Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

RESISTENSI GULMA TERHADAP HERBISIDA

Disusun Oleh
Dessy Apriyani Sohilait

134140032

Eki Aisyah Kusumawati


Sigma Nugraha Mahasi
Whisnu Arry Prasetya
Hardias
Dwi Prasetyo
Angga Suseno
Himas Hanum Salamah

134140118
134140119
134140120
134140123
134140128
134140134
134140135

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN
YOGYAKARTA
2016

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Herbisida merupakan bahan kimia yang dapat digunakan untuk
mengendalikan pertumbuhan gulma karena dapat mematikan pertumbuhan
atau menghambat pertumbuhan normalnya. Penggunaan herbisida sebagai
salah satu cara mengendalikan pertumbuhan gulma telah dilakukan sejak
lama. Penelitian mengenai herbisida kimia telah dimulai pada awal abad ke-20
dengan herbisida pertama yang disintesis adalah 2,4-D. Penggunaan herbisida
ini terus dilakukan karena memiliki banyak kelebihan dibandingkan
pengendalian gulma dengan cara lain. Karena sifat dari herbisida yang efektif,
selektif, dan sistemik itulah maka petani dengan cepat menerima penggunaan
herbisida dalam kegiatan pengendalian gulma.
Dengan berbagai macam keunggulan penggunaan herbisida sebagai
salah satu cara pengendalian gulma maka petani dan perusahaan-perusahaan
besar lebih memilih menggunakan herbisida dibandingkan melakukan
pengandalian gulma secara mekanik. Ketika petani atau perusahaan telah
menemukan herbisida yang tepat digunakan dalam budidayanya, maka
herbisida tersebut akan terus digunakan setiap tahunnya dan sedikit
kemungkinan untuk menggantinya dengan jenis herbisida yang lain.
Pemakaian herbisida yang terus-menerus tersebut akan meningkatkan jumlah
residu herbisida dalam tanah. Residu herbisida merupakan sisa-sisa dari
herbisida dan derivatnya yang tetap tertinggal dalam tanah atau unsur
lingkungan lainnya.
Penggunaan suatu jenis herbisida secara terus-menerus dalam waktu
yang lama dapat mengakibatkan munculnya gulma yang resisten terhadap
herbisida yang digunakan tersebut. Dengan demikian, dosis pemakaian
herbisida akan terus ditingkatkan untuk mempertahankan efektivitas
penggunaan herbisida karena gulma yang telah resisten akan semakin sulit
untuk dikendalikan.
Herbisida atrazin merupakan salah satu herbisida dalam kelompok
triazin. Herbisida dalam kelompok triazin mulai banyak digunakan di seluruh
dunia pada tahun 1960. Namun dalam pemakaian herbisida yang relatif

singkat, pada pertengahan tahun 1980, telah ditemukan banyak spesies gulma
yang resisten terhadap triazin. Beberapa dari gulma yang resisten tersebut juga
ditemukan gulma yang mengalami resistensi silang terhadap herbisida lainnya.
Penggunaan atrazin telah menimbulkan kekhawatiran yang signifikan karena
akumulasi yang tinggi dari herbisida tersebut di sungai-sungai. Selain itu
bedasarkan penelitian yang dilakukan di Great Barrier Reef , Diuron
merupakan residu paling umum yang terdeteksi di 65% wilayah sampel di
sekitar Great Barrier Reef dan atrazin berada di peringkat nomor dua dengan
persentase residu sebesar.
Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan
tersebut adalah dengan melakukan pencampuran herbisida. Pencampuran
herbisida dilakukan dengan mencampurkan dua atau lebih bahan aktif dalam
kelompok yang berbeda dengan sifat yang tidak saling bertentangan. Contoh
pencampuran herbisida tersebut adalah mencampurkan bahan aktif atrazin
dengan mesotrion. Pencampuran ini diharapkan dapat meningkatkan
efektivitas kerja dari masing-masing bahan aktif.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud gulma resisten
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi resistensi gulma terhadap
herbisida?
3.
C. Tujuan

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Berkembangnya resistensi berbagai jenis hama, penyakit dan gulma
terhadap pestisida pada 50 tahun akhir ini merupakan masalah yang paling
serius yang kita hadapi sejak digunakannya secara luas pestisida organik
sintetik di seluruh dunia pada akhir Perang Dunia II. Resistensi hama terhadap
pestisida merupakan fenomena global yang dirasakan oleh semua pemangku
kepentingan (stakeholders) terutama petani di negara-negara maju maupun
negara-negara berkembang seperti Indonesia.
Secara ekonomi dan sosial dampak resistensi terhadap herbisida sangat
besar bagi para pengguna akhir pestisida terutama petani, industri penghasil
herbisida, pemerintah dan masyarakat. Petani harus mengeluarkan lebih
banyak biaya pengendalian karena mereka terpaksa mengaplikasikan herbisida
lebih sering dengan dosis yang lebih tinggi atau membeli herbisida baru yang
harganya lebih mahal. Pemerintah menderita kerugian karena sasaran
produktivitas pertanian dan keamanan pangan tidak tercapai. Industri herbisida
merugi karena penjualan berkurang, masa kehidupan herbisida di pasar
semakin pendek, dan biaya investasi untuk pengembangan senyawa-senyawa
baru belum terbayar kembali. Masyarakat merasakan dampaknya karena
penurunan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi, peningkatan harga
produk pertanian, serta peningkatan risiko bahaya bagi kesehatan masyarakat
dan lingkungan hidup.
Sebagian

besar

peningkatan resistensi herbisida

disebabkan

oleh

tindakan manusia terutama pengguna dalam mengaplikasikan pestisida tanpa


dilandasi oleh pengetahuan yang menyeluruh tentang sifat-sifat dasar pestisida
kimia termasuk pengembangan populasi resisten. Suatu jenis herbisida yang
oleh petani pada suatu saat dianggap sangat efektif dalam mengendalikan
gulma menjadi tidak berguna bila sebagian besar individu dalam populasi
menjadi resisten. Saat ini jumlah dan keragaman jenis gulma yang

menunjukkan resistensi terhadap satu atau beberapa jenis atau kelompok


herbisida semakin meningkat di seluruh dunia. Telah diketahui bahwa setiap
jenis organisme mempunyai kemampuan mengembangkan resistensi terhadap
jenis herbisida apapun. Laju peningkatan resistensi sangat ditentukan oleh
tindakan manusia dalam menggunakan dan memanfaatkan herbisida. Karena
itu satu-satunya jalan untuk memperlambat, menghindari atau membalik arah
pengembangan resistensi herbisida adalah melalui program pengelolaan
resistensi herbisida dengan perubahan tindakan manusia dalam menghasilkan,
mengaplikasikan dan mengawasi herbisida.
Tidak semua gulma di lahan pertanian mempunyai susunan genetik yang
sama. Keragaman genetik tersebut memungkinkan spesis gulma tertentu untuk
bertahan dan beradaptasi pada berbagai keadaan lingkungan sehingga paling
sedikit beberapa individu gulma tertentu hidup dan bereproduksi setiap tahun.
Keragaman genetik tersebut tidak sama untuk setiap spesis gulma. Suatu
populasi gulma yang mempunyai karakter khusus yang membuatnya mampu
bertahan pada tekanan seleksi yang diberikan disebut biotip (Gaussoin et al,
2012).
Konsekuensi dari pemakaian herbisida yang sama (sama jenis bahan
aktifatau sama cara kerja) secara berulang-ulang dalam periode yang lama
padasuatu areal maka ada dua kemungkinan masalah yang timbul pada areal
tersebut yaitu terjadi dominansi populasi gulma resisten-herbisida atau
dominansi gulma toleran herbisida(Purba, 2009). Resisten herbisida
didefinisikan sebagai kemampuan dari suatu gulma yang dapat diwariskan
untuk bertahan hidup dan bereproduksi pada dosis herbisida yang biasanya
efektif mengendalikan gulma tersebut. Aspek utama dalam konteks ini adalah
bahwa resistensi merupakan sebuah proses evolusi, dimana satu populasi
gulma berubah dari sensitif menjadi resisten. Individu gulma tidak berubah
dari sensitif menjadi resisten melainkan proporsi dari individu resisten yang
meningkat dalam populasi setelah beberapa waktu (Cobb dan Reade, 2010;
Moss, 2002; Prather et al, 2000).

Toleran herbisida adalah kemampuan dari satu spesis yang dapat


diwariskan untuk bertahan hidup dan bereproduksi setelah aplikasi
herbisida.Hal ini secara tidak langsung menyatakan bahwa toleransi terjadi
secara alami tanpa ada seleksi atau manipulasi genetik sebelumnya yang
membuat spesis tersebut toleran herbisida (Vencill et al, 2012). Resistensi
gulma terhadap herbisida pertama kali dilaporkan oleh Hilton (1957) terhadap
herbisida 2,4-D (golongan phenoxy) pada tahun 1957 di Hawai.
Pada tahun 1968, laporan pertama tentang resistensi herbisida pada
Senecio vulgaristerhadap herbisida triazine ditetapkan(Chaudhry, 2008).Pada
tahun 1980, Conyza canadensis, Erigeron philadelphicus L., E. sumatrensis
dan Youngia japonicaDC.diidentifikasi resisten terhadap paraquat pada kebun
buah-buahan di Jepang (Heap, 1997).
Peranan evolusi dalam keberagaman genetik pada populasi-populasi
besar menjelaskan bagaimana organisme biologi bertahan hidup dari peristiwa
bencana alam yang besar.Diawali dengan pengetahuan cemerlang dari ilmuan
alam

abad

19

seperti

Darwin,

Lamarck,

Mendel,

Wallace

yang

mengembangkan pemahaman bahwa seleksi alam memainkan peranan dalam


keragaman genetik yang memungkinkannya tetap hidup dalam keadaan
lingkungan yang berubah (Powles dan Yu, 2010).
Tingkat

evolusi

resistensi

terhadap

herbisida

dipengaruhi

oleh

karakteristik gulma dan herbisida. Karakteristik gulma yang penting meliputi


frekuensi gen, ukuran dan viabilitas simpanan biji gulma dalam tanah dan
ketahanan gulma sementara faktor herbisida meliputi potensi, dosis, frekuensi
aplikasi, dan persistensi herbisida dalam tanah (Valverde, 2000).
Dua karakter penting gulma yang lainnya yang berhubungan dengan
evolusi resistensi terhadap herbisida yaitu ukuran dan viabilitas dari simpanan
biji gulma dalam tanah dan kemampuan gulma. Hal ini karena sudah
bertahun-tahun simpanan biji gulma dalam tanah diperkaya oleh biji yang
berasal dari individu utama yang sensitif. Dalam beberapa kejadian, individu
yang membawa mutasi tertentu (seperti membawa sifat resistensi terhadap
herbisida) ditiadakan oleh gulma yang kurang adaptif atau kurang kuat pada

ketidakhadiran herbisida. Berkurangnya kemampuan tersebut sulit untuk


diukur tetapi itu dapat dihubungkan dengan terganggunya proses fisiologi
utama seperti proses fotosintesis atau seluruh karakteristik tumbuhan seperti
berkurangnya produksi biji atau berkurangnya kemampuan untuk bersaing.
Sering sekali biotip yang resisten tidak lebih kuat daripada gulma yang normal
(sensitif) (Valverde, 2003).
Resistensi gulma terhadap herbisida bukan karena mutasi melainkan
karena herbisida. Ilmuan mengungkapkan bahwa gulma tidak berubah
menjadi resisten melainkan populasi dari gulma tersebutlah yang berubah.
Populasi gulma sangat beranekaragam, walaupun kelihatan sama tetapi sangat
berbeda pada level genetik(Santhakumar, 2003).
Walaupun demikian, jika sebuah herbisida dari grup yang sama
diaplikasikan secara berulang-ulang pada populasi gulma tertentu, seluruh
keadaan bisa berubah. Sebagian besar biotip gulma yang peka akan mati
setelah aplikasi herbisida secara berulang, sementara disisilain beberapa biotip
gulma yang resisten mendapat kesempatan khusus untuk memperbanyak diri.
Oleh karena itu, penggunaan herbisida tertentu secara terus-menerus selama
beberapa tahun dapat secara drastis mengurangi jumlah biotip gulma yang
peka di dalam populasi gulma alami dan secara dramastis juga meningkatkan
jumlah biotip gulma yang resisten (Jasieniuk et al(1996) Dalam Ashigh dan
Sterling, 2010).
B. Faktor yang Mempengaruhi
Faktor-faktor yang menyebabkan berkembangnya resistensimeliputi
faktor genetik, biologi dan operasional. Faktor genetik antara lain meliputi
frekuensi, jumlah dan dominansi alel resisten. Faktor biologi-ekologi meliputi
jumlah generasi per tahun, mobilitas dan migrasi. Faktor perasional meliputi
jenis dan sifat Herbisida yang digunakan, jenis-jenis Herbisida yag digunakan
sebelumnya, persistensi, jumlah aplikasi dan stadium sasaran, dosis, frekuensi
dan cara aplikasi, bentuk formulasi (Vencill et al., 2011).

C. Mekanisme Resistensi
Resistensi di lapangan yang kadangkala diindikasikan oleh menurunnya
efektivitas suatu teknologi pengendalian tidak terjadi dalam waktu singkat.
Resistensi herbisida berkembang setelah adanya proses seleksi yang
berlangsung selama banyak generasi. Resistensi merupakan suatu fenomena
evolusi yang diakibatkan oleh seleksi pada gulma yang diberi perlakuan
herbisida secara terus menerus.
Di alam frekuensi alel individu rentan lebih besar dibandingkan
frekuensi alel individu resisten, dan frekuensi alel homozigot resisten (RR)
berkisar antara 10-2 sampai 10-13 (Georgiou dan Taylor 1986). Karena adanya
seleksi yang terus- menerus jumlah individu yang peka dalam suatu populasi
semakin sedikit dan meninggalkan individu-individu resisten. Individu
resisten ini akan bereproduksi sehingga menghasilkan keturunan yang resisten
pula. Populasi yang tetap hidup pada aplikasi herbisida permulaan akan
menambah proporsi individu yang tahan terhadap senyawa dan meneruskan
sifat ini pada keturunan mereka.
Karena pengguna herbisida sering menganggap bahwa individu-individu
gulma yang tetap hidup belum menerima dosis letal, petani mengambil
tindakan dengan meningkatkan dosis herbisida dan frekuensi aplikasi.
Tindakan ini yang mengakibatkan semakin menghilangnya proporsi individu
yang peka. Tindakan ini meningkatkan proporsi individu-individu yang tahan
dan tetap hidup. Dari generasi ke generasi proporsi individu resisten dalam
suatu populasi akan semakin meningkat dan akhirnya populasi tersebut akan
didominansi oleh individu yang resisten. Resistensi tidak akan menjadi
masalah sampai suatu populasi didominansi oleh individu-individu yang
resisten sehingga pengendalian gulma menjadi tidak efektif lagi.
Faktor-faktor yang menyebabkan berkembangnya resistensi meliputi
faktor genetik, biologi dan operasional (Georgiou, 1983).

1.

Faktor genetik antara lain meliputi frekuensi, jumlah dan dominansi alel
resisten. Faktor biologi-ekologi meliputi perilaku gulma, jumlah generasi
per tahun, keperidian, mobilitas dan migrasi.
Faktor operasional meliputi jenis dan sifat herbisida yang digunakan,

2.

jenis-jenis herbisida yang digunakan sebelumnya, persistensi, jumlah


aplikasi dan stadium sasaran, dosis, frekuensi dan cara aplikasi, bentuk
formulasi ,dan yang lain.
Faktor genetik dan biologi-ekologi lebih sulit dikelola dibandingkan

3.

faktor operasional. Faktor genetik dan biologi merupakan sifat asli


gulma sehingga di luar pengendalian kita. Dengan mempelajari sifatsifat tersebut dapat dihitung risiko munculnya populasi resisten suatu
jenis gulma.
Salah satu faktor yang mempengaruhi laju perkembangan resistensi
adalah tingkat tekanan seleksi yang diterima oleh suatu populasi gulma. Pada
kondisi yang sama, suatu populasi yang menerima tekanan yang lebih keras
akan berkembang menjadi populasi yang resisten dalam waktu yang lebih
singkat dibandingkan populasi gulma yang menerima tekanan seleksi yang
lemah.
Dalam penggunaan herbisida, salah satu faktor penentu keberhasilan
pengendalian gulma adalah dosis herbisida. Ketepatan dalam penggunaan
dosis

herbisida

memungkinkan

tercapainya

keselektifitasan

herbisida

(Yernelis, 2002).
Dikatakan oleh Basuki et al. (1986) bahwa penggunaan herbisida
pada areal pertanaman, sering menyebabkan terjadinya perubahan spesies
gulma yang dominan. Dijelaskan oleh Radosevich dan Holt (1984), bahwa
perubahan komposisi gulma akibat penggunaan herbisida lebih nampak secara
nyata bila dibandingkan dengan metode pengendalian gulma lainnya.
Ditambahkan oleh Mercado (1979) bahwa faktor utama yang mempengaruhi
perubahan komposisi gulma adalah metode pengendalian gulma, perubahan
pengelolaan air, pemupukan, perubahan dalam tanaman pokok, varietas dan
sistem pertanaman. Penggunaan herbisida yang kurang tepat dalam

pengendalian gulma adalah timbulnya suatu jenis gulma yang resisten dan
lebih sulit dikendalikan dari gulma sebelumnya.
Resistensi herbisida adalah kemampuan yang diturunkan pada
suatu tumbuhan untuk bertahan hidup dan bereproduksi yang pada kondisi
penggunaan dosis herbisida secara normal mematikan jenis populasi gulma
tersebut (Prather, Ditomaso, dan Holt, 2000). Ada sepuluh spesies gulma
paling penting yang telah resisten terhadap herbisida di banyak belahan dunia,
yaitu Lolium rigidum, Avena fatua, Amaranthus retroflexus, Chenopodium
album, Setaria viridis, Echinochloa cruss-galli, Eleusine indica, Kochia
scoparia, Conyza canadensis, dan Amaranthus hybridus (Heap, 2012).
Pengendalian gulma dengan menggunakan herbisida yang terus
menerus dapat mengakibatkan gulma menjadi toleran pada suatu jenis
herbisida tertentu dan bahkan dapat menjadi resisten (Moenandir, 1993).
Populasi resisten terbentuk akibat adanya tekanan seleksi oleh penggunaan
herbisida sejenis secara berulang-ulang dalam periode yang lama. Sedangkan
gulma toleran herbisida tidak melalui proses tekanan seleksi (Purba, 2009).
Pemakaian suatu jenis herbisida secara terus menerus akan
membentuk gulma yang resisten sehingga akan sulit mengendali-kannya.
Guna mengantisipasi kelemahan tersebut diatas adalah dengan mencampurkan
dua herbisida (Akobundu, 1987). Pencampuran dua jenis herbisida telah
dilakukan sejak lama dengan tujuan untuk memperluas spektrum pengendalian
gulma, mengurangi resistensi gulma terhadap salah satu herbisida sehingga
mencegah vegetasi gulma yang mengarah ke homogen.
Herbisida klomazon merupakan herbisida sistemik, diberikan pre
emergence pada permukaan tanah. Herbisida ini akan diserap oleh akar
tanaman dan ditranslokasikan ke atas dan tinggal di daun. Herbisida ini
memberikan

efek

penghambat

pembentukan

karotenoid,

sehingga

menyebabkan pemutihan kloroplas. Herbisida klomazon dapat digunakan


untuk mengendalikan gulma golongan teki dan gulma daun lebar, sedangkan
metribuzin dapat digunakan untuk mengendalikan gulma golongan rumput

dan daun lebar. Cara kerja herbisida mertibuzin adalah mengganggu aktivitas
fotosintesis.
Pencampuran dua jenis herbisida mem-buat makin bertambahnya
efektifitas dan ekonomis dalam metode pengendalian gulma. Pencampuran
kedua jenis herbisida ini akan memperlihatkan hubungan satu bahan dengan
bahan yang lain yang dinamakan dengan in-teraksi . Ketika dua atau lebih
bahan kimia terakumulasi di dalam tanaman, mereka mela-kukan interaksi dan
respon ditunjukkan keluar menghasilkan reaksi yang berbeda ketika bahan
kimia tersebut diberikan sendiri-sendiri. Interaksi ini bisa bersifat sinergi,
adidtiv atau antagonis.
Contoh herbisida sistemik adalah Glifosat, Sulfosat, Centop, See Top,
Kleen up, Sidalaris, Round up, Amara, Supremo, Sweeper, Serbu, Solusi dan
lain-lain.
D. Sifat Khas Resistensi
Populasi gulma resisten-herbisida adalah populasi yang mampu bertahan
hidup normal pada dosis herbisida yang biasanya mematikan populasi
tersebut.Populasi resisten terbentuk akibat adanya tekanan seleksi oleh
penggunaan herbisida sejenis secara berulang-ulang dalam periode yang lama.
Sedangkan gulma toleran herbisida adalah spesies gulma yang mampu
bertahan hidup secara normal walaupun diberi perlakuan herbisida.
Kemampuan bertahan tersebut dimiliki oleh seluruh individu anggota spesies
tersebut; jadi tidak melalui proses tekanan seleksi ( Purba, 2009).
Konsekuensi dari pemakaian herbisida yang sama (sama jenis bahan
aktif atau sama cara kerja) secara berulang-ulang dalam periode yang lama
pada suatu areal maka ada dua kemungkinan masalah yang timbul pada areal
tersebut; yaitu terjadi dominansi populasi gulma resisten-herbisida atau
dominansi gulma toleran herbisida. Pada suatu populasi gulma yang
dikendalikan menggunakan satu jenis herbisida dengan hasil memuaskan, ada
kemungkinan satu individu dari sekian juta individu yang diberi herbisida
memiliki gen yang membuat individu tersebut kebal terhadap herbisida

tersebut. Individu yang kebal tersebut tumbuh normal dan menghasilkan


regenerasi, sejumlah individu yang juga tahan terhadap herbisida yang sama
pada aplikasi herbisida berikutnya. Demikian seterusnya secara berulangulang, setiap pengaplikasian herbisida yang sama akan mematikan individuindividu yang sensitif dan meninggalkan individu-individu yang resisten
( Purba, 2009).
Gulma resisten juga mampu bertahan hidup bila diaplikasikan dengan
herbisida lain dibandingkan dengan herbisida yang menyebabkan gulma ini
resisten. Gulma resisten dapat dikelompokkan lagi menjadi cross resistance
(resistensi silang) dan multiple resistance (resistensi ganda). Cross resistance
adalah suatu populasi gulma mengalami resistensi terhadap herbisida lain yang
belum pernah diaplikasikan pada gulma tersebut. Sedangkan multiple
resistance adalah suatu populasi gulma yang awalnya mengalami resistensi
dengan satu herbisida maka ketika diaplikasikan dengan herbisida lainnya
selama beberapa tahun akan menjadi resisten (Ashigh dan Sterling, 2009).
Pada umumnya resistensi pada suatu metal menunjukan dominansi,
sebagian dari ini karena proses evolusi, ditentukan oleh gen yang belum
mantap mengalami seleksi alam. Dapat pula dihasilkan melalui pengaruh
keterbatasan dimana resistensi tidak nampak sampai jumlah gen tertentu ada.
Karenanya, dominasi dapat berubah sesuai dengan tingkat metal penyebab
resistensi meningkat.
Tumbuhan yang resisten terhadap metal, mempunyai kadar metal pada
tubuh akarnya seperti pada tumbuhan yang tumbuh normal lainnya. Selama
metal dalam tubuh tumbuhan itu tidak dapat didetoksifikasikan, timbulah
suatu cara lain untuk mengatasinya. Keseimbangan kejadian menunjukan
bahwa bentuk metal adalah kompleks yang dipertukarkan menjadi tak tersedia
dan tidak menyebabkan kerusakan, yang terjadinya pada dinding sel atau
vakuolasi. Secara sederhana, mekanisme resistensi pada herbisida yang
dianalogikan dengan metal, dapat diturunkan sebagai suatu hasil oleh
mekanisme yang menyebabkan pematahan sifat molekul aktif.

Demikianlah mekanisme yang terjadi pada tumbuhan yang toleran atau


resisten pada metal akan berlaku pula pada tumbuhan yang resisten atau
toleran pada herbisida
E. Manajemen Resistensi Herbisida
Dari data base internasional untuk resisten herbisida
(www.weedscience.org/in.asp) telah diaporkan lebih dari 310
biotip

resisten

dan

183

spesies

gulma

yang

resisten.

Manajemen resisten yang terbaik tentunya pencegahan,


menggunakan startegi yang efektif dari segi teknik dan
ekonomi. Pencegahan yang efektif adalah salah satu cara
yang dapat mengurangi masalah tenakan seleksi (Palou et al.,
2008).
Beberapa tindakan pencegahan harus sesuai dengan
keadaan untuk pencegahan atau manajemen resisten pada
gulma termasuk rotasi herbisida, rotasi tanaman, rotasi cara
pengendalian

gulma

(secara

mekanis,

penggunaan

bioherbisida, tumbuhan penutup, dan menggunakan benih


yang bersih), dan menurunkan tekanan seleksi. Menurunkan
tekanan seleksi dengan aplikasi herbisida dosis rendah dapat
mempermudah berkembangnya resisten non-target. Dosis
sedang (menengah) seharusnya cukup untuk mengendalikan
individu yang memiliki tingkat resistensi rendah. Hal ini juga
penting untuk mengenal mekanisme kerja dan resistensi agar
dapat memilih beberapa pilihan manajemen (Alla dan Hassan,
2008).
Para
maksimal

petani
untuk

pasti

mengharapkan

pertaniannya.

keuntungan

Masalahnya,

yang

resisten

meningkat beberapa tahun setelah penggunaan bahan kimia,


sedangkan

biaya-biaya

berbagai

manajemen

lain

yang

dibutuhkan sangat besar. Berdasarkan (Gorddard et al., 1995)

hal tersebut, kita harus fokus pada situasi dimana penanaman


dapat

terus-menerus

dilakukan

dan

penggunaan

lahan

menjadi lebih maksimal sebelum meningkatnya resisten


terhadap herbisida. Beberapa pilihan manajemen tersebut
adalah :
1. Menggunakan cara pengendalian gulma non-kimia
2. Menurunkan dosis herbisida yang diaplikasikan.
3. Tidak menggunakan herbisida selektif dan gulma
dikendalikan

dengan

metode

alternatif

yang

tidak

meningkatkan level resisten gulma tersebut.


Ada beberapa petunjuk yang dapat membantu untuk
mencegah atau menunda gulma yang resisten terhadap
herbisida agar tidak menjadi masalah ekonomi, yaitu :
1.

Mengadakan rotasi tanaman. Melakukan rotasi tanaman


berarti

menggunakan

berbagai

herbisida

dalam

pengendalian gulma sehingga biotip resisten sulit untuk


2.

berkembang.
Melakukan
pencampuran

herbisida.

Pencampuran

beberapa herbisida dengan mekanisme kerja yang juga


3.

berbeda dapat membatasi pertumbuhan biotip resisten.


Menggunakan herbisida dengan tingkat residu yang
rendah. (Ferrell et al., 2014)

BAB III
KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

Basuki, Y. Wiroadmodjo, S.S. Satroutomo, dan Sudarsono. 1986. Dinamika


populasi gulma akibat pengendalian gulma di pertanaman stevia. Hal.
95-102. Dalam:O.R. Madkar, A. Soedarsan dan S.S.Sastroutomo.
Prodising Konferensi VIII Himpunan Ilmu Gulma Indonesia. Bandung,
24-26 Maret 1986.
Heap,

I. 2012. International Survey of Herbicide Resistant Weeds.


http://www.weedscience.com. Diakses tanggal 16 November 2016.

Mercado, B.L. 1979. Introduction to weed science. SEARCA. Los Banos,


Laguna, Phillippines.
Moenandir, J. 1990. Fisiologi Herbisida. Rajawali Pers. Jakarta.
Prather, T. S., J. M. Ditomaso, dan J. S. Holt. 2000. Herbicide Resistance:
Definition and Management Strategies. University of California 8012:12
Purba, E. 2009. Keanekaragaman Herbisida Dalam Pengendalian Gulma
Mengatasi Populasi Gulma Resisten dan Toleran Herbisida. Pidato
Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara,
Medan.
Radosevichh, S.R., and J.S. Holt, 1984. Weed ecology: Implication for vegetation
management. John Wiley and Sons. New York.
Yernelis, S. 2002. Gulma dan teknik pengendaliannya. Raja Grafindo Persada.
Jakarta

Anda mungkin juga menyukai