Anda di halaman 1dari 8

PEWARNAAN ENDOSPORA BAKTERI

LAPORAN PRAKTIKUM

Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Mikrobiologi


Yang dibimbing oleh Prof. Dr. Dra. Utami Sri Hastuti, M.Pd

Disusun oleh:
Offering I
Kelompok 1

Arief Hidayatullah 170342615535


Dila Amelia 170342615507
Endah Retno A.S. 170342615502
Fatma Yuni R. 170342615516
Mega Berliana 170342615550
Nadilah Nur A. 170342615521

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
Februari 2019
A. Topik : Pewarnaan Spora Bakteri
B. Tujuan : Memperoleh keterampilan melakukan pewarnaan spora bakteri.
Mengetahui ada atau tidak adanya spora pada bakteri yang diamati.
C. Tanggal Praktikum : 19 Februari 2019
D. Dasar Teori
Beberapa jenis bakteri mampu membentuk endospora ketika kondisi lingkungannya
tidak lagi menguntungkan bagi kelangsungan hidup bakteri dan mendekati titik kritis.
Struktur spora yang terbentuk di dalam tubuh vegetatif bakteri disebut sebagai ‘endospora’
yaitu spora yang terbentuk di dalam tubuh atau sel bakteri. Endospora yang dihasilkan oleh
bakteri bukan merupakan alat reporoduksi seperti yang ditemukan pada organisme lain,
melainkan sebagai mekanisme pertahanan diri (Schlegel, 1994). Secara sederhana,
endospora merupakan sel bakteri yang mengalami dehidrasi dengan dinding yang
mengalami penebalan serta memiliki beberapa lapisan tambahan yang bertujuan untuk
melindungi isi endospora tersebut dari gangguan utamanya gangguan fisik. Dengan
pembentukan spora ini, bakteri tersebut dapat bertahan pada kondisi yang sangat ekstrim
dalam jangka waktu yang relatif lama (Dwidjoseputro, 1994). Bakteri yang dapat
membentuk endospora dapat hidup dan mengalami tahapan-tahapan pertumbuhan sampai
beberapa generasi, dan spora terbentuk melalui sintesis protoplasma baru di dalam
sitoplasma sel vegetatifnya (Pelczar dan Chan, 2005) .

Dalam pengamatan spora bakteri diperlukan pewarnaan tertentu yang dapat menembus
dinding tebal spora. Penggunaan zat warna bertujuan agar endospora mudah diamati karena
sejatinya sel bakteri dan endosporanya tidak berwarna atau transparan (Volk dan Wheeler,
1993). Terdapat beberapa metode pewarnaan spora bakteri, diantaranya yaitu metode
Schaeffer-Fulton dan metode Dorner. Pada metode Schaeffer-fulton, pewarna yang
digunakan adalah hijau malakit dan safranin, sedangkan pada metode Dorner, pewarna
yang digunakan adalah karbol fuchsin yang dipanaskan dan negrosin (Hogg, 2013). Teknik
pewarnaan yang paling umum digunakan adalah teknik Schaeffer-fulton dengan
penggunaan larutan Hijau Malakit 5%, dan untuk membedakan antara sel vegetatif dengan
endosporanya maka sel vegetatif juga diwarnai dengan larutan Safranin 0,5% sehingga sel
vegetatif akan berwarna merah sedangkan spora berwarna hijau sehingga keduanya lebih
mudah dibedakan apabila diamati di bawah mikroskop. Selain itu, tujuan pewarnaan
tersebut adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya spora pada bakteri yang teramati,
bahkan posisi spora di dalam tubuh sel vegetatif juga dapat diidentifikasi (Radji, 2009).
Ada zat warna khusus untuk mewarnai spora dan di dalam proses pewarnaannya
melibatkan proses pemanasan, yaitu spora dipanaskan bersamaan dengan zat warna
tersebut sehingga memudahkan zat warna tersebut untuk meresap ke dalam dinding
pelindung spora bakteri yang tebal. Zat warna khusus yang dapat mewarnai spora bakteri
memiliki karakteristik yang cocok dengan struktur kimiawi dinding spora bakteri tersebut.
Semua spora bakteri mengandung asam dupikolinat yang merupakan senyawa khas yang
hanya dimiliki oleh spora bakteri dan tidak dimiliki oleh bagian lain dari sel vegetatif
bakteri. Dalam proses pewarnaan, sifat senyawa asam dupikolinat ini yang kemudian
dimanfaatkan untuk diwarnai menggunakan pewarna tertentu seperti hijau malakit
(Dwidjoseputro, 1994).

E. Alat dan Bahan


Alat
1. Mikroskop
2. Kaca benda
3. Lampu spiritus
4. Mangkuk pewarna
5. Kawat penyangga
6. Pipet
7. Pinset
8. Botol penyemprot
Bahan
1. Biakan murni bakteri
2. Aquades Steril
3. Larutan hijau malakit 5%
4. Larutan Safranin 0,5%
5. Kertas lensa
6. Alkohol 70%
7. Lisol
8. Sabun cuci
9. Korek api
10. Lap
11. Kertas tissue
F. Cara Kerja

Disediakan kaca benda yang bersih, lalu dilewatkan di atas nyala api lampu spirtus

Diteteskan setetes aquades steril di atas kaca benda

Secara aseptik diambil inokulum bakteri yang akan diperiksa, lalu diletakkan di atas
tetesan aquades itu. Kemudian diratakan perlahan dan ditunggu sampai mengering.

Dilakukan fiksasi dengan cara melewatkan sediaan diatas nyala api lampu spiritus

Diteteskan larutan hijau malakit diatas sediaan, lalu dipanaskan selama 3 menit.
Sediaan dijaga jangan sampai mendidih atau mengering. Jika mengering maka
ditambahkan larutan hijau malakit.

Sediaan diletakkan diatas penyangga diatas mangkuk pewarna, lalu dibiarkan sampai
dingin.

Kelebihan larutan hijau malakit dicuci dengan air kran dalam botol penyemprot

Diteteskan larutan safranin diatas sediaan lalu dibiarkan selama 3 menit

kelebihan larutan safranin pada sediaan dicuci

Sediaan dikeringkan dengan kertas penghisap dan diamati dibawah mikroskop


G. Hasil Pengamatan
Tabel 1. Hasil Pengamatan Spora Bakteri

Ada/Tidaknya
Koloni Bentuk Spora Letak Gambar
Spora

1. Ada Spora Bulat Sentral

Gambar 1. Bakteri dari koloni 1 setelah


melalui proses pewarnaan spora dengan
perbesaran 1000 kali.
(Sumber : Dokumentasi Pribadi)

2. Ada Spora Bulat Sentral

Gambar 2. Bakteri dari koloni 2 setelah


melalui proses pewarnaan spora dengan
perbesaran 1000 kali
(Sumber : Dokumentasi Pribadi)
H. Analisis Data
Pada praktikum pewarnaan spora bakteri tersebut, dilakukan pengamatan terhadap
keberadaan spora dari bakteri yang diambil dari biakan murni kedua koloni. Untuk
memudahkan pengamatan terhadap spora dilakukan prosedur pewarnaan menggunakan
dua larutan pewarna yaitu primer dan sekunder. Pewarnaan primer untuk mewarnai spora
menggunakan larutan hijau malakit dan pewaranaan sekunder untuk mewarnai sel vegetatif
menggunakan safranin. Pemberian hijau malakit dilakukan dengan pemanasan diatas api
langsung selama 3 menit kemudian ditambahkan safranin dan hasilnya diamati di bawah
mikroskop dengan perbesaran 1000 kali.

Hasil dari praktikum tersebut, bakteri yang diambil dari koloni 1 menunjukkan adanya
spora yang terwarnai hijau pada sediaan yang diamati pada mikroskop dengan perbesaran
1000 kali, dan hasil amatan yang sama juga dijumpai pada preparat yang berasal dari koloni
2 yaitu di dalam sel vegetatif terdapat spora terwarnai hijau. Spora bakteri yang berasal dari
koloni 1 dan 2 sama-sama memiliki bentuk bulat. Letak spora pada bakteri yang berasal
dari koloni 1 maupun 2 terletak di tengah sel sehingga digolongkan pada letak spora sentral.

I. Pembahasan

Mikroorganisme membutuhkan suatu medium atau substrat untuk pertumbuhannya


(Hastuti, 2018). Medium tersebut adalah faktor tumbuh bagi mikroorganisme di dalamnya
(Hadioetomo, 1990). Bahan biakan yang digunakan untuk praktikum merupakan biakan
yang berumur lebih dari satu minggu, hal ini bertujuan untuk memicu pembentukan spora
oleh koloni bakteri. Disaat medium atau lingkungan tempat tumbuh bakteri tidak
memberikan cukup nutrisi atau dalam keadaan yang buruk, maka bakteri akan membentuk
spora sebagai perlindungan dirinya. Spora bakteri mempunyai fungsi yang sama seperti
kista amoeba, sebab bakteri dalam bentuk spora dan amoeba dalam bentuk kista merupakan
suatu fase dimana kedua mikroorganisme itu berubah bentuk untukmelindungi diri
terhadap faktor luar yang tidak menguntungkan (Dwidjoseputro, 2001). Berdasarkan hasil
praktikum, pada koloni 1 dan 2 ditemukan spora berbentuk bulat dan terdapat di dalam sel.
Hal ini sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa spora pada bakteri adalah endospora,
yaitu suatu badan yang refraktile terdapat dalam induk sel dan merupakan suatu stadium
istirahat dari sel tersebut (Irianto, 2006).

J. Kesimpulan
1. Pewarnaan spora bakteri dilakukan untuk mengetahui adanya spora pada koloni bakteri.
Pewarna yang dipakai yaitu hijau malakit dan safranin.

2. Pada pengamatan spora bakteri didapatkan hasil bahwa pada bakteri yang berasal dari
koloni 1 maupun koloni 2 menghasilkan spora yang ditandai dengan warna merah
disekitar sel bakteri dan warna hijau gelap pada sporanya. Letak spora pada bagian
tengah bakteri (bersifat sentral) dan berbentuk bulat.

K. Diskusi
1. Apakah fungsi spora bagi bakteri?
Endospora pada bakteri bukan merupakan alat untuk berkembang biak, melainkan
berfungsi sebagai alat pertahanan diri bakteri pada kondisi yang tidak menguntungkan
untuk bertahan hidup hingga kondisi lingkungan kembali memungkinkan. Endospora
bakteri memiliki struktur yang sangat kuat sehingga mampu bertahan pada kondisi
lingkungan ekstrim seperti suhu yang tinggi, kekurangan air, paparan senyawa kimia
beracun seperti desinfektan dan antibiotik, serta paparan radiasi sinar ultraviolet hingga
radiasi radioaktif. Ketika endospora terbentuk, aktivitas pada sel vegetatif bakteri
terhenti dan bakteri akan memasuki fase dorman. Endospora mampu bertahan hingga
kondisi lingkungan kembali menguntungkan, kemudian akan mengalami proses
germinasi atau perkecambahan dan membentuk kembali sel bakteri.

2. Mengapa diperlukan pemanasan dalam proses pewarnaan spora? Jelaskan!


Fungsi proses pemanasan pada proses pewarnaan spora yaitu untuk melekatkan atau
mempermudah peresapan zat warna hijau malakit ke dinding endospora. Spora bakteri
mengandung asam dupikolinat, yang mana subtansi ini tidak dapat ditemui pada sel
vegetatif bakteri dan senyawa inilah yang berikatan dengan zat warna hijau malakit.
Setelah diwarnai kemudian dilakukan proses pendinginan, maka zat warna utama akan
terperangkap di dalam spora sehingga warna yang dihasilkan permanen.
DAFTAR RUJUKAN

Dwidjoseputro. 2001. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta: Djambatan.


Dwidjoseputro. 1994. Mikrobiologi untuk Universitas. Bandung: Ganesha Exact.
Hadioetomo, R.S. 1990. Mikrobiologi Dasar dalam Praktik. Jakarta : Gramedia.
Hastuti, U.S. 2018. Petunjuk Praktikum Mikrobiologi. Malang : UMM Press.
Hogg, Stuart. 2013. Essential microbiology. 2nd ed. Chichester, West Sussex: Wiley-
Blackwell.
Irianto, K. 2006. Mikrobiologi Jilid I. Bandung : Yrama Widya.
Pelczar, M.J, dan E.C.S Chan. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: UI Press.
Radji, Maksum. 2009. Buku ajar mikrobiologi: panduan mahasiswa farmasi & kedokteran.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.
Schlegel, H.G. 1994. Mikrobiologi Umum. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Volk, F, dan S Wheeler. 1993. Mikrobiologi Dasar. Jakarta: Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai