Anda di halaman 1dari 6

KOASISTENSI BEDAH DAN RADIOLOGI

PROSEDUR BEDAH ASEPTIK

OLEH:

AGATHA SADA UA
KOAS 1A (2009020026)

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
2021
RINGKASAN

a. Macam – macam proses sterilisasi yang dilakukan untuk persiapan alat dan ruang
operasi

Sterilisasi adalah proses penghilangan atau membunuh mikroorganisme (protozoa, fungi,


bakteri, mycoplasma, virus) dalam benda/peralatan untuk menjaga peralatan dilaboratorium tetap
bersih/steril, serta mencegah terjadinya kontaminasi (Nurminah, 2002). Metode sterilisasi yang
sering dilakukan terdiri dari beberapa macam metode diantaranya adalah sterilisasi panas kering
(dry heat) dan sterilisasi infra merah. Masing – masing metode tersebut mempunyai keuntungan
dan kerugian serta membutuhkan waktu dan prosedur yang berbeda – beda (Sunarjo, 2007).

Sterilisasi panas kering (dry heat) dilakukan dengan proses konduksi panas. Panas
diabsorpsi oleh permukaan luar dari sebuah instrumen dan kemudian dikirimkan ke lapisan
berikutnya, pada akhirnya keseluruhan objek mencapai suhu yang dibutuhkan untuk sterilisasi.
Mikroorganisme mati pada saat penghancuran protein secara lambat oleh panas kering. Kerugian
metode sterilisasi panas kering diantaranya adalah : 1.) Proses sterilisasi berlangsung lebih lama;
2.) Panas kering memenetrasi materi secara lambat dan tidak merata; 3.) Membutuhkan oven dan
sumber listrik secara terus menerus; 4.) Instrumen plastik dan karet tidak dapat disterilisasi
dengan panas kering; 5.) Harga mahal (Tietjen et al., 2004).

Sterilisasi infra merah adalah sterilisasi kering dengan dua proses sterilisasi dalam satu
alat sterilisator yaitu dengan temperatur rendah (ozon) dan temperatur tinggi (infra merah).
Kelebihan dari sterilisator : 1.) Sinar infra merah adalah termasuk dalam radiasi elektro magnetik
dan mempunyai daya bunuh bakteri yang disebabkan oleh proses yang dihasilkannya; 2.)
merupakan teknologi hemat energy untuk sterilisasi ozon maupun infra merah; 3.) sterilisator ini
bisa digunakan untuk berbagai macam bahan instrumen diantaranya bahan instrumen dari plastik
ataupun kaca dan karet bisa disterilkan dengan ozon, sedangkan alat yang terbuat dari bahan
logam ataupun stainlessteel bisa disterilkan dengan infra merah (two in one); 4.) harga murah
dan sering digunakan pada saat ini (Sariyem et al., 2013).
b. Macam – macam bahan yang digunakan untuk desinfeksi bahan yang terbuat dari kain
(seperti drape), logam (alat, meja operasi), lantai dan dinding ruang operasi

Tindakan desinfeksi adalah tindakan membunuh mikroorganisme penyebab penyakit


dengan bahan kimia, hal ini dapat mengurangi kemungkinan terjadi infeksi dengan jalan
membunuh mikroorganisme pathogen (Sunoto, 2011). Bahan-bahan desinfektan yang banyak
digunakan dan mempunyai efektivitas desinfeksi pada mikroorganisme patogen yaitu :

1. Sodium hipoklorit dan klorheksidin


Sodium hipoklorit dan klorheksidin memiliki spektrum yang luas, bekerja cepat dan
toksisitasnya rendah (Siu and Millar, 2006).
2. Hidrogen peroksida.
Hidrogen peroksida sering digunakan dalam dunia kesehatan sebagai desinfektan karena
tidak meninggalkan residu yang berbahaya. Selain berfungsi sebagai desinfektan,
hidrogen peroksida merupakan antiseptik yang efektif dan non-toksik. Adanya ion-ion
logam yang umumnya terdapat di dalam sitoplasma sel menyebabkan terbentuknya
radikal superoksida (O2-) selama pembentukan oksigen yang akan bereaksi dengan gugus
bermuatan negatif dalam protein dan selanjutnya akan menonaktifkan sistem enzim yang
penting (Pelczar dan Chan, 2009).
3. Fenol biasanya ditemukan pada pencuci mulut, sabun scrub, desinfektan permukaan dan
merupakan bahan aktif utama yang ditemukan pada desinfektan rumah tangga.Oleh
karena itu, fenol sangat efektif melawan kuman khususnya kuman gram positif dan
envelopedvirus. Fenol mempertahankan aktivitasnya terhadap adanya material organik
(HCHSA. 2004).

c. Macam – macam agen antiseptika yang digunakan untuk membersihkan luka pada
hewan dan untuk persiapan pasien/operator pre-operasi, boleh dijelaskan dengan
kelebihan dan kekurangan/efek samping penggunaan pada hewan
Antiseptik merupakan suatu zat kimia yang memiliki kerja untuk menghancurkan
mikroorganisme ataupun menghambat kerjanya, sehingga dapat mencegah terjadinya suatu
infeksi. Antiseptik dapat dibedakan dengan desinfektan dari tempat kerjanya, di mana
antiseptik digunakan pada sesuatu yang hidup dan desinfektan digunakan untuk benda yang
mati. Antiseptik juga dapat dibedakan dengan antibiotik, di mana kerja dari antibiotik adalah
spesifik dengan mikroorganisme tertentu dan antiseptic kerjanya lebih umum (Al-Adham et
al., 2013).
1. Povidone iodine 10% hanya digunakan pada luka akut dan tidak digunakan terlalu sering,
karena justru akan merusak sel-sel kulit baru dan sel-sel fagosit yang bermigrasi ke area
luka, sehingga risiko infeksi lebih besar dan penyembuhan luka lebih lama (Ariningrum
dan Subandono, 2018).
2. Chlorhexidine merupakan salah satu jenis antiseptik. Chlorhexidine umumnya digunakan
dalam antiseptik kumur, tapi terkadang dapat juga diberikan dalam sabunm antiseptik
(Foddai et al., 2016.). Chlorhexidine merupakan suatu bakterisida yang bekerja dengan
cara merusak dinding sel dan membran luar sel, sehingga mengakibatkan kebocoran
intraseluler, dan pada akhirnya koagulasi sitosol (Al-Adham et al., 2013).
3. Alkohol merupakan contoh lain dari antiseptik. Alkohol bersifat sebagai bakterisida,
dengan cara merusak membrane sel dari bakteri, sehingga komponen intraseluler akan
keluar. Alkohol juga bekerja dengan cara mendenaturasi protein - protein yang berada
dalam sel, sehingga kinerja dari enzim bakteri akan terhambat, mengakibatkan proses
metabolisme terganggu (Mcdonnell and Russell, 1999).
4. Triclosan merupakan zat antibakteri yang paling sering digunakan. Kebanyakan sabun
antiseptik mengandung triclosan dengan konstrasi 1%. Triclosan memiliki sifat
bakterisidal sebesar 2,5% atau lebih. Kelebihan triclosan dengan sabun biasa adalah efek
kumulatif dan persisten pada kulit. Efek kumulatif merupakan peningkatan efek
antimikroba suatu bahan antiseptik pada penggunaan berulang (Girou et al., 2002).
DAFTAR PUSTAKA

Al-Adham I, Haddadin R, Collier P. 2013. Types Of Microbicidal And Microbistatic Agents. In:
Fraise AP, Maillard JY, Sattar SA, Editors. Russell, Hugo & Ayliffe’s Principles And
Practice Of Disinfection, Preservation And Sterilization. 5th Ed. Blackwell Publishing; H:
5–70.
Ariningrum D, Subandono J. 2018. Manajemen Luka. Buku Pedoman Keterampilan Klinis.
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Foddai ACG, Grant IR, Dean M. 2016. Efficacy of Instant Hand Sanitizers against Foodborne
Pathogens Compared with Hand Washing with Soap and Water in Food Preparation
Settings: A Systematic Review. JFood Prot. 79(6):1040–54.
Girou E, Loyeau S, Legrand P, Oppein F, Brun BC. 2002. Efficacy of handrubbing with alcohol
based solution versus standard handwashing with antiseptic soap, randomized clinical trial.
B Med J; 352:362-8.
HCHSA. 2004. Cleaning and Disinfection of Environmental Surfaces.ISBN: 1894878-05-1.
Mcdonnell G, Russell AAD. 1999. Antiseptics and Disinfectants: Activity, Action, and
Resistance.
Nurminah, M. 2002. Penelitian Sifat Berbagai Bahan Kemasan Plastik dan Kertas serta
Pengaruhnya terhadap Bahan yang Dikemas, Fakultas Pertanian, Jurusan Teknologi
Pangan, Universitas Sumatera Utara.
Pelczar MJ, Chan ECS. 2009. Dasar – dasar Mikrobiologi 2. Penerbit Universitas Indonesia (UI
Press), Jakarta.

Sariyem, Sadimin and Prasko. 2013. Efektifitas Sterilisasi Infra Merah dan Dry Heat Sterilisasi
Terhadap Alat – Alat Kedokteran Gigi. Lin vol 9(1).
Siu KP, Millar BJ. 2006. Cross infection control of impressions: a questionnaire survey of
practice among private dentists in Hong Kong, 3(2): 89-93.

Sunarjo L. 2007. Modul Teori Sterilisasi, Jurusan Kesehatan Gigi Politeknik Kesehatan
Semarang, Semarang.
Sunoto R. 2011. Tindakan Pencegahan Penularan Penyakit Infeksi pada Praktek Dokter
Gigi. Artikel Jurnal. Jakarta; Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti.
http://dentosca.woordpress.com/2011/04/11/
Tietjen L, Bossmeyer D and McIntosh N. 2004. Panduan Pencegahan Infeksi untuk Fasilitas
Pelayanan Kesehatan dengan Sumber Daya Terbatas. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai