OLEH
AYU RAHMAWATIANI
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana farmasi pada
fakultas farmasi universitas mulawarman
Oleh
Ayu Rahmawatiani
NIM. 1713015003
RIWAYAT HIDUP
Dr. Angga Cipta Narsa, S.Farm., M.Si., Apt. Dewi Mayasari, M.Farm., Apt.
Tanggal : 10 Juni 2020 Tanggal : 10 Juni 2020
v
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL UTAMA.............................................................................i
HALAMAN SAMPUL PENDUKUNG..................................................................ii
RIWAYAT HIDUP................................................................................................iii
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................iv
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL.................................................................................................vii
DAFTAR GAMBAR............................................................................................viii
DAFTAR LAMPIRAN..........................................................................................ix
RINGKASAN RENCANA PENELITIAN.............................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................2
BAB I TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................7
1.1. Tumbuhan jeruk..............................................................................................7
1.2. Metode Ekstraksi............................................................................................9
1.3. Pelarut...........................................................................................................11
1.4. Pasta Gigi......................................................................................................11
1.5. Gel.................................................................................................................12
1.6. Formula.........................................................................................................13
1.7. Gigi...............................................................................................................17
1.8. Mikroba Uji ..................................................................................................17
1.9. Pengujian Antimikroba.................................................................................21
1.10. Metode Simplex Lattice Design...................................................................23
1.11. Evaluasi Sediaan...........................................................................................25
BAB IITUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN.............................................28
2.1 Tujuan Umum...............................................................................................28
2.2. Tujuan Khusus..............................................................................................28
2.3. Manfaat Terhadap Ilmu Pengetahuan...........................................................28
2.4. Manfaat Terhadap Terapan Keilmuan..........................................................28
BAB IIIMETODOLOGI PENELITIAN...............................................................30
vi
DAFTAR TABEL
Tabel
1.1. Formula Sediaan Gel Pasta Gigi....................................................................13
3.1. Rancangan Pengujian Aktifitas Antibakteri...................................................35
3.2. Rancangan Optimasi Basis Formula..............................................................36
3.3. Hasil Konversi Rancangan Optimasi Basis Formula.....................................36
3.4. Rancangan Formula Gel Pasta Gigi ..............................................................37
4.1. Bahan Penelitian.............................................................................................43
4.2. Peralatan Penelitian .......................................................................................44
viii
DAFTAR GAMBAR
Penelitian ini mengenai formulasi gel pasta gigi ekstak etanol kulit
jeruk pontianak (Cirus nobilis var. microcarpa).Tujuan yang ingin dicapai
pada penelitian ini adalah Tujuan dari penelitian ini adalah (a) Mengetahui
konsentrasi ekstrak etanol kulit jeruk Pontianak (Cirus nobilis var.
microcarpa) yang digunakan pada formulasi (b) Mengetahui formula gel
pasta gigi yang stabil (c) Mengetahui aktivitas antimikroba sediaan gel
pasta gigi ekstrak kulit jeruk Pontianak (Cirus nobilis var. microcarpa).
Metode yang dilakukan yaitu dengan melakukan ekstraksi dengan cara
maserasi menggunakan pelarut etanol 96%. Selanjutnya ekstrak
dipekatkan dengan Rotary Evaporator kemudian dilakukan penujian
aktivitas mikroba. Selanjutnya dibuat sediaan gel pasta gigi dengan
memvariasikan ekstrak kulit jeruk Pontianak (Cirus nobilis var.
microcarpa). Hasil yang diharapkan pada penelitian ini ekstrak etanol kulit
jeruk Pontianak (Cirus nobilis var. microcarpa) dapat diformulasikan
menjadi sediaan gel pasta gigi dan mempunyai aktivitas antimikroba yang
baik.
PENDAHULUAN
gigi dan mulut yang sering dikeluhkan masyarakat karies gigi dan penyakit
gusi. Oleh karena itu masih banyak masyarakat terkena penyakit gigi dan
mulut khususnya karies karena masih kurang kesehatan terhadap
kesehatan rongga mulut (Larasati, 2012). Faktor yang dapat memicu
proses terjadinya karies, salah satunya yaitu bakteri Streptococcus mutans.
Streptococcus mutans adalah bakteri penyebab utama terjadinya karies
gigi, yang sebelumnya diketahui sebagai bagian dari flora normal dalam
rongga mulut yang berperan dalam proses fermentasi karbohidrat sehingga
menghasilkan asam yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya
demineralisasi gigi (Andries, 2014). Karies gigi terdiri atas kumpulan
mikroorganisme atau bakteri, komponen saliva dan sisa makanan pada
permukaan gigi. Bakteri Streptococcus mutans merupakan bakteri pada
rongga mulut yang paling sering menyebabkan terbentuknya karies gigi
(Klai, 2014). Streptococus sanguinis berperan sebagai penjangkar untuk
perlekatan mikroorganisme oral lain yang akan berkolonisasi di
permukaan gigi, kemudian membentuk karies gigi dan berkontribusi
terhadap perkembangan karies (Attamimi, 2017). Candida albicans
merupakan flora normal yang dapat ditemukan dalam rongga mulut yang
sehat pada konsentrasi rendah (20 sel/cc saliva), Namun jika melewati
konsentrasi normalnya maka dapat menyebabkan sariawan (Khafidhoh,
2015). Karies gigi bisa dikurangi dan dihindari dengan ekstrak kulit jeruk
pontianak karena dapat menghambat bakteri Streptococcus mutans dengan
zona hambat sebesar 11,3 mm pada konsentrasi 35% (Mardiah, 2017).
Pasta gigi adalah pasta atau gel untuk digunakan dengan sikat gigi
untuk menjaga dan meningkatkan kesehatan mulut dan estetika (Loveren,
2013). Gel umumnya merupakan suatu sediaan semi padat yang, jernih,
tembus cahaya, dan mengandung zat aktif, merupakan dispersi koloid
mempunyai kekuatan yang disebabkan oleh jaringan yang saling berikatan
pada fase terdispersi (Ansel, 1989). Secara luas sediaan gel banyak
digunakan pada produk obat obatan, kosmetik dan makanan juga pada
beberapa proses industri. Pada kosmetik yaitu sebagai sediaan untuk
6
perawatan kulit, sampo, sediaan pewangi dan pasta gigi (Herdiana, 2007).
Keuntungan dari sediaan gel ketika formulasi gel mengering dan
membentuk lapisan tipis dengan daya rekat tinggi, tidak menyumbat pori-
pori dan mudah dicuci dengan air (Erikania, 2019).
Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan permasalahan
dalam penelitian ini, yaitu (a) Berapakah konsentrasi ekstrak etanol kulit
jeruk pontianak (Citrus nobillis var. microcarpa) terbaik dalam
menghambat mikroba? (b) Pada formula mana gel pasta gigi mempunyai
stabilitas fisik yang baik? (c) Bagaimana aktivitas antimikroba sediaan gel
pasta gigi ekstrak kulit jeruk Pontianak (Citrus nobillis var. microcarpa)?.
Tujuan dari penelitian ini adalah (a) Mengetahui konentrasi ekstrak
etanol kulit jeruk Pontianak (Citrus nobillis var. microcarpa) terbaik
dalam menghambat mikroba (b) Mengetahui formula gel pasta gigi yang
stabil (c) Mengetahui aktivitas antimikroba sediaan gel pasta gigi ekstrak
kulit jeruk Pontianak (Citrus nobillis var. microcarpa).
Gambaran umum metode penelitian ini adalah dengan melakukan
ekstraksi dengan cara maserasi menggunakan pelarut etanol 96%.
Selanjutnya ekstrak dipekatkan dengan Rotary Evaporator kemudian
dilakukan penujian aktivitas mikroba. Selanjutnya dilakukan optimasi
basis menggunakan metode Simplex Latice Design dengan aplikasi Design
Expert. Setelah didapatkan basis yang baik, dibuat sediaan gel pasta gigi
dengan melakukan variasi konsenrtasi ekstrak kulit jeruk Pontianak
(Citrus nobillis var. microcarpa).
Hasil yang diharapkan pada penelitian ini ekstrak etanol kulit jeruk
Pontianak (Citrus nobillis var. microcarpa) dapat diformulasikan menjadi
sediaan gel pasta gigi dan mempunyai aktivitas antimikroba yang baik.
7
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1. Tumb
uhan Jeruk
1.1.1. Klasifikasi Jeruk
Berdasarkan klasifikasi jeruk Pontianak (jeruk siam) yang dikutip
oleh (Putri, 2018) menyatakan sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Magnoliphyta
Kelas : Magnoliopsida
Subkelas : Rosidae
Ordo : Sapindales
Familia : Rutaceae
Genus : Citrus
Spesies : Citrus nobillis var. microcarpa
permukaan dau bagian atas dan hijau muda pada bagian permukaan bawah daun.
Bentuk daun bulat memanjang, elips atau lanset dengan ujung runcing dan
pangkal daun tumpul. Panjang daun 4-8 cm dan lebar 1,5-4 cm. Tangkai daunnya
bersayap sangat sempit sehingga bisa dikatakan tidak bersayap. Bunga tanaman
jeruk kebanyakan berbentuk majemuk dalam satu tangkai dan mempunyai aroma
yang harum. Bunga-bunga tersebut muncul dari ketiak daun atau pucuk ranting
yang masih muda. Setelah pucuk daun tumbuh, beberapa hari kemudian akan
muncul bunga. Bunga jeruk terdiri atas ovarium (bakal buah), kepala putik, kepala
sari, mahkota, dan tangkai putik. Kelopak bunga berjumlah 4-5, ada yang
menyatu ada yang tidak. Mahkota bunga kebanyakan berjumlah 4-5 dan berdaun
lepas. Tonjolan dasar bunga beringgit atau berlekuk di dalam benang-sari (Putri,
2018).
Buah jeruk berbentuk bulat dengan permukaan agak halus. Ujung buah
bundar dan berpusar. Kulit buah berwarna kuning mengkilat dan sulit dikupas bila
matang, ketebalan kulit sekitar 2 sampai 3,9 mm. Daging buah bertekstur lunak,
mengandung banyak air, dan berwarna kekuningan. Rasa daging buahnya sangat
manis dan baunya harum, ukuran jeruk ini tergolong besar, dengan berat antara
150-250 gram/buah (Deptan, 2012). Jeruk pontianak memiliki ciri khas yang tidak
dimiliki jeruk lainnya karena mempunyai kulit yang tipis sekitar 2 mm,
permukaannya halus dan licin, mengkilap serta kulit menempel lebih lekat dengan
dagingnya (Putri, 2018).
1.1.3. Nama Daerah
Terdapat varietas jeruk komersial yang banyak di kembangkan dan dikenal
baik masyarakat Indonesia antara lain jeruk manis, jeruk siam, jeruk sambas, jeruk
siam medan, jeruk siam medan, dan jeruk keprok (Mardiah, 2017).
1.1.4. Kandungan Kimia
Menurut Okwu (2006) tanaman jeruk mengandung senyawa alkaloid,
flavonoid, tanin, saponin, dan fenol. Taurina (2014) menyatakan, berdasarkan dari
skrining fitokimia jeruk Pontianak memiliki kandungan antibakteri seperti
flavanoid, saponin, triterpenoid.
1.1.5. Manfaat Tanaman
9
Perasan air buah jeruk siam dapat menurunkan kadar kolesterol LDL yang
dikonsumsi setiap hari (Sari, 2018). Menurut Mardiah (2017) kulit buah jeruk
siam mempunyai manfaat sebagai antibakteri. Selain itu, efek infusa kulit jeruk
juga dapat sebagai antifungi (Khafidhoh, 2015). Selain itu sebagai sumber vitamin
C, karbohidrat (zat gula dan serat makanan), potassium, folat, kalsium, thiamin,
niacin, vitamin B6, fosfor, magnesium, tembaga, riboflavin, asam pantotenat, dan
senyawa fotokimia. Kandungan kalorinya pun rendah, sehingga cocok untuk
menurunkan bobot badan (Putri, 2018).
1.2. Metod
e Ekstraksi
1.2.1. Definisi Ekstraksi
Ekstraksi merupakan suatu proses penarikan senyawa dari tumbuh-
tumbuhan, hewan dan lain-lain dengan menggunakan pelarut tertentu. Ekstraksi
bisa dilakukan dengan berbagai metode yang sesuai dengan sifat dan tujuan
ekstraksi. Pada proses ekstraksi dapat digunakan sampel dalam keadaan segar
atau yang telah dikeringkan, tergantung pada sifat senyawa (Sarker, 2005).
Tujuan ekstraksi bahan alam adalah untuk menarik komponen kimia yang
terdapat pada bahan alam. Ekstraksi ini didasarkan pada prinsip perpindahan
massa komponen zat ke dalam pelarut, dimana perpindahan mulai terjadi pada
lapisan antar muka kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut (Harborne, 1987).
a. Ekstraksi Cara Dingin
1) Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur
ruangan. Cara ini dapat menarik zat-zat berkhasiat yang tahan pemanasan maupun
tidak tahan pemanasan (Depkes RI, 1985).
Prinsip dari maserasi yaitu pelarut akan menembus ke dalam
rongga sel yang mengandung zat aktif, sehingga akan larut karena adanya
perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang di
luar sel, maka senyawa kimia yang terpekat didesak ke luar. Peristiwa
10
pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Depkes RI, 1985).
Ekstraksi soklet menggunakan perangkat yang tersedia secara komersial, ialah
metode yang mudah digunakan untuk ekstraksi bahan tanaman dalam skala kecil
hingga menengah.Karena ekstraksi berlangsung dalam sistem tertutup di mana
pelarut terus berulang, maka jumlah pelarut yang dibutuhkan untuk ekstraksi
soklet sedikit (Sarker, 2009).
3) Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik dengan pengadukan kontinu pada temperatur
yang tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada
temperatur 40-50°C (Ditjen POM, 2000) . Dengan cara ini perolehan bahan aktif
agak lebih banyak meskipun pada saat pendinginannya pada suhu kamar bahan
ekstraktif dalam skala besar mengendap (Voigt, 1995).
4) Dekok
Dekok adalah perebusan simplisia halus dicampur dengan air bersuhu kamar
atau dengan air bersuhu >90°C sambil diaduk berulang -ulang dalam pemanasan
air selama 30 menit. Perbedaannya dengan infus, rebusan disari panas-panas
(Voigt, 1995). Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥30 menit) dan
temperatur sampai titik didih air (Ditjen POM, 2000).
1.3. Pelar
ut
Pemilihan jenis pelarut didasarkan pada senyawa aktif yang terkandung
dalam ekstrak bahan. Senyawa aktif yang bersifat polar akan larut pada pelarut
polar, sedangkan senyawa yang bersifat non polar akan larut dalam pelarut non
polar, sesuai dengan konsep like dissolve like (Harsanti, 2019). Pelarut yang
paling umum digunakan adalah etanol, metanol, aseton dan etil asetat. Etanol
merupakan pelarut yang baik digunakan dalam ekstraksi poilfenol dan aman
dikonsumsi. Metanol baik digunakan dalam ekstraksi senyawa polifenol dengan
berat molekul yang lebih ringan. Sedangkan aseton baik digunakan dalam
ekstraksi senyawa flavanol dengan berat molekular yang lebih besar (Yohed,
2017).
12
1.4. Pasta
Gigi
1.4.1. Pengertian Pasta Gigi
Pasta gigi adalah pasta atau gel untuk digunakan dengan sikat gigi untuk
menjaga dan meningkatkan kesehatan mulut dan estetika (Loveren, 2013). Pasta
gigi merupakan campuran kental yang terdiri dari serbuk dan gliserin digunakan
untuk bahan pembersih gigi. Pasta gigi adalah produk semi padat yang terdiri dari
campuran bahan penggosok, bahan pembersih, dan bahan tambahan yang
digunakan untuk membantu membersihkan gigi tanpa merusak gigi maupun
membran mukosa mulut (Widodo, 2013).
Sediaan pembersih gigi dapat berupa pasta, gel, serbuk, atau cairan.
Bentuk yang umum di pasaran adalah dalam bentuk gel. Sediaan dalam bentuk gel
umumnya lebih disukai karena memiliki penampilan yang menarik,
membersihkan gigi dari sisa makanan, menghilangkan plak dan bau mulut,
memperindah penampilan estetik gigi, mengobati penyakit mulut dan mencegah
karies gigi (Rahman, 2009). Fungsi utama dari pasta gigi adalah menghilangkan
pengotor dari permukaan gigi dengan efek buruk yang kecil terhadap gigi.
Timbulnya busa saat menggosok gigi membuat proses pembersihan gigi menjadi
lebih menyenangkan. Fungsi lain dari pasta gigi adalah untuk mencegah
kerusakan gigi dan mengurangi bau mulut (Mitsui, 1997).
1.5. Gel
Gel umumnya merupakan suatu sediaan semi padat yang, jernih,
tembus cahaya, dan mengandung zat aktif, merupakan dispersi koloid
mempunyai kekuatan yang disebabkan oleh jaringan yang saling berikatan
pada fase terdispersi (Ansel, 1989). Gel adalah suatu sistem setengah padat
yang terdiri dari suatu dispersi yang tersusun baik dari partikel anorganik
yang kecil atau molekul organik yang besar (Depkes RI, 1995). Gel
digunakan sebagai sediaan yang diberikan secara oral, topikal, vaginal,
dan rektal. Sediaan gel dibuat tampilan yang seragam dari transparan
13
hingga semi transparan. Pada sediaan gel yang transparan maka zat
tambahan harus dapat larut dan terdispersi dalam basisnya (Mitsui, 1997).
Secara luas sediaan gel banyak digunakan pada produk obat obatan,
kosmetik dan makanan juga pada beberapa proses industri. Pada kosmetik
yaitu sebagai sediaan untuk perawatan kulit, sampo, sediaan pewangi dan
pasta gigi (Herdiana, 2007).
Bentuk gel mempunyai beberapa keuntungan diantaranya tidak lengket,
mempunyai aliran tiksotropik dan pseudoplastik yaitu gel berbentuk padat apabila
disimpan akan segera mencair bila dikocok, konsentrasi bahan pembentuk gel
yang dibutuhkan hanya sedikit untuk membentuk massa gel yang baik, dan
viskositas gel tidak mengalami perubahan yang berarti pada suhu penyimpanan.
Gel pasta gigi dapat digunakan untuk menghilangkan sisa makanan,
menghilangkan plak, membersihkan permukaan gigi, dan menyegarkan bau mulut
(Lieberman, 1996). Keuntungan lain dari sediaan gel ketika formulasi gel
mengering dan membentuk lapisan tipis dengan daya rekat tinggi, tidak
menyumbat pori-pori dan mudah dicuci dengan air (Erikania, 2019). Karakteristik
yang penting dalam pembuatan formula gel pasta gigi adalah konsistensi,
komponen abrasif, penampilan, busa, rasa, stabilitas, dan keamanan (Dave, 2014).
Berdasarkan komposisi yang terdapat didalam sediaan gel, maka basis gel
dapat dibedakan menjadi basis gel hirofobik dan basis gel hidrofilik.
1. Basis Gel Hidrofobik
Basis gel hidrofobik terdiri dari partikel anorganik. Apabila ditambahkan ke
dalam fase pendipersi, bilamana tebal, hanya sedikit sekali interaksi antar kedua
fase. Berbeda dengan bahan hidrofilik, bahan hidrofobik tidak secara spontan
menyebar, tetapi harus dirangsang dengan prosedur yang khusus (Lieberman,
1996).
2. Basis Gel Hidrofilik
Basis gel hidrofilik umumnya adalah moleku-molekul organik yang besar
dan dapat dilarutkan atau disatukan dengan molekul dari fase pendispersi. Istilah
hidrofilik berarti suka pada pelarut. Pada umumnya karena daya tarik menarik
pada pelarut dari bahan-bahan hidrofilik kebalikan dari tidak adanya daya tarik
14
menarik dari bahan hidrofobik, sistem koloid hidrofilik biasanya lebih mudah
untuk dibuat dan memiliki stabilitas yang lebih besar (Lieberman, 1996).
1.6. Form
ulasi
1.6.1. Formula
Formula gel pasta gigi dibuat dengan mengacu formula gel pasta gigi oleh
Maranatha (2019). Dimana menggunakan Karbopol sebagai gelling agent.
Sediaan gel pasta gigi dibuat dengan formulasi pada tabel 1.
Tabel 1.1. Formula Sediaan Gel Pasta Gigi.
Nama Bahan Fungsi Bahan
Karbopol Bahan pembentuk gel
Tween 80 Surfaktan
Gliserin Humektan
Sorbitol 70% Kosurfaktan
Na-Lauril Sulfat Detergen
Sodium Benzoat Pengawet
Trietanolamin Bahan pembasa
Aquadest Bahan Pelarut
parenteral, topical dan sebagai material yang tidak toksik dan tidak mengiritasi
(American Pharmaceutical Association, 1994).
c. Gliserin
Gliserin atau gliserol dengan rumus molekul C3H8O3 bobot molekul 92,09.
Deskripsi senyawa berupa cairan kental, jernih, manis dan higroskopis. Gliserin
digunakan sebagai humectant, penambah viskositas dengan penyimpanan dalam
wadah tertutup rapat. Gliserin digunakan untuk menjaga dan memperbaiki
stabilitas suatu bahan dalam jangka lama (Jakson, 1995). Gliserin merupakan
humectant yang digunakan dalam jumlah terbesar pada pasta gigi, karena gliserin
adalah salah satu humectant terbaik yang menghasilkan kilap. Gliserin ini stabil,
tidak beracun, sintetis sumber alami dan berfungsi juga sebagai bahan pemanis
dalam pasta (Butler, 2000).
d. Sorbitol
Sorbitol dikenal juga sebagai glusitol diperoleh dari reduksi glukosa,
mengubah gugus aldehid menjadi gugus hidroksil, sehingga dinamakan gula
alkohol. Sorbitol digunakan sebagai pemanis buatan pada produk permen bebas
gula dan sirup obat batuk. Sirup sorbitol (sekitar 70%) juga banyak digunakan di
industri dan kadang dianggap lebih unggul tapi tergantung pada formulasinya.
Sorbitol juga memberikan rasa manis dan merupakan humectant stabil (Butler,
2000). Selain itu sorbitol adalah kosolven yang dapat meningkatkan kelarutan
minyak di dalam air. Penurunan pH terjadi karena sorbitol merupakan alkohol
polihidris yang mudah teroksidasi menghasilkan asam karboksilat yang dapat
menurunkan pH. Jika suhu dinaikkan, kecepatan reaksi ini semakin meningkat.
Oleh karena itu pada suhu 27°C dan 40°C penurunan pH lebih besar (Rowe,
2009).
e. Natrium lauril sulfat
Gugus R adalah alkil radikal rantai panjang karena natrium lauril sulfat
disintesis dari alkohol alami. Natrium lauril sulfat ini telah menjadi surfaktan
utama yang digunakan hampir oleh semua merk pasta gigi di seluruh dunia
(Butler, 2000). Natrium lauril sulfat berfungsi sebagai surfaktan, detergen, agent
emulsi, pelican, dan agen polishing ke dalam pasta gigi (Rowe, 2009). Batas
16
pemakaian natrium lauril sulfat dalam pasta gigi adalah 1-2%, sedangkan
pemakaian rata-rata natrium lauril sulfat dalam pasta gigi di pasaran adalah
sebanyak 1,5-5%. Penggunaan natrium lauril sulfat yang berlebihan menyebabkan
iritasi pada rongga mulut, penurunan kelarutan saliva serta perubahan sensitivitas
rasa (Roslan, 2009).
f. Sodium benzoat
Sodium benzoat merupakan bahan kimia yang lazim digunakan dalam
produk makanan dan minuman. International Programme on Chemical Safety
menyatakan bahwa degradasi sodium benzoat dalam tubuh manusia tidak
berbahaya, karena akan diekskresikan dari tubuh dalam jangka waktu 6-10 jam.
Berdasarkan European Commision, batas penggunaan sodium benzoat adalah
0,015-0,15%, sedangkan berdasarkan SNI 01-0222-1995 tentang Bahan
Tambahan Makanan, penggunaan sodium benzoat yang dianjurkan adalah
0,060,1%. Berdasarkan US Food Drug Administration (FDA), kandungan sodium
benzoat hingga 0,1% digolongkan sebagai generally recognized as safe (GRAS),
yang berarti zat tersebut aman dan tidak berefek toksik (Menkes, 1999).
g. Trietanolamin
Trietanolamin merupakan cairan kental, tidak berwarna hingga kuning
pucat, bau lemah mirip amoniak, dan higroskopik. Trietanolamin memiliki pH
10,5 dan mudah larut dalam air, etanol 95%, kloroform, metanol, karbon
tetraklorida dan aseton. Khasiat sebagai penetral pH karbopol 940 agar terbentuk
larutan jernih sehingga gel transparan. Trietanolamin ditambahkan untuk
mengentalkan gel setelah basis karbomer didispersikan. Trietanolamin akan
menetralisir resin basis karbomer yang mengandung etanol hingga 50%.
Netralisasi yang berlebihan (pH optimal 5-10) akan menghasilkan penurunan
viskositas yang tidak dapat balik dengan penambahan asam. pH sangat penting
dalam menentukan viskositas gel basis karbomer (Rowe, 2009).
h. Aquadest
Air dengan rumus molekul H2O dan bobot molekul 18,02 memiliki
deskripsi cairan jernih, tidak berwarna, tidak mempunyai rasa, dan mempunyai
pH cairan antara 5,0 dan 7,0. Air sering digunakan sebagai bahan pelarut dan
17
disimpan dalam wadah tertutup yang rapat. Air dalam pasta gigi berfungsi sebagai
pelarut (Silje, 2003).
1.7. Gigi
1.7.1. Definisi Gigi
Gigi merupakan jaringan dalam tubuh yang paling keras jika dibandingkan
dengan jaringan tubuh yang lain. Strukturnya terbentuk dari email yang amat
keras, dentin (tulang gigi) di dalamnya, pulpa yang berisi pembuluh darah,
pembuluh saraf, dan bagian lain yang memperkokoh gigi. Namun demikian, gigi
juga merupakan jaringan tubuh yang mudah sekali mengalami kerusakan (Solikin,
2013).
1.8. Mikro
ba Uji
1.8.1. Bakteri Streptococus mutans
Menurut Garrity et al. (2004), Streptococcus mutans diklasifikasikan
sebagai berikut:
Domain : Bacteria
Phylum : Firmicutes
Class : Bacilli
Ordo : Lactobacillales
Familia : Streptococcaceae
Genus : Streptococcus
Spesies : Streptococcus mutans
Familia : Moniliaceae
Genus : Candida
Spesies : Candida albicans
1.9. Pengu
jian Antimikroba
Uji aktivitas antibakteri yang dilakukan bertujuan untuk mengukur respon
pertumbuhan populasi mikroba terhadap suatu agen yang telah ditentukan.
Terdapat dua macam sistem standar uji resistensi secara in vitro zat antibakteri
yaitu dilusi dan difusi (Ibrahim, 2013).
1.9.1. Metode Dilusi
Prinsip metode dilusi adalah bahan bakteri yang telah diencerkan kedalam
beberapa konsentrasi dicampurkan dengan media bakteri baik cair (metode dilusi
cair atau broth dilution) maupun padat (metode dilusi padat atau solid dilution).
Lalu tentukan KHM (konsentrasi hambat minimum) dan KBM (konsentrasi bunuh
minimum) zat antibaktei terhadap bakteri yang diujikan. Namun karena pekerjaan
uji dilusi yang rumit dan membutuhkan waktu yang lama, maka metode ini jarang
di gunakan untuk uji laboratorium rutin (Ibrahim, 2013).
1.9.2. Metode Difusi
Metode ini merupakan metode yang paling sering digunakan untuk
uji resistensi zat antibakteri. Prinsip metode ini yaitu zat antibakteri
diberikan pada media pembenihan yang telah diinokulsi oleh bakteri, lalu
di inkubasi dan hitung diameter zona terang disekitar zar antibakteri
(Ibrahim, 2013). Pada penelitian ini peneliti menggunakan metode disc
diffusion. Metode difusi ini dapat dilakukan dengan beberapa metode
seperti :
a. Metode Disc Diffusion
Metode disc diffusion (tes Kirby & Bauer) digunakan untuk menentukan
aktivitas antibakteri. Prinsisp metode ini yaitu media agar yang telah di berisi
mikroorganisme kemudian diletakan diatas nya kertas atau atau piringan yang
telah diresapi dengan sejumlah zat antibakteri (Ibrahim, 2013), lalu diinkubasi
selama 19-24 jam pada suhu 37oC. Penghambatan pertumbuhan bakteri akan
23
nampak seperti zona melingkar pada cawan agar. Adapun klasifikasi respon
terhadap hambatan pertumbuhan bakteri yaitu bila >20 mm dinyatakan daya
hambat sangat kuat, 10-20 mm dinyatakan daya hambat kuat, 5-10 mm
dinyatakan daya hambat sedang, 0-5 mm dinyatakan daya hambat kuat (Utami,
2017).
b. Metode E-test
Metode ini biasa diguanakan untuk menghitung KHM (konsentrasi hambat
minimum) dari suatu zat antibkteri. Prinsip metode ini yaitu strip plastik yang
telah berisi zat antibakteri dengan berbagai konsentrasi diletakan pada media agar
yang telah berisi mikroorganisme. hambatan yang terjadi dapat dilihat dengan
adanya area jernih disekitar strip (Ibrahim, 2013).
c. Metode Ditch-Plate Technique
Metode ini dapat dilakukan dengan prinsip membuat parit dengan
potongan membujur pada media agar, lalu diisi dengan zat antibakteri dan
mikroba uji dengan jumlah maksiksimum 6 macam kemudian digoreskan kearah
parit yang telah berisi zat antibakteri (Ibrahim, 2013).
d. Metode Cup-Plane Technique
Metode ini memiliki prinsip yaitu buat sumuran atau lubang pada media
agar yang telah berisi mikroorganisme lalu dimasukan zat antibakteri kedalam
nya. Selanjutnya diinkubasi pada suhu dan waktu yang sesuai dengan mikroba uji,
dilakukan pengamatan dengan melihat ada atau tidaknya zona hambatan di
sekeliling lubang (Ibrahim, 2013).
e. Metode Gradient-Plate Technique
Metode ini memiliki prinsip yaitu dicairkan media agar dan ditambahkan
zat antibakteri, lalu masukan kedalam cawan petri dan diletakan pada posisi
miring, yang selanjutnya ditambahkan nutrisi diatasnya. Plate ini kemudian
diinkubasi selama 24 jam agar zat antibakteri dapat berdifusi maksimal lalu
biarkan memadat. Mikroba uji yang digunakan pada metode ini maksimal
berjumlah 6 macam yang nantikan akan digoreskan pada plate dengan konsentrasi
zat antibakteri bervariasi. Metode ini diinterpretasikan sebagai panjang total
24
BAB II
MANFAAT DAN TUJUAN
dijadikan salah satu referensi bagi peneliti uji farmakologi, formulasi, dan lain-
lain.
30
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian
Metode penelitian adalah metode eksplorasi laboratori dimana penelitian ini
dimulai dari kegiatan pengumpulan sampel limbah kulit jeruk yang diperoleh dari
Provinsi Kalimantan Timur. Kemudian sampel tersebut diolah menjadi simplisia.
Setelah menjadi simplisia maka dilanjutkan pembuatan ekstrak dari simplisia kulit
jeruk dengan cara ekstraksi dengan metode ekstraksi maserasi dengan pelarut
etanol 96%. Optimasi basis dilakukan terlebih dahulu untuk menentukan formula
basis yang paling baik, kemudian ekstrak ekstrak etanol kulit jeruk diformulasikan
menjadi sediaan gel pasta gigi kemudian dilakukan pengujian stabilitas fisik dan
aktivitas antibakteri.
h. Tinggi busa gel pasta gigi adalah kemampuan sediaan untuk membentuk
busa, tidak ada syarat tinggi busa untuk suatu produk pasta gigi sehingga
akan dibandingkan dengan produk yang ada di pasaran yaitu 15cm.
i. Sineresis adalah peristiwa air keluar dari dalam sediaan gel, persyaratan uji
sineresis adalah tidak ditemukannya lapisan air dalam sediaan.
j. Aktivitas antimikroba ekstrak kulit Jeruk Pontianak adalah kemampuan
suatu senyawa pada ekstrak kulit Jeruk Pontianak untuk menghambat
mikroba.
k. Stabilitas antimikroba sediaan gel pasta gigi adalah suatu kemampuan
antimikroba untuk menghambat mikroba pada sediaan.
l. Simplex lattice design adalah salah satu metode optimasi sediaan yang
dapat digunakan, metode ini menentukan formula optimal dari suatu
campuran bahan dengan membuat komposisi campuran atau jumlah total
dari bahan yang berbeda tersebut mempunyai jumlah yang konstan.
Kulit Jeruk
Dirajang
Dikeringkan dengan
oven (55⁰C selama 15
jam)
Serbuk
Simplisia
2. Pembuatan Ekstrak
Skema pembuatan ekstrak etanol kulit jeruk Pontianak (Citrus nobilis)
dapat dilihat pada gambar 3.2.
Ditimbang
Direndam dengan pelarut Etanol 96%
Didiamkan 1x24 jam
Diaduk minimal 1 kali dalam 1 hari
Dilakukan berulang hingga pelarut bening
Medium uji
Diinkubasi
Bakteri pada suhu 37°C selama 24 jam
Jamur pada suhu 25°C selama 48 jam
Karbopol 2 0,5 0,5 1,2 1,25 0,5 1,5 0,7 0,75 0,99 2 0,5 0,5 1,25
5 5
TEA 1,25 3 1,25 2,1 1,25 2,12 1,54 2,4 1,54 1,83 1,25 3 0,5 2,12
2
Gliserin 0,5 0,5 2 0,5 1,25 1,25 0,75 0,7 1,5 0,99 0,5 0,5 2 0,5
5
Sorbitol
15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15
70%
Na Lauril
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Sulfat
Sodium
0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1
Benzoat
Tween 80 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
Aquadest Ad Ad Ad Ad Ad Ad Ad Ad Ad Ad Ad Ad Ad Ad
100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
Ekstrak - - - - - - - - - - - - - -
Keterangan : F = Formula
TEA = Trietanolamin
38
Evaluasi Fisik:
Sineresis
Organoleptik
pH
Daya Sebar
Viskositas
Tinggi Busa
Basis terbaik
Ditambahkan ekstrak kulit Jeruk
Gambar 3.4. Skema Rancangan Formulasi Gel Pasta Gigi ekstrak Kulit Jeruk
Pontianak
Nilai sineresis
Simpan
Gambar 3.6. Skema Rancangan Uji Stabilitas Fisik Basis dan Gel Pasta Gigi
40
Simpan sediaan
Gambar 3.7. Skema Rancangan Uji Stabilitas Antimikroba Basis dan Gel Pasta
Gigi
2. Pengukuran pH
Skema pengukuran pH dapat dilihat pada gambar 3.9.
pH meter
Dikalibrasi pH meter
Dimasukkan dalam sediaan
Nilai pH
Nilai Viskositas
BAB IV
BAHAN DAN PERALATAN PENELITIAN
1. Aquades Pelarut
2. Aluminium foil Penutup gelas ukur
3. Carbopol Basis gel
4. Etanol 96% Pelarut
5. Gliserin Humektan
6. Kapas Menutup mulut tabung atau
erlenmayer
7. Kasa Menutup mulut tabung atau
erlenmayer
8. Kertas saring Menyaring
9. Kulit jeruk pontianak Zat Aktif
10. Medium NA Pembiakan dan nutrisi untuk
bakteri
11. Medium NB Pembiakan dan nutrisi untuk
jamur
12. Na-Lauril Sulfat Detergen
BAB V
PROSEDUR PENELITIAN
b. Penyiapan Preparat
Disiapkan cawan petri dan dimasukkan medium pertumbuhan. Dibiarkan
medium menjadi memadat dibagi menjadi 4 zona.
c. Metode Paper Disk
Ekstrak Kulit Jeruk Pontianak dilarutkan dengan pelarut. Kemudian basahi
kertas saring kedalam ekstrak yang telah dibuat seri konsentrasi. Letakkan kertas
saring diatas preparat yang telah disiapkan, kemudian diinkubasi. Bakteri
diinkubasi pada suhu 37⁰C selama 24 jam dan jamur diinkubasi pada suhu 25⁰C
selama 48 jam. Pengujian dilakukan sebelum dan setelah masa penyimpanan suhu
ruang.
5. Pengujian Stabilitas Fisik
Pengujian kestabilan fisik pada pasta gigi dilakukan untuk
mengetahui pengaruh waktu penyimpanan terhadap kestabilan fisik
sediaan. Karakteristik fisik yang diuji yaitu organoleptik, homogenitas,
pH, viskositas, daya sebar, dan tinggi busa selama masa penyimpanan
suhu ruang serta dilakukan pengujian sineresis untuk mengetahui
kestabilan basis atau sediaan.
a. Uji Sineresis
Sineresis yang terjadi selama penyimpanan diamati dengan
menyimpan gel pada suhu ± 10°C selama 24, 48, dan 72 jam. Masing-
masing gel ditempatkan pada wadah untuk menampung air yang ada
dalam gel selama penyimpanan. Sineresis dihitung dengan mengukur
kehilangan berat selama penyimpanan lalu dibandingkan dengan berat
awal gel (Nakhil, 2018).
b. Uji Stabilitas Suhu Ruang
Uji stabilitas suhu ruang (±27°C) dilakukan dengan menempatkan
sediaan pada suhu ±27°C. Diamati pada hari ke 1, 7, 14, dan 21, lalu
diamati semua perubahan fisik dari sediaan pada pengamatan organoleptis,
homogenitas, pH, viskositas, dan daya sebar (Suryani, 2019).
c. Uji Organoleptis
51
Uji organoleptik dilakukan secara visual dan dilihat secara langsung bentuk,
warna, bau, dari gel yang di buat. Gel biasanya jernih dengan konsentrasi setengah
padat (Astuti, 2017).
d. Uji pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan alat pH meter, sebelum
digunakan pH meter dikalibrasi dengan larutan dapar pH 4,0 (dapar kalium
biftalat) dan larutan dapar pH 7,0 (dapar fosfat ekimolal). Setelah dikalibrasi,
celupkan stik pH meter ke dalam sediaan (Syurgana, 2017). Syarat mutu pH pada
sediaan pasta gel yaitu 4,5-10,5 agar tidak mengiritasi mukosa mulut (Badan
Standar Nasional, 1995).
e. Uji Viskositas
Uji viskositas dilakukan dengan cara sebanyak 100 mL gel dimasukkan ke
dalam wadah berbentuk tabung lalu dipasang spindle 64. Spindle harus terendam
dalam sediaan uji. Viskometer dinyalakan dan dipastikan rotor dapat berputar
pada kecepatan 60 rpm. Diamati jarum penunjuk dari viskometer yang mengarah
ke angkan pada skala viskositas lalu dicatat dan dikalikan faktor 100 (Astuti,
2017). Syarat mutu viskositas pada sediaan pasta gel yaitu 20-500 dPas agar tidak
mengiritasi mukosa mulut (Badan Standar Nasional, 1995).
f. Uji Daya Sebar
Pengujian gel pasta gigi dilakukan dengan cara menimbang 0,5 gram gel
pasta gigi diletakkan di tengah kaca berskala, di atas massa gel pasta gigi diberi
kaca penutup dan dibiarkan 1 menit. Diameter gel yang menyebar (diukur dengan
mengambil panjang rata-rata diameter dari beberapa sisi). Kemudian ditambah
150 gram sebagai beban, beban didiamkan 1 menit dan dicatat diameter gel yang
menyebar. Syarat mutu diameter daya sebar dan luas daya sebar pada sediaan
pasta gel yaitu 2,6095 - 5,3230 cm dan 5,3481 - 22,2537 cm 2 (Badan Standar
Nasional, 1995).
g. Uji Tinggi Busa
Dibuat larutan 1% dari sediaan gel pasta gigi dalam air. Lalu, larutan
tersebut dimasukkan ke dalam gelas ukur yang kemudian ditutup mulut gelas ukur
dengan aluminium foil. Dikocok gelas ukur selama 1 menit dan diukur tinggi busa
52
yang terbentuk setelah pengocokan. Tidak ada syarat tinggi busa untuk suatu
produk pasta gigi sehingga hasil yang diperoleh dibandingkan dengan produk
yang ada di pasaran (15 cm) (Syurgana, 2017).
53
BAB VI
HASIL PENELITIAN YANG DIHARAPKAN
DAFTAR PUSTAKA
Deptan. 2012. Varietas Jeruk Unggulan Nasional: Siap Menggilas Buah Impor.
Jakarta: Kementrian Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian.
Ditjen POM. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Erikania, Susanti., dan Rahmawati Raising. 2019. Comparison of Tooth Paste Gel
Antibacterial Activity of Ethanol Extract and Ethyl Acetate Mimosa
pudicafolium Against Bacteria Streptococcus Mutans Caries Dental
Disease. Aloha International Journal of Health Advancement. Vol 2.
No 7.
Garrity GM, Bell JA, Lilburn. 2004. Taxonomic Outlincof The Prokaryotes
Bergey’s Manual of Systematic Bacteriologi. Ed ke-2. United States of
America. Spinger. New York Berlin Handelberg.
Harbone. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisi
Tumbuhan. Kosasih Padmawinata, Iwang Soediro (penerjemah).
Bandung. ITB.
Harsanti, Restiani Sih., Ratna Mustika Yasi. 2019. Pengaruh jenis pelarut pada
ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) terhadap mortalitas larva Aedes
aegypti. Jurnal Pendidikan Biologi dan Terapan. Vol 4. No 2.
Herdiana, Yedi. 2007. Formulasi Gel Undesilenil Fenilalanin dalam Aktivitas
Sebagai Pencerah Kulit. Skripsi. Bandung: UNPAD.
Hidayat, Rahmat. 2018. Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi Etanol Kulit Buah Citrus
reticulata Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus
Menggunakan Metode Difusi Cakram. Skripsi. Malang : Universitas
Muhammadiyah Malang.
Ibrahim. 2013. Uji Kepekaan Daun Sirih (Piper betle linn) Perasan Bawang Putih
(Allium sativum Linn.) dan Gentamisin Terhadap Staphylococcus
aureus dengan menggunakan metode dilusi dan Difusi. Skripsi.
Surabaya: Universitas Airlangga.
Irianto K. 2006. Mikrobiologi Menguak Dunia Mikroorganisme. Bandung: Yrama
Widya.
56
Maranatha, Wenny Setyawan. 2019. Formulasi Dan Uji Aktivitas Antibakteri Gel
pasta gigi Ekstrak Buah Kapulaga (Amomum Compactum S.)
Terhadap Streptococcus mutans. Skripsi. Surakarta: USB.
Mardiah , Ainul., dan Yenita Alamsyah. 2017. Pengaruh Ekstrak Kulit Buah Jeruk
Pontianak (Citrus Nobilis L Var Microcarpa) Dalam Pembentukan
57
Mozer, Hardi. 2015. Uji Aktivitas Antifungi Ekstak Etanol 96% Kulit Batang
Kayu Jawa (Lannea coromandelica) terhadap Aspergilus niger,
Candida albicans, dan Thryophytom rubrum. Skripsi. Jakarta : UIN.
Octavianus, Agatha Riona. 2016. Optimasi Geling Agent Carbopol 940 dan
Humektan Gliserin terhadap Sediaan Gel Anti-Aging Ekstrak Spirulina
Platensis dengan Aplikasi Desain Faktorial. Skripsi. Fakultas Farmasi,
Universitas Dharma, Yogyakarta.
Okwu, D. E. dan Josiah, C. 2006. Evaluation of the chemical composition of two
Nigerian medicinal plants. Afr. Journal Biotech. Vol 5. No 4.
Putri, Deby Kania Tri., Indah Listiana Kriswandini., and Muhammad Luthfi.
2016. Characterization of Streptococcus sanguis molecular receptors
for Streptococcus mutans binding molecules. Majalah Kedokteran
Gigi. Vol 49. No 4.
Putri, Nadya Rosyalina. 2018. Karakterisasi Planlet Jeruk Siam Pontianak (Citrus
Nobilis Lour. Var. Microcarpa Hassk.) Setelah Diinduksi Larutan
Atonik Dalam Kondisi Cekaman Kekeringan Secara In Vitro. Skripsi.
Bandar Lampung: Universitas Lampung.
58
Rahman, D.A. 2009. Optimasi Formula Sediaan Gel Gigi yang Mengandung
Ekstrak Daun Jambu Biji (Psidium guajava L) dengan Na CMC
Sebagai Gelling Agent. Skripsi. Jakarta: Universitas Islam Negri
(UIN) Syarifhidayatullah.
Riskesdas. 2018. Laporan Provinsi Kalimantan Timur. Jakarta: Lembaga Penerbit
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Roslan AN, Jenny S, Anis I. 2009. Penurunan Sensitivitas Rasa Manis Akibat
Pemakaian Pasta Gigi Yang Mengandung Sodium Lauryl Sulphate
5%. Jurnal PDGI. Vol 58.
Rowe, R. C. et al. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients Sixth Edition
London: Pharmaceutical Press.
Rusastra, I Wayan., Saptana., dan Tahlim Sudaryanto. 20. Analisis Sistem
Agribisnis Jeruk Di Kalimantan Selatan. Forum Penelitian Agro
Ekonomi. Vol 9. No 2.
Sari, Anna Khumaira., Risma Ayati. 2018. Penentuan Aktivitas Antioksidan
Ekstrak Etanol Daun Jeruk Purut (Citrus Hystrix D.C) Dengan Metode
Dpph (1,1-diphenyl-2picrylhydrazyl). JCPS. Vol 1. No 2.
Sari, Ririn Permata., Amelia Eka Damayanty.2018. Pemberian Air Perasan Jeruk
Manis (Citrus sinensis) Meningkatkan Kadar LDL Kolesterol Serum.
(Studi pada mahasiswa obese FK UMSU). Anatomica Medical
Journal. Vol 1. No 2.
Sarker, S. D., Zahit, L., & Alexander I, G. 2005. Natural Product Isolation.
Totowa, New Jersey: Humana Press Inc.
Sarker, S., & Nahar, L. 2009. Kimia Untuk Mahasiswa Farmasi Bahan Kimia
Organik, Alam dan Umum. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Silje S, Shilpi MOS. 2003. A Text Book of Dentifrices and Mouthwashes
Ingredients and their use. Oslo: Oslo University of Andidatus.
Simanjuntak, Edi Susanto., dan Lilik Sulastri. 2019. Pengaruh Metode Ekstraksi
Cara Maserasi Dan Infusa Daun Mangrove, Daun Kejibeling Dan
Batang Katuk Serta Kombinasinya Terhadap Uji Bakteri Eschericia
coli dan Staphylococcus aureus Partomuan. ISBN.
59
Sofyan, Farhan. 2017. Penggunaan Na-Cmc (Gelling Agent) Dalam Sediaan Pasta
Gigi Ekstrak Kayu Siwak (Salvadora Persica) Dan Ekstrak Daun
Sirih Merah (Piper Crocatum). Skipsi. Purwokerto: Universitas
Muhammadiyah Purwokerto
Solikin. 2013. Hubungan Tingkat Pengetahuan Orang Tua Tentang Kesehatan
Gigi Dan Mulut Dengan Kejadian Karies Gigi Pada Anak Prasekolah
Di Tk 01 Pertiwi Karangbangun Karanganyar. Skripsi. Surakarta :
UMS.
Suryani, Nelly. 2019. Pengembangan dan Evaluasi Stabilitas Formulasi Gel yang
Mengandung Etil p-metoksisinamat. Pharmaceutical and Biomedical
Sciences Journal. Vol 1. No 1.
Syurgana, Marwah Ulfah., Lizma Febrina., dan Adam M. Ramadhan. 2017.
Formulasi Pasta Gigi Dari Limbah Cangkang Telur Bebek.
Mulawarman Pharmaceutical Conference.
Taurina, Wintari dan Rafikasari. 2014. Uji Efektifitas Sediaan Gel Minyak Atsiri
Kulit Buah Jeruk Pontianak (Citrus nobilis lour var. microcarpa)
terhadap Escherichia coli dan stapylococous aureus. Traditional
Medicine Journal 19(2).
Trilestari, Intan. 2017. UJI Daya Hambat Ekstrak Kayu Secang (Caesalpinia
Sappan Linn) Terhadap Bakteri Streptococcus Sanguinis. Skripsi.
Makasar: Universitas Hasanudin.
Utami, Niken Ardaningtyas. 2017. Uji Hambat Bakteriostatik dari Ekstrak Tomat
(Lycopersicon esculentum Mill) terhadap Pertumbuhan Bakteri
Staphylococus epidermidis. Skripsi. Program Studi Pendidikan
Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Dharma, Yogyakarta.
Voigt, R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta: UGM Press.
Widodo, 2013. Ilmu Meracik Obat Untuk Apoteker . Yogyakarta: D-Medika.
Yohed, Imelia. 2017. Pengaruh Jenis Pelarut Dan Temperatur Terhadap Total
Phenolic Content, Total Flavonoid Content, Dan Aktivitas
60