Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dari semua jenis Free Living Amebae (FLA), salah satu spesies yang paling

banyak menyerang manusia adalah Naegleria. Naegleria fowleri adalah protozoa yang

menyebabkan Primary Amebic Meningoencephalitis (PAM). PAM merupakan infeksi otak

yang menyebabkan kerusakan jaringannya dan bersifat akut, fatal serta dalam waktu yang

singkat dapat menyebabkan kematian, bahkan sebelum diagnosa dapat ditegakkan.1-6

Naegleria fowleri adalah amoeba yang hidup bebas dan dapat ditemukan di seluruh

dunia. Pada tahun 1965, Fowler dan Carter mempublikasi sebuah laporan kasus yang terjadi

pada 4 orang penderita di Australia. Laporan ini pertama kali menghubungkan antara N.

fowleri dan penyakit yang menyerang susunan saraf pusat. Pada awalnya peneliti tersebut

beranggapan bahwa amoeba penyebab penyakit tersebut adalah genus Acanthamoeba,

tetapi setelah penelitian lebih lanjut ameba penyebabnya cenderung mengacu kepada N.

fowleri.1-3 Di tahun berikutnya, dilaporkan 4 kasus yang terjadi di Amerika Serikat, satu

kasus di Texas oleh Patras dan Andujar (tahun 1966) dan 3 kasus lainnya di Florida oleh

Butt (tahun 1966). Butt menamakan penyakit ini sebagai Primary Amoebic

Meningoencephalitis (PAM).2-3 Namun yang pertama kali mengisolasi amoeba ini dari dua

kasus Primary Amoebic Meningoencephalitis di Australia adalah Fowler pada tahun 1970.2

1.2 Epidemiologi

Naegleria fowleri dapat ditemukan di seluruh dunia dan merupakan amuba yang

menyukai panas (termofilik, tumbuh subur di air hangat dengan tekanan oksigen rendah dan

umumnya ditemukan di air tawar hangat dan tanah. N. fowleri dapat diisolasi dari air,

1
tumbuhan air, kolam renang air hangat, hidroterapi, limbah, dan kadang pada hapusan dari

saluran nafas individu yang sehat.1 Tipikal kasus PAM terjadi pada musim panas, dimana

N. fowleri berproliferasi dengan cepat seiiring dengan meningkatnya temperatur.5 Penderita

penderita PAM biasanya memiliki riwayat kontak dengan air seperti berenang di danau,

sungai atau kolam renang yang dapat terinfeksi oleh organisme ini beberapa hari sebelum

timbulnya gejala.1-6 Selama periode yang kering dan meningkatnya temperatur ini,

konsentrasi N. fowleri akan meningkat. Pada beberapa kasus, ada indikasi bahwa organisme

ini juga dapat ditularkan melalui inhalasi dari debu yang terkontaminasi.6

Walaupun PAM dapat terjadi di seluruh dunia dan sampai saat ini sudah lebih dari

200 kasus yang dilaporkan yang terjadi di seluruh dunia, namun kasus yang terbanyak

dilaporkan dari Amerika Serikat dan Australia.3,7 Hal ini mungkin disebabkan daerah

tersebut memiliki kemampuan untuk mendiagnosa penyakit ini disbanding di bagian lain.

Sampai November 2002 sudah dilaporkan 95 kasus PAM yang terjadi Amerika

Serikat. Kasus ini ditemui di sepanjang Virginia sampai Florida. Beberapa kasus juga

dijumpai di Texas selama tahun 1990-an.3 Kasus ini terjadi lagi di tahun 2005 yang

menewaskan 2 orang anak laki-laki Oklahoma setelah berenang di daerah Tulsa. Demikian

juga sepanjang musim panas di negara ini pada tahun 2007, telah dilaporkan 6 kasus yang

mengakibatkan kematian yaitu 3 orang anak laki-laki di Florida (bulan Juli), 1 orang anak

laki-laki berusia 12 tahun dan seorang laki-laki dewasa muda berusia 22 tahun di Danau

LBJ, Texas dan 1 orang anak laki-laki berusia 14 tahun yang sebelumnya berenang di Danau

Havasu, Arizona pada bulan September.8 Tingkat kejadian PAM tidak berhubungan dengan

ras dan jenis kelamin tertentu. Biasanya menyerang individu yang sehat dan biasanya terjadi

pada usia anak-anak dan dewasa muda. Kasus dengan penderita termuda yang pernah

dilaporkan yaitu anak berusia 8 bulan.3

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Taksonomi

Naegleria fowleri tergolong ke dalam :

Kingdom : Protista

Subkingdom : Protozoa

Phylum : Sarcomastigophora

Sub phylum : Sarcodina

Superkelas : Rhizopodea

Kelas : Lobosea

Sub Kelas : Gymnamoebia

Ordo : Schizopyrenida

Family : Vahlkampfiidae

Genus : Naegleria

Spesies : Naegleria fowleri1,2

2.2 Morfologi

Naegleria fowleri dikenal dengan karakteristik yang disebut amoebaflagellata,

yaitu memiliki bentuk amoeboid dan flagellata dalam siklus hidupnya. Siklus hidupnya

terdiri atas stadium trophozoit (amoeboid dan flagellata) yang motil dan bentuk kista

yang non-motil dan resisten. Trophozoit bentuk amoeboid adalah bentuk satu-satunya yang

dijumpai pada manusia.1-6

3
Gambar 1. Morfologi Naegleria fowleri

Trophozoit dapat hidup di air, atau tanah yang lembab dan kultur jaringan atau

media lainnya.2 Trophozoit bentuk amoeboid ketika bergerak berbentuk memanjang, lebih

lebar pada bagian anterior, yang dapat dengan jelas dibedakan dari bagian posterior yang

menyempit, dan membentuk sebuah pseudopodia yang lebar. Berukuran 7-20 μm, memiliki

satu inti dengan karyosom sentral yang besar dan dikelilingi oleh sebuah halo, tanpa

kromatin perifer.1-3 Terdapat vakuola makanan yang biasanya terdiri dari bakteri pada saat

berada dalam bentuk free-living, atau berisi debris sel pada saat menginfeksi manusia.4,5

Bentuk amoeba berubah dengan cepat menjadi bentuk flagellata dengan 2 buah

flagella ketika berada di dalam air, yang apabila dilakukan di laboratorium dapat diinduksi

dengan menggunakan air suling untuk membantu diagnosa, dan dipertahankan pada suhu

antara 270-370C.2-4 Bentuk amoeba biflagellata ini biasanya berbentuk seperti pir, dengan 2

buah flagella pada ujung bagian posterior yang melebar.1-3 Bentuk flagellata ini bersifat

sementara dan akan berubah kembali pada bentuk amoeboid. Perubahan ini terjadi paling

lama 20 jam, dan biasanya beberapa dari bentuk flagella dapat bertahan selama 2 hari atau

4
lebih.1

Dalam kondisi lingkungan yang tidak menyenangkan, trophozoit akan berubah

menjadi bentuk kista. Kista yang didapatkan dari kultur agar biasanya bulat, berinti satu,

berdiameter 7-15 μm, dinding halus dengan ketebalan 1 μm. Pada kista yang tidak diwarnai,

hanya beberapa granul yang dapat terlihat, nukleus tidak jelas dan seringkali kista tampak

kosong. Ketika diwarnai, nukleus memiliki tampilan yang sama dengan dengan trophozoit,

tetapi lebih kecil (sekitar 1,5 μm). Dengan mikroskop elektron struktur tampak jelas

termasuk pori-pori pada dinding kista dan mitokondria, endoplasma retikulum, vesikel dan

granul sekretori.1-3

2.3 Siklus Hidup dan Patogenesis

Biasanya, infeksi terjadi ketika orang pergi berenang atau menyelam di sungai atau

kolam air tawar hangat dan kolam renang yang tidak terawat atau irigasi hidung

menggunakan air ledeng yang terkontaminasi.

Gambar 2. Siklus Hidup Naegleria fowleri

5
Adapun siklus lingkaran kehidupan N. fowleri adalah sebagai berikut :

 Siklus hidup N. fowleri diselesaikan di lingkungan eksternal.

 Bentuk amoeboid dari trofozoit dikalikan dengan pembelahan biner.

 Di bawah kondisi yang tidak menguntungkan, ia membentuk kista dan

yang mengalami kista dalam kondisi yang menguntungkan.

 Flagellate bentuk trofozoit membantu penyebaran N. fowleri ke badan air

baru. Karena bentuk amoeboid adalah tahap invasif, maka bentuk flagellate

kembali ke bentuk amoeboid untuk menjadi infektif bagi manusia.

Gambar 3. Siklus Hidup dan Patogenesis Naegleria fowleri

6
Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa Naegleria fowleri memiliki 3

stadium dalam siklus hidupnya, yaitu kista (1), trophozoit bentuk ameba (2) dan bentuk

flagella (3). Trophozoit ber-replikasi dengan cara promitosis (membran nukleus tetap utuh)

(4). Naegleria fowleri ditemukan di air, tanah, kolam renang air hangat, hidroterapi dan

kolam renang untuk pengobatan, akuarium, dan limbah. Trophozoit bentuk ameba dapat

berubah menjadi bentuk flagella, dan dapat kembali berubah menjadi bentuk ameba.

Menginfeksi manusia dengan cara trophozoit terhirup melalui hidung, yang kemudian akan

menginvasi membran nasal, dan masuk ke ruang sinus paranasal (5). Trophozoit ini akan

langsung menembus ciribriform plate di tulang ethmoidalis, dan masuk ke otak melalui

nervus olfaktorius. Selanjutnya akan bermultiplikasi di jaringan Sistem Saraf Pusat (SSP)

dan menyebabkan Primary Amebic Meningoencephalitis (6). Dapat diisolasi dari cairan

serebro spinal (Cerebro Spinal Fluid/ CSF).1-6

Patogenesis

Masa inkubasi PAM berkisar antara 2-15 hari, tergantung pada virulensi ameba

ini. Semakin lemah virulensinya, maka akan semakin panjang masa inkubasinya. Pada

infeksi percobaan dengan Naegleria fowleri yang lemah, didapati masa inkubasinya

berkisar 3-4 minggu.1

Tropozoit Naegleria fowleri yang masuk melalui hidung dan melalui nervus

olfaktorius akan penetrasi ke pleksus nervus sub mucosal melalui ciribriform plate dan akan

terus sampai ke ruang subarachnoid.1-6 Protein dan glukosa yang terdapat pada cairan

serebrospinal mendukung pertumbuhan ameba ini, yang bermultiplikasi dengan cepat dan

menyerang parenkim otak. Tingginya kadar oksigen pada otak dan cairan serebrospinal juga

membantunya untuk bertumbuh.3

7
Invasi tropozoit dengan cepat memfagosit dan memakan sel darah merah dan

jaringan otak, yang mengakibatkan severe hemorrhagic necrosis pada otak yang terkena.

Jaringan otak, tidak seperti sel darah merah, tidak dapat dimakan seluruhnya oleh tropozoit

ini. Naegleria fowleri memproduksi amebostome yang memproduksi lisosomal hydrolase

dan phospolipase. Naegleria fowleri juga dapat menggunakan heat-stable hemolytic

protein, heat labile cytolisin, phospolipase A dan cystein protease untuk membunuh sel

yang terkena tropozoit ini.3

Naegleria fowleri menghasilkan diffuse hemorrhagic meningoencephalitis yang

mirip dengan purulen meningitis yang diakibatkan oleh bakteri. Bagian korteks sel kelabu

adalah bagian yang terparah. Oleh karena edema yang hebat dari otak, maka tekanan cairan

serebrospinal akan meningkat dan herniasi cerebelum dapat terjadi.3

Imunologi

Hanya sedikit informasi yang didapatkan mengenai respon antibodi terhadap

infeksi Naegleria fowleri. Hal ini mungkin karena kebanyakan penderita meninggal

dengan cepat sebelum memproduksi antibodi pada level yang dapat dideteksi.1

Berdasarkan bukti penelitian, imunitas dimanifestasikan di mucosa hidung

oleh sel polimorfonuklear (PMN) yang akan membunuh amoeba. Walaupun amoeba

ini tidak dipengaruhi oleh rekombinan human interleukin 1 atau tumor necroting

factor (TNF), namun akan menstimulasi adherens neutrofil ke Naegleria fowleri.

Ditelannya neutrofil oleh tropozoit ini akan memperpanjang masa inkubasi.

Kemampuan tropozoit untuk menelan neutrofil menunjukkan faktor virulensi ameba

ini. Tropozoit ini akhirnya akan dibunuh melalui aktivasi komplemen pada aliran

darah.8

Pada beberapa penelitian tersebut, didapati jumlah serum IgM, IgG dan IgA

8
yang normal. Oleh karena Naegleria fowleri menginvasi otak melalui mucosa hidung,

maka ada kemungkinan immunoglobulin memiliki peranan penting dalam mencegah

infeksi ameba ini, dengan mencegah adhesi tropozoit ke epitel mucosa. Penelitian

Rivera et al (2001), mengevaluasi sekresi antibodi IgA dan IgM yang dideteksi

dengan ELISA pada serum dan saliva dari 3 kelompok grup yaitu:

1. subyek dengan infeksi saluran penafasan bagian atas yang hidup di daerah

endemik,

2. subyek yang sehat dari daerah endemik yang sama,

3. subyek sehat dari daerah non endemik.

Dari hasil penelitian ini diketahui untuk pertama kali, bahwa antibodi IgA

dan IgM yang melawan protein Naegleria fowleri ditemukan di saliva. Level ini

meningkat secara signifikan pada subyek dengan infeksi saluran pernafasan bagian

atas. Antibodi IgA dan IgM yang terdapat di saliva dapat ditransport secara aktif

melalui sel epitelial atau dapat dihasilkan dari transudasi dari darah melalui kerusakan

kapiler. Antibodi IgA dan IgM yang mengenali protein Naegleria fowleri mungkin

diinduksi oleh imunitas spesifik atau reaksi silang dengan genus dan spesies ameba

yang lain.8

2.4 Patologi

Gambaran patologi yang dapat ditemukan pada otopsi yaitu hemispher cerebral

yang biasanya membengkak dan edema. Karakteristik PAM yaitu nekrotik dan hemorrhagic

pada korteks cerebral dan bulbus olfaktorius. Secara histopatologi, PAM ditandai dengan

dengan eksudat yang purulen, nekrotik, dan edema gambaran perdarahan yang difus pada

area kortikal dan parenkim otak. Tropozoit dapat ditemukan pada eksudat, walaupun akan

9
sukar membedakannya di antara sel-sel inflamasi. Sel-sel inflamasi yang banyak dijumpai

yaitu sel-sel polimorfonuklear (PMN). Tropozoit dapat dijumpai dan dibedakan terutama

pada ruang perivascular, dimana sel-sel inflamasi jarang ditemukan.. Tropozoit juga dapat

ditemukan pada bulbus olfaktorius dan cairan serebrospinal. Kista tidak ditemukan pada

lesi di otak.1-3

Gambar 4. Naegleria fowleri pada jaringan otak dengan pewarnaan trichrome

10
2.5 Gambaran Klinis

Gambaran klinis yang didapati pada PAM sangat dramatis, namun hampir tidak

dapat dibedakan dengan meningoencephalitis yang diakibatkan oleh bakteri.6

1. Infeksi Naegleria fowleri biasanya terjadi pada dewasa muda dan anak-anak

yang sehat dan sebelumnya mempunyai riwayat berenang atau menyelam di air

hangat sekitar 7-14 hari sebelumnya. Kebanyakan gejala pertama kali muncul

2- 5 hari setelah paparan terakhir, yaitu demam, sakit kepala pada area bifrontal

atau bitemporal, mual dan muntah.1-6

2. Dapat timbul beberapa gejala yang berhubungan dengan persepsi olfaktorius

yaitu gangguan dalam mengecap dan menghidu. Namun gejala ini tidak

selamanya dapat terjadi.1,3,4

3. Iritasi meningeal dapat ditandai peningkatan tekanan intra kranial yaitu dengan

timbulnya gejala kejang, kaku kuduk yang ditandai dengan Kernig’s sign dan

Brudzinski’s sign yang positif.1,6

4. Dapat timbul kelumpuhan yang meliputi saraf kranial III, IV dan V seperti

cerebellar ataksia dan penurunan refleks tendon yang mengindikasikan adanya

edema otak dan herniasi.1,3

5. Status perubahan mental terjadi pada dua pertiga kasus yang pernah dilaporkan

dan keadaan penderita akan semakin menurun menjadi koma dan akhirnya akan

meninggal dalam waktu sekitar 1 minggu setelah munculnya gejala .1,3,4

6. Kebanyakan kasus PAM berakhir dengan kematian. Namun pada beberapa

kasus yang dilaporkan ada penderita yang dapat tetap hidup tanpa adanya gejala

neurologis sisa. Penyebab kematian biasanya adalah karena meningkatnya

tekanan intra kranial dengan herniasi otak yang akan menyebabkan terhentinya

sistem kardiorespiratori.1

11
2.6 Diagnosa

Diagnosa Banding

Oleh karena gambaran klinisnya yang tidak spesifik, maka diagnosa bandingnya

meliputi meningoencephalitis yang disebabkan oleh bakteri atau virus.1,3,4

Tabel 1. Perbedaan karakter Naegleria dangean Acanthamoeba

Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium

Pemeriksaan Cairan Serebrospinal

Cairan serebrospinal akan tampak kelabu sampai purulen. Adanya dominasi

sel leukosit Polimorfonuklear (PMN) dan tidak ditemukannya bakteri. Ditemukan

juga adanya eritrosit. Tekanan intraserebral meningkat. Konsentrasi glukosa akan

menurun tetapi konsentrasi protein akan meningkat. Tropozoit dapat dideteksi

dengan pergerakannya dengan sebuah tetesan cairan serebrospinal yang diamati di

bawah mikroskop dengan pewarnaan Wright, Giemsa, hematoxylin dan eosin atau

dengan iron hematoxylin. Namun dengan pewarnaan Gram, tropozoit tidak akan

terlihat.1,4,6

12
Kultur

Teknik kultur dengan menggunakan media yang terdiri dari 1,5% non-nutrient

agar plates dengan penambahan Escherichia coli. Media tersebut akan diinkubasi

pada suhu 370C dan diamati setiap hari. Ameba ini akan memakan bakteri tersebut

di lingkungan aerob seperti di habitatnya yang alami.2,6

PCR dan Indirect Immunofluorescent Antibody

Teknik ini dipergunakan untuk mengidentifikasi organisme, yang biasanya

dilakukan di laboratorium Centers for Disease Control and Prevention.6

Biopsi otak

Biopsi otak secara potensial dapat dipergunakan untuk mendeteksi tropozoit ini

dan gambaran karakteristik histopatologi, namun hingga kini belum ada data kasus

PAM yang didiagnosa melalui biopsi otak. 1

Pemeriksaan Neuroimaging

Pemeriksaan dengan CT-Scan dan MRI diperlukan untuk menilai edema cerebri.7

2.7 Penatalaksanaan

Lebih dari 95% kasus PAM berakhir dengan kematian bahkan sebelum diagnosa

dapat ditegakkan. Pada beberapa pasien yang tetap hidup, pengobatan yang diberikan yaitu

Amphotericin B dengan dosis 1-1.5 mg/kg/hari IV dan 1-1.5 mg/hr intrathecal. Sebagai

terapi tambahan diberikan rifampin, miconazole, dan sulfisoxazole.1-6

13
2.8 Pencegahan

Temperatur yang hangat, ketersediaan makanan yang mencukupi dan

kemungkinan kadar pH yang optimal serta oksigen yang cukup adalah merupakan habitat

yang memungkinkan ameba ini dapat berkembang.1

Pencegahan Naegleria fowleri dilakukan dengan pemanasan air sampai diatas

60oC dan pemberian chlorine 0,5-1 mg/l. Pemberian chlorine ini terbukti efektif baik untuk

air minum maupun air di kolam renang. Namun hal ini tidaklah mungkin dilakukan di

daerah rekreasi umum lainnya seperti danau dan sungai. Sehingga tindakan pencegahan

yang terpenting adalah dengan memberikan peringatan, terutama pada saat musim panas.1

14
BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Naegleria fowleri merupakan salah satu dari jenis Free Living Amebae (FLA) yang

paling banyak menyerang manusia. Naegleria fowleri adalah protozoa yang menyebabkan

Primary Amebic Meningoencephalitis (PAM). N. fowleri memiliki bentuk amoeboid dan

flagellata dalam siklus hidupnya. Siklus hidupnya terdiri atas stadium trophozoit (amoeboid

dan flagellata) yang motil dan bentuk kista yang non-motil dan resisten.

Penting melakukan berbagai uji diagnostik pada kasus ini dimulai dari pemeriksaan

laboratorium sampai uji patologi. Membedakannya dengan jenis Acantamoeba juga

sangatlah penting. Bila terkena infeksi Naegleria, engobatan yang diberikan yaitu

Amphotericin B dengan dosis 1-1.5 mg/kg/hari IV dan 1-1.5 mg/hr intrathecal.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Martinez JA, Visvesvara GS. Pathogenic and Opportunistic Free Living Amebas:

Naegleria fowleri, Acanthameba spp. and Balamuthia mandrillaris. In Gillespie S and

Pearson RD (eds). Principles and Practice of Clinical Parasitology. John Wiley and

Sons Ltd. 2001; 269-282.

2. Beaver PC, Jung RC, Cupp EW. Clinical Parasitology. 9thed. Philadelphia:

Lea&Febiger. 1984; 136-140.

3. Bennett JN, Naegleria. Available from http://www.emedicine.com/

4. Drabick JJ. Free Living Amebic Infection. In Strickland GT. Hunter’s Tropical

Medicine and Emerging Infectious Disease. 8th ed. Philadelphia: WB. Saunders

Company. 2000; 705-7.

5. Roberts LS, Janovy Jr J. Gerald D. Schmidt & Larry S. Roberts’ Foundations of

Parasitology. 7th ed. New York: The Mc Graw- Hill Companies. 2005; 116-7

6. Heelan JS, Ingersoll FW. Essentials of Human Parasitology. New York: Delmar. 2002;

62-5.

7. Cogo PE, Scaglia M, Gatti S, Rossetti F, Alaggio R, Laverda AM, et al. Fatal Naegleria

fowleri meningoencephalitis, Italy. Emerg Infect Dis. October 2004. Vol 10, No. 10.

Available from: http://www.cdc.gov/ncidod/EID/vol10no10/04-0273.htm

8. Rivera V, Hernandez D, Rojas S, Oliver G, et al. Canadian Journal of Microbiology.

Ottawa: May 2001. Vol. 47, Iss. 5; 464. Available from:

http://proquest.umi.com/pqdweb?did=73763914&sid=1&Fmt=4&clientId=63928

&RQT=309&VName=PQD

16

Anda mungkin juga menyukai