Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN KOASISTENSI BAKTERIOLOGI

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BACILLUS CEREUS

OLEH

1. DESMON T. R. HUREK, S.K.H 1509010003


2. MARIA M. MOI, S.K.H 1509010022
3. RIZKY Y. MANAFE, S.K.H 1509010031

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bakteri memiliki manfaat, namun ada pula yang merugikan seperti
menimbulkan penyakit ataupun kerusakan akibat kontaminasi. Bakteri terdapat di
mana-mana, seperti pada tanah, debu, udara, air, makanan ataupun permukaan
jaringan tubuh (Hadioetomo, 1990). Salah satu bakteri yang bersifat merugikan
adalah bakteri Bacillus cereus. Bakteri Bacillus cereus memiliki hubungan yang
dekat dengan Bacillus anthracis dan tidak diragukan lagi bahwa spesies Bacillus
umumnya merupakan bakteri patogen bagi manusia dan juga hewan.

Bakteri Bacillus cereus dapat dijumpai umumnya pada tanah di sekitar kita.
Bakteri Bacillus cereus menjadi penting karena mampu menyebabkan dua tipe sakit
yaitu emetic dan diare yang juga dapat menginfeksi manusia serta hewan. Pentingnya
efek dari penyakit yang ditimbulkan oleh Bacillus cereus maka banyak penelitian
dilakukan guna mencegah maupun menanggulangi penyakit ini. Sebelum tata laksana
pencegahan dan penanggulangan dilakukan, perlu diketahui terlebih dahulu metode
isolasi dan identifikasi Bacillus cereus untuk mendapatkan isolate murni Bacillus
cereus. Pihak-pihak medis kedokteran maupun medis veteriner serta mahasiswa
Kedokteran Hewan juga perlu mengetahui teknik isolasi dan identifikasi bakteri
khususnya bakteri Bacillus cereus. Oleh sebab itu,praktikum ini penting dilakukan
sebagai modal dasar dan latihan dalam memahami teknik-teknik isolasi dan
identifikasi bakteri lainnya selain Bacillus cereus.

1.2. TUJUAN
Tujuan praktikum ini dilakukan adalah untuk mengetahui teknik isolasi dan
identifikasi bakteri Bacillus cereus.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bacillus Cereus


A. Pengertian Bacillus Cereus

Bacillus cereus adalah bakteri Gram positif, aerobik fakultatif, berbentuk


batang (Ash et al., 1991). Bacillus cereus merupakan penyebab paling umum dua
gejala klinis diare dan muntah pada keracunan makanan berbahan dasar daging
(Drobniewski, 1993). Jumlah Bacillus cereus pada produk makanan yang
mencapai > 105 CFU per gram pangan dapat menyebabkan keracunan yang
berupa sindrom diare dan muntah (Rajkovic et al., 2008). Bacillus cereus
menghasilkan enterotoksin penyebab diare yang lebih bersifat toksik daripada
jenis bakteri intoksikasi yang lain. Menurut Sentra Informasi Keracunan Nasional
pada tahun 2014 terjadi kasus kematian akibat keracunan pangan sebanyak 855
kasus yang diakibatkan oleh beberapa jenis bakteri seperti Bacillus cereus,
Clostridium botulinum, Staphilococcus aureus, Salmonella, dan Escherichia coli.
Jumlah kasus keracunan pangan yang tercatat ini tidaklah menunjukkan data rill
dari kasus keracunan pangan dikarenakan masih terdapat kasus-kasus kecil
keracunan pangan yang tidak dilaporkan dan tidak diketahui oleh dinas kesehatan.

Habitat utama Bacillus sp khususnya untuk Bacillus cereus adalah


lingkungan dan saluran pencernaan terutama tanah dan air yang menyebabkan
bakteri ini mempunyai peluang yang besar untuk mencemari bahan makanan asal
hewan maupun tanaman. Selain itu, pencernaan juga bias terjadi pada ruang
proses pengolahan karena bakteri ini dapat menempel pada sepatu, pakaian, dan
debu (Soejoedono, 2002).

Keracunan akibat bakteri Bacillus cereus dapat mengakibatkan sakit perut,


muntah dan diare. Berdasarkan penelitian insidensi keracunan makanan Pusat
Studi Pangan dan Gizi UGM pada tahun 1993-2000 terdapat sebuah kasus
keracunan makanan akibat Bacillus cereus yang ditemukan pada seseorang
setelah mengkonsumsi nasi goreng yang mengandung 350 juta sel Bacillus cereus
per gram sampel. Menurut WHO pada tahun 2009 angka insidensi akibat Bacillus
cereus ≥ 100 kasus per 1000 penduduk (Arisman, 2009).
Bacillus cereus dapat pula menyebabkan infeksi lain yang lebih berbahaya
seperti infeksi non gastrointestinal, infeksi saluran pernafasan, infeksi
nosokomial, infeksi sistem saraf pusat, infeksi saluran kemih, infeksi kulit,
endokarditis, dan osteomielitis (Bottone, 2010). Berdasarkan penelitian Fatmasari
(2015) Bacillus cereus sensitif terhadap kloramfenikol, siprofloksasin, eritromisin
dan klindamisin. Kebanyakan isolat Bacillus cereus resisten terhadap penisilin
dan sefalosporin karena bakteri ini memproduksi enzim β-laktamase.

Pada infeksi yang dicurigai akibat Bacillus cereus, terapi empiris mungkin
diperlukan hingga menunggu profil uji kepekaan antibiotik. Resistensi Bacillus
cereus terhadap eritromisin, tetrasiklin, dan karbapenem telah dilaporkan
sehingga dapat mempersulit pemilihan pengobatan empiris (Bottone, 2010).
Antibiotik yang digunakan pada Bacillus cereus memiliki beberapa kerugian jika
penggunaannya tidak benar terutama jika dosis tidak diperhatikan. Antibiotik-
antibiotik tersebut memiliki efek samping yang kurang dapat ditoleransi, selain itu
antibiotik yang dapat digunakan sebagai terapi hanya sedikit. Bahan dari
tumbuhan diharapkan dapat menjadi solusi bagi masyarakat untuk dijadikan salah
satu alternatif pengobatan infeksi bakteri Bacillus cereus.

Bacillus mempunyai kemampuan mengontrol bakteri patogen dan


menekan pertumbuhan bakteri lain melalui antibiotik yang dihasilkannya atau
kompetisi dalam hal perebutan nutrisi dan ruang. Hal ini didukung darihasil
penelitian terakhir bahwa Bacillus berpotensi menghasilkan senyawa antibakteri
berupa lipopeptida yang disebut basitrasin yang dapat membunuh bakteri patogen
Bacillus diklasifikasikan sebagai berikut:
Regnum : Plantae
Kelas : Bacilli
Ordo :Bacillales
Family :Bacillaceae
Genus :Bacillus
Species :Bacillus sp.
B. Morfologi
Bacillus cereus (Gambar 1) berbentuk batang, merupakan bakteri Gram
positif (Bottone, 2010). Bacillus cereus memiliki dua penampilan morfologi yang
berbeda baik sebagai endospora atau sel vegetatif (CFSAN, 2001). Sel-sel
vegetatif Bacillus cereus adalah batang aerobik fakultatif, bervariasi lebar 1,0-1,2
μm dan panjang 3,0-5,0 μm. Batang cenderung tumbuh di rantai panjang.
Organisme ini adalah batang Gram positif terutama ditandai dengan pembentukan
spora (Kramer et al., 1989). Bacillus cereus memiliki flagella peritrikus.
Organisme ini dapat bertahan hidup dalam berbagai suhu yaitu 10-50°C, dan
untuk suhu pertumbuhan optimal 28-35°C (Giffel, et al., 1995).

Gambar 1. Bacillus Cereus


C. Patogenesis
Bacillus cereus tertelan dengan makanan yang terkontaminasi, melewati
perut, dan mencapai usus kecil. Spora Bacillus cereus akan berkecambah menjadi
sel vegetatif yang akan tumbuh dan menghasilkan enterotoksin. Enterotoksin
mempengaruhi epitel yang mengakibatkan diare. Bacillus cereus dapat dicerna
sebagai spora dan sel vegetatif. Hasil akhir, sindrom diare, tidak dipengaruhi oleh
jenis sel. Spora hampir tidak terpengaruh oleh pH rendah perut, sementara sel-sel
vegetatif tergantung pada nilai pH. Gejala diare muncul yang disebabkan oleh
enterotoksin tanpa interaksi langsung antara organisme dengan inang (Granum et
al., 1995).
D. Sifat Biokimiawi
Bacillus cereus bersifat proteolitik yang kuat karena memproduksi enzim
(protease, amilase, lesitinase, dan lain-lain) yang dapat memecah protein dan
mempunyai sifat yang hampir sama dengan renin sehingga dapat menggumpalkan
susu (Fardiaz, 1998). Bakteri ini juga memfermentasi karbohidrat (glukosa dan
manosa). Selain itu, bakteri ini akan tumbuh pada pH 4,3-9,3 dan aktivitas air
(Aw) 0,95 (Blackburn dan McClure, 2002). Uji konfirmasi mengacu pada
karakteristik bentuk Bacillus cereus dan reaksi metabolisme yang mampu
memfermentasi glukosa dalam kondisi anaerob, dan mereduksi nitrat menjadi
nitrit (Harmon et al., 1992).

2.2 Isolasi Bakteri


2.2.1 Blood agar (agar darah)
Blood agar (BA) atau Agar darah merupakan media diferensial dan
bukan media selektif. Agar darah berfungsi untuk membedakan bakteri
berdasarkan kemampuan bakteri untuk melisiskan sel-sel darah merah. Media
agar darah disebut media universal karena dapat digunakan untuk
menumbuhkan beragam jenis bakteri. Media Agar Darah juga dapat
membedakan bakteri hemolitik dan bakteri non hemolitik, yang ditandai oleh
adanya zona disekitar koloni.
Bacillus cereus memiliki kemampuan untuk melisiskan sel darah
merah (β-hemolitik). Hemolisa yang terbentuk adalah Beta hemolisis (β) atau
biasa disebut hemolisis total. Beta hemolisis (β) didefinisikan sebagai lisis
seluruh sel darah merah. Alpha hemolisis (α) disebut juga hemolisis sebagian,
yaitu penurunan hemoglobin sel darah merah untuk methemoglobin dalam
medium sekitar koloni. Hal ini menyebabkan perubahan warna hijau atau
coklat dalam medium. dan gamma hemolisis (γ) disebut juga non hemolisis.
Gamma menunjukkan kurangnya hemolisis (Fatmasari, 2015)

2.3 Identifikasi Bakteri


Bacillus cereus dapat diidentifikasi melalui pewarnaan gram, pewarnaan
spora, uji katalase, uji motilitas, uji indol, uji MR, uji KOH 3%, uji oksidase, uji
fermentasi sitrat..
2.3.1 Pewarnaan Gram
Pewarnaan gram digunakan untuk membedakan bakteri gram positif dan
bakteri gram negatif berdasarkan sifat fisik kimia dinding sel bakteri.
Pewarnaan menggunakan pewarna utama kristal violet dan pewarna tandingan
safranin. Tujuan pewarnaan ini adalah untuk memudahkan melihat bakteri
dengan mikroskop, memperjelas ukuran dan bentuk bakteri, untuk melihat
struktur luar dan struktur dalam bakteri seperti dinding sel dan vakuola, serta
meningkatkan kontras mikroorganisme dengan sekitarnya. Pewarnaan ini dapat
membagi bakteri menjadi gram positif dan gram negatif  berdasarkan
kemampuannya untuk menahan pewarna primer (kristal ungu) atau kehilangan
warna primer dan menerima warna tandingan (safranin). Bakteri gram positif
mengandung  protein dan gram negatif mengandung lemak dalam presentase
lebih tinggi dan dinding selnya tipis. Pemberian alcohol (etanol) pada
praktikum pewarnaan bakteri, menyebabkan terekstraksi lipid sehingga
memperbesar permeabilitas dinding sel. Pewarnaan safranin masuk kedalam
sel dan menyebabkan sel menjadi berwarna merah pada bakteri gram negatif
sedangkan pada bakteri gram positif dinding selnya terdehidrasi dengan
perlakuan alcohol, pori-pori mengkerut, daya rembes dinding sel dan membran
menurun sehingga  pewarna safranin tidak dapat masuk sehingga sel menjadi
berwarna ungu, yang merupakan warna dari kristal violet.
2.3.2 Pewarnaan Spora
Ada dua genus bakteri yang dapat membentuk endospora, yaitu genus
Bacillus dan genus Clostridium. Struktur spora yang terbentuk di dalam tubuh
vegetative bakteri disebut sebagai endospora (endo: dalam, spora:spora) yaitu
spora yang terbentuk di dalam tubuh. Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa
endospora merupakan sel yang mengalami dehidrasi dengan dinding yang
mengalami penebalan serta memiliki beberapa lapisan tambahan. (Aditya,
2010) Dalam pewarnaan spora bakteri diperlukan pewarnaan tertentu yang
dapat menembus dinding tebal spora. Contoh dari pewarnaan yang dimaksud
tersebut adalah dengan 5  penggunaan larutan hijau malakit dan untuk
memperjelas pengamatan, sel vegetatif juga diwarnai dengan larutan safranin
sehingga sel vegetatif ini berwarna merah, sedangkan spora berwarna hijau.
Dengan demikian, ada atau tidaknya spora dapat teramati, bahkan  posisi spora
di dalam tubuh sel vegetatif juga dapat diidentifikasi. (Volk dan Wheeler,
1988)
2.3.3 Uji TSIA (Triple Sugar Iron Agar)
Uji TSIA (Triple Sugar Iron Agar) bertujuan untuk mengidentiikasi bakteri
yang berasal dari kelas enterobacteriaceae. Uji TSIA (Triple Sugar Iron Agar)
merupakan metode untuk melihat kemampuan mikroorganisme dalam
mefermentasikan gula. Media TSIA (Triple Sugar Iron Agar) mengandung 3
jenis gula yang terdiri dari sukrosa, laktosa, dan glukosa serta terdapat
indikator fenol merah dan FeSO4 untuk memperlihatkan pembentukan H2S
yang ditunjukkan dengan adanya endapan berwarna hitam. Hasil positif
ditandai dengan munculnya warna kuning dan merah. Warna kuning muncul
karena adanya fermentasi bakteri terhadap glukosa, sukrosa, ataupun laktos
dalam konsentrasi tinggi. Sedangkan dalam konsentasi gula yang rendah hanya
nampak warna merah. Hasil positif terdapat H2S yang ditandai adanya warna
hitam (Maharani, 2012).
2.3.4 Uji Motilitas
Uji motilitas menggunakan media Medium Sulfide Indole Motility (SIM)
sesuai prosedur kerja BAM (2001c). Tujuan melakukan uji motilitas untuk
mengetahui bakteri Bacillus cereus motil atau tidak. Hasil pengujian positif
apabila terjadi pertumbuhan bakteri menjauhi daerah tusukan sehingga
membentuk guratan degradasi pada media yang nampak jelas. Hasil negative
jika terjadi pertumbuhan bakteri didaerah tusukkan. Hal ini berkaitan dengan
bakteri Bacillus cereus bersifatmotil karena memiliki flagella untuk bergerak
(Granum dan Baird-Parker, 2000).
2.3.5 Uji Indol
Uji indol bertujuan untuk menentukan kemampuan bakteri bacillus sp dalam
memecah asam amino triptofan. Asam amino triptofan merupakan komponen
asam amino yang terdapat di dalam protein sehingga asam amino ini dengan
mudah dapat digunakan oleh mikrooranisme akibat penguraian protein (Pelczar
dan Chan ,1986).
Hasil uji indol yang diperoleh negative apabila tidak terbentuk lapisan (cincin)
berwarna merah muda pada permukaan biakan, artinya bakteri tidak dapat
membentuk indol dari asam amino triptofan sebagai sumber energi sedangkan
pada uji positif bakteri memiliki triptofanase yang dapat menghidrolisis asam
amino jenis triptofanyang memiliki gugus samping indol sehingga indol akan
bereaksi dengan reagen uji dan membentuk rosindol yang berwarna merah
(Udiharto, 1996).

2.3.6 Uji Katalase


Uji katalase bertujuan untuk melihat pengaruh enzim katalase terhadap bakteri
Bacillus sp. Kebanyakan bakteri menggunakan enzim katalase untuk
memecahkan H2O2 menjadi H2O dan O2. Enzim katalase bereperan penting
dalam proses pertumbuhan bakteri aerobic karena H2O2 yang dihasilkan
dengan bantuan berbagai enzim pernafasan bersifat racun atau toksik bagi
bakteri. Mekanisme enzim katalase memcah H2O2 yaitu pada saat melakukan
respirasi, bakteri akan menghasilkan berbagai macam komponen yang salah
satunya adalah H2O2 .
Bakteri yang memiliki memiliki kempapmuan untuk memecahkan H2O2
dengan enzim katalase maka segera membentuk suatu sistem perthanan dari
toksik H2O2 yang dihasikannya sendri. Bakteri katalase positif akan
memecahkan H2O2 menjadi H2O dan O2 dimana parameter yang menunjukkan
adanya aktifitas katalase tersebut adalah terdapat gelembung-gelembung
oksigen, sedangkan pada bakteri katalase negatif tidak menghasilkan
gelembung-gelembung. Hal ini berarti H2O2 yang diberikan tidak dipecahkan
oleh bakteri tersebut sehingga tidak menghasilkan oksigen (Udiharto 1996).
2.3.7 Uji Oksidase
Uji oksidase merupakan uji yang digunakan untuk melihat ada atau tidaknya
enzim oksidase pada bakteri yang diuji. Oksidase merupakan enzim yang
berperan penting dalam proses transport elektron selama respirasi aerobik. Uji
oksidase positif ditandai dengan perubahan warna pada oxidase test trip
sedangkan uji negatif ditandai dengan tidak adanya perubahan warna pada
oxidase test trip .
2.3.8 Uji KOH 3%
Uji KOH digunakan untuk menentukan bakteri gram positif dan negative
dengan ditandai ada tidaknya lendir yang terbentuk pada ose dari bakteri
tersebut. Bakteri yang menunjukkan gram positif tidak ada lendir sedangkan
bakteri yang gram negative aka terlihat adanya lendir (Irianto, 2013).
2.3.9 Uji fermentasi sitrat
Uji sitrat digunakan untuk untuk melihat kemampuan bakteri Bacillus sp
menggunakan sitrat sebagai satu-satunya sumber karbon dan energy. Isolat
bakteri diinokulasi pada media simmon citrate agar (SCA) dengan inokulum
yang tipis, diinkubasi pada suhu 35oC selama 48 jam (Lay, 1994). Bila
mikroorganisme mampu menggunakan sitrat, maka asam akan dihilangkan dari
medium biakan, sehinggamenyebabkan peningkatan pH dan mengubah warna
medium dari hijau menjadi biru. Perubahan warna dari hijau menjadi biru
menunjukkan bahwa mikroorganisme mampu menggunakan sitrat sebagai
satu-satunya sumber karbon. Sedangkan pada medium sitrat tidak
menunjukkan kekeruhan berarti tidak ada pertumbuhan mikroba (Schlegel dan
Karin 1994).
2.3.10 Uji MR(Methyl Red)
Uji MR bertujuan untuk mengetahui apakah bakteri dapat membentuk asam
campuran dan asam yang sedemikian banyaknya sehingga dapat mengubah
indicator metal merah menjadi merah. Uji posituf jika media berwarna merah
setelah penambahan reagen metal merah maka menunjukkan hasil uji positif.
Uji negative jika media berwarna kuning (Satria, 2005).
BAB III
METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain cawan petri,
objek glass, mikroskop, pipet, tabung reaksi, tabung duram, tabung
EDTA, gelas ukur, gelas beker, ose, needle, bunsen, inkubator, autoclave,
oven, rak tabung reaksi, kapas, tissue, sarung tangan dan masker.
3.1.2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain darah
sampel tanah, domba, media blood agar base, media SCA, media SIM,
media TSIA, media MR-VP, aquades steril, aluminium foil, larutan kristal
violet, larutan lugol, larutan safranin, larutan malachite green, alkohol,
H2O2, larutan methyl red dan reagen Kovac’s.
3.2 Prosedur Kerja
3.2.1 Pengambilan sampel
Sampel yang diambil baerasal dari tanah di belakang kandang hewan
FKH Undana. Tanah yang diambil sebanyak 1 gram kemudian disimpan
pada gelas beker dan ditutup menggunakan aluminium foil.Sampel yang
telah diambil kemudian di campurkan dengan aquades steril sebanyak 90
ml selanjutnya dipanaskan di waterbath pada suhu 80 ºC.
3.2.2 Sterilisasi alat
Semua alat yang digunakan dalam proses isolasi dan identifikasi
bakteri di lakukan sterilisasi menggunakan autocalve pada suhu 121oC
selama 15 menit.
3.2.3 Pembuatan media
Media yang digunakan dalam isolasi dan identifikasi Bacillus cereus yaitu
media agar darah, media SCA, media MRVP, media TSIAdan SIM.
1. Media Agar darah (blood agar)
- Blood agar base ditimbang sebanyak 2 gram dimasukkan ke dalam
tabung duram. Kemudian ditambahkan quades steril sebanyak 50 ml
ke dalam tabung duram dan dihomogenkan.
- Media di dalam tabung duram dipanaskan di dalam microwave
selama 30 detik hingga homgen. Kemudian media disterilkan di dalam
autoclave selama 15 menit pada suhu 121oC.
- Media dikeluarkan dari autoclave dan menunggu suhu media menjadi
hangat (50oC) lalu ditambahkan darah dombasebanyak 2ml dan
dihomogenkan. Selanjutnya menuangkan media sebanyak 25 ml ke
dalam cawan petri steril secara aseptis.
- Setelah media padat, dilakukan inkubasi di dalam inkubator selama 24
jam pada suhu 37oC.
2. Media SCA (simmons citrate agar)
- SCA ditimbang sebanyak 0,2 gram dimasukkan ke dalam tabung
duram. Kemudian ditambahkan quades steril sebanyak 6 ml ke dalam
tabung duram dan dihomogenkan.
- Media di dalam tabung duram dipanaskan di dalam microwave
selama 30 detik hingga homgen. Kemudian media disterilkan di dalam
autoclave selama 15 menit pada suhu 121oC.
- Selanjutnya menuangkan media sebanyak 6 ml ke dalam tabung
reaksi steril secara aseptis.
- Setelah media padat, dilakukan inkubasi di dalam inkubator selama 24
jam pada suhu 37oC.
3. Media SIM (sulfate indol motility)
- SIM ditimbang sebanyak 0,2 gram dimasukkan ke dalam tabung
duram. Kemudian ditambahkan quades steril sebanyak 6 ml ke dalam
tabung duram dan dihomogenkan.
- Media di dalam tabung duram dipanaskan di dalam microwave
selama 30 detik hingga homgen. Kemudian media disterilkan di dalam
autoclave selama 15 menit pada suhu 121oC.
- Selanjutnya menuangkan media sebanyak 6 ml ke dalam tabung
reaksi steril secara aseptis.
- Setelah media padat, dilakukan inkubasi di dalam inkubator selama 24
jam pada suhu 37oC.
4. Media TSIA (Triple Sugar Iron Agar)
- TSIA ditimbang sebanyak 0,2 gram dimasukkan ke dalam tabung
duram. Kemudian ditambahkan quades steril sebanyak 6 ml ke dalam
tabung duram dan dihomogenkan.
- Media di dalam tabung duram dipanaskan di dalam microwave
selama 30 detik hingga homgen. Kemudian media disterilkan di dalam
autoclave selama 15 menit pada suhu 121oC.
- Selanjutnya menuangkan media sebanyak 6 ml ke dalam tabung
reaksi steril secara aseptis.
- Setelah media padat, dilakukan inkubasi di dalam inkubator selama 24
jam pada suhu 37oC.
5. MRVP (methyl red-voges prokauer)
- MRVP ditimbang sebanyak 0,17 gram dimasukkan ke dalam tabung
duram.
Kemudian ditambahkan quades steril sebanyak 10 ml ke dalam tabung
duram dan dihomogenkan.
- Media di dalam tabung duram dipanaskan di dalam microwave
selama 30 detik hingga homgen. Kemudian media disterilkan di dalam
autoclave selama 15 menit pada suhu 121oC.
- Selanjutnya menuangkan media sebanyak 6 ml ke dalam tabung
reaksi steril secara aseptis.
- Dilakukan inkubasi di dalam inkubator selama 24 jam pada suhu
37oC.
3.3 IsolasiBacillus cereus
Sampel tanah yang telah dipanaskan, diambil supernatannya dan dikultur pada
media blood agar dengan metode gores menggunakan ose lalu diinkubasi selam
24 jam pada suhu 37oC.
3.4 Uji biokimia
Uji biokomia yang dilakukan diantaranya yaitu pewarnaan gram, pewarnaan
spora, uji katalase.
1. Pewarnaan gram
- Objek glass di tetesi dengan larutan Nacl.
- Koloni bakteri pada media BA diambil menggunakan ose, diletakkan
diatas gelas objek dan difiksasi menggunakan api bunsen.
- Preparat ditetesi larutan kristal violet dan didiamkan selama 1 menit, bilas
dengan aquades steril.
- Preparat ditetesi lugol dan didiamkan selama 2 menit, bilas dengan
alkohol 95%.
- Preparat ditetesi safranin dan didiamkan selama 30 detik, bilas dengan
aquades steril dan dikeringkan.
- diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 100x dengan bantuan
minyak emersi.
2. Pewarnaan spora
- Objek glass di tetesi dengan larutan Nacl.
- Koloni bakteri pada media BA diambil menggunakan ose, diletakkan
diatas gelas objek dan difiksasi menggunakan api bunsen.
- Sebanyak 50 mL air di dalam gelas ukur dan dipanaskan menggunakan
penangas air hingga mendidih.
- Kaca objek dilapisi dengan tisu dan diletakkan di atas gelas ukur
kemudian ditetesi malachite green sebanyak 1-2 tetes selama 5 menit
dengan tiga kali pengulangan.
- Preparat dibilas menggunakan aquades hingga bersih
- Preparat ditetesi safranin selama 1 menit dan dibilas dengan aquades
hingga bersih.
- diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 100x dengan bantuan
minyak emersi.
3. Uji KOH 3%
Larutan KOH 3% ditetesi pada gelas objek, tambahkan koloni bakteri yang
tumbuh pada media BA dengan menggunakan ose dan dihomogenkan. Amati
pemebntukan lendir dan perubahan yang terjadi pada objek glass pada saat
perlakuan.
4. Uji katalase
Larutan H2O2 diteteskan pada kaca objek kemudian koloni bakteri yang
tumbuh pada media BA diambil mengunakan ose dan dihomogenkan. Amati
perubahan yang terjadi pada objek glass pada saat perlakuan.
5. Uji oksidase
Koloni bakteri yang tumbuh pada media BA diambil mengunakan ose lalu
di taruh diatas oxidase test trip.Amati perubahan warna yang terlihat pada
oxidase test trip.
6. Uji motilitas
Koloni yang ada pada media BA diambil dengan mengunakan needle dan
ditusukan pada media SIM dan di inkubasi selama 24 jam pada suhu 37°C.
7. Uji indol
Setelah dilakukan pengamatan terhadap motilitas bakteri, media SIM
kemudian ditetesi 2-3 tetes reagen Kovac’s.Diamati terbentuknya cicin pada
permukaan media SIM.Hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya cincin
merah pada garis pemisah, sedangkan hasil negatif ditunjukkan dengan tidak
terbentuknya cincin merah antara media dan reagen.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Isolasi Bakteri


Berdasarkan isolasi yang dilakukan pada media agar darah, diperoleh hasil
koloni bakteri berwarna putih dengan bentuk koloni yang tidak beraturandan
membentuk hemolisis β. Bacillus cereus membentuk koloni yang spesifik bila
ditumbuhkan pada agar darah (Blood Agar), pada suhu 35 – 37°C, selama ± 24 -
48 jam akan membentuk koloni yang mempunyai ukuran besar (4 - 7μm) dengan
permukaan datar dan membentuk β-hemolitik. (Imam dan Sukamto, 1999).

Gambar 2. Hasil Isolasi bakteri pada media agar darah

4.2 Identifikasi Bakteri


4.2.1 Pewarnaan Gram
Hasil pewarnaan koloni dari biakan pada blood agar, diketahui bahwa
bakteri yang terwarnai adalah bakteri berbentuk bacill, berwarna ungu dan
Hasil ini sesuai dengan deskripsi hasil pewarnaan bakteri Bacillus cereus
oleh Fatmasari (2015) yaitu bakteri gram positif mempertahankan zat
pewarna kristal violet sehingga sel berwarna ungu. Perwarnaan Gram
Bacillus cereus di bawah mikroskop akan terlihat hasil berupa bakteri
berbentuk batang berwarna ungu. Perbedaan warna antara bakteri gram
positif dan bakteri gram negatif menurut Lay (1994), di sebabkan oleh
perbedaan struktur dinding sel bakteri positif yang terdiri dari lapisan
peptidoglikan yang tebal yang menyerap warna kristal violet sedangkan
bakteri gram negatif yang memiliki lapisan lemak yang tebal sehingga
meningkatkan daya larut kompleks kristal violet.

Gambar 3. Hasil Pewarnaan gram


4.2.2 Pewarnaan EndoSpora
Endospora bakteri merupakan struktur yang tahan mampun bertahan
keadaan lingkungan yang ekstrim misalnya kering, pemanasan, dan
keadaan asam (Waluyo, 2004). Hal inilah yang menjadi dasar dari metode
pewarnaan endospora menggunakan malachite green melalui proses
pemanasan, karena pada kondisi lingkungan yang tidak cocok misalnya
pemanasan, bakteri akan mengalami proses sporulasi membentuk
endospora. Malachite green merupakan pewarna yang kuat yang dapat
berpenetrasi ke dalam endospora. Teknik ini akan menghasilkan warna
hijau pada endospora dan warna merah muda pada sel vegetatifnya (Harley
and Prescott, 2002). Hal ini sesuai dengan hasil yang didapat pada
pewarnaan endospora menunjukan adanaya spora pada bagian tengah sel.

Gambar 4. Hasil Pewarnaan Endospora


4.2.3 Uji KOH
Hasil yang di dapat berdasarkan Uji KOH menggunakan larutan KOH 3&
menunjukan tidak terbentuknya lendir pada objek glass hal ini berarti
bakteri yang digunakan merupakan bakteri gram positif. Bakteri Gram
positif terdapat 40 lembar lapisan peptidoglikan yang merupakan 50% dari
keseluruhan material dinding sel. Pada bakteri Gram negatif hanya terdapat
satu atau dua lembar peptidoglikan meliputi 5 - 10% dari keseluruhan
material dinding sel (Jawetz et al., 2010).
Bakteri Gram negatif ditandai dengan adanya pembentukan lendir
pada kaca objek setelah dicampurkan dengan KOH 3%. Hal ini
dikarenakan kelompok bakteri Gram negatif memiliki komponen
peptidoglikan yang tipis, sehingga memudahkan sel Gram negatif pecah
(Waluyo, 2004). Menurut Lehninger (1982), ikatan peptida dapat
dihidrolisis dengan pemberian asam kuat atau basa kuat untuk
menghasilkan komponen asam amino dalam bentuk bebas.
Gambar 5. Hasil pengujian dengan larutan KOH 3%
4.2.4 Uji Katalase
Berdasarkan pengujian bakteri menggunakan larutan H2O2 maka
diperoleh katalase positif karena terbentuk gelembung halus. Hasil ini
diperkuat pernyataan Jay (2000; Fatmasari, 2015)., uji katalase membuktikan
adanya enzim katalase dari isolat yang berfungsi dalam penguraian H2O2
menjadi H2Odan O2.

Gambar 6. Hasil pengujian dengan larutan H2O2


4.2.5 Uji Oksidase
Berdasarkan hasil pengamatan menunjukan hasil oksidase negatif. Hal ini
dikarenakan tidak ditemukan adanya perubahan warna pada oxidase test trip
yang ditaruh dengan koloni bakteri biakan. Hal ini diperkuat menurut Saidah
(2014) pada uji oksidase bakteri Bacillus cereus menunjukan hasil negatif.

Gambar 7. Hasil Pengujian Oksidase

4.2.6 Uji Motilitas dan Uji Indol


Uji motilitas menggunakan media Medium Sulfide Indole Motility
(SIM) sesuai prosedur kerja BAM (2001). hasil pengujian menunjukan bahwa
Bacillus cereus yang ditemukan adalah Bacillus cereus tipe motil karena
memiliki flagella untuk bergerak (Granum dan Baird-Parker, 2000). Hal ini
ditandai dengan nampaknya pertumbuhan bakteri menjauhi daerah tusukan
sehingga membentuk guratan degradasi pada media yang nampak jelas.
Pengujian motilitas juga dapat dilakukan dengan uji indole yaitu
dengan penambahan reagen kovack pada hasil pertumbuhan bakteri pada
media SIM. Hasil uji indol yang diperoleh negatif karena tidak terbentuk
lapisan (cincin) berwarna merah muda pada permukaan biakan, artinya bakteri
ini tidak membentuk indol dari tryptopan sebagai sumber karbon, yang dapat
diketahui dengan menambahkan larutan kovaks seperti Ehrlich yang
megandung paradimetil-aminobenzaldehida (Lay, 1994: Fatmasari. 2015.).
A B

Gambar 8. (A) Pengujian Motilitas dan (B) Uji Indol


4.2.7 Uji TSIA
Uji TSIA pada Bacillus cereus menunjukkan perubahan warna pada
slant berwarna merah dan butt berwarna kuning. Hal ini menunjukkan bahwa
Bacillus cereus memfermentasikan glukosa. Pengujian ini sesuai dengan
pernyataan Blackburn dan McClure (2002) menyatakan bahwa Bacillus
cereus memfermentasi karbohidrat (gluksa dan mannosa).
Gambar 9. Hasil Pengujian pada Media TSIA
4.2.8 Uji fermentasi sitrat
Uji penggunaan sitrat merupakan uji biokimia yang digunakan untuk
mengetahui kemampuan bakteri dalam menggunakan sitrat sebagai sumber
karbon. Pengujian ini menggunakan media Simons Citrate Agar (SCA).
Hasil positif ditandai dengan perubahan warna media dari hijau ke biru
sedangkan hasil negatif tidak terdapat perubahan warna (Irianto, 2006).
Pengujian menggunakan media SCA menunjukkan terjadi perubahan
warna dari media yang semula berwarna hijau, sedikit berubah menjadi
warna biru. Hasil ini menunjukkan bahwa jenis bakteri yang diidentifikasi
menggunakan sitrat sebagai sumber karbon. Salah satu karakteristik biokimia
Bacillus cereus dalam Aryal (2016) menyatakan bahwa pengujian sitrat pada
Bacillus cereus menunjukkan hasil positif.
Gambar 10. Hasil Pengujian pada Media SCA

4.2.9 Uji MR
Uji Metyl Red (MR) adalah uji biokimia yang digunakan untuk
mengetahui kemampuan dari bakteri membentuk asam dari hidrolisis
glukosa. Pengujian ini menggunakan MR-VP medium atau Glucose
Phosphate Broth. Media ini digunakan untuk uji Methyl Red dan Voges
Proskauer. Uji voges preskauer merupakan uji biokimia yang dilakukan
untuk mengetahui bakteri yang dapat menfermentasi glukosa berdasarkan
akumulasi 2,3-butanediol, dengan mendeteksi adanya acetoin ynag
merupakan prekursor 2,3-butanediol (Gandjar dkk., 1992). Pada praktikum
ini hanya dilakukan pengujian metyl red, sedangkan Voges Preskauer tidak
dilakukan karena tidak terdapat reagen aftanaftol untuk mendeteksi acetoin.
Pengujian metyl red menunjukkan perubahan warna medium dari
coklat menjadi merah (positif), sehingga dapat dikatakan bakteri
menghidrolisis glukosa dan membentuk senyawa asam.
Gambar 10. Hasil Pengujian pada Media MR-VP
BAB V

PENUTUP

1. Karakteristik pertumbuhan koloni, hasil pewarnaan gram dan pewarnaan endospora


menunjukkan dan mengarah kepada pertumbuhan koloni Bacillus spp.
2. Identifikasi species dalam genus Bacillus sulit dilakukan karena sifat fenotipik yang
sangat mirip antar spesies, akan tetapi sifat beta hemolisis, katalase positif dan
motilitas positif mengarah kepada pertumbuhan koloni Bacillus cereus
3. Hasil uji biokimia yakni uji katalase, motilitas, uji indol, uji oksidase dan fermentasi
sitrat dan glukosa sebagai konfirmasi memperkuat dugaan bahwa sampel
mengandung koloni Bacillus cereus
LAMPIRAN

Pengambilan Darah Pembuatan Sampel

Persiapan alat dan bahan Pembuatan Media

Pengujian Biokimiawi Sterilisasi Alat dan Media


DAFTAR PUSTAKA

Aminah,N.S dan Supraptini. 2010. Minyak Kelapa Berpotensi Sebagai Pengawet Buah dan
Sayuran. Buletin Penelitian Kesehatan . Vol 38 (2).

Arisman, 2004. Gizi dalam Daur Kehidupan.EGC.Jakarta.

Aryal, S. 2016.Biochemical Test of Bacillus Cereus, Departemen of Microbiology, St. Xavier’s


College, Nepal

Ash, A J. Elliott R. 1991. Tropical crop and crop by product additives can improve the quality of
leaf(colocasia esculenta) silage J. Agric Sci ; 117 (2) 233-239.

BAM (Bakteriological Analytical Manual). 2001. GramStrain.

Blackburn, Clive de and Mc Clure, P. J., 2002, Foodborne Pathogens: Hazards, Risk Analysis
and Control, CRC Press, New York.

Blackburn, Clive de dan McClure, PJ. 2002. Foodborne Pathogens : Hazards, Risk Analysis
and Control. New York:CRC Press.

Bottone Edward J.. 2010. Bacillus cereus, a Volatile Human Pathogen. Clin Microbiol Rev. 2010
Apr; 23(2): 382–398.

CFSAN, 2001, Bacillus cereus and other Bacillus spp. In: Foodborne Pathogenic
Microorganisms and Natural Toxins Handbook, FDA, Washington.

Dwidjoseputro. 1994. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta:Djambatan.

Fardiaz S. 1989. Mikrobiologi Pangan. Bogor : IPB

Fardiaz, 1998, Mikrobiologi Pangan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Institut Pertanian
Bogor Press, Bogor.

Fatmasari.2015. Uji sensitivitas antibiotik klorampenikol, Siprofloksasin, eritromisin dan


klindamisin terhadap Bacillus cereus yang diisolasi dari daging sapi di pasar
Tradisional dan pasar modern kota makassar. Skripsi. Program studi kedokteran
hewan. Fakultas kedokteran Universitas hasanuddin. Makassar.

Gandjar, I., Koentjoro,I.R., Mangunwardoyo, W. Dan Soebagya, L. 1992, Pedoman Praktikum


Mikrobiologi Dasar, Jurusan Biologi, Universitas Indonesia, Jakarta

Giffel M.C., R.R. Beumer., B.A. Slaghuis and F.M. Rombouts., 1995, Occurrence and
characterization of (psychrotrophic) Bacillus cereus on farms in the Netherlands, Milk
Dairy J, 49, 125-138.

Granum dan Baird-Parker, 2000. Bacillus cereus and its Food Poisoning Toxin. FEMS Microbial
Letter. 157
Granum, P. E., 1995, Bacillus cereus and its toxins, J. Appl. Bacteriol, 76, 615–665.

Harley dan Prescott 2002. Laboratory Exercise in Microbiology. The MC Graw Hill Companies.
New York.

Harmon S.M., Goepfert J.M., and Bennet R.W., 1992, Compendium of Method For The
Microbiological Examination of Food, 3rd ed., American Public Health Association,
Washington.

Irianto K. 2013. Mikrobiologi medis. Bandung : ALFABETA

Irianto, K. 2006, Mikrobiologi, Yrama Widya, Bandung

James J. 2002. Prinsip-prinsip Sains untuk Keperawatan. Retno Indah, Penerjrmah. Jakarta :
Erlangga. Terjemahan dari : Principles Of Science For Nurse.

Jawetz, E.,L. Melnick, E. A. Adelberg. 2007. Mikrobiologi kedokteran.Salemba


Medika.Surabaya

Jay, J.M. 2000. Modern Food Microbiology. Edisi ke-6. Gainthersburg, Maryland: Aspen
Publishers, Inc.

Kramer, J.M., R.J. Gilbert., 1989, Bacillus cereus and other Bacillus species, Food Bacterial
Pathogens ed. Doyle, Marcel Dekker, New York.

Lay BW. 1994 Analisis Mikroba di Laboratorium. Jakarta: Rajawali Pres.

Lehninger, A. L. 1982.Dasar-dasar Biokimia, Jlilid 1, Alih bahasa, Maggi Thenawijaya,


Erlangga, Jakarta.

Pelczar, M.J. and E.C.S. Chan. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi. UI Press. Jakarta.

Pleczer MJ, Chan ECS. 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta : UI-Press.

Rajkovic A., Uyttendaele M., Vermeulen A., Andjelkovic M., Fitz-James I., in ’t Veld P., et al.
(2008).Heat resistance of Bacillus cereus emetic toxin, cereulide. Lett. Appl.
Microbiol. 46 536–54

Saidah, A.N. 2014. Isolasi Bakteri Proteolitik Termofilik dari Sumber Air Panas Pacet Mojokerto
dan Pengujian Aktivitas Enzim Protease. Jurnal Biologi. Pp: 1 – 10.

Schlegel, Hans G dan Schmidt Karin. 1994. Mikrobiologi Umum. Yogyakarta : UGM Press.

Soejoedono. 2002. Ekonomi Skala Kecil Menengah dan Koperasi. Jakarta : Ghalia Indonesia

Udiharto M. 1996. Bioremediasi Minyak Bumi. Di dalam: Peranan Bioremediasi dalam


Pengelolaan Lingkungan. Prosiding Pelatihan dan Lokakarya; (2)
Volk, W.A and M.F. Wheeler. 1993. Mikrobiologi Dasar. Edisi Kelima. Jilid 1. Penerbit
Erlangga. Jakarta.

Waluyo L. 2004.Mikrobiologi Umum. Malang : Universitas Muhamadyah Malang.

Anda mungkin juga menyukai