuh
terhadap berbagai penyakit (Notoatmodjo, 2003).
Bahan makanan, selain merupakan sumber gizi bagi manusia, juga
merupakan sumber makanan bagi mikroorganisme. Pertumbuhan
mikroorganisme dalam bahan pangan dapat menyebabkan perubahan yang
menguntungkan seperti perbaikan bahan pangan secara gizi, daya cerna
ataupun daya simpannya. Agar makanan dapat berfungsi sebagaimana
mestinya maka perlu diperhatikan kualitas makanan melalui ketersediaan zat-
zat gizi yang terkandung didalamnya dan bebas dari cemaran mikroba.
Makanan yang terkontaminasi oleh mikroorganisme akan mengakibatkan
gangguan kesehatan karena mikroorganisme tersebut dapat memproduksi
racun yang dapat menyebabkan timbulnya suatu penyakit (Linton, 2005).
Bahan pangan dapat bertindak sebagai perantara atau substrat untuk
pertumbuhan mikroorganisme patogenik dan organisme lain penyebab
penyakit. Penyakit menular yang cukup berbahaya seperti tifus, kolera,
disentri, atau tbc, mudah tersebar melalui bahan makanan. Gangguan-
gangguan kesehatan, khususnya gagguan perut akibat makanan disebabkan,
antara lain oleh kebanyakan makan, alergi, kekurangan zat gizi, keracunan
langsung oleh bahan-bahan kimia, tanaman atau hewan beracun; toksin-
toksin yang dihasilkan bakteri; mengkomsumsi pangan yang mengandung
parasit-parasit serta mikroorganisme. Gangguan-gangguan ini sering
dikelompokkan menjadi satu karena memiliki gejala yang hampir sama atau
sering tertukar dalam penentuan penyebabnya (linton, 2005).
Secara umum, istilah keracuan makanan yang sering digunakan
untuk menyebut gangguan yang disebabkan oleh mikroorganisme., mencakup
gangguan-gangguan yang diakibatkan termakannya toksin yang dihasilkan
organisme-organisme tertentu dan gangguan-gangguan akibat terinfeksi
organisme penghasil toksin. Toksin-toksin dapat ditemukan secara alami pada
beberapa tumbuhan dan hewan atau suatu produk metabolit toksik yang
dihasilkan suatu metabolisme. Makanan yang terkontaminasi dapat
disebabkan oleh hygiene sanitasi makanan yang tidak memenuhi syarat
kesehatan. Untuk mendapatkan makanan dan minuman yang memenuhi
syarat kesehatan maka perlu diadakan pengawasan terhadap hygiene sanitasi
makanan dan minuman yang diutamakan pada usaha yang bersifat umum
seperti restoran, rumah makan, ataupun pedagang kaki lima mengingat bahwa
makanan dan minuman merupakan media yang potensial dalam penyebaran
penyakit (Depkes RI, 2004).
Menurut Budiyanto (2010), ada beberapa alasan mengapa
pentingnya mikroorganisme dalam bahan makanan ialah :
1. Adanya mikroorganisme, terutama jumlah dan macamnya, dapat
menentukan taraf mutu bahan makanan.
2. Mereka dapat mengakibatkan kerusakan pangan.
3. Beberapa diantaranya digunakan untuk membuat produk-produk pangan
khusus.
4. Miroorganisme digunakan sebagai bahan makanan atau makanan
tambahan bagi manusia dan hewan.
5. Beberapa penyakit dapat berasal dari makanan.
Mikroorganisme ini juga sebagai indikator mutu, kandungan
mikroorganisme suatu spesimen pangan dapat memberikan keterangan yang
mencerminkan mutu bahan mentahnya, keadaan sanitasi pada pengolahan
pangan tersebut, serta keefektifan metode pengawetannya. Kebanyakan
bahan makanan merupakan media yang baik bagi pertumbuhan banyak
macam mikroorganisme. Pada keadaaan fisik yang menguntungkan, terutama
pada kisaran suhu 70 sampai 600 C, organisme akan tumbuh dan
menyebabkan terjadinya peubahan dalam hal penampilan, rasa, bau, serta
sifat-sifat lain pada bahan makanan (Budiyanto,2010).
B. Jenis Jenis Bakteri Patogen Pada Makanan
Menurut Siagian (2002), Bakteri pada umumnya adalah heterotrof.
Namun, ada juga bakteri yang uatorotrof, seperti bakteri kemosintetik.
Bakteri ini mendapat energy melalui reaksi kombinasi oksigen dengan
molekul anorganik, seperti sulfur, nitrit, atau ammonia. Beberapa bakteri juga
memiliki kemampuan untuk memech selulosa, komponen utama pembentuk
dinding sel tumbuhan. Terdapat bakteri yang memiliki simbiosis (hubungan
hidup bersama) dengn mamalia ruminansia (memamah biak, seperti sapi,
kambing, domba). Bakteri ini hidup di saluran pencernaan hewan memamah
biak dan membantu mencerna makanan berserat seperti rerumputan yang
tidak dapat di cerna sendiri oleh hewan tersebut. Simbiosis bakteri ini juga
terdapat dalam percernaan manusia. Bakteri ini menguraikan makanan yang
tidak dapat tercerna dan mensintesis vitamin seperti vitamin K dan B12.
Terdapat tiga faktor kunci yang umumnya menimbulkan kejadian
luar biasa (KLB) keracunan pangan akibat bakteri, yaitu kontaminasi bakteri
patogen harus ada dalam pangan; Pertumbuhan, dalam beberapa kasus,
bakteri patogen harus memiliki kesempatan untuk berkembang biak dalam
pangan untuk menghasilkan toksin atau dosis infeksi yang cukup untuk
menimbulkan penyakit; daya hidup(survival) jika berada padakadar yang
membahayakan, bakteri patogen harus dapat bertahan hidup dalam pangan
selama penyimpanan dan pengolahannya. Bakteri dapat menyebabkan
keracunan pangan melalui dua mekanisme, yaitu intoksikasi dan infeksi.
Intoksikasi Keracunan pangan yang disebabkan oleh produk toksik bakteri
patogen (baik itu toksin maupun metabolit toksik) disebut intoksikasi. Bakteri
tumbuh pada pangan dan memproduksi toksin Jika pangan ditelan, maka
toksin tersebut yang akan menyebabkan gejala, bukan bakterinya. sedangkan
Infeksi adalah bakteri patogen dapat menginfeksi korbannya melalui pangan
yang dikonsumsi. Dalam hal ini, penyebab sakitnya seseorang adalah akibat
masuknya bakteri patogen ke dalam tubuh melalui konsumsi pangan yang
telah tercemar bakteri. Untuk menyebabkan penyakit, jumlah bakteri yang
tertelan harus memadai (Siagian, 2002).
Bila makanan telah dihinggapi mikroorganisme akan mengalami
penguraian nilai gizi makanan berkurang serta kelezatannya, bahkan makanan
yang telah dalam keadaan terurai dapat menyebabkan sakit sampai dapat
menyebabkan kematian. Mikroorganisme yang sering ditemukan dalam
makanan beragam spesiesnya, mikroorganisme ini tidak hanya hinggap pada
makanan mentah atau yang sudah dimasak dalam makanan kaleng. Pangan
merupakan kebutuhan esensial bagi setiap manusia untuk pertumbuhan
maupun mempertahankan hidup. Namun, dapat pula timbul penyakit yang
disebabkan oleh pangan. Keracunan pangan atau foodborne disease (penyakit
bawaan makanan), terutama yang disebabkan oleh bakteri patogen masih
menjadi masalah yang serius di berbagai negara termasuk Indonesia.
Seringkali diberitakan terjadinya keracunan pangan akibat mengkonsumsi
hidangan pesta,makanan jajanan, makanan catering, bahkan pangan segar
(Siagian,2002).
Menurut Siagian (2002), Bakteri yang sering ditemukan dalam
makanan beragam spesiesnya, bakteri ini terdapat pada makanan mentah atau
yang sudah dimasak yang kadar hiegiensnya rendah. Berikut beberapa jenis
bakteri yang terdapat pada makanan:
a. Clostridium botulinum

Gambar 1 Clostridium botulinum (Siagian, 2002).

Klasifikasi ilmiah
Domain : Bacteria
Divisi : Firmicutes
Kelas : Clostridia
Ordo : Clostridiales
Famili : Clostridiaceae
Genus : Clostridium
SpesieS : Clostridium botulinum
botulinum termasuk bakteri gram positif, anaerob obligat (tidak
bisa hidup bila terdapat oksigen), motil (dapat bergerak), dan
menghasilkan spora yang tahan panas, dapat membentuk gas, serta
menimbulkan rasa dan bau pada makanan yang terkontaminasi. Sumber
Clostridium Botulinum berbiak melalui pembentukan spora dan produksi
toksin. Racun botulisme diserap di dalam lambung, duodenum dan bagian
pertama jejunum. Kemudian akan diedarkan oleh darah dan menyerang
saraf. Waktu inkubasi adalah 12-36 jam, lebih lama atau lebih pendek.
Gangguan pencernaan akut yang diikuti oleh pusing-pusing dan muntah-
muntah, bisa juga diare,lelah, pening dan sakit kepala. Gejala lanjut
konstifasi, Double fision, kesulitan menelan dan berbicara, lidah bisa
membengkak dan tertutup, beberapa otot lumpuh, dan kelumpuhan bisa
menyebar kehati dan saluran pernafasan. Kematian bisa terjadi dalam
waktu tiga sampai enam hari.
b. Clostridium Perfringens

Gambar 2 Clostridium Perfringens (Siagian, 2002).


Klasifikasi ilmiah
Kingdom : Bacteria
Divisi : Firmicutes
Kelas : Clostridia
Ordo : Clostridiales
Famili : Clostridiaceae
Genus : Clostridium
Spesies : Clostridium. Perfringens

Clostridium perfringens adalah spesies bakteri gram-positif yang


dapat membentuk spora dan menyebabkan keracunan makanan. Beberapa
karakteristik dari bakteri ini adalah non-motil (tidak bergerak), sebagian
besar memiliki kapsul polisakarida, dan dapat memproduksi asam dari
laktosa. C. perfringens dapat ditemukan pada makanan mentah, terutama
daging dan ayam karena kontaminasi tanah atau tinja. Bakteri ini dapat
hidup pada suhu 15-55 C, dengan suhu optimum antara 43-47 C.
Clostridium perfringens dapat tumbuh pada pH 5-8,3 dan memiliki pH
optimum pada kisaran 6-7. Sebagian C. perfringens dapat menghasilkan
enterotoksin pada saat terjadi sporulasi dalam usus manusia. Spesies
bakteri ini dibagi menjadi 5 tipe berdasarkan eksotoksin yang dihasilkan,
yaitu A, B, C, D, dan E. Sebagian besar kasus keracunan makanan karena
C. perfringens disebabkan oleh galur tipe A, dan ada pula yang disebabkan
oleh galur tipe C. Clostridium perfringens secara luas dapat ditemukan
dalam tanah dan merupakan flora normal dari saluran usus manusia dan
hewan-hewan tertentu. Sumber Bakteri ini dapat tumbuh cepat pada
makanan yang telah dimasak dan menghasilkan enterotoksin yang dapat
mengakibatkan penyakit diare. Sayuran dan buah-buahan akan
terkontaminasi sporanya melalui tanah.
Colstridium botulinum terdapat di semua bahan makanan dari
daging dan ikan, terutama yang sudah diawetkan melalui pengalengan dan
kemasan tertutup rapat. Memiliki toksin yang sangat fatal bila tertelan,
toksin itu terbentuk sebelumnya, yang dihasilkan oleh bakteri ini sewaktu
dalam makanan. Clostridium botulinum pada sporanya memiliki sifat
tahan terhadap panas. Makanan asal hewan (daging dan olahannya) akan
terkontaminasi melalui proses pemotongan dengan spora dari lingkungan
atau dari saluran usus hewan yang dipotong. Makanan-makanan kering
sering menjadi sumber bakteri ini dan pembentuk spora lainnya.
Keracunan makanan oleh Clostridium perfringens hampir selalu
melibatkan peningkatan temperatur dari makanan matang. Hal ini dapat
dicegah dengan cara makanan matang segera dimakan setelah dimasak,
atau segera disimpan dalam refrigerator bila tidak dimakan, dan
dipanaskan kembali sebelum dikonsumsi untuk membunuh bakteri
vegetatif. Waktu inkubasi 8-24 jam, rata-rata 12 jam. Gejala keracunan
adalah sakit perut bagian bawah diare dan gas. Demam dan pusing- pusing
jarang terjadi. Gastroenteritis adalah salah satu penyakit yang disebakan
oleh Clostridium perfringens. Gastroenteritis ini disebabkan karena
memakan makanan yang tercemar oleh toksin (racun) yang dihasilkan oleh
bakteri ini. Gastroenteritis yang terjadi biasanya ringan meskipun dapat
menjadi berat dengan gejala berupa nyeri perut, perut kembung karena
penimbunan gas, diare berat, dehidrasi dan syok.
c. Staphylococcus aereus

Gambar 3 Staphylococcus aereus (Siagian, 2002).


Klasifikasi ilmiah
Domain : Bacteria Kingdom : Eubacteria
Filum : Firmicutes
Kelas : Bacilli
Ordo : Bacillales
Famili : Staphylococcaceae
Genus : Staphylococcus
Spesies : S. aureus
Staphilococcus aureus merupakan bakteri berbentuk kokus/bulat,
tergolong dalam bakteri Gram-positif, bersifat aerobik fakultatif, dan tidak
membentuk spora. S. aureus termasuk bakteri osmotoleran, yaitu bakteri
yang dapat hidup di lingkungan dengan rentang konsentrasi zat terlarut
(contohnya garam) yang luas, dan dapat hidup pada konsentrasi NaCl
sekitar 3 Molar. Habitat alami S aureus pada manusia adalah di daerah
kulit, hidung, mulut, dan usus besar, di mana pada keadaan sistem imun
normal, S. aureus tidak bersifat patogen (mikroflora normal manusia).
S. aureus berbentuk kokus, merupakan bakteri bersifat gram
positif, bergerombol seperti buah anggur atau sendiri-sendiri atau
berpasangan, tidak berspora dan nonmotil (tidak dapat bergerak). Sumber
Bakteri ini biasanya terdapat pada saluran pernafasan atas dan kulit.
Keberadaan S. aureus pada saluran pernafasan atas dan kulit pada individu
jarang menyebabkan penyakit, individu sehat biasanya hanya berperan
sebagai karier. Infeksi serius akan terjadi ketika resistensi inang melemah
karena adanya perubahan hormon; adanya penyakit, luka, atau perlakuan
menggunakan steroid atau obat lain yang memengaruhi imunitas sehingga
terjadi pelemahan inang. Waktu inkubasi adalah 1-7 jam, biasanya 2-4
jam. Gejala penyakit adalah pusing, muntah-muntah, kram usus, diare
berdarah dan berlendir pada beberapa kasus, sakit kepala, kram otot,
berkeringat, menggigil, detak jantung lemah, pembengkakan saluran
pernafasan. Infeksi S. aureus diasosiasikan dengan beberapa kondisi
patologi, diantaranya bisul, jerawat, pneumonia, meningitis, dan arthritits.
Sebagian besar penyakit yang disebabkan oleh bakteri ini memproduksi
nanah, oleh karena itu bakteri ini disebut piogenik. S. aureus juga
menghasilkan katalase, yaitu enzim yang mengkonversi H2O2 menjadi H2O
dan O2, dan koagulase, enzim yang menyebabkan fibrin berkoagulasi dan
menggumpal. Koagulase diasosiasikan dengan patogenitas karena
penggumpalan fibrin yang disebabkan oleh enzim ini terakumulasi di
sekitar bakteri sehingga agen pelindung inang kesulitan mencapai bakteri
dan fagositosis terhambat.
Pada Selada kentang yang terkontaminasi bakteri Staphylococcus
yang melepaskan toksin ke selada kentang yang telah terpapar sinar
matahari selama 3-4 jam sebelum termakan, toksin ini akan menimbulkan
reaksi hebat yang terjadi di dalam saluran pencernaan. Dan sifat dari
toksin yang dikeluarkan Staphylococcus sangat stabil terhadap panas, jadi
sulit untuk dihancurkan walaupun selada kentang sudah dimasak. Toksin
ini akan bereaksi 2 sampai 4 jam setelah mengonsumsi selada kentang.
d. Salmonella
Gambar 4 Salmonella (Siagian, 2002).
Klasifikasi ilmiah
Kingdom : Bakteria
Filum : Proteobakteria
Kelas : Gamma Proteobakteria
Ordo : Enterobakteriales
Famili : Enterobakteriakceae
Genus : Salmonella
Salmonella merupakan bakteri Gram-negatif, bersifat anaerob
fakultatif, motil, dan tidak menghasilkan spora. yang menyebabkan tifus,
paratifus, dan penyakit foodborne. Spesies-spesies Salmonella dapat
bergerak bebas dan menghasilkan hidrogen sulfida. Salmonella dinamai
dari Daniel Edward Salmon, ahli patologi Amerika, walaupun sebenarnya,
rekannya Theobald Smith (yang terkenal akan hasilnya pada anafilaksis)
yang pertama kali menemukan bakterium tahun 1885 pada tubuh babi. c.
Sumber Hewan: Ayam, sapi, kerbo, binatang pemeliharaan (pets), binatang
melata, melalui daging ayam/sapi, telor, susu. Sayur-sayur, obat-obat, alat-
alat medis yang terkontaminasi air dari binatang. Manusia Feko-oral dan
makanan/alat yang terkontaminasi. Salmonella ditularkan kepada manusia
terutama sewaktu makan makanan yang tidak cukup matang dari binatang
yang terinfeksi (yaitu daging, ayam, telur dan produknya). Penularan
melalui pencemaran silang terjadi apabila Salmonella mencemari
makanan yang siap dimakan: misalnya, apabila makanan yang tidak akan
dimasak lagi dipotong dengan pisau tercemar atau melalui tangan
pengendali makanan yang terinfeksi. Salmonella dapat menular dari orang
ke orang melalui tangan orang yang terinfeksi. Penyakit ini juga dapat
ditularkan dari binatang kepada manusia. Waktu inkubasi adalah 12-36
jam. Gejala yang ditimbulkan adalah Pusing, muntah-muntah, sakit perut
bagian bawah, diare. Kadang-kadang didahului sakit kepala dan mengggil.
Salmonella adalah penyebab utama dari penyakit yang disebarkan melalui
makanan (foodborne diseases). Pada umumnya, serotipe Salmonella
menyebabkan penyakit pada organ pencernaan. Penyakit yang disebabkan
oleh Salmonella disebut salmonellosis. Ciri-ciri orang yang mengalami
salmonellosis adalah diare, keram perut, dan demam dalam waktu 8-72
jam setelah memakan makanan yang terkontaminasi oleh Salmonella.
Gejala lainnya adalah demam, sakit kepala, mual dan muntah-muntah.

e. Escherichia coli

Gambar 5 Escherichia. Coli (Siagian, 2002).


Klasifikasi ilmiah
Superdomain : Phylogenetica
Filum : Proteobacteria
Kelas : Gamma Proteobacteria
Ordo : Enterobacteriales
Famili : Enterobacteriaceae
Genus : Escherichia
Spesies : Escherichia. Coli
Bakteri ini tergolong bakteri Gram-negatif, berbentuk batang, tidak
membentuk spora, kebanyakan bersifat motil (dapat bergerak)
menggunakan flagela, ada yang mempunyai kapsul, dapat menghasilkan
gas dari glukosa, dan dapat memfermentasi laktosa. . Pada umumnya,
bakteri yang ditemukan oleh Theodor Escherich ini dapat ditemukan
dalam usus besar manusia. Kebanyakan E. Coli tidak berbahaya, tetapi
beberapa, seperti E. Coli tipe O157:H7, dapat mengakibatkan keracunan
makanan yang serius pada manusia. E. Coli yang tidak berbahaya dapat
menguntungkan manusia dengan memproduksi vitamin K2, atau dengan
mencegah bakteri lain di dalam usus. E. coli dapat masuk ke dalam tubuh
manusia terutama melalui konsumsi pangan yang tercemar, misalnya
daging mentah, daging yang dimasak setengah matang, susu mentah, dan
cemaran fekal pada air dan pangan. Gejala Penyakit Gejala penyakit yang
disebabkan oleh bakteri ini adalah kram perut, diare (pada beberapa kasus
dapat timbul diare berdarah), demam, mual, dan muntah. Masa inkubasi
berkisar 3-8 hari, sedangkan pada kasus sedang berkisar antara 3-4 hari.
f. Vibrio cholera

Gambar 6 Vibrio cholera (Siagian, 2002).


Klasifikasi ilmiah
Kingdom : Bacteria
Filum : Proteobacteria
Kelas : Gamma Proteobacteria
Ordo : Vibrionales
Famili : Vibrionaceae
Genus : Vibrio
Spesies : Vibrio cholera
Vibrio cholerae merupakan bakteri gram negatif, berbentuk basil
(batang) dan bersifat motil (dapat bergerak), memiliki struktur antogenik
dari antigen flagelar H dan antigen somatik O, gamma-proteobacteria,
mesofilik dan kemoorganotrof, berhabitat alami di lingkungan akuatik dan
umumnya berasosiasi dengan eukariot. Spesies Vibrio kerap dikaitkan
dengan sifat patogenisitasnya pada manusia, terutama V. cholerae
penyebab penyakit kolera di negara berkembang yang memiliki
keterbatasan akan air bersih dan memiliki sanitasi yang buruk. Sumber
Organisme laut (seperti ikan) yang perairannya tercemar vibrio. Gejala
Penyakit Vibrio cholera dapat menyebatkan sakit perut bagian bawah,
diare berdarah dan berlendir, pusing, muntah-muntah, demam ringan,
menggigil, sakit kepala, recoveri dalam 2-5 hari. Masa inkubasinya adalah
2-48 jam, biasanya 12 jam.
g. Streptococcus pyogenes

Gambar 7 Streptococcus pyogenes (Siagian, 2002).


Klasifikasi ilmiah
Kingdom : Bacteria
Filum : Firmicutes
Kelas : Bacilli
Ordo : Lactobacillales
Famili : Streptococcaceae
Genus : Streptococcus
Spesies : S. pyogenes
Streptococcus pyogenes ialah bakteri Gram-positif bentuk bundar
yang tumbuh dalam rantai panjang dan merupakan penyebab infeksi
Streptococcus Grup A. Streptococcus pyogenes menampakkan antigen
grup A di dinding selnya dan beta-hemolisis saat dikultur di plat agar
darah. Streptococcus pyogenes khas memproduksi zona beta-hemolisis
yang besar, gangguan eritrosit sempurna dan pelepasan hemoglobin,
sehingga kemudian disebut Streptococcus Grup A (beta-hemolisis).
Streptococcus bersifat katalase-negatif. Streptococcus pyogenes dapat
menyebabkan sakit tenggorokan, sakit pada waktu menelan, tonsilitis,
demam tinggi, sakit kepala, pusing, muntah-muntah, malaise, rhinorrhea.
Masa inkubasinya adalah 1-3 hari. Streptococcus pyogenes adalah
penyebab banyak penyakit penting pada manusia yang berkisar dari
infeksi kulit permukaan yang ringan hingga penyakit sistemik yang
mengancam hidup. Infeksi khasnya bermula di tenggorokan atau kulit.
Infeksi ringan Streptococcus pyogenes termasuk faringitis (radang
kerongkongan) dan infeksi kulit setempat (impetigo). Erisipelas dan
selulitis dicirikan oleh perbiakan dan penyebaran samping Streptococcus
pyogenes di lapisan dalam kulit. Serangan dan perbiakan Streptococcus
pyogenes di fasia dapat menimbulkan fasitis nekrosis, keadaan yang besar
kemungkinan mengancam hidup yang memerlukan penanganan bedah.
h. Bacillus cereus

Gambar 8 Bacillus cereus (Siagian, 2002).


Klasifikasi ilmiah
Kingdom : bacteria
Phylum : firmicutes
Class : Bacilli
Ordo : Bacillales
Family : Bacillaceae
Genus : Bacillus
Spesies : Bacillus cereus
Bacillus cereus ini terdapat pada bahan makanan terutama
berbagai jenis biji-bijian (padi, gandum, jagung, kacang dll), daging,
ramuan bumbu dan makanan yang dikeringkan. Bacillus cereus ini
memiliki dua toksin yang menyebabkan keracunan, yang kedua toksin
tersebut stabil terhadap panas. Bacillus cereus memliki spora yang tidak
mati selama dimasak dan spora ini dapat tumbuh bila bahan makanan tidak
diawetkan.
Gejala-gejala keracunan makanan tipe diare karena B. cereus
mirip dengan gejala keracunan makanan yang disebabkan oleh
Clostridium perfringens . Diare berair, kram perut, dan rasa sakit mulai
terjadi 6-15 jam setelah konsumsi makanan yang terkontaminasi. Rasa
mual mungkin menyertai diare, tetapi jarang terjadi muntah (emesis). Pada
sebagian besar kasus, gejala-gejala ini tetap berlangsung selama 24 jam.
Keracunan makanan tipe emetik ditandai dengan mual dan muntah dalam
waktu 0.5 sampai 6 jam setelah mengkonsumsi makanan yang
terkontaminasi. Kadang-kadang kram perut dan/atau diare dapat juga
terjadi. Umumnya gejala terjadi selama kurang dari 24 jam. Gejala-gejala
keracunan makanan tipe ini mirip dengan gejala keracunan makanan yang
disebabkan oleh Staphylococcus aureus . Beberapa strain B. subtilis dan B.
licheniformis telah diisolasi dari kambing dan ayam yang dicurigai
menjadi penyebab kasus keracunan makanan. Organisme-organisme ini
menghasilkan racun yang sangat tahan panas yang mungkin mirip dengan
racun penyebab muntah yang diproduksi oleh B. cereus . Keberadaan B.
cereus dalam jumlah besar (lebih dari 10 6 organisme/g) dalam makanan
merupakan indikasi adanya pertumbuhan dan pembelahan sel bakteri
secara aktif, dan berpotensi membahayakan kesehatan.
i. Vibrio Parahaemolyticus

Gambar 9 Vibrio parahaemolyticus (Siagian, 2002).


Klasifikasi ilmiah
Kingdom: Bakteri
Filum: Proteobacteria
Kelas: Gammaproteobacteria
Ordo: Vibrionales
Famili: Vibrionaceae
Genus: Vibrio
Spesies: V. parahaemolyticus

Vibrio parahaemolyticus (Vp) merupakan bakteri halofilik Gram


negatif. Bakteri ini tumbuh pada kadar NaCl optimum 3%, kisaran suhu 5
43C, pH 4.8 11 dan aw 0.94 0.99. Pertumbuhan berlangsung cepat
pada kondisi suhu optimum (37C) dengan waktu generasi hanya 910
menit. Seafood yang merupakan produk hasil laut, memberikan semua
kondisi yang dibutuhkan oleh Vp untuk tumbuh dan berkembang biak:
keberadaan garam, nutrien yang baik serta pH dan aw yang cocok
sehingga Vp sering terdapat sebagai flora normal di dalam seafood.
Bakteri ini terkonsentrasi dalam saluran pencernaan moluska, seperti
kerang, tiram dan mussel yang mendapatkan makanannya dengan cara
mengambil dan menyaring air laut.

Strain Vp patogen merupakan penyebab penyakit gastroenteritis


yang disebabkan oleh produk hasil laut (seafood), terutama yang dimakan
mentah, dimasak tidak sempurna atau terkontaminasi dengan seafood
mentah setelah pemasakan. Gastroenteritis berlangsung akut, diare tiba-
tiba dan kejang perut yang berlangsung selama 48 72 jam dengan masa
inkubasi 8 72 jam. Gejala lain adalah mual, muntah, sakit kepala, badan
agak panas dan dingin. Pada sebagian kecil kasus, bakteri juga
menyebabkan septisemia.
j. Pseudomonas cocovenenans.

Gambar 10 Pseudomonas cocovenenans (Siagian, 2002).


Klasifikasi ilmiah
Kingdom : bacteria
Filum : protebacteria
Kelas : beta proteobacteria
Ordo : burkholderiales
Famili : burkholderiaceae
Genu : bulkholderia
Species : B.gladioli
Bakteri ini banyak ditemukan dalam tempe yang lebih dikenal
dengan tempe bongkrek. Semua pembuatan tempe menggunakan jamur
seperti jamur Phycomycetes, terutama spesies tertentu dari genus
Rhizopus atau genus Mucor. Tetapi untuk tempe bongrek ini selain
ditambahkan jamur juga ditambahkan ampas kelapa. Bila pembuatan
tempe ini tidak sempurna maka akan keluar racun yang didapat dalam
bongkrek yang disebut asam bongkrek, yang dihasilkan bakteri
Pseudomonas cocovenenans. Kejadian keracunan asam bongkrek ini
banyak ditemukan di provinsi Jawa Tengah.
P.cocovenenans bersifat anaerobe fakultatif, dapat tumbuh di
berbagai media dan biasanya mengeluarkan zat yang berwarna kuning.
Bersifat gram negatif, bersel tunggal dan dapat tumbuh pada suhu kamar
atau suhu 37 C. Mikroba Pseudomonas cocovenenans aktif memecahkan
atau menghidrolisa gliserida (lipida) dari minyak kelapa menjadi gliserol
dan asam lemak. Fraksi gliserol setelah mengalami reaksi-reaksi biokemis
menjadi senyawa yang berwarna kuning yang disebut toksoflavin sedang
asam lemaknya, khususnya asam oleat dapat menjadi asam bongkrek yang
tidak berwarna.
k. Camphylobacter jejuni

Gambar 11 Campylobacter jejuni (Siagian, 2002).


Klasifikasi ilmiah
Kingdom : Bacteria
Phylum : Proteobacteria
Class : Epsilonproteobacteria
Order : Campylobacterales
Family : Campylobacteraceae
Genus : Campylobacter
Species : Campylobacter jejuni
Campylobacter jejuni merupakan bakteri Gram-negative berbentuk
batang ramping, bengkok, dan motil. Organisme ini bersifat mikroaerofil,
yang berarti memerlukan kadar oksigen rendah. Organisme ini relatif
mudah mati dan peka terhadap tekanan dari lingkungan (misalnya 21%
oksigen, pengeringan, pemanasan, desinfektan, kondisi asam). Karena
sifatnya mikroaerofil, organisme ini memerlukan 3-5% oksigen dan 2-10%
karbon dioksida untuk pertumbuhannya secara optimal. Bakteri ini
sekarang dikenal sebagai salah satu patogen saluran pencernaan yang
penting. Sebelum tahun 1972, ketika berbagai metode dikembangkan
untuk mengisolasi bakteri ini dari kotoran, organisme ini diyakini sebagai
patogen pada hewan ternak yang menyebabkan keguguran dan enteritis
(sakit saluran pencernaan) pada domba dan sapi.
C. jejuni sering mengkontaminasi ayam mentah. Hasil survei
menunjukkan bahwa 20-100% ayam yang dijual eceran, terkontaminasi
oleh bakteri ini. Hal ini tidak mengherankan karena banyak ayam sehat
mengandung bakteri ini di dalam saluran pencernaannya. Susu mentah
juga merupakan sumber infeksi. Bakteri ini sering terdapat pada ternak
sehat dan lalat yang berada di lahan pertanian. Air yang tidak diklorinasi
juga mungkin merupakan sumber infeksi. Namun, pemasakan ayam
dengan benar, pasteurisasi susu, dan klorinasi air minum akan mampu
membunuh bakteri ini.
C. Tanda Tanda Kerusakan Pada Bahan Pangan
Menurut Susiwi (2009), Berbagai tanda-tanda kerusakan pangan dapat
dilihat tergantung dari jenis pangannya, beberapa diantaranya misalnya:
a. Perubahan kekenyalan
Pada produk-produk daging dan ikan, disebabkan pemecahan
struktur daging oleh berbagai bakteri.
b. Pelunakan tekstur
Pada sayur-sayuran, terutama disebabkan oleh Erwina carotovora,
Pseudomonas marginalis, dan Sclerotinia sclerotiorum
c. Perubahan kekentalan
Pada susu, santan, dan lain-lain, disebabkan oleh penggumpalan protein
dan pemisahan serum (skim).
d. Pembentukan lendir
Pada produk-produk daging,ikan, dan sayuran, yang antara lain
disebabkan oleh pertumbuhan berbagai mikroba seperti kamir, bakteri
asam laktat (terutama oleh Lactobacillus,misalnya L. Viredences yang
membentuk lendir berwarna hijau), Enterococcus, dan Bacillus
thermosphacta. Pada sayuran pembentukan lendir sering disebabkan oleh
P. marjinalis dan Rhizoctonia sp.
e. Pembentukan asam
Umumnya disebabkan oleh berbagai bakteri seperti Lactobacillus,
Acinebacter, Bacillus, Pseudomonas, proteus, Microrocci Clostidiumdan
enterokoki.
f. Pembentukan warna hijau
Pada produk-produk daging, terutama disebabkan oleh: 1.
Pembentukan hidrogen peroksida (HO2) oleh L. Viridescens, L.
fructovorans, L.jensenii, Leuconostoc, Enterococcus faecium dan
E.faecalis. Pembentukan hidrogen sulfida (H2S) oleh Pseudomonas
mephita, Shewanell putrefaciens, dan Lactobacillus sake.
g. Pembentukan warna kuning
Pada produk-produk daging, disebabkan oleh Enterococcus cassliflavus
dan E. mundtii. Pembentukan warna hitam pada sayuran, misalnya oleh
Xanthomonas camprestis, Aspergillus niger, dan Ceratocystis frimbiata.
h. Perubahan bau, misalnya: timbulnya bau busuk oleh berbagai bakteri
karena terbentuknya amonia, H2S, Indol,dan senyawa-senyawa amin
seperti diamin kadaverin dan putresin. Timbulnya bau anyir pada produk-
produk ikan karena terbentuknya trimetilamin (TMA) dan histamin.
D. Pemeriksaan Bahan Makanan Secara Bakterialis
Menurut Suyono (2009), Pemeriksaan mikrobiologis untuk
pemeriksaan bahan makanan memanfaatkan teknik-teknik mikroskopis dan
metode-metode pembiakan. Bermacam-macam media selektif dan
diferentsial digunakan secara ekstensif untuk memudahkan isolasi dan
penghitungan tipe-tipe mikroorganisme tertentu. Macam pemeriksaan yang
dilakukan ditentukan oleh tipe produk pangan yang akan diperiksa dan tujuan
pemeriksaaan.
Berbagai prosedur dan teknik yang digunakan dalam pemeriksaan
mikrobiologis terhadap spesiemen makanan disajikan secara skematis sebagai
berikut.Namun, menurut Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik
Indonesia dalam jurnalnya ISSN 1829-9334 dalam jurnal menjelaskan bahwa
sampel makanan yang sudah siterima segera dilakukan pemeriksaan. Sampel
makanan yang sudah didinginkan dan mudah rusak harus dianalisa paling
lambat 36 jam sesudah pengambilan sampel. Untuk pemeriksaan
mikrobiologis pada makanan dipersyaratkan secara umum.
1. Metode TPC (Total Plate Count) atau Angka Lempeng Total (ALT)
Metode kuantitatif digunakan untuk mengetahui jumlah mikroba
yang ada pada suatu sampel, umumnya dikenal dengan Angka Lempeng
Total (ALT). Uji Angka Lempeng Total (ALT) dan lebih tepatnya ALT
aerob mesofil atau anaerob mesofil menggunakan media padat dengan
hasil akhir berupa koloni yang dapat diamati secara visual berupa angka
dalam koloni(cfu) per ml/g atau koloni/100ml. Cara yang digunakan antara
lain dengan cara tuang, cara tetes dan cara sebar.
Prinsip pengujian Angka Lempeng Total menurut Metode Analisis
Mikrobiologi yaitu pertumbuhan koloni bakteri aerob mesofil setelah
cuplikan diinokulasikan pada media lempeng agar dengan cara tuang dan
diinkubasi pada suhu yang sesuai. Pada pengujan Angka Lempeng Total
digunakan PDF (Pepton Dilution Fluid) sebagai pengencer sampel dan
menggunakan PCA (Plate Count Agar) sebagai media padatnya.
Digunakan juga pereaksi khusus Tri Phenyl tetrazalim Chlotide 0,5
Prosedur pengujian Angka Lempeng Total menurut Metode
Analisis Mikrobiologi yaitu dengan cara aseptik ditimbang 25 gram atau
dipipet 25 ml sampel ke dalam kantong stomacher steril. Setelah itu
ditambahkan 225 ml PDF, dan dihomogenkan dengan stomacher selama
30 detik sehingga diperoleh suspensi dengan pengenceran 10-1. Disiapkan
5 tabung atau lebih yang masing-masing telah diisi dengan 9 ml PDF.
Hasil dari homogenisasi pada penyiapan sampel yang merupakan
pengenceran 10-1dipipet sebanyak 1 ml kedalam tabung PDF pertama,
dikocok homogeny hingga diperoleh pengenceran 10-2. Dibuat
pengenceran selanjutnya hingga 10-6 atau sesuai dengan pengenceran
yang diperlukan. Dari setiap pengenceran dipipet 1ml kedalam cawan petri
dan dibuat duplo, ke dalam setiap cawan dituangkan 15-20 ml media PDA
yang sudah ditambahkan 1%TTC suhu 45C. Cawan petri segera digoyang
dan diputar sedemikian rupa hingga suspense tersebar merata. Untuk
mengetahui sterilitas media dan pengencer dibuat uji kontrol (blangko).
Pada satu cawan diisi 1 ml pengencer dan media agar, pada cawan yang
lain diisi media. Setelah media memadat, cawan diinkubasi suhu 35-37C
selama 24-46 jam dengan posisi dibalik. Setelah itu jumlah koloni yang
tumbuh diamati dan dihitung.
2. Metode Hitung Cawan
Prinsip metode hitungan cawan adalah jika sel mikroba yang masih
hidup ditumbuhkan pada media agar maka sel mikroba tersebut akan
berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung
dengan mata tanpa menggunakan mikroskop. Dalam metode hitungan
cawan, sampel yang diperkirakan mengandung lebih dari 300 sel/ml
memerlukan pengenceran sebelum ditumbuhkan di dalam cawan petri.
Setelah inkubasi akan terbentuk koloni pada cawan tersebut dalam jumlah
yang masih dapat dihitung, dimana jumlah yang terbaik adalah diantara
30-300 koloni. Pengenceran biasanya dilakukan secara desimal yaitu
1:10, 1:100, 1:1000 dan seterusnya, atau 1:100, 1:10000, 1:1000000 dan
seterusnya. Larutan yang digunakan untuk pengenceran dapat berupa
larutan NaCl 0.9% dan bufer fosfat. Jumlah koloni dalam contoh yang
dihitung atau koloni/ml yaitu jumlah koloni per cawan dikali faktor
pengenceran (Adiprabowo, 2008).
Cara pemupukan dalam metode hitung cawan dapat dibedakan atas
dua cara yaitu : metode tuang (pour plate) dan metode permukaan
(surfacel spread plate). Dalam metode tuang sejumlah contoh (1 ml atau
0,1 ml) dan pengenceran yang dikehendaki dimasukan kedalam cawan
petri, kemudian ditambah agar cair steril yang telah didinginkan (47-50 0 C)
sebanyak 15-20 ml dan digoyangkan supaya contoh menyebah rata. Pada
pemupukan dengan metode permukaan, terlebih dahulu dibuat agar cawan
kemudian sebanyak 0,1 ml contoh yang telah diencerkan di pipet pada
permukaan agar tersebut, dan diratakan dengan batang gelas melengkung
yang steril. Jumlah koloni dalam contoh dapat dihitung sebagai berikut :

Koloni per ml/per gr = jumlah koloni per cawan X 1


Faktor pengenceran
Untuk melaporkan hasil analisis mikrobiologi dengan cara
hitungan cawan, gunakan suatu standard yang disebut Standard Plate
Counts (SPC) sebagai berikut :
1. Cawan yang dipilih dan dihitung adalah yang mengandung jumlah
koloni antara 30 dan 300
2. Beberapa koloni bergabung menjadi satu kumpulan koloni yang besar
dimana jumlah koloninya di ragukan dapat dihitung sebagai satu
koloni.
3. Satu deretan rantai koloni yang terlihat sebagai satu garis tebal
dihitung sebagai satu koloni.
E. Media Pertumbuhan Bakteri Pada Makanan
Pada bakteri Penghitungan dilakukan pada media agar yang jumlah
populasi mikrobanya antara 30 300 koloni. Bila jumlah populasi kurang
dari 30 koloni akan menghasilkan penghitungan yang kurang teliti secara
statistik, namun bila lebih dari 300 koloni akan menghasilkan hal yang sama
karena terjadi persaingan diantara koloni. Media yang digunakan pada
perhitungan tersebut biasa menggunakan media PCA. Mikroorganisme dapat
hidup dimana saja seperti air, udara, darat, termasuk di makanan. Pada
beberapa kondisi, jumlah mikroorganisme harus dibatasi, seperti
mikroorganisme pada saluran pembuangan limbah dan juga mikroorganisme
pada makanan atau produk susu jumlahnya harus mengikuti standar-standar
yang sudah ditetapkan. Untuk menghitung jumlah mikroorganisme tersebut
biasanya sampel dari makanan atau produk susu atau dari air limbah tersebut
di uji menggunakan media Plate Count Agar (PCA) dengan metode Total
Plate Count (TPC).

Gambar 12 Media Plate Count Agar PCA (Syamsuri, 2004).


Plate Count Agar (PCA) atau yang juga sering disebut dengan
Standard Methods Agar (SMA) merupakan sebuah media pertumbuhan
mikroorganisme yang umum digunakan untuk menghitung jumlah bakteri
total (semua jenis bakteri) yang terdapat pada setiap sampel seperti makanan,
produk susu, air limbah dan sampelsampel lainnya yang juga biasanya
menggunakan metode Total Plate Count (TPC). Plate Count Agar (PCA)
merupakan media padat, yaitu media yang mengandung agar sehingga setelah
dingin media tersebut akan menjadi padat. Plate Count Agar (PCA) pertama
kali dikembangkan oleh Buchbinder, Baris, dan Goldstein pada tahun 1953
atas permintaan dari American Public Health Association (APHA).
Penggunaan Plate Count Agar (PCA) sebagai media untuk
menghitung jumlah total dari bakteri sudah dilakukan sejak lama. Sekarang
industri-industri seperti makanan, produk susu dan juga pengolahan limbah
sudah menerapkan perhitungan jumlah total bakteri pada sampel mereka
sesuai dengan standar yang ada menggunakan Plate Count Agar (PCA). Plate
Count Agar (PCA) dibuat dengan melarutkan semua bahan hingga
membentuk suspensi 23,5 g/L kemudian disterilisasi pada autoklaf.
Komposisi Plate Count Agar (PCA) dapat bervariasi, tetapi
biasanya mengandung : 0,5% trypton, 0,25% ekstrak ragi, 0,1% glukosa,
1,5% agar-agar. Plate Count Agar (PCA) mengandung glukosa dan ekstrak
ragi yang digunakan untuk menumbuhkan semua jenis bakteri. Plate Count
Agar (PCA) mengandung nutrisi yang disediakan oleh trypton, vitamin dari
ekstrak ragi, dan glukosa yang digunakan sebagai sumber energi bagi
mikroorganisme sehingga mendukung pertumbuhan dari bakteri. Plate Count
Agar (PCA) bukan merupakan media selektif karena media ini tidak hanya
ditumbuhi oleh satu jenis mikroorganisme tertentu (Syamsuri, 2004)
F. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mikroba pada
Makanan
Menurut Sembiring (2009),terdapat dua faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan mikroba pada makanan, yaitu faktor intrinsik dan faktor
ekstrinsik.
1. Faktor intrinsik meliputi :
a. pH
pH menentukan macam mikroba yang tumbuh dalam makanan,
dan setiap mikroba masing-masing mempunyai pH optimum, pH
minimum dan pH maksimum untuk pertumbuhannya. Bakteri paling
baik tumbuh pada pH netral, beberapa suka suasana asam, sedikit asam
atau basa. Berdasarkan pH minimum, optimum dan maksimum untuk
pertumbuhannya, mikroba digolongkan ke dalam:
1. Mikroba asidofilik: pH antara 2,0-5,0
2. Mikroba mesofilik: pH antara 5,5- 8,0
3. Mikroba alkalifilik: pH antara 8,4- 9,5
Mikroorganisme fermentatif memperlihatkan rentang nilai pH yang
lebih tinggi dibandingkan dengan mikroorganisme yang menggunakan
jalur respirasi. Pada mikroorganisme fermentatif , produksi produk
fermentatif yang bersifat asam dan akumulasinya mengakibatkan
gangguan keseimbangan pH dan pembatasan pertumbuhan.Sejumlah
mikroorganisme meningkatkan mekanisme kompensasi untuk
mencegah efek toksik dari akumulasi produk yang bersifat asam dan
berkonsentrasi tinggi tersebut. Contoh mekanisme tersebut, dengan
menginduksi jalur metabolik baru untuk tujuan produksi produk netral
butanol dari butirat oleh Clostridium acetobutylicum dan butanediol
dari asetat oleh Klebsiella aerogenes.
b. Aktivitas air (activity of water, aw),

Pertumbuhan mikroba tidak pernah terjadi tanpa adanya air. Air


dalam substrat yang dapat digunakan untuk pertumbuhan mikroba
biasanya dinyatakan dengan water activity (a w). aw dibedakan dengan
RH, aw digunakan untuk larutan atau bahan makanan, dan RH untuk
udara atau ruangan. Bakteri perlu air lebih banyak dari kapang dan
khamir, serta tumbuh baik pada aw mendekati satu yaitu pada
konsentrasi gula atau garam yang rendah. aw optimum dan batas
terendah untuk tumbuh tergantung dari macam bakteri, makanan, suhu,
pH, adanya oksigen, CO2 dan senyawa-senyawa penghambat. Pada
umumnya kapang membutuhkan aw lebih sedikit daripada khamir dan
bakteri. Setiap kapang mempunyai aw minimum untuk tumbuh, dan
untuk mencegah pertumbuhan kapang sebaiknya aw diturunkan hingga
dibawah 0,62. Khamir membutuhkan air yang lebih sedikit
dibandingkan bakteri, tetapi lebih banyak daripada kapang. Umumnya
batas aw terendah untuk khamir sekitar 0,88 0,94.
c. Kandungan nutrien
Bakteri Autotrofik (litotrof), untuk pertumbuhannya hanya
membutuhkan air, garam anorganik dan karbon dioksida. Kelompok ini
mensintesis karbon dioksida menjadi sebagian besar metabolit organik
esensial. Bakteri heterotrofik (organotrof) membutuhkan karbon
organik untuk pertumbuhannya
d. Bahan antimikroba dan struktur bahan makanan.
Beberapa unsur dalam bahan makanan mempunyai sifat
antimikroba. Susu sapi mengandung laktoferin, konglutinin, lisozim,
laktenin dan sistem laktoperoksidase. Bahan antimikroba dalam telur
adalah lisozim, konalbumin, ovomukoid, avidin. Sistem
laktoperoksidase terdiri dari laktoperoksidase, tiosianat dan
peroksidase. Ketiga komponen ini diperlukan untuk efek antimikroba.
Susu kambing mengandung lebih banyak lisozim dibandingkan susu
sapi. Meskipun demikian kandungan lisozim susu lebih rendah bila
dibandingkan dengan putih telur. Laktoferin adalah protein penangkap
Fe dalam susu dan dapat disamakan dengan konalbumin putih telur.
Lisozim yang terdapat dalam telur menyebabkan lisis lapisan
peptidoglikan dinding sel bakteri. Kandung lisozim dalam telur adalah
3,5 %.
Struktur bahan makanan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan
mikroorganisme misalnya lemak karkas dan kulit pada karkas unggas
dan karkas babi dapat melindungi daging dari kontaminasi
mikroorganisme. Kerabang telur yang mempunyai pori-pori sebesar 25-
40 m dapat mempersulit masuknya mikroorganisne ke dalam telur
walau tidak dapat mencegah tetap masuknya mikroorganisme.
Mikroorganisme akan ditahan oleh lapisan membran dalam yang
mencegah masuknya mikroorganisme ke albumen. Daging giling atau
daging yang sudah dipotong menjadi bagian lebih kecil akan lebih
memberi kemudahan bagi mikroorganisme untuk berkembang biak
dibandingkan dengan pada daging karkas.
2. Faktor ekstrinsik
Faktor ekstrinsik yang mempengaruhi pertumbuhan
mikroorganisme adalah suhu penyimpanan dan faktor luar lainnya yang
pada prinsipnya berhubungan dengan pengaruh atmosferik seperti :
a. Kelembaban,
Kelembaban lingkungan (relative humidity, RH) penting bagi
bahan makanan dan pertumbuhan mikroorganisme pada permukaan
bahan makanan. Ruang penyimpanan yang memiliki RH rendah akan
menyebabkan bahan makanan yang tidak dikemas mengalami
kekeringan pada permukaannya dan dengan demikian mengubah nilai
aktivitas airnya.Produk bahan makanan yang kering ini bila dibawa ke
lingkungan yang lembab (RH tinggi) akan menyerap kelembaban
sehingga permukaannya dapat ditumbuhi jamur. Hal yang sama akan
terjadi bila bahan makanan yang telah didinginkan dibawa ke
lingkungan yang lebih hangat. Hal ini akan menyebabkan kondensasi
air di bagian permukaannya. Proses ini penting untuk diperhatikan
pada pengepakan produk yang dapat membusuk, karena biasanya
ruang pengepakan lebih hangat dibandingkan dengan ruang pendingin,
sehingga akan terbentuk lapisan tipis air kondensasi. Hal ini akan
menyebabkan peningkatan aktivitas air yang pada gilirannya dapat
mempermudah pertumbuhan mikroorganisme.
b. Suhu
Suhu adalah salah satu faktor lingkungan terpenting yang
mempengaruhi pertumbuhan dan kehidupan mikroorganisme.
Berdasarkan suhu optimum pertumbuhannya :
- Psikrotropik: 14-20 C, tetapi dapat tumbuh lambat pada suhu
refrigerator (4 C). Contoh pada makanan kaleng adalah Clostridium
botulinum tipe E dan strain non-proteolitik tipe B dan F.
- Mesofilik: 30-37 C. Merupakan suhu normal gudang. Contoh :
Clostridium botulinum
- Termofilik: 45-60 C. Bakteri termofilik tidak memproduksi toksin
selama pertumbuhannya pada makanan.Contoh bakteri :Bacillus
stearothermophilus
c. Cahaya dan pengaruh sinar ultraviolet.
Adanya cahaya dan sinar ultra violet dapat mempengaruhi
pertumbuhan mikroorganisme dan kerusakan toxin yang
dihasilkannya, misalnya pada Aspergillus ochraceus. Pada umumnya
mikroorganisme rusak akibat cahaya, terutama pada mikroba yang
tidak mempunyai pigmen fotosintetik. Sinar dapat merusak beberapa
vitamin terutama riboflavin, vitamin A, vitamin C, warna bahan
pangan dan juga mengubah flavor susu karena terjadinya oksidasi
lemak dan perubahan protein yang dikatalisis sinar. Bahan yang
sensitif terhadap sinar dapat dilindungi dengan cara pengepakan
menggunakan bahan yang tidak tembus sinar.
d. Udara
Ketika makanan terbuka dan terkena udara maka diperkirakan akan
terjadi kontaminasi bakteri yang ada di udara sehingga jumlah bakteri
akan bertambah.
DAFTAR PUSTAKA

Adiprabowo. 2008. Potensi antibakteri campuran propolis trigona spp dan


garam kelapa terhadap Streptococcus mutans. Skripsi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor,
Bogor.

Budiyanto. 2010. Mikrobiologi Pangan, Industri, dan Kedokteran. Malang.

Depkes RI. 2004. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta

Linton, R. 2005. Food Safety Hazards in Foodservice and Food Retail


Establishments. Department of Food Science Purdue University.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Rineka


Cipta. Jakarta.

Sembiring, dkk. 2009. Biologi. Aneka Ilmu. Semarang.

Siagian, Albiner. 2002. Mikroba Patogen Pada Makanan Dan Sumber


pencemarannya. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Susiwi. 2009. Kerusakan Pangan. Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.

Suyono. 2009. Rancang Bangun Penghitung Koloni Selektif Berdasarkan Pigmen


Fluoresein Pada Pseudomonas Aeruginosa. Skripsi, Fakultas
Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor.
Bogor.

Syamsuri.2004. Biologi. Erlangga, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai