Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI FARMASI

PERCOBAAN 8
UJI DESINFEKTAN

Disusun oleh:
Aulia Nurfauziyah Islamiati (10060322052)
Devita Desria (10060322053)
Nina Renata (10060322056)

Shift/Kelompok : B/5
Tanggal Praktikum : Senin, 15 Mei 2023
Tanggal Laporan : Senin, 22 Mei 2023
Nama Asisten : Desi Waliasih, S.Farm.

LABORATORIUM FARMASI TERPADU UNIT D


PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2023 M/1444 H
I. TUJUAN
1. Menjelaskan perbedaan antara antiseptik dan desinfektan
2. Menjelaskan prinsip pengujian dengan metode kontak

II. TEORI DASAR


Antiseptik merupakan zat kimia atau produk yang digunakan untuk
membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme patogen pada
permukaan kulit, luka, atau jaringan tubuh lainnya. Antiseptik bertujuan
untuk mencegah infeksi dan menjaga kebersihan dalam prosedur medis dan
perawatan kesehatan. Perbedaan antara antiseptik dan disinfektan terletak
pada area penggunaannya. Antiseptik digunakan pada jaringan hidup,
seperti kulit atau luka, sedangkan disinfektan digunakan pada benda mati
atau permukaan yang tidak hidup (Donnell. G, 2019).
Antiseptik dirancang untuk lebih aman digunakan pada tubuh
manusia atau hewan, sedangkan disinfektan mungkin lebih kuat dan lebih
cocok untuk digunakan pada lingkungan yang tidak hidup. Antiseptik
bekerja dengan cara membunuh mikroorganisme patogen atau menghambat
pertumbuhannya. Mekanisme kerja antiseptik dapat bervariasi tergantung
pada jenis zat kimia yang digunakan, tetapi umumnya melibatkan merusak
membran sel, mengganggu proses metabolisme mikroorganisme, atau
menghambat replikasi DNA (Edmonds, 2018).
Penggunaan antiseptik sangat penting dalam pencegahan infeksi,
baik dalam lingkungan medis maupun dalam kehidupan sehari-hari. Mereka
digunakan dalam berbagai situasi, seperti pembersihan kulit sebelum
prosedur medis, perawatan luka, sanitasi tangan, dan sanitasi permukaan.
Namun, penting untuk menggunakan antiseptik sesuai petunjuk dan dosis
yang tepat, serta memperhatikan potensi reaksi alergi atau iritasi pada kulit.
Jika Anda memiliki pertanyaan khusus tentang penggunaan antiseptik
dalam konteks tertentu, disarankan untuk berkonsultasi dengan profesional
kesehatan atau ahli yang berkaitan (Russell, 2014).
Desinfektan merupakan zat kimia atau produk yang digunakan
untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme patogen
pada benda mati atau permukaan yang tidak hidup. Desinfektan digunakan
untuk mengurangi jumlah mikroorganisme patogen agar tidak
menimbulkan risiko infeksi pada manusia atau hewan. Desinfektan bekerja
dengan cara merusak membran sel mikroorganisme, menghancurkan enzim
penting dalam sel mikroorganisme, atau mengganggu proses metabolisme
mereka. Hal ini mengakibatkan kematian atau penghambatan pertumbuhan
mikroorganisme patogen, yang pada gilirannya mengurangi risiko
penularan infeksi. Penggunaan desinfektan sangat penting dalam berbagai
lingkungan, seperti rumah sakit, pusat perawatan kesehatan, laboratorium,
restoran, fasilitas umum, dan tempat-tempat lain di mana kebersihan dan
pencegahan infeksi merupakan faktor penting (French G, 2013).
Desinfektan digunakan pada permukaan seperti meja, lantai,
peralatan medis, mainan, toilet, dan area lain yang membutuhkan
pengendalian mikroorganisme patogen. Desinfektan hanya efektif pada
permukaan dan benda mati, tidak boleh digunakan pada kulit atau jaringan
hidup lainnya seperti luka terbuka atau mata. Selain itu, penting juga untuk
mengikuti petunjuk penggunaan dan dosis yang disarankan oleh produsen
untuk mencapai efektivitas yang optimal dan meminimalkan risiko iritasi
atau bahaya bagi manusia. Desinfektan yang tepat harus disesuaikan dengan
jenis mikroorganisme yang ingin diatasi, karakteristik permukaan atau
benda yang akan disterilkan, serta lingkungan penggunaannya.
Konsultasikan dengan profesional kesehatan atau petugas sanitasi yang
berkompeten untuk memilih dan menggunakan desinfektan yang sesuai
dalam situasi tertentu (Weber dkk, 2019).
Pengujian metode kontak merupakan prosedur yang digunakan
untuk mengevaluasi efektivitas desinfektan atau antiseptik dengan
menempatkan bahan yang terkontaminasi mikroorganisme patogen pada
permukaan atau substrat yang telah diterapkan desinfektan atau antiseptik
tersebut. Tujuannya adalah untuk mengetahui sejauh mana zat tersebut
dapat mengurangi atau membunuh mikroorganisme yang ada. Pada
pengujian metode kontak, sejumlah spesimen yang terkontaminasi
mikroorganisme patogen ditempatkan pada permukaan yang telah
diterapkan desinfektan atau antiseptik. Kemudian, spesimen tersebut
diinkubasi pada kondisi yang sesuai, seperti suhu dan kelembaban yang
diperlukan untuk pertumbuhan mikroorganisme. Setelah jangka waktu
tertentu, spesimen diambil dan diuji untuk menentukan jumlah
mikroorganisme yang masih hidup atau berkurang (ISO, 2018).
Pengujian metode kontak sering kali mengacu pada standar atau
protokol tertentu, seperti yang ditetapkan oleh organisasi atau badan
pengatur yang relevan, seperti United States Environmental Protection
Agency (EPA) atau European Committee for Standardization (CEN).
Standar ini mengatur parameter pengujian, termasuk jenis mikroorganisme
yang digunakan, waktu kontak, jumlah zat yang diterapkan, dan kriteria
keberhasilan yang harus dipenuhi. Pengujian metode kontak ini
memberikan informasi penting tentang efektivitas desinfektan atau
antiseptik dalam membunuh atau menghambat mikroorganisme patogen
pada permukaan atau substrat tertentu. Hasil pengujian ini dapat digunakan
untuk menentukan dosis yang efektif, membandingkan kekuatan berbagai
produk, atau memvalidasi klaim produsen terkait efektivitas produk tersebut.
Pengujian metode kontak merupakan salah satu pendekatan penting dalam
penelitian dan pengembangan desinfektan atau antiseptik, serta dalam
penilaian risiko infeksi dan pemilihan produk yang tepat untuk digunakan
dalam berbagai lingkungan dan situasi (ISO, 2018).
Karbol atau karbolat merupakan istilah yang digunakan untuk
merujuk pada fenol (C6H6O), yang merupakan senyawa kimia dengan sifat
antiseptik dan desinfektan. Fenol atau karbol digunakan sebagai standar
untuk mengukur kekuatan atau efektivitas zat antiseptik atau desinfektan
lainnya. Sebagai standar, karbol digunakan sebagai pembanding untuk
mengukur kemampuan zat-zat lain dalam membunuh atau menghambat
pertumbuhan mikroorganisme patogen. Pengujian dilakukan dengan
membandingkan efektivitas zat yang sedang diuji dengan efek yang
dihasilkan oleh karbol. Meskipun karbol digunakan sebagai standar.
Penggunaannya sebagai antiseptik atau desinfektan langsung telah
berkurang seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan
teknologi dalam pengembangan zat-zat antimikroba yang lebih efektif dan
aman. Penggunaan fenol atau karbol saat ini lebih terbatas dan telah
digantikan oleh zat-zat antiseptik atau desinfektan yang lebih modern dan
efektif, seperti klorheksidin, alkohol, atau peroksida hidrogen. Zat-zat ini
telah terbukti lebih aman, lebih efektif, dan memiliki spektrum aksi yang
lebih luas terhadap berbagai jenis mikroorganisme (Rutala, 2018).
Staphylococcus aureus merupakan jenis bakteri Gram-positif yang
umum ditemukan pada manusia dan hewan. Bakteri ini biasanya hidup di
kulit dan membran mukosa tanpa menimbulkan masalah. Namun,
Staphylococcus aureus juga dapat menjadi patogen yang menyebabkan
berbagai infeksi pada manusia, mulai dari infeksi ringan hingga infeksi yang
parah dan potensial mengancam jiwa (Wertheim, 2015).
Beberapa jenis infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus
meliputi:
1. Infeksi pada kulit misalnya, impetigo (infeksi permukaan kulit),
furunkel (infeksi kelenjar rambut), selulitis (infeksi jaringan kulit
dalam), dan abses (pengumpulan nanah).
2. Infeksi rongga tubuh, Staphylococcus aureus dapat menyebabkan
infeksi pada rongga tubuh, seperti pneumonia (infeksi paru-paru),
osteomielitis (infeksi tulang), endokarditis (infeksi katup jantung), dan
meningitis (infeksi selaput otak).
3. Infeksi saluran pernapasan, staphy;ococcus aureus juga dapat
menyebabkan infeksi pada saluran pernapasan, seperti sinusitis (infeksi
sinus), faringitis (radang tenggorokan), dan pneumonia.
4. Infeksi darah, bakteri staphylococcus aureus dapat masuk ke dalam
aliran darah dan menyebabkan infeksi yang disebut bakteremia.
Bakteremia dapat menyebabkan kondisi yang serius seperti sepsis
(infeksi sistemik yang mengancam jiwa).
Staphylococcus aureus seringkali menjadi perhatian khusus di
bidang kesehatan karena kemampuannya untuk menghasilkan enzim
dan faktor virulensi lainnya yang memungkinkan resistensi terhadap
antibiotik dan penyebaran infeksi yang lebih luas, termasuk strain yang
menjadi MRSA (methicillin-resistant Staphylococcus aureus)
(Wertheim, 2015).

III. ALAT DAN BAHAN


Alat:
1. Bunsen
2. Cawan petri steril
3. Cotton swab steril
4. Gelas ukur steril
5. Pipet tetes
6. Rak tabung reaksi
7. Tabung reaksi steril

Bahan:

1. Bakteri uji Staphylococcus aureus


2. Karbol sebagai standar
3. Nutrient agar

IV. PROSEDUR KERJA


Pada percobaan kali ini dilakukkan uji desinfektan dengan prosedur :
a. Persiapan praktikum 1 hari sebelum praktikum
Pertama-tama dilakukan sterilisasi alat dan bahan yang diperlukan, selain
itu juga dibuat infusa daun sirih 10% dan 20%. Dibuat juga suspensei
bakteri.
b. Pelaksanaan praktikum pada hari H
Pertama-tama meja praktikum disemprot dengan alkohol 70% yang
bertujuan untuk mensterilkan area kerja. Kemudian siapkan 2 pembakar
spirtus, dan dinyalakan. Kedua api tersebut ditempatkan pada jarak tertentu
untuk menandakan area aseptis. Setelah itu disiapkan tabung reaksi
sebanyak 6 buah dan diberi nama (t15 detik, t30 detik, t45 detik, t60 detik,
t75 detik dan t90 detik). Kemudian disiapkan juga media agar sebanyak
15 mL kedalam cawan petri besar sebanyak 2 buah. Masing-masing cawan
petri dibagi menjadi 2 bagian dan ditandai diberi nama ((t15 detik, t30 detik,
t45 detik, t60 detik, t75 detik dan t90 detik). Setelah itu larutan standar
berupa karbol dimasukkan kedalam 6 tabung reaksi yang tadi sudah diberi
nama masing-masing 5 mL. Kemudian ditambahkan 1 tetes bakteri
kedalam tabung tadi. Kocok sampai tercampur secara merata pada waktu
interval 15, 30, 45, 60,75, dan 90 detik. Kemudian dimasukkan lidi kapas
steril pada setiap tabung infusa dan dioleskan pada media agar sesuai
dengan waktu kontaknya. Kemudian diamkan media pada area aseptis
(prainkubasi). Setelah itu dilakukan inkubasi selama 24 jam pada suhu
37oC. Semua tahapan dilakukan pada area aseptis
V. DATA PENGAMATAN
5.1.Tabel Pengamatan Aktivitas Antimikroba terhadap Staphylococcus
aureus

Sampel Kelompok Waktu Foto

15 30 45 60 75 90

Infusa 1A + + + + + +
daun sirih
10%
1B + + + + + +

1C + + + + + +
Infusa 2A + + + + + +
daun sirih
merah
20 %

2B + + + + + +
2C + + + + + +

Infusa 3A + + + + + +
daun sirih
hijau 10%
3B + + + + + +

3C + + + + + +

Infusa 4A + + + + + +
daun sirih
20%

4B + + + + + +

4C + + + + + +
Standar 5A + + + + + +
karbol

5B + + + + + +
5C + + + + + +

Alkohol 6A + + + + + +
70%

6B + + + + + +
6C + + + + + +
5.2.Tabel Pengamatan Aktivitas Antimikroba terhadap Escherichia coli

Bahan Uji Kelompok Waktu Foto

15 30 45 60 75 90

Infusa 1D + + + + + +
daun sirih
merah 10%

1E + + + + + +
1F + + + + + +

Infusa 2D + + + + + +
daun sirih
merah 20%
2E + + + + + +

2F + + + + + +
Infusa 3D + + + + + +
daun sirih
hijau 10%

3E + + + + + +
3F + - - + + +

Infusa 4D + - - - - +
Daun Sirih
Hijau 20 %

4E - - - + - +
4F + + + - - -

Standar 5D + + + + + +
Karbol
5E + + + + + +

5F + + + + + +

Alkohol 6D - - + - - +
70%
6E + + - + + -

6F + - - - + -
VI. PEMBAHASAN
Pada percobaan kali ini dilakukan uji desinfektan menggunakan
bakteri uji Staphylococcus aureus yang diinokulasi pada media nutrient agar
menggunakan bahan uji standar yaitu karbol. Tujuan dilakukannya uji
desinfektan adalah untuk dapat membedakan antara antiseptik dan
desinfektan. Pengujian dilakukan dengan metode kontak langsung dengan
prinsip untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan suatu sampel mampu
menghambat mikroorganisme.
Antibakteri diartikan sebagai bahan yang mengganggu pertumbuhan
dan metabolisme bakteri, sehingga bahan tersebut dapat menghambat
pertumbuhan atau bahkan membunuh bakteri (Pelczar dan Chan, 2005),
diantaranya adalah dengan menggunakan antiseptic dan disinfektan.
Antiseptik merupakan zat yang digunakan untuk menghambat pertumbuhan
tau membunuh bakteri. Disinfektan adalah bahan kimia yang dapat
mematikan sel vegetative bakteri tetapi belum tentu mematikan sporanya
(Isadiartuti dan Reno, 2005). Disinfektan biasanya digunakan untuk
melindungi benda-benda mati, tidak untuk organ hidup (Thamher, 2002).
Pertama-tama meja dibersihkan terlebih dahulu secara aseptis
menggunakan alkohol 90% lalu di lap tujuannya untuk mengurangi dan
menghilangkan mikroorganisme pada permukaan benda hidup atau benda
mati. Kemudian disiapkan dua nyala api bunsen dan kedua bunsen disimpan
di meja dengan jarak kurang lebih 60 cm, jarak antara kedua nyala api
bunsen menandakan bahwa area tersebut area aseptis atau bebas dari
mikroorganisme. Kemudian disiapkan dua cawan petri besar, lima tabung
reaksi, rak tabung reaksi, alat swab, gelas ukur, pipet, serta karbol
ditempatkan di area aseptis. Selanjutnya dibuat terlebih dahulu media
menggunakan Nutrien agar ke dalam dua cawan petri yang sudah dibagi
menjadi 3 area yang berbeda menggunakan spidol untuk menandakan bahan
uji ditumbuhkan pada t15, t30, t45, t60, t75, dan t90. Nutrien agar
dituangkan ke dalam cawan petri menggunakan gelas ukur masing-masing
sebanyak 15 mL dan media dibiarkan memadat. Nutrien agar berperan
sebagai media pertumbuhan mikroba yaitu untuk melihat apakah suatu
bahan uji mengandung suatu mikroba atau tidak. Kemudian disiapkan enam
tabung reaksi lalu diberi label t15, t30, t45, t60, t75, dan t90. Lalu ke dalam
setiap tabung reaksi dituangkan 5 mL karbol. Digunakannya karbol sebagai
bahan uji standar adalah karena karbol merupakan disinfektan yang biasa
digunakan sebagai pembersih lantai. Beberapa disinfektan yang biasa
digunakan sebagai pembersih lantai adalah lysol (klorofenol dan kresol),
karbol (fenol), dan kreolin (Rasmika Dewi Dap, Susi Iravati, 2008). Setelah
itu, tabung reaksi t15 ditambahkan satu tetes biakan bakteri Staphylococcus
aureus dengan hati-hati di dekat nyala api bunsen untuk menghilangkan
mikroba atau kontaminasi yang masih hidup disekitar tabung reaksi. Setelah
tabung reaksi diberi biakan bakteri, tabung reaksi langsung dikocok selama
15 detik, tujuannya supaya bakteri dan karbol tercampur merata. Kemudian
disiapkan cawan petri berisi media dan alat swab, lalu cawan petri dibuka
secara perlahan di dekat nyala api bunsen dan dengan teknik steril diambil
biakan bakteri pada karbol t15 dan diswabkan pada media secara perlahan.
Hal yang sama dilakukan pada tabung reaksi t30-t90 dan cawan petri t30-
t90 secara aseptis. Tujuan dilakukannya proses tesebut adalah untuk melihat
apakah suatu bahan uji karbol efektif sebagai desinfektan atau tidak.
Apabila tidak terdapat pertumbuhan mikroba pada media NA maka karbol
efektif sebagai desinfektan. Kemudian seluruh cawan petri diinkubasi
selama 24 jam pada inkubator dengan suhu 37⁰C. Tujuan dilakukannya
inkubasi untuk peremajaan bakteri atau untuk dilihat karakteristik dari
bakteri tumbuh atau tidak. Dari hasil percobaan seluruh kelompok ABC
didapatkan bahwa bahan uji infusa daun sirih 10% seluruhnya tidak
memiliki aktivitas antiseptik dan desinfektan karena masih terdapat
pertumbuhan mikroba pada media. Jika dibandingkan dengan bahan uji
karbol dan alkohol, bahan uji tersebut tidak berperan aktif sebagai
desinfektan dan antiseptik dikarenakan terdapat pertumbuhan mikroba pada
medianya. Kemudian bahan uji infusa daun sirih merah 20% seluruhnya
tidak memiliki aktivitas antiseptik dan desinfektan karena masih terdapat
pertumbuhan mikroba pada media. Jika dibandingkan dengan bahan uji
karbol dan alkohol, bahan uji tersebut tidak berperan aktif sebagai
desinfektan dan antiseptik dikarenakan terdapat pertumbuhan mikroba pada
medianya. Lalu bahan uji infusa daun sirih hijau 10% juga seluruhnya tidak
memiliki aktivitas antiseptik dan desinfektan karena masih terdapat
pertumbuhan mikroba pada media. Jika dibandingkan dengan bahan uji
karbol dan alkohol, bahan uji tersebut tidak berperan aktif sebagai
desinfektan dan antiseptik dikarenakan terdapat pertumbuhan mikroba pada
medianya. Kemudian bahan uji infusa daun sirih 20% seluruhnya sama-
sama tidak memiliki aktivitas antiseptik dan desinfektan karena masih
terdapat pertumbuhan mikroba pada media. Jika dibandingkan dengan
bahan uji karbol dan alkohol, bahan uji tersebut tidak berperan aktif sebagai
desinfektan dan antiseptik dikarenakan terdapat pertumbuhan mikroba pada
medianya. Jika dibandingkan dengan bahan uji karbol dan alkohol, bahan
uji tersebut tidak berperan aktif sebagai desinfektan dan antiseptik
dikarenakan terdapat pertumbuhan mikroba pada medianya. Untuk bahan
uji standar karbol dan alkohol 70% dari hasil percobaan masih terdapat
pertumbuhan mikroba dari t15 hingga t90 yang menandakan bahwa kedua
bahan uji tersebut tidak memiliki aktivitas sebagai antimikroba atau
desinfektan dan antiseptik. Bahan uji standar karbol tersebut seharusnya
memiliki aktivitas sebagai antimikroba karena zat disinfektan dalam cairan
pembersih lantai akan membunuh mikroorganisme yang terdapat di lantai.
Mikroorganisme tersebut antara lain adalah Escherichia coli, Pseudomonas
aeruginosa, Enterobacter cloacae, Salmonella sp. dan lain-lain (Dewi et al.,
2016). Dan juga bahan uji standar alkohol seharusnya memiliki aktivitas
sebagai antiseptik, karena antiseptik adalah zat yang dapat menghambat
atau menghancurkan mikroorganisme pada jaringan hidup, alkohol
antiseptik ini relatif aman untuk kulit. Jenis yang digunakan biasanya adalah
etil alkohol atau etanol dengan konsentrasi 60-90%. Jenis alkohol lainnya
adalah 1-propanol (60–70%) and 2-propanol atau isopropanol (70–80%)
atau bisa jadi campuran dari jenis-jenis alkohol tadi. Sedangkan desinfektan
umumnya digunakan untuk benda mati, biasanya disinfektan ini digunakan
untuk mesterilkan alat-alat kedokteran (Lukmanudin, 2015).
Selanjutnya dari hasil percobaan kelompok DEF didapatkan bahwa
bahan uji infusa daun sirih merah 10% seluruhnya tidak memiliki aktivitas
antiseptik dan desinfektan karena masih terdapat pertumbuhan mikroba
pada media. Jika dibandingkan dengan bahan uji karbol dan alkohol, bahan
uji tersebut tidak berperan aktif sebagai desinfektan dan antiseptik
dikarenakan terdapat pertumbuhan mikroba pada medianya. Kemudian
bahan uji infusa daun sirih merah 20% seluruhnya tidak memiliki aktivitas
antiseptik dan desinfektan karena masih terdapat pertumbuhan mikroba
pada media. Jika dibandingkan dengan bahan uji karbol dan alkohol, bahan
uji tersebut tidak berperan aktif sebagai desinfektan dan antiseptik
dikarenakan terdapat pertumbuhan mikroba pada medianya. Lalu bahan uji
infusa daun sirih hijau 10% juga yaitu kelompok D dan E tidak memiliki
aktivitas antiseptik dan desinfektan karena masih terdapat pertumbuhan
mikroba pada media. Sedangkan untuk kelompok F pada t30 dan t45 tidak
ada pertumbuhan mikroba yang berarti bahwa bahan uji tersebut mampu
berperan sebagai antiseptik dan desinfektan yang hanya efektif pada detik
ke 30-45 karena setelahnya terdapat kembali pertumbuhan mikroba hingga
t90. Jika dibandingkan dengan bahan uji karbol dan alkohol, bahan uji
tersebut tidak berperan aktif sebagai desinfektan dan antiseptik dikarenakan
terdapat pertumbuhan mikroba pada medianya. Kemudian bahan uji infusa
daun sirih 20% kelompok D pada t30-t75 tidak ada pertumbuhan mikroba
yang berarti bahwa bahan uji tersebut mampu berperan sebagai antiseptik
dan desinfektan yang hanya efektif pada detik ke 30-75 karena setelahnya
terdapat kembali pertumbuhan mikroba pada t90. Jika dibandingkan dengan
bahan uji karbol dan alkohol, bahan uji infusa daun sirih 20% kelompok D
tersebut berperan aktif sebagai antiseptik dikarenakan jika dibandingkan
dengan bahan uji alkohol kelompok F bahan uji alkohol efektif berperan
sebagai antiseptik hanya pada t30-t75. Lalu bahan uji infusa daun sirih 20%
kelompok E pada t15-t45 dan t75 tidak ada pertumbuhan mikroba yang
berarti bahwa bahan uji tersebut mampu berperan sebagai antiseptik dan
desinfektan yang hanya efektif pada detik ke 15-45 dan 75 karena
setelahnya terdapat kembali pertumbuhan mikroba hingga t90. Jika
dibandingkan dengan bahan uji karbol dan alkohol, bahan uji infusa daun
sirih 20% kelompok E tersebut berperan aktif sebagai antiseptik
dikarenakan jika dibandingkan dengan bahan uji alkohol kelompok D bahan
uji alkohol efektif berperan sebagai antiseptik hanya pada t15-t30 dan t60-
t75. Lalu bahan uji infusa daun sirih 20% kelompok F pada t60-t90 tidak
ada pertumbuhan mikroba yang berarti bahwa bahan uji tersebut efektif
sebagai antiseptik dan desinfektan. Jika dibandingkan dengan bahan uji
karbol dan alkohol, bahan uji infusa daun sirih 20% kelompok F tersebut
berperan aktif sebagai antiseptik dikarenakan jika dibandingkan dengan
bahan uji alkohol kelompok F bahan uji alkohol efektif berperan sebagai
antiseptik dari t30 hingga t90. Sedangkan untuk bahan uji karbol kelompok
DEF, karbol tidak berperan sebagai desinfektan karena seluruhnya terdapat
pertumbuhan mikroba pada media yang seharunya hal itu tidak ada. Faktor-
faktor yang menyebabkan terjadi pertumbuhan mikroba pada bahan uji yang
berperan sebagai desinfektan dan antiseptik bisa dari sediaan karbol yang
ditempatkan di ruangan terbuka tanpa ditutup oleh apapun sehingga bakteri-
bakteri berterbangan hingga masuk ke karbol, karena karbol tidak 100%
bisa membasi bakteri atau kuman. Lalu faktor selanjutnya pengerjaan yang
dilakukan kurang aseptis salah satunya karena nyala api bunsen yang kurang
besar. Kemudian dari alat-alat yang digunakan menggunakan pipet yang
tidak steril sehingga bakteri yang terdapat pada pipet menyebar ke bahan uji.
VII. KESIMPULAN
Dari praktikum kali ini dapat disimpulkan bahwa infusa daun sirih merah
10% dan 20% tidak memiliki kemampuan desinfektan/antiseptic, karena masih
terdapat pertumbuhan bakteri pada media. Sedangkan infusa daun sirih hijau 10%
dan 20% memiliki sedikit kemampuan desinfektan/antiseptic, karena pada
beberapa waktu kontak infusa tersebut mampu menghambat pertumbuhan
bakteri juga karena waktu kotak mendekati standar.
DAFTAR PUSTAKA

Dewi, D. A. P. R., Iravati, S., & Sarto. (2016). Efektivitas Desinfektan terhadap
Bakteri Ruang Bedah Intalasi Bedah Sentral (IBS) Rumah Sakit Sanglah
Denpasar. ReserarchGate.

Donnell, G., & Russell, A. D. (2019). Antiseptics and disinfectants: activity, action,
and resistance. CRC Press.

Edmonds, S. L., & Macinga, D. R. (2018). Antiseptics and disinfectants: activity,


action, and resistance. In M. S. Block Disinfection, sterilization, and
preservation (6th ed., pp. 721-745).

French, G. L. (2013). Evidence that contaminated surfaces contribute to the


transmission of hospital pathogens and an overview of strategies to address
contaminated surfaces in healthcare settings.

International Organization for Standardization (ISO). (2018). Disinfektan Kimia


dan Antiseptik - Uji Penangguhan Kuantitatif untuk Evaluasi Aktivitas
Bakterisida Disinfektan Kimia dan Antiseptik yang Digunakan dalam
Pengobatan Manusia - Metode dan Persyaratan Uji.

Isadiartuti, D. dan S. Reno. (2005). Uji Efektifitas Sediaan Gel Antiseptik Tangan
yang Mengandung Etanol dan Triklosan. Majalah Farmasi
Airlangga. Jakarta.

Lukmanudin, M. I. (2015). Legitimasi Hadis Pelarangan Penggunaan Alkohol


dalam Pengobatan. Journal Of Qur'an And Hadith Studies, 4(1), 79-101.

Pelezar, M.J., dan Chan, E.C.S. (2005). Dasar-Dasar Mikrobiologi. UI Press.


Jakarta

Rasmika Dewi Dap, Susi Iravati, S. (2008). Efektivitas Beberapa Desinfektan


Terhadap Isolat Bakteri Lantai Ruang Bedah Instalasi Bedah Sentral (IBS)
Rumah Sakit Sanglah Denpasar. Medicina, 39(2).
Russell, A. D. (2014). Similarities and differences in the responses of
microorganisms to biocides. Journal of Antimicrobial Chemotherapy, 54(5),
809-815.

Rutala, W.A, Weber, D.J. (2018). Pedoman untuk desinfeksi dan sterilisasi di
fasilitas kesehatan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC).

Thamher, S. (2002). Mikrobiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. Trans Info


Media. Jakarta.

Weber, D. J., Rutala, W. A., & Miller, M. B. (2019). Role of hospital surfaces in
the transmission of emerging healthcare-associated pathogens: norovirus,
Clostridium difficile, and Acinetobacter species. American Journal of
Infection Control, 47(5), A21-A27.

Wertheim, H. F. (2015). The role of nasal carriage in Staphylococcus aureus


infections. The Lancet Infectious Diseases, 5(12), 751-762.

Anda mungkin juga menyukai