Anda di halaman 1dari 5

CLOSTRIDIUM BOTULINUM

1. Ciri ciri Clostridium botulinum

Klasifikasi Clostridium botulinum adalah :

Kingdom         : Bacteria


Divisi               : Firmicutes
Kelas               : Clostridia
Ordo                : Clostridiales
Famili              : Clostridiaceae
Genus              : Clostridium
Species            : Clostridium botulinum

Morfologi
Clostridium botulinum merupakan bakteri anaerobik, gram positif, membentuk spora, dan relatif
besar. Sel vegetatif Clostridium botulinum berbentuk batang dan berukuran cukup besar untuk
ukuran bakteri. Panjangnya antara 3 μm hingga 7 – 8 μm. Lebarnya antara 0,4 μm hingga 1,2
μm. Clostridium botulinum yang mengandung spora bersifat Gram positif, sedangkan
Clostridium botulinum yang tidak mengandung spora bersifat gram negatif. Namun, Clostridium
botulinum termasuk bakteri Gram positif.
Spora yang dihasilkan oleh sel Clostridium secara struktural sangat berbeda dengan sel pada
spesies itu sendiri, tapi yang terkenal adalah spora pada Clostridia yang bersifat patogen. Lapisan
paling luar spora disebut dengan exosporium. Exosporium bervariasi antara masing – masing
species, terkenal pada species yang bersifat patogen, termasuk Clostridium botulinum. Lapisan di
bawah exosporium disebut dengan membran spora, terdiri atas protein yang strukturnya tidak
biasa. Bagian tengah spora mengandung DNA spora, ribosom, enzim, dan kation. Kandungan
logam pada spora Clostridium botulinum berbeda dari kandungan metal pada Bacillus.
Clostridium botulinum merupakan bakteri anaerob yang tidak dapat tumbuh di lingkungan
anaerob. Hasil uji pertumbuhan pada media agar aerob adalah negatif. Clostridium botulinum
bersifat motil atau dapat bergerak dengan flagel yang berbentuk peritirik. Motilitas Clostridium
botulinum ini umumnya sulit ditunjukkan, terutama pada strain yang sudah cukup lama ditanam.
Clostridium botulinum merupakan bakteri Gram positif yang memiliki kandungan peptidoglikan
antara 80 – 90% dari komponen dinding sel. Clostridium botulinum tidak dapat membentuk
kapsula maupun plasmid. Bakteriofag pada genus Clostridium dapat diasosiasikan dengan
neurotoksisitas dari C. botulinum tipe C dan D (Elvira, 2008).
Fisiologi
Clostridium botulinum termasuk bakteri yang bersifat mesophilic dengan suhu optimum untuk
tumbuh yaitu 370 C untuk strain jenis A dan B serta 300 C untuk strain jenis E. Suhu terendah
dari strain jenis A dan B adalah 12,50 C namun pernah juga dilaporkan bahwa kuman dapat
tumbuh pada suhu 100 C. Disisi lain spora jenis E dikatakan mampu tumbuh dan menghasilkan
toksin pada suhu 3,30 C, sementara jenis F dilaporkan tumbuh dan menghasilkan toksin pada
suhu 40 C . Secara umum strain jenis E dan B bersifat non-proteolitik serta strain F suhu
minimum untuk tumbuhnya lebih kurang 100 C lebih rendah daripada strain A dan B. Sedangkan
suhu maksimum untuk tumbuhnya yaitu : jenis A dan B pada suhu 50 0 C. Strain jenis E memiliki
suhu maksimum 5 derajat lebih rendah dari strain A dan B dengan suhu optimumnya yaitu 300 C
(Suardana, 2001; Cliver, 1990 ; Jay, 1978).
Berdasarkan atas pH, dilaporkan bahwa Clostridium botulinum tidak mampu tumbuh pada pH di
bawah 4,5. Lebih jauh dilaporkan bahwa organisme akan tumbuh dengan baik dan menghasilkan
toksin pada pH 5,5-8,0 (Suardana, 2001; Jay, 1978). Sedangkan Frazier dan Westhoff (1988)
menyatakan bahwa nilai pH minimal untuk pertumbuhan sel vegetatif adalah 4,87 sedangkan
untuk petumbuhan spora 5,01 di dalam cairan kaldu.
Nutrisi yang diperlukan untuk pertumbuhan bersifat komplek, diperlukan asam amino, vitamin B
dan mineral. C. botulinum jenis A dan B memerlukan kadar air 0,94 dan jenis E pada 0,97
Dilaporkan bahwa kadar garam 10% atau 50% sukrosa akan menghambat pertumbuhan jenis A
dan B. Tar dalam Jay (1978) menyatakan bahwa pada konsentrasi 25-500 ppm dapat
menghambat jenis A lebih dari sebulan pada suhu optimum dengan pH 5,9-7,6. Di dalam
penelitian pembentukan toksin jenis E dan pertumbuhan sel didalam kalkun yang diinkubasikan
pada suhu 300 C, Midura et al., dalam Jay (1978) menemukan bahwa spora jenis E akan
memperbanyak diri dan menghasikan toksin dalam waktu 24 jam.

2. Toksin C. botulinum
Clostridium botulinum dapat menghasilkan molekul protein dengan daya keracunan yang sangat
kuat yang dikenal dengan botulinin. Botulinin tersebut yang menyebabkan botulisme, yaitu
penyakit keracunan makanan yang terkontaminasi oleh Clostridium botulinum.
Botulisme adalah suatu keadaan yang jarang terjadi dan bisa berakibat fatal, yang disebabkan
oleh keracunan toksin (racun) yang diproduksi oleh Clostridium botulinum.
Toksin ini adalah racun yang sangat kuat dan dapat menyebabkan kerusakan saraf dan otot yang
berat. Karena menyebabkan kerusakan berat pada saraf, maka racun ini disebut neurotoksin.
Selama pertumbuhan C. Botulinum memproduksi sedikitnya tujuh racun yang berbeda, termasuk
neurotoxin, enterotoxin, dan haemotoxin, termasuk beberapa racun yang dikenal paling
berpotensial. Dalam kasus tertentu, satu strain dapat memproduksi lebih dari satu tipe racun.
Terdapat 3 jenis botulisme, yaitu :
- Foodborne botulism, merupakan akibat dari mencerna makanan yang tercemar
- Wound botulism, disebabkan oleh luka yang tercemar
- Infant botulism, terjadi pada anak-anak, karena mencerna makanan yang tercemar.

3. Mekanisme kerja toksin Clostridium botulinum


Bakteri botulinum akan berbahaya bila aktif secara metabolisme dan memproduksi racun
botulinus. Dalam keadaan spora, botulinum tidak berbahaya. Panas dapat memungkinkan spora
aktif dan berkecambah dan panas juga dapat membunuh bakteri lain yang menjadi saingan
dengan Clostridium Botulinum dalam mendapatkan Host.

Toksin botulinum mempunyai persamaan struktur dan fungsi dengan toksin tetanus. Kedua-
duanya adalah neurotoksin tetapi toksin botulinum mempengaruhi sistem saraf periferi karena
memiliki afiniti untuk neuron pada persimpangan otot syaraf. Toksin ini disintesis sebagai rantai
polipeptid tunggal (150,000 dalton) yang kurang toksik. Walau bagaimanapun setelah dipotong
oleh protease, ia menghasilkan 2 rantai: rantai ringan (subunit A, 50,00 dalton) dan rantai berat
(subunit B, 100,000 dalton) yang duhubungkan oleh ikatan dwisulfida.
Subunit A merupakan toksin paling toksik yang diketahui. Toksin botulinum ialah sejenis
endopeptidase yang menghalang pembebasan asetilkolin pada pertemuan antara otot dengan
saraf (myoneural junction). Ia adalah spesifik untuk bagian ujung saraf tepi/periferi pada tempat
di mana neuron motor merangsang otot. Toksin ini bertindak seperti toksin tetanus dan
memecahkan synaptobrevin, mengganggu pembentukan (dan pembebasan) vesikel yang
mengandungi asetilkolin. Sel yang terpapar gagal membebaskan neurotransmiter (asetilkolin).
Apabila otot tidak menerima isyarat daripada saraf, ia tidak akan berkontraksi (contract). Ini
menyebabkan paralisis (lumpuh) sistem motor.
Botulinum toxin terutama mempengaruhi sekeliling sistem syaraf, khususnya:
1. Ganglionic synapses
2. Post-ganglionic parasympathetic synapses
3. myoneural junction, akhir syaraf dimana syaraf bergabung dengan otot dan dimana racun
memblok syaraf terminal gerak (motor nerve terminals)
Didalam tubuh neurotransmiter adalah pengirim pesan secara kimia yang digunakan oleh sel –
sel syaraf untuk berkomunikasi satu dengan yang lain dan yang mana digunakan oleh sel sel
syaraf untuk berkomunikasi dengan otot. Racun botulism mengakibatkan characteristic flaccid
paralysis dengan memecah satu dari tiga protein yang dibutuhkan untuk melepaskan
neurotransmitter hal ini memblokade pelepasan acetikolin dan kemampuan sel-sel syaraf untuk
berkomunikasi.

4. Gejala-gejala intoksikasi/keracunan Clostridium botulinum


Gejala botulinum berupa mual, muntah, pening, sakit kepala, pandangan berganda, tenggorokan
dan hidung terasa kering, nyeri perut, letih, lemah otot, paralisis, dan pada beberapa kasus dapat
menimbulkan kematian. Gejala dapat timbul 12-36 jam setelah toksin tertelan. Masa sakit dapat
berlangsung selama 2 jam sampai 14 hari.

5. Pencegahan Bahan Pangan Dari Serangan Clostridium Botolinum


Mengingat bahaya dari mikroba Clostridium botulinum dalam menimbulkan kasus keracuna
makanan maka diperlukan penangan khusus untuk membuat bahan pangan terhindar dari
serangan bakteri Clostridium botulinum ini dengan cara-cara sebagai berikut :
a. Penggunaan Temperatur rendah
Penyimpanan di refrigerasi menggunakan suhu rendah digunakan untuk mencegah pertumbuhan
Clostridium botulinum. Batas temperatur Bawah sekitar 10ºC ditetapkan sebagai temparatur
batas bawah untuk Clostridium botulinum grup I dan 3,0ºC untuk grup II. Namun demikian,
aplikasi temperatur batas bawah ini untuk beberapa strain saja dan tergantung pada kondisi
optimal untuk pertumbuhan., sedangkan temperatur optimum untuk pertumbuhan mikroba ini
berkisar antara 35 dan 45ºC untuk clostridia grup I dan 25 dan 30ºC untuk clostridia grup II.
b. Inaktivasi dengan perlakuan suhu
Proses panas digunakan untuk inaktivasi spora Clostridium botulinum dan merupakan metode
yang paling sering digunakan untuk produksi bahan pangan dengan daya simpan yang stabil.
Spora Clostridium botulinum dari grup I, yang sangat resisten terhadap panas, merupakan target
paling utama untuk proses-proses panas, penangannya menggunakan pemanasan menggunakan
suhu 121 C menggunakan waktu 0,1 sampai 0,2 menit sedangkan dalam pengalengan umumnya

pabrik menggunakan suhu 121 C dalam waktu 0,2 menit

Pada Clostridium botulinum grup II pemanasan yang digunakan cukup mengunakan suhu
pasteurisasi karena spora-spora dari mikroba Clostridium botulinum akan inaktif pada suhu
dibawah 100 C sehingga mikroba ini dapat dicegah keberadaannya dalam bahan pangan.

c. pH
pH minimum pada pertumbuhan Clostridium botulinum grup I adalah 4,6 dan untuk grup II
kira-kira pH 5. Beberapa buah-buahan dan sayuran cocok pada pH asam untuk menghambat
Clostridium botulinum dari pH alami mereka sendiri, dimana pengasaman digunakan untuk
pengawetan produk-produk lainnya. Substrat, temperatur, keasaman alami, adanya pengawet,
Aw, dan Eh merupakan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi toleransi Clostridium
botulinum terhadap asam.
d. Garam dan Aw
Natrium clorida ( garam dapur ) adalah salah satu cara yang dapat digunakan dalam pencegahan
mikroba Clostridium botulinum pada bahan makanan. Garam adalah zat yang dapat menurunkan
Aw melalui aktivitasnya dalam penarikan air bebas dalam bahan pangan. Pertumbuhan mikroba
ini dapat dibatasi dengan konsentrasi garam pada kadar 10 % untuk grup I dan 5 % untuk grup II
dengan kondisi optimal. Konsentrasi garam pada bahan pangan 10 %pada grup I ini mempunyai
aw sekitar 0,94 dan konsentrasi garam 5 % mempunyai aw sekitar 0,97, semakin sedikit nilai dari
aw maka mikroba juga akan semakin sulit untuk hidup

6. Clostrium Botulinum pada makanan


Clostrium Botulinum dapat ditemukan pada berbagai macam makanan namun jumlahnya sangat
sedikit. Makanan yang memungkinkan pertumbuhan Clostrium Botulinum (berkaitan dengan
pH, aw, suhu dll) dan makanan yang belum cukup dipanaskan sebelum dikonsumsi dapat
menyebabkan botulisme ( keracunan karen racun Clostrium Botulinum). Clostridium
botulinum umum terdapat pada makanan kalengan dengan pH lebih dari 4,6. Produksi toksin
botulinum telah dibuktikan dalam, misalnya, jagung kaleng, paprika manis, kacang, sup,
asparagus, jamur, buah zaitun, hati, bayam, ikan, unggas, kornet, ham, saus, lobster, ikan asap,
dan ikan asin.
Pada umumnya Clostrium Botulinum banyak terdapat pada pangan kaleng yang rusak. Tanda-
tanda kerusakan makanan kaleng yang disebabkan oleh Clostridium botulinum diantaranya
adalah produk mengalami fermentasi, berbau asam, bau seperti keju atau bau butirat, pH sedikit
di atas normal dengan tekstur sudah rusak. Penampakan pada keleng memperlihatkan bahwa
kaleng menggembung (Siagian,2002).
Pada survey yang dilakukan di ikan, daging dan madu ditemukan Clostrium Botulinum tipe E
pada ikan salmon pasifik dan  Baltic herring. Tipe A dan B yang dapat diisolasi ada pada jumlah
yang rendah pada daging babi, bacon dan sosis hati termasuk jamur. Clostrium Botulinum yang
diisolasi pada madu ada pada tingkat rendah. Namun, jika ditemukan sebanyak 60 CFU/g harus
dilaporkan karena 80 spora/g dari tipe A dan B ditemukan pada sampel madu terkait dengan
kasus botulisme pada bayi. Clostrium Botulinum yang berpotensi menyebabkan botulisme
kecuali pada pengolahan termal yang cukup untuk menonaktifkan spora.

Anda mungkin juga menyukai