Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM PENGENDALIAN HAYATI

“EKSPLORASI DAN ISOLASI AGEN HAYATI (PATOGEN


SERANGGA)”

Disusun oleh:

Nama : Harun Al Rasyid (E1K020030)


Shift : 2 Dua
Dosen Pembimbing : 1. Ir. Nadrawati, MP
2. Dr. Ir. Hendri Bustamam, MS.
Coass : 1. Chairul Ade (E1K019024)
2. Welti Elian Jaya (E1K019022)

LABORATORIUM PROTEKSI TANAMAN


JURUSAN PERLINDUNGAN TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2023
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pengendalian hayati pada dasarnya adalah pemanfaatan dan penggunaan musuh alami
untuk mengendalikan populasi hama dan penyakit tanaman yang merugikan. Pengendalian
hayati sangat dilatar belakangi oleh berbagai pengetahuan dasar ekologi terutama teori
tenteng pengenturan populasi oleh pengendali alami dan keseimbangan ekosistem.
pengendalian terhadap hama dan penyakit tanaman pada keadaan sekarang masih
mengandalkan penggunaan pestisida sebagai upaya pengendalian utama. Hasil dari
penggunaan petisida tersebut menunjukkan bahwa upaya pengendalian dengan menggunakan
senyawa kimia bukan merupakan alternatif yang terbaik, maka perlu diambil alternatif
pengendalian yaitu pengendalian hayati.
Agen-agen pengendalian hayati selain serangga, penggunaan patogen-patogen, seperti
virus, bakteri, jamur, nematoda dan berbagai jenis vertebrata. Pemanfaatan agens hayati
dalam proses produksi suatu produk tanaman khususnya dalam menekan kehilangan dan
kerugian hasil akibat organisme pengganggu tanaman (OPT) merupakan salah satu aspek
penting yang sangat berpeluang untuk memberikan jawaban pada petani dalam upaya
mencegah terjadinya penggunaan pestisida yang berlebihan.
Isolasi mikroba adalah memisahkan mikroba dengan substratnya. Mengisolasi
mikroba dengan cara menumbuhkan (menanam) dalam medium padat. Hal ini karena dalam
medium padat, sel-sel mikroba akan membentuk koloni yang tepat pada tempatnya. Sel
mikroba akan tertangkap pada medium padat pada beberapa tempat yang terpisah, maka sel
atau kumpulan sel mikroba yang hidup akan berkembang menjadi suatu koloni yang terpisah.

1.2 Tujuan
1. Untuk mendapatkan patogen serangga dari beberapa lokasi sehingga bisa digunakan
sebagai agen pengendali hayati.
2. Mendapatkan agensia hayati dari tanah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Pengendalian OPT sebaiknya dilakukan dengan prinsip ekologi. Pengendalian dengan


prisnsip ekologi bertujuan untuk menyeimbangkan komponen ekologi yang ada pada
ekosistem lahan pertanian. Pengendalian yang bersifat ekologi salah satunya yaitu dengan
pengendalian hayati. Pengendalian hayati merupakan suatu usaha memanfaatkan dan
menggunakan musuh alami untuk menekan populasi OPT (Organisme Pengganggu
Tumbuhan) yang dapat merugikan tanaman budidaya. Musuh alami tersebut dapat berupa
predator, parasitoid, dan patogen (bakteri, cendawan, virus dan nematoda). Petani kita masih
cenderung menggunakan pestisisda dalam menangani organisme pengganggu tumbuhan
(OPT) dan akibat penggunaan pestisisda yang berlebihan dapat menimbulkan berbagai
kerugian antara lain : timbulnya resistensi, resurgensi hama, munculnya hama sekunder serta
pencemaran hasil produksi dan lingkungan (Damanik dkk., 2013).Cara pengelolaan pertanian
yang tidak tepat antara lain penggunaan pestisida yang berlebihan dan perombakan hutan
untuk pembangunan serta bentuk-bentuk pembangunan lainnya yang tidak berwawasan
lingkungan kadangkala lebih banyak membunuh musuh-musuh alami tersebut dari
pada .melindunginya (Moningka dkk., 2012).
Menurut Purnomo (2010) penyakit tanaman dapat disebabkan oleh mikroorgnisme
seperti virus, fungi dan bakteri. Beberapa patogen adalah obligat dimana patogen tersebut
dapat tumbuh dan memperbanyak diri di alam ketika berada pada organisme hidup. Penyakit
tanaman adalah sesuatu yang menyimpang dari keadaan normal, cukup jelas menimbulkan
gejala yang dapat dilihat, menurunkan kualitas atau nilai ekonomis, dan merupakan akibat
interaksi yang cukup lama. Tanaman sakit adalah suatu keaadaan proses hidup tanaman yang
menyimpang dari keadaan normal dan menimbulkan kerusakan, kerusakan tersebut dapat
berupa kerusakan kualitas maupun kuantitas. Penyebab penyakit sukar dilihat oleh mata
telanjang. Seperti mikroorganisme (virus, bakteri, jamur atau cendawan) serangan penyekit
umumnya tidak langsung sehingga tanaman mati secara perlahan. (Daud et al., 2013).
Isolasi agen hayati dilakukan dengan mengambil sample tanah dan menanam pada
media, kemudian setelah beberapa hari diamati dengan uji morfologi untuk jamur dan uji
fisiologi untuk bakteri. Kebanyakan mikroorganisme dapat diisolasi dalam biakan murni
dengan memindahkan suatu koloni secara cermat, mensuspensikan kembali dalam cairan dan
menanamnya kembali pada medium yang selektif. Isolasi merupakan percobaan yang sangat
penting, karena melihat kondisi lingkungan di sekitar kita yang banyak terdapat
mikroorganisme baik yang patogen maupun yang non patogen, sehingga pemisahan dan
identifikasi bakteri yang satu dengan lainnya juga dibutuhkan. Mikroba tersebar di alam,
terdapat di lingkungan mana saja dalam populasi campuran serta amat jarang mikroba
dijumpai sebagai satu spesies tunggal di alam sehingga untuk dapat mencirikan dan
mengidentifikasikan suatu spesies mikroorganisme tertentu, pertama-tama spesies tersebut
harus dapat dipisahkan dari organisme lain, lalu ditumbuhkan menjadi biakan murni. Isolat-
isolat tersebut kemudia didientifikasi berdasarkan warna koloni dan morfologi secara
mikroskopik (Wilia dkk., 2013).
Salah satu agen hayati antagonis yang dapat menegendalikan patogen dalam tanah
yaitu cendawan Trichoderma sp. Cendawan Trichoderma sp. merupakan mikroorganisme
tanah bersifat saprofit yang secara alami menyerang cendawan patogen dan bersifat
menguntungkan bagi tanaman. Kemampuan dari Trichoderma sp. ini yaitu mampu memarasit
cendawan patogen tanaman dan bersifat antagonis, karena memiliki kemampuan untuk
mematikan atau menghambat pertumbuhan cendawan. Terdapat beberapa spesies
Trichoderma yang sering digunakan sebagai agen hayati yaitu T. Harzianun, T. Viridae dan
T. Konigii (Kader, et al., 2013).
Terdapat beberapa ciri-ciri morfologi cendawan Trichoderma sp. yaitu mempunyai
konidiofor bercabang menyerupai piramida yaitu pada bagian bawah cabang lateral yang
berulang-ulang, sedangkan semakin ke ujung percabangan menjadi bertambah pendek. Fialid
tampak langsing dan panjang terutama pada aspek dari cabang, konidia berbentuk semi bulat
hingga oval. Konidia yang berdinding halus, koloni mula-mula berwarna putih lalu menjadi
kehijauan dan selanjutnya setelah dewasa miselium memiliki warna hijau kekuningan atau
hijau tua terutama pada bagian yang menunjukkan banyak terdapat konidia. Hifa dari jamur
Trichoderma sp. Berbentuk pipih, bersekat dan bercabang membentuk anyaman yang
disebut miselium (Nhmau et al., 2015).
BAB III

METODELOGI

3.1 Alat dan Bahan


Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah:
1. Sampel tanah
2. Media PDA
3. Alkohol 70%
4. Aquades
5. Ulat Hongkong
6. Toples
7. Kain kasa
8. Karet gelang
9. Cawan petri
10. Pinset
11 Cawan petri (Petridish)
12 Micro pipet
13 L glass
14 Testube/Tabung rekasi
15 Vortex/alat penggojok
16 Neraca Analitik
17 Bunsen
18 LAF (Laminar air flow)
19 Handsprayer
20 Tip
21 Rak/Wadah Testube
22 Kertas label
23 Plastik Wrap
24 Kapas

3.2 Cara Kerja

Adapun cara kerja praktikum ini adalah:


1. Eksplorasi cendawan entomopatogen dilakukan dengan survei dan koleksi
cendawan entomopatogen dari pertanaman di beberapa lokasi. Dari masing-masing
desa/lokasi pada hamparan pertanaman diambil sebanyak 5 titik sampel secara
diagonal. Sampel yang diambil yaitu serangga mati, serangga hidup dan sampel
tanah. Sampel tanah diambil dengan kedalaman 5-10 cm sebanyak 500 g per titik
sampel, kemudian masing-masing sampel tanah selanjutnya dikomposit menjadi
satu dalam kantong plastik berukuran 5 kg. Tanah yang diambil tidak terlalu kering
dan tidak terlalu lembab.Melakukan pengenceran biakan Beauvaria dengan
aquades, kemudian dihomogenkan
2. Isolasi cendawan entomopatogen dilakukan dengan metode umpan serangga.
Sebanyak 2 kg tanah yang telah dikomposit dari lapangan kemudian dan
dimasukan ke dalam nampan plastik, kemudian masing-masing 20 ekor ulat
hongkong dimasukkan ke dalam nampan tersebut, diatur kelembaban dengan
melakukan penyiraman, selanjutnya ditutup kain kasa.
3. Selanjutnya diinkubasi selama 10 hari dalam kondisi gelap. Dan diamati
perubahan yang terjadi satu kali dua hari.
4. Ulat hongkong yang ditumbuhi oleh miselia/hifa menunjukkan ulat terserang
cendawan, dan ulat hongkong yang lembab diamati dibawah mikroskop,
diisolasi dan diidentifikasi penyebabnya.
5. Sebanyak 1 g tanah disuspensikan dalam 9 ml air steril sehingga didapatkan
pengenceran 10-1 selanjutnya sebanyak 1 ml suspensi tanah disuspensikan dalam
9ml air steril sehingga didapatkan pengenceran 10-2. Demikian dilakukan
berturut-turut sehingga didapatkan pengenceran 10-3.
6. Tehnik cawan tuang: Sebanyak 100 μl suspensi tanah dengan pengenceran 10-3
dituang ke dalam cawan petri kemudian sebanyak 10 ml PDA suhu 55°C dituang
ke atasnya, diratakan. Masing-masing untuk 2 cawan petri. Dinginkan. Beri label
kemudian diinkubasi selama 4 hari di ruang inkubasi dengan suhu 28°C.
7. Tehnik cawan sebar: Dua buah cawan petri diisi masing-masing 10 ml PDA suhu
55°C. Dinginkan sampai padat. Sebanyak 100 µl suspensi tanah dengan
pengenceran 10-3 dituang ke permukaan agar, kemudian diratakan dengan gelas
L. secara aseptis. Beri label kemudian diinkubasi selama 4 hari di ruang inkubasi
dengan suhu 28°C.
8. Koloni jamur yang tumbuh dipindahkan ke medium PDA yang baru dengan cara
mengambil 1 mm biakan dengan menggunakan jarum ent dan menanamnya ke
titik tengah permukaan agar. Biakan diinkubasi 4x24 jam sehingga didapatkan
biakan murni.
9. Biakan murni selanjutnya disimpan di medium PDA miring dengan cara
mengambil 1 ml biakan dengan menggunakan jarum ent dan menanamnya ke
permukaan agar miring.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Hasil Eksplorasi
No. Gambar Keterangan
Tanah tanaman jeruk yg
diisolasi dengan tujuan untuk
mendapatkan agen hayati
1.

Hasil dari isolasi agen hayati


yang didapatkan.

2.

Hasil Isolasi
No. Gambar Keterangan
Hasil dari isolasi yg didapatkan
dari ulat hongkong

1.

Hasil dari isolasi yg didapatkan


dari ulat hongkong

2.

4.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari tanah tanaman jeruk kalamansi ada 30 ulat
hongkong yang terinfeksi cendawan entomopatogen, salah satunya adalah B.bassiana.
Agen pengendalian hayati merupakan organisme yang memiliki kemampuan untuk
menghambat pertumbuhan dan menyebabkan pengurangan jumlah populasi patogen
penyebab penyakit. Agen hayati memiliki kemampuan untuk mengurangi kerapatan
inokulum patogen penyebab penyakit. Salah satu jenis agen hayati yaitu mikroorganisme
antagonis. Antagonis merupakan mikroorganisem yang memiliki kemampuan untuk melawan
atau merusak patogen penyebab penyakit, sehingga keberadaan antagonis pada media
pertumbuhan tanaman diperlukan untuk mengendalikan patogen penyebab kerusakan pada
tumbuhan. Menurut Manurung dkk (2014)
Mikroorganisme antagonis dapat bekerja secara tidak efektif karena adanya pengaruh
antibiotik yang diproduksi. Antibiotik yang diproduksi oleh mikroorganisme antagonis terdiri
dari senyawa alkoloid, agroklavine, ergometrine dan sebagainya. Konsentrasi antibiotik yang
rendah dan terurai oleh mikroorgaisme lain dapat menyebabkan kurang efektifnya jamur
antagonis untuk menghambat patogen. Faktor lain yang dapat menghambat infeksi jamur
antagonis terhadap patogen adalah pH tanah, suhu, kelembaban, sifat fisik dan kimia tanah,
kurangnya nutrisi dalam tanah serta kurangya sinar matahari (Nurzannah dkk., 2014).
Berdasarkan praktikum diketahui bahwa agen hayati dapat diisolasi dari tanah
tanaman jeruk. Pengamatan menunjukkan bahwa tidak semua sumber (tanah yang digunakan
untuk isolasi) memiliki mikroorganisme yang dapat dijadikan sebagai agen hayati.
berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada 2 perlakuan yang digunakan hanya 2 perlakuan
yang menunjukkan adanya mikroorganisme yang tergolong sebagai APH (agen pengendalian
hayati), yaitu pada perlakuan kelompok 1, dan 2.
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Dari tanah tanaman jeruk kalamansi didapatkan 30 ulat hongkong yang terinfeksi
cendawan entomopatogen dan berhasil di isolasi, patogen serangga seperti B. bassiana, maka
tanah dari lahan tanaman jeruk kalamansi cukup banyak mengandung cendawan
entomopatogen atau patogen serangga.

5.2 Saran
Ketika pelaksanaan praktikum sedang berlangsung diharapkan semua praktikan untuk
lebih kondusif sehingga jalannya praktikum dapat tertib dan lancar.
DAFTAR PUSTAKA

Damanik, S., Mukhtar, I. S. P., dan Yuswani, P. 2013. Uji Efikasi Agens Hayati Terhadap
Penyakit Hawar Daun Bakteri (Xanthomonas oryzae pv. Oryzae) Pada Beberapa
Varietas Padi Sawah (Oryza sativa). Agroteknologi, 1(4) : 1402-1412.

Daud, S. M., H. J. Jozani., and F. Arab. 2013. A Review on Predicting Outbreak of Tungro
Disease in Rice Fields Based on Epidiomological and Biophysycal Factors. Innovation,
Manageement and Technology, 4(4) : 447-450.

Kader, .M. M. A., F. A. Kareem, N. S. E. Mougy, and R. S. E. Mohamady. 2013. Integration


between Compost, Trichoderma harzianum and Essential Oils for Controlling Peanut
Crown Rot under Field Conditions. Hindawi, 1(1): 1-8.

Manurung, I. R., M. I. Pinem, dan L. Lubis. 2014. Uji Antagonis Jamur Endofit terhadap
Cercospora oryzae Miyake dan Culvularia lunata (Wakk) Boed. dari Tanaman Padi di
Laboratorium. Agroekoteknologi, 2(4): 1563-1571.

Moningka, M., D. Tarore dan J. Krisen. 2012. Keragaman Jenis Musuh Alami Pada Serangga
Hama Padi Sawah di Kabupaten Minahasa Selatan. Eugenia. 18(2): 89-97.

Nurzanah, S. E., Lisnawita dan D. Bakti. 2014. Potensi Jamur Endofit Asala Cabai sebagai
Agens Hayati untuk Mengendalikan Layu Fusarium (Fusarium oxysporum) pada Cabai
dan Interaksinya. Agroekoteknologi. 2 (3): 1230-1238.

Nhmau, H., R. L.C. Wijesundera, N.V. Chandrasekharan, W. S. S. Wijesundera, H. S.


Kathriarachchi. 2015. Isolation and characterization of Trichoderma erinaceum for
antagonistic activity against plant pathogenic fungi. Environmental and Applied
Mycology, 5(2): 120-127.

Purnomo, H. Pengantar Pengendali Hayati. 2010. Yogyakarta: ANDI.

Widyadnyana, D. G. A., I. D. M. Sukarama, dan I. W. Suardana. 2015. Identifikasi Bakteri


Asam Laktat Isolat 9A dari Kolon Sapi Bali sebagai Probioti melalui Analisis Gen 16S
rRNA. JSV, 33(2): 228-233.

Wilia, W., Widodo, dan S. Wiyono. 2013. Eksplorasi Cendawan Endofit dari Tanaman Cabai
yangBerpotensi sebagai Agens Biokontrol Penyakit Antraknosa(Colletotrichum
Acutatum L.). 2(1) : 9-15.

Anda mungkin juga menyukai