Disusun Oleh
Dessy Apriyani Sohilait
134140032
134140118
134140119
134140120
134140123
134140128
134140134
134140135
BAB I
PENDAHULUAN
singkat, pada pertengahan tahun 1980, telah ditemukan banyak spesies gulma
yang resisten terhadap triazin. Beberapa dari gulma yang resisten tersebut juga
ditemukan gulma yang mengalami resistensi silang terhadap herbisida lainnya.
Penggunaan atrazin telah menimbulkan kekhawatiran yang signifikan karena
akumulasi yang tinggi dari herbisida tersebut di sungai-sungai. Selain itu
bedasarkan penelitian yang dilakukan di Great Barrier Reef , Diuron
merupakan residu paling umum yang terdeteksi di 65% wilayah sampel di
sekitar Great Barrier Reef dan atrazin berada di peringkat nomor dua dengan
persentase residu sebesar.
Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan
tersebut adalah dengan melakukan pencampuran herbisida. Pencampuran
herbisida dilakukan dengan mencampurkan dua atau lebih bahan aktif dalam
kelompok yang berbeda dengan sifat yang tidak saling bertentangan. Contoh
pencampuran herbisida tersebut adalah mencampurkan bahan aktif atrazin
dengan mesotrion. Pencampuran ini diharapkan dapat meningkatkan
efektivitas kerja dari masing-masing bahan aktif.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud gulma resisten
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi resistensi gulma terhadap
herbisida?
3.
C. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Berkembangnya resistensi berbagai jenis hama, penyakit dan gulma
terhadap pestisida pada 50 tahun akhir ini merupakan masalah yang paling
serius yang kita hadapi sejak digunakannya secara luas pestisida organik
sintetik di seluruh dunia pada akhir Perang Dunia II. Resistensi hama terhadap
pestisida merupakan fenomena global yang dirasakan oleh semua pemangku
kepentingan (stakeholders) terutama petani di negara-negara maju maupun
negara-negara berkembang seperti Indonesia.
Secara ekonomi dan sosial dampak resistensi terhadap herbisida sangat
besar bagi para pengguna akhir pestisida terutama petani, industri penghasil
herbisida, pemerintah dan masyarakat. Petani harus mengeluarkan lebih
banyak biaya pengendalian karena mereka terpaksa mengaplikasikan herbisida
lebih sering dengan dosis yang lebih tinggi atau membeli herbisida baru yang
harganya lebih mahal. Pemerintah menderita kerugian karena sasaran
produktivitas pertanian dan keamanan pangan tidak tercapai. Industri herbisida
merugi karena penjualan berkurang, masa kehidupan herbisida di pasar
semakin pendek, dan biaya investasi untuk pengembangan senyawa-senyawa
baru belum terbayar kembali. Masyarakat merasakan dampaknya karena
penurunan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi, peningkatan harga
produk pertanian, serta peningkatan risiko bahaya bagi kesehatan masyarakat
dan lingkungan hidup.
Sebagian
besar
disebabkan
oleh
abad
19
seperti
Darwin,
Lamarck,
Mendel,
Wallace
yang
evolusi
resistensi
terhadap
herbisida
dipengaruhi
oleh
C. Mekanisme Resistensi
Resistensi di lapangan yang kadangkala diindikasikan oleh menurunnya
efektivitas suatu teknologi pengendalian tidak terjadi dalam waktu singkat.
Resistensi herbisida berkembang setelah adanya proses seleksi yang
berlangsung selama banyak generasi. Resistensi merupakan suatu fenomena
evolusi yang diakibatkan oleh seleksi pada gulma yang diberi perlakuan
herbisida secara terus menerus.
Di alam frekuensi alel individu rentan lebih besar dibandingkan
frekuensi alel individu resisten, dan frekuensi alel homozigot resisten (RR)
berkisar antara 10-2 sampai 10-13 (Georgiou dan Taylor 1986). Karena adanya
seleksi yang terus- menerus jumlah individu yang peka dalam suatu populasi
semakin sedikit dan meninggalkan individu-individu resisten. Individu
resisten ini akan bereproduksi sehingga menghasilkan keturunan yang resisten
pula. Populasi yang tetap hidup pada aplikasi herbisida permulaan akan
menambah proporsi individu yang tahan terhadap senyawa dan meneruskan
sifat ini pada keturunan mereka.
Karena pengguna herbisida sering menganggap bahwa individu-individu
gulma yang tetap hidup belum menerima dosis letal, petani mengambil
tindakan dengan meningkatkan dosis herbisida dan frekuensi aplikasi.
Tindakan ini yang mengakibatkan semakin menghilangnya proporsi individu
yang peka. Tindakan ini meningkatkan proporsi individu-individu yang tahan
dan tetap hidup. Dari generasi ke generasi proporsi individu resisten dalam
suatu populasi akan semakin meningkat dan akhirnya populasi tersebut akan
didominansi oleh individu yang resisten. Resistensi tidak akan menjadi
masalah sampai suatu populasi didominansi oleh individu-individu yang
resisten sehingga pengendalian gulma menjadi tidak efektif lagi.
Faktor-faktor yang menyebabkan berkembangnya resistensi meliputi
faktor genetik, biologi dan operasional (Georgiou, 1983).
1.
Faktor genetik antara lain meliputi frekuensi, jumlah dan dominansi alel
resisten. Faktor biologi-ekologi meliputi perilaku gulma, jumlah generasi
per tahun, keperidian, mobilitas dan migrasi.
Faktor operasional meliputi jenis dan sifat herbisida yang digunakan,
2.
3.
herbisida
memungkinkan
tercapainya
keselektifitasan
herbisida
(Yernelis, 2002).
Dikatakan oleh Basuki et al. (1986) bahwa penggunaan herbisida
pada areal pertanaman, sering menyebabkan terjadinya perubahan spesies
gulma yang dominan. Dijelaskan oleh Radosevich dan Holt (1984), bahwa
perubahan komposisi gulma akibat penggunaan herbisida lebih nampak secara
nyata bila dibandingkan dengan metode pengendalian gulma lainnya.
Ditambahkan oleh Mercado (1979) bahwa faktor utama yang mempengaruhi
perubahan komposisi gulma adalah metode pengendalian gulma, perubahan
pengelolaan air, pemupukan, perubahan dalam tanaman pokok, varietas dan
sistem pertanaman. Penggunaan herbisida yang kurang tepat dalam
pengendalian gulma adalah timbulnya suatu jenis gulma yang resisten dan
lebih sulit dikendalikan dari gulma sebelumnya.
Resistensi herbisida adalah kemampuan yang diturunkan pada
suatu tumbuhan untuk bertahan hidup dan bereproduksi yang pada kondisi
penggunaan dosis herbisida secara normal mematikan jenis populasi gulma
tersebut (Prather, Ditomaso, dan Holt, 2000). Ada sepuluh spesies gulma
paling penting yang telah resisten terhadap herbisida di banyak belahan dunia,
yaitu Lolium rigidum, Avena fatua, Amaranthus retroflexus, Chenopodium
album, Setaria viridis, Echinochloa cruss-galli, Eleusine indica, Kochia
scoparia, Conyza canadensis, dan Amaranthus hybridus (Heap, 2012).
Pengendalian gulma dengan menggunakan herbisida yang terus
menerus dapat mengakibatkan gulma menjadi toleran pada suatu jenis
herbisida tertentu dan bahkan dapat menjadi resisten (Moenandir, 1993).
Populasi resisten terbentuk akibat adanya tekanan seleksi oleh penggunaan
herbisida sejenis secara berulang-ulang dalam periode yang lama. Sedangkan
gulma toleran herbisida tidak melalui proses tekanan seleksi (Purba, 2009).
Pemakaian suatu jenis herbisida secara terus menerus akan
membentuk gulma yang resisten sehingga akan sulit mengendali-kannya.
Guna mengantisipasi kelemahan tersebut diatas adalah dengan mencampurkan
dua herbisida (Akobundu, 1987). Pencampuran dua jenis herbisida telah
dilakukan sejak lama dengan tujuan untuk memperluas spektrum pengendalian
gulma, mengurangi resistensi gulma terhadap salah satu herbisida sehingga
mencegah vegetasi gulma yang mengarah ke homogen.
Herbisida klomazon merupakan herbisida sistemik, diberikan pre
emergence pada permukaan tanah. Herbisida ini akan diserap oleh akar
tanaman dan ditranslokasikan ke atas dan tinggal di daun. Herbisida ini
memberikan
efek
penghambat
pembentukan
karotenoid,
sehingga
dan daun lebar. Cara kerja herbisida mertibuzin adalah mengganggu aktivitas
fotosintesis.
Pencampuran dua jenis herbisida mem-buat makin bertambahnya
efektifitas dan ekonomis dalam metode pengendalian gulma. Pencampuran
kedua jenis herbisida ini akan memperlihatkan hubungan satu bahan dengan
bahan yang lain yang dinamakan dengan in-teraksi . Ketika dua atau lebih
bahan kimia terakumulasi di dalam tanaman, mereka mela-kukan interaksi dan
respon ditunjukkan keluar menghasilkan reaksi yang berbeda ketika bahan
kimia tersebut diberikan sendiri-sendiri. Interaksi ini bisa bersifat sinergi,
adidtiv atau antagonis.
Contoh herbisida sistemik adalah Glifosat, Sulfosat, Centop, See Top,
Kleen up, Sidalaris, Round up, Amara, Supremo, Sweeper, Serbu, Solusi dan
lain-lain.
D. Sifat Khas Resistensi
Populasi gulma resisten-herbisida adalah populasi yang mampu bertahan
hidup normal pada dosis herbisida yang biasanya mematikan populasi
tersebut.Populasi resisten terbentuk akibat adanya tekanan seleksi oleh
penggunaan herbisida sejenis secara berulang-ulang dalam periode yang lama.
Sedangkan gulma toleran herbisida adalah spesies gulma yang mampu
bertahan hidup secara normal walaupun diberi perlakuan herbisida.
Kemampuan bertahan tersebut dimiliki oleh seluruh individu anggota spesies
tersebut; jadi tidak melalui proses tekanan seleksi ( Purba, 2009).
Konsekuensi dari pemakaian herbisida yang sama (sama jenis bahan
aktif atau sama cara kerja) secara berulang-ulang dalam periode yang lama
pada suatu areal maka ada dua kemungkinan masalah yang timbul pada areal
tersebut; yaitu terjadi dominansi populasi gulma resisten-herbisida atau
dominansi gulma toleran herbisida. Pada suatu populasi gulma yang
dikendalikan menggunakan satu jenis herbisida dengan hasil memuaskan, ada
kemungkinan satu individu dari sekian juta individu yang diberi herbisida
memiliki gen yang membuat individu tersebut kebal terhadap herbisida
resisten
dan
183
spesies
gulma
yang
resisten.
gulma
(secara
mekanis,
penggunaan
petani
untuk
pasti
mengharapkan
pertaniannya.
keuntungan
Masalahnya,
yang
resisten
biaya-biaya
berbagai
manajemen
lain
yang
terus-menerus
dilakukan
dan
penggunaan
lahan
dengan
metode
alternatif
yang
tidak
menggunakan
berbagai
herbisida
dalam
berkembang.
Melakukan
pencampuran
herbisida.
Pencampuran
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA