Anda di halaman 1dari 5

SYARAT PRODUKSI BENIH UNTUK JAGUNG

Menurut Rahmawati et al (2013), Benih yang bermutu akan menghasilkan tanaman


yang prima di lapangan dan mutu benih tersebut dapat dilihat dari mutu fisik dan
fisiologisnya. Mutu fisik sangat berpengaruh terhadap mutu fisiologis benih. Mutu fisik dapat
meliputi : daya hantar listrik, bobot 1000 butir, biji retak, pecah, berlubang, berjamur
sedangkan mutu fisiologis benih dapat meliputi daya berkecambah, kecepatan tumbuh,
panjang akar primer, jumlah akar sekunder dan bobot kering kecambah.

Menurut Sadjad (1993) dalam Arief dan Zubachtirodin (2012), mutu fisiologis benih
mencerminkan kemampuan benih untuk bisa hidup normal dalam kisaran kondisi lingkungan
yang relatif luas, mampu tumbuh cepat dan serempak. Benih dengan mutu fisiologis tinggi
akan memiliki umur simpan lebih lama dan mampu menghasilkan pertumbuhan tanaman
yang normal meskipun pada kondisi suboptimum.
Menurut Saenong et al (2010), dalam memproduksi benih jagung bersari bebas, ada
dua aspek penting yang perlu mendapat perhatian, yaitu standar lapangan dan standar
laboratorium.
1. Standar lapangan: Isolasi jarak 300 m atau isolasi waktu 30 hari dan campuran varietas
lain (CVL) maksimum 2% untuk benih dasar dan benih pokok, sedangkan untuk benih
sebar 3%.
2. Standar laboratorium: Kadar air maksimum 12%, benih murni minimum 98%, kotoran
benih maksimum 2%, CVL maksimum 0% untuk benih dasar, 0,1% untuk benih pokok,
dan 1,0% untuk benih sebar, biji tanaman lainnya 0,5% untuk benih dasar dan benih
pokok, 1,0% untuk benih sebar, daya tumbuh minimum 80%.
Standar lapangan berupa isolasi jarak atau isolasi waktu diperlukan untuk mencegah
terjadinya persilangan dengan varietas lain. Standar laboratorium selain diperlukan untuk
menjamin kemurnian genetik benih, juga diperlukan untuk menjamin mutu fisiologis benih
sehingga memiliki daya tumbuh yang tinggi, lebih vigor, dan tahan terhadap organisme
pengganggu tanaman.
Teknik produksi benih jagung umumnya hampir sama dengan teknik produksi jagung
secara komersial, walaupun ada beberapa tambahan kebutuhan yang unik untuk
memproduksi benih. Pertama, kualitas benih harus lebih baik daripada kualitas biji. Oleh
karena itu, perhatian dan input diberikan dalam sistem produksi benih lebih besar
dibandingkan dengan sistem produksi biji. Kedua, kesuburan lahan lebih seragam untuk
memudahkan seleksi dan rouging terhadap tipe galur yang menyimpang (offtype). Ketiga,
fasilitas pendukung mudah tersedia saat dibutuhkan, seperti tenaga kerja untuk pemotongan
bunga jantan (detasseling), perawatan, panen, dan pascapanen.
Menurut Arief (2013), penurunan mutu fisiologis benih dalam penyimpanan selain
berpengaruh terhadap vigor awal benih juga berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
perkembangan tanaman di lapangan yang pada akhirnya dapat memengaruhi tingkat
produktivitas tanaman.Kecambah dengan kondisi vigor yang kurang baik menghasilkan
pertumbuhan awal yang tidak optimal melalui pengaruhnya terhadap proses metabolisme
dalam tanaman seperti proses fotosintesis. Akibat adanya gangguan pada proses fotosintesis,
tanaman tumbuh tidak sempurna yang terlihat melalui penurunan kandungan klorofil daun
yang diamati. Penurunan hasil biji lebih besar pada benih dengan kadar air awal yang lebih
tinggi dan periode simpan yang lebih lama. Hal ini ditunjukkan dengan rendahnya persentase
tanaman tumbuh, banyaknya jumlah kecambah yang abnormal, dan dari kecambah yang
abnormal sistem perakaran juga menjadi tidak sempurna sehingga penyerapan nutrisi hara
tanaman pada masa awal pertumbuhan vegetatif menjadi tidak sempurna.
Menurut Badan penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (2015), benih yang
unggul harus disertai dengan mutu benih yang baik karena mutu benih juga akan
meningkatkan produktivitas hasil. Benih adalah bahan tanaman .yang berwujud biji. Oleh
karena itu, suatu biji belum tentu benih. Benih memiliki dan membawa sifat-sifat genetik
tanaman induknya dan akan tampil optimal jika benihnya tumbuh dan berproduksi pada
lingkungan yang optimal serta mutunya benih tinggi (daya tumbuh) dan vigor benih yang
tinggi. Oleh karena itu, benih merupakan komponen penting dalam budidaya tanaman. Benih
bermutu adalah benih yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Berlabel dan bersertifikat
2. Secara genetik memiliki tingkat kemurnian varietas yang tinggi, tidak tercampur dengan
sifat-sifat buruk dari varietas yang tidak dikehendaki
3. Secara fisiologis memiliki kemampuan berkecambah yang tinggi. Disarankan benih
terpakai memiliki daya kecambah lebih dari 95%.
4. Secara fisik benih terbebas dari gejala adanya serangan penyakit, warna dan ukuran benih
seragam, kadar air biji rendah (9-11%).

NB:

Dalam sistem sertifikasi benih, jika benih yang diuji daya tumbuhnya kurang dari standar uji
laboratorium maka benih tidak bisa lolos uji dan tidak boleh dipasarkan. Sedangkan jika
kadar airnya tidak sesuai atau lebih dari standar uji, maka benih masih bisa diuji ulang,
karena kadar air bisa diturunkan. Kebanyakan kasus yang terjadi adalah kadar air lebih dari
standar, sedangkan kadar air yang kurang dari standar uji jarang terjadi. Sertifikasi benih
dilakukan untuk mendapatkan label benih.

Dalam sertifikasi benih di Indonesia yang berhak dan punya wewenang untuk melakukan
sertifikasi benih adalah Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB) di bawah
Kementrian Pertanian. Namun perusahaan, badan usaha, ataupun perorangan juga diberikan
kewenangan untuk melakukan sertifikasi dan uji benih sendiri. Dengan syarat perusahaan
atau badan usaha memiliki sarana dan prasarana (seperti laboratorium pengujian dan alat-alat
uji) yang sesuai dengan standar pengujian benih.
DAFTAR PUSTAKA
Arief, R. Dan Zubachtirodin. 2012. Model Penangkaran Benih Jagung Berbasis Komunitas.
IPTEK Tanaman Pangan 7(2): 116-122
Arief, R. 2013. Tinjauan Mutu pada Produksi Benih Jagung di Tingkat Petani/Penangkar.
Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros
Badan Penyuluhan dan Pengenbangan SDM Pertanian. 2015. Pelatihan Teknis Budidaya
Jagung Bagi penyuluh Pertanian dan Babinsa. Pusat Pelatihan Pertanian
Rahmawati, Arief R., dan Subagio. 2013. Mutu Benih Jagung di Tingkat Petani dan
Penangkar di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Seminar Nasional Inovasi Teknologi
Pertanian: 143-153
Saenong, S., M. Azrai, R. Arief, dan Rahmawati. 2010. Pengelolaan Benih Jagung. Balai
Penelitian Tanaman Serealia. Maros

Anda mungkin juga menyukai