Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Jl. Tangkuban Perahu No. 517, Lembang, Bandung-40391
ABSTRAK. Witono Adiyoga, Anna Laksanawati, Thomas Agoes Soetiarso dan Achmad Hidayat. 2000.
Persepsi petani terhadap status dan prospek penggunaan SeMNPV pada usahatani bawang merah.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji persepsi petani pengguna berkenaan dengan status dan prospek
penggunaan SeMNPV dalam mengendalikan ulat bawang. Survai dilaksanakan pada bulan Januari-Maret 2000 di
desa Dukuh Wringin, kecamatan Wanasari dan desa Sitanggal, kecamatan Larangan, Brebes, Jawa Tengah.
Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara 30 orang responden yang dipilih secara acak sederhana. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa persepsi positif petani menyangkut atribut inovasi SeMNPV (keunggulan relatif,
kompatibilitas, kompleksitas, kemungkinan untuk dicoba dan kemungkinan untuk diamati) mengindikasikan
adanya potensi yang cukup tinggi berkenaan dengan kemungkinan adopsi SeMNPV. Difusi SeMNPV berjalan
menggunakan saluran komunikasi interpersonal, terutama melalui pendekatan kelompok (pelatihan atau
penyuluhan). Sebagian besar responden mempersepsi dukungan sistem sosial yang cukup tinggi terhadap
kelancaran arus informasi dan komunikasi pengembangan SeMNPV. Sementara itu, sebagian besar responden
memberikan tanggapan yang bersifat positif, berkenaan dengan metode, materi serta kegigihan petugas dalam
mempromosikan penggunaan SeMNPV untuk mengendalikan hama ulat bawang. Dalam kurun waktu 2-3 tahun
terakhir, sebagian besar responden memutuskan untuk menerima inovasi SeMNPV. Keputusan penolakan yang
berupa penolakan aktif dan pasif ternyata persentasenya relatif rendah (< 10%). Beberapa kendala
pengembangan menurut persepsi responden antara lain adalah: (a) proses pembuatan SeMNPV dirasakan petani
kurang praktis, (b) waktu aplikasi yang tidak fleksibel, yaitu pagi hari atau sore hari, dan (c) efektivitas agensia
hayati SeMNPV yang relatif rendah karena baru dapat membunuh ulat dalam waktu 2-4 hari. Prospek
pengembangan penggunaan SeMNPV sebenarnya cukup menjanjikan sebagaimana diindikasikan oleh masih
bertahannya petani menggunakan SeMNPV dalam 2-3 tahun terakhir. Kajian awal keberadaan SeMNPV di
lapangan memberikan gambaran bahwa prospek pengembangannya perlu didukung dengan upaya-upaya
perbaikan, terutama menyangkut kepraktisan pembuatan serta efektivitas SeMNPV.
ABSTRACT. Witono Adiyoga, Anna Laksanawati, Thomas Agoes Soetiarso dan Achmad Hidayat. 2000.
Farmers' perceptions on the status and prospect of SeMNPV-use in shallot cultivation The objective of this
study was to evaluate farmers' perceptions with regard to the status and prospect of SeMNPV in controlling shallot
worm. Survey was carried out in January-March 2000, in Dukuh Wringin, Wanasari sub-district and Sitanggal,
Larangan sub-district, Brebes, Central Java. Data were collected from interviews with 30 respondents, who were
selected randomly. Results suggest that positive perceptions from farmers with regard to the atributes of SeMNPV
innovation (relative advantage, compatibility, complexity, trialability, and observability) indicate a high potential
adoption of SeMNPV. Communication channel used for the diffusion of SeMNPV is mostly interpersonal
communication by using group approach (training or extension). Respondents mostly perceive that there is a
strong support from local social system to the information and communication flow of SeMNPV development. At
the same time, most respondents also perceive that the method, material and change agents' efforts in diffusing
SeMNPV are effective and appropriate. Since the last 2-3 years ago, most respondents decided to accept the
innovation of SeMNPV. Percentage of respondents who decides to reject SeMNPV, both active and passive
rejection, is relatively low (< 10%). Some constraints for the development of SeMNPV as perceived by
respondents are: (a) process for the making of SeMNPV is impractical, (b) time of application is inflexible -- early in
the morning or late in the afternoon, and (c) the effectiveness of SeMNPV is considered relatively low, because it
may just kill the shallot worm after 2-4 days. As indicated by most respondents who are still using SeMNPV since
the last 2-3 years ago, the prospect of wider adoption for SeMNPV is quite promising. Preliminary study on the
existence of SeMNPV at the farmers' level suggests that some improvements, especially in terms of its practicality
and effectiveness, are absolutely needed.
1
Penggunaan pestisida kimiawi memang diakui dapat mengurangi kehilangan hasil,
namun sering pula mengakibatkan eksplosi serangan hama penyakit sebagai konsekuensi dari
musnahnya musuh alami serta munculnya resistensi hama dan hama-hama sekunder.
Penggunaan pestisida secara berlebih dan kurang selektif, tidak saja berbahaya terhadap
kesehatan manusia, tetapi juga terhadap kelestarian lingkungan (Farah, 1994). Khusus untuk
bawang merah, kehilangan hasil panen akibat serangan ulat bawang, Spodoptera exigua Hbn.
berkisar antara 45-57% (Dibiyantoro, 1990). Sampai saat ini, pengendalian hama penyakit
pada bawang merah masih sangat tergantung pada penggunaan pestisida. Pada musim
kemarau, rata-rata jumlah penyemprotan yang dilakukan petani adalah 17 kali/musim dengan
2,4 jenis bahan aktif per aplikasi. Sedangkan pada musim penghujan, rata-rata jumlah
penyemprotan adalah 15 kali/musim dengan 1,1 jenis bahan aktif per perlakuan. Sebagian
petani masih banyak yang lebih menyukai penggunaan pestisida murah berspektrum luas,
atau mencampur beberapa jenis insektisida dan fungisida sebagai salah satu strategi
pengendalian risiko kegagalan panen (Buurma & Nurmalinda, 1992).
Sementara itu, studi komparatif yang dilakukan oleh Oerke et.al. (1994) mengenai
kehilangan hasil secara global antara 1965 dan 1990 (untuk delapan komoditas utama dunia),
bahkan memberikan konfirmasi bahwa proporsi kehilangan hasil justru semakin meningkat
bersamaan dengan penggunaan pestisida yang juga meningkat secara cepat. Secara parsial,
paradoks ini merupakan pencerminan dari adanya peningkatan komersialisasi pertanian serta
ketergantungan terhadap material agrokimia yang telah mengarah pada perubahan sistem
usahatani dengan produktivitas lebih tinggi, tetapi sekaligus juga disertai dengan adanya
peningkatan kerentanan tanaman terhadap serangan hama penyakit. Berbagai perubahan
pada sistem produksi, diantaranya ditunjukkan oleh adanya peningkatan monokultur dan
penurunan diversitas tanaman, penurunan rotasi tanaman, serta penggunaan bahan-bahan
kimia yang dapat mempengaruhi fisiologi tanaman, sehingga tanaman tersebut justru menjadi
lebih peka terhadap hama penyakit (Pimentel, 1995). Faktor lain yang tampaknya juga
memiliki kontribusi cukup signifikan terhadap paradoks di atas adalah semakin meningkatnya
resistensi beberapa jenis hama terhadap pestisida kimiawi (Moekasan, 1998).
Perkembangan industri pestisida mengindikasikan bahwa beberapa tahun ke depan,
akan terdapat suatu kecenderungan yang semakin meningkat menyangkut penawaran pesti-
sida yang memiliki karakteristik: (a) berspektrum sempit, (b) kurang/tidak persisten di alam,
dan (c) tingkat racun relatif rendah. Saat ini, kemungkinan terjadinya hama resisten bahkan
telah dijadikan sebagai salah satu bagian integral dalam mengevaluasi calon produk pestisida
baru (Yudelman et al., 1998). Namun demikian, terlepas dari perkembangan tersebut,
pengaruh negatif penggunaan pestisida yang bersifat aktual dan potensial cenderung mengin-
dikasikan lebih banyaknya keuntungan/manfaat yang akan diperoleh jika ketergantungan
terhadap pestisida kimiawi dapat dikurangi.
Salah satu pendekatan alternatif dalam pengendalian hama penyakit adalah
penggunaan biopestisida. Pestisida biologis ini semakin diminati karena (a) tidak mening-
galkan residu berbahaya, (b) target-spesifik dan tidak membahayakan organisme berguna,
and (c) memungkinkan pertumbuhan musuh alami yang dapat mengurangi penggunaan
pestisida. Namun demikian, disamping beberapa keunggulan tersebut, terdapat suatu
kekhawatiran bahwa biopestisida ini tidak seefektif/seefisien dan semurah pestisida kimiawi.
Di sisi lain, perlu pula dipahami bahwa strategi baru yang dikembangkan sebagai respon
terhadap degradasi lingkungan, mungkin saja tidak lebih menguntungkan dan tidak
memberikan produksi lebih tinggi dibandingkan dengan sistem konvensional, namun sering-
kali dapat mengurangi emisi hara tanaman dan pestisida (de Buck et al., 1999).
Nuclear Polyhedrosis Virus (NPV) merupakan salah satu jenis virus patogen target-
spesifik yang dapat memberikan pemecahan bersifat lebih berkelanjutan (a more sustainable
2
solution) terhadap masalah pengendalian hama. Di Indonesia, NPV telah dimanfaatkan untuk
mengendalikan Spodoptera litura F. pada kedelai (Arifin, 1988) dan Helicoverpa armigera Hbn.
pada kapas (Indrayani dan Gotama, 1991). Sementara itu, pada tanaman sayuran, khususnya
bawang merah, pengujian di laboratorium (Sutarya, 1996) dan di lapangan (Moekasan, 1998)
juga menunjukkan bahwa NPV cukup efektif dalam mengendalikan Spodoptera exigua. Hasil
pengujian ini masih belum cukup memberikan data pendukung untuk mengkonfirmasi
kelayakannya di tingkat petani. Sejalan dengan konsep PHT, komponen teknologi yang
diinginkan harus berorientasi pada profitabilitas produsen, kualitas lingkungan dan keamanan/
keselamatan manusia (Hill et al., 1999). Langkah pertama untuk mendekati sasaran tersebut
adalah dengan mengevaluasi persepsi petani pengguna berkenaan dengan status dan
prospek penggunaan SeMNPV dalam mengendalikan ulat bawang.
METODOLOGI PENELITIAN
Lokasi penelitian dipilih secara sengaja berdasarkan: (a) potensinya sebagai sentra
produksi bawang merah, dan (b) pola pengusahaan yang dilakukan secara kontinyu. Mengacu
pada Data Bank (LEHRI/ATA-395, 1992), kabupaten Brebes ditetapkan sebagai lokasi
penelitian. Kriteria serupa digunakan untuk memilih unit penelitian yang lebih kecil, yaitu Kec.
Wanasari (Dukuhringin) dan Kec. Larangan (Sitanggal). Penelitian dilaksanakan pada Januari-
Maret 2000.
Target populasi dari penelitian ini adalah petani yang menanam atau mengusahakan
bawang merah dari tahun ke tahun. Berdasarkan kriteria tersebut, 30 orang petani responden
dipilih secara acak sederhana.
Pengumpulan data :
Data yang diperlukan diperoleh melalui penelitian survai. Rancangan survai yang
digunakan adalah rancangan perbandingan grup statis (Kidder dan Judd, 1986). Survai
diarahkan untuk menghimpun data primer melalui wawancara dengan penggunaan kuesioner
dengan cakupan pertanyaan: (a) karakteristik responden, (b) aspek historis penggunaan
SeMNPV, (c) keuntungan relatif SeMNPV, (d) kompatibilitas SeMNPV, (e) kompleksitas
SeMNPV, (f) kemungkinan SeMNPV untuk dicoba, (g) kemungkinan SeMNPV untuk diamati,
(h) atribut inovasi SeMNPV, (i) jenis-keputusan inovasi SeMNPV, (j) saluran komunikasi dan
sistem sosial, (k) promosi teknologi, dan (l) pengambilan keputusan menerima/menolak
teknologi. Untuk memperoleh konfirmasi mengenai data primer yang diperoleh, diskusi
kelompok dengan responden kunci juga dilaksanakan.
Analisis data :
3
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Kisaran usia 20-30 dan 31-40 tahun mendominasi struktur umur respon-den (> 60%).
Ditinjau dari latar belakang pendidikan formal, sebagian besar responden lulus SD (32,26%)
dan tidak lulus SD (22,58%). Sementara itu, lebih dari 50% responden berpengalaman
mengusahakan bawang merah > 10 tahun.
4. Pertama kali mengetahui penggunaan SeMNPV (First expose to the use of SeMNPV)
• 1992 3,23
• 1996 12,90
• 1997 45,16
• 1998 38,71
5. Sumber pengetahuan mengenai SeMNPV (Source of knowledge concerning the use of SeMNPV)
• petani lain (other farmers) 29,03
• petani lain sesama anggota kelompok (other members in farmer group) 45,16
• petugas – penyuluh, pelatih, peneliti (extension worker, instructor, researcher) 19,35
• keterlibatan dlm proyek bantuan (involvement in a particular project assistance) 6,46
6. Reaksi saat pertama mengetahui SeMNPV (Reaction when first exposed to SeMNPV)
• ragu-ragu (hesitate) 54,84
• langsung tertarik (directly interested) 45,16
Walaupun ada sebagian kecil responden yang telah mengenal penggunaan SeMNPV
sejak 1992, sebagian besar responden (> 80%) baru mengetahui hal tersebut sejak 2-3 tahun
yang lalu (1997-1998). Penggunaan SeMNPV diperkenalkan melalui pendekatan kelompok,
4
seperti tercermin dari informasi sebagian besar responden yang menyatakan bahwa pengeta-
huan mengenai SeMNPV bersumber dari petani lain sesama anggota kelompok. Ekspose
pertama terhadap SeMNPV disambut dengan respon yang cenderung berimbang, yaitu antara
ragu-ragu dan langsung tertarik. Sebagian besar responden ternyata langsung mencoba
penggunaan SeMNPV di lapangan, baik secara berkelompok maupun secara individual.
Kelompok tani di desa Dukuh Wringin (Bina Tani Mandiri), kecamatan Wanasari
mendapat kesempatan lebih awal untuk mengenal SeMNPV pada pertengahan 1996
bersamaan dengan kegiatan Action Research for Farmers (ARF). Mengacu pada keberhasilan
di Dukuh Wringin, informasi mengenai penggunaan SeMNPV disebarkan ke desa Sitanggal,
kecamatan Larangan (kelompok Tani Mulya) oleh salah seorang anggota kelompok Bina Tani
Mandiri pada tahun 1997. Setelah dicoba oleh kelompok di lapangan sebanyak dua kali,
anggota kelompok kemudian mencoba kembali di lahannya masing-masing. Sampai saat ini,
anggota kelompok Bina Tani Mandiri yang masih tetap aktif menggunakan SeMNPV kurang
lebih 20 orang, dan luas pertanaman bawang merah di Dukuh Wringin yang menggunakan
SeMNPV berkisar antara 7-10 hektar per musim. Sementara itu, luas pertanaman bawang
merah di Sitanggal yang sampai saat ini masih menggunakan SeMNPV berkisar antara 1-1,5
hektar per musim. Anggota kelompok Tani Mulya yang masih aktif menggunakan Se-MNPV
diperkirakan sekitar 15 orang.
Pada awalnya, petani memperoleh formulasi SeMNPV dari proyek, tetapi untuk
penanaman berikutnya petani menyiapkan sendiri berdasarkan prosedur sebagai berikut:
• Mengumpulkan ulat bawang yang mati karena virus (bukan oleh pestisida), yaitu ulat
bawang mati yang bentuknya lurus memanjang dan berbau menyengat.
• Memasukkan satu sendok makan ulat mati ke dalam mangkuk dan digerus sampai
halus, kemudian dilarutkan dengan 250 cc air
• Memilih daun bawang merah segar yang tidak terkena pestisida, mencelupkannya ke
dalam larutan virus sampai merata, kemudian ditiriskan dan dibiarkan kering udara
• Mengumpulkan larva/ulat sehat, memasukkannya ke bak kosong dan diberi makan
daun bawang yang telah dicelupkan ke dalam larutan virus
• Menutup bak dengan kain kassa dan sesekali menambah pakan ulat
• Membuka bak setelah 3-5 hari, ulat yang sudah mati dan terinfeksi SeMNPV
dipisahkan untuk keperluan penyemprotan
• Larva atau ulat yang telah terinfeksi digerus, diencerkan dan dicampur perekat,
kemudian siap disemprotkan.
Beberapa petani mengemukakan bahwa SeMNPV tidak selalu digunakan setiap musim.
Serangan ulat bawang beberapa waktu terakhir dirasakan tidak terlalu hebat. Serangan
tersebut bahkan dapat dikendalikan dengan teknik pembutitan. Secara implisit, hal ini juga
mengindikasikan bahwa SeMNPV tidak digunakan untuk pengendalian preventif. Sementara
itu, sampai sejauh mana petani konsisten hanya menggunakan SeMNPV saja (tanpa
dikombinasikan dengan penggunaan pestisida) juga tidak terungkap secara konklusif dari hasil
wawancara.
5
II. Persepsi responden mengenai keuntungan relatif penggunaan SeMNPV
Keuntungan relatif dalam konteks penelitian ini dapat didefinisikan sebagai tingkatan
dari suatu inovasi yang dipersepsi lebih baik dibandingkan dengan inovasi terdahulu. Relatif
terhadap metode pengendalian hama ulat bawang dengan menggunakan pestisida, sebagian
besar responden (90-100%) mempersepsi bahwa inovasi SeMNPV: (a) memberikan
keuntungan relatif lebih tinggi, (b) lebih murah ditinjau dari sisi pembiayaan, (c) lebih aman
bagi kelestarian lingkungan dan kesehatan manusia. Sebagian responden menganggap
bahwa penggunaan SeMNPV tidak/kurang praktis dan tidak menghemat waktu karena
agensia hayati tersebut harus disiapkan sendiri dalam proses yang cukup lama. Namun
demikian, sebagian besar lainnya justru menekankan kepraktisan SeMNPV karena
penggunaannya dalam pengendalian ulat bawang dapat
2. Biaya pengendalian menggunakan SeMNPV ternyata jauh lebih murah (The costs for controlling pest by using
SeMNPV is cheaper)
Ya (Yes) 100,00
Tidak (No) -
3. Pengendalian dengan SeMNPV lebih aman bagi kelestarian lingkungan (Pest control by using SeMNPV is
environmentally safer)
Ya, karena tidak menimbulkan polusi dan tidak membunuh musuh alami (Yes, because it does not 93,55
create pollution and it does not kill predators)
Tidak (No) -
Tidak tahu (Do not know) 6,45
4. Pengendalian dengan SeMNPV lebih aman bagi kesehatan manusia (Pest control by using SeMNPV is safer for
human health)
Ya (Yes) 93,55
Tidak (No) -
Tidak tahu (Do not know) 6,45
5. Pengendalian dengan menggunakan SeMNPV lebih praktis (Pest control by using SeMNPV is more practical)
Ya, karena hanya cukup menggunakan sejenis bio-pestisida saja (Yes, because the use of single bio- 70,97
pesticide is sufficient)
Tidak, karena harus membuat bio-pestisida tersebut terlebih dahulu (No, because you have to make 29,03
the bio pesticide by yourself)
6. Pengendalian dengan menggunakan SeMNPV lebih menghe-mat waktu (Pest control by using SeMNPV is time-
saving)
Ya, jika bahan yang diperlukan dapat cepat diperoleh (Yes, if the raw material can be obtained 16,13
quickly)
Tidak, karena proses pembuatannya cukup lama (No, because the process of making it is relatively 83,87
long)
7. SeMNPV ternyata memiliki kemampuan (efektivitas) yang setara dengan pestisida kimiawi (SeMNPV is
equivalently effective as chemical pesticide)
Ya, karena juga dapat membunuh ulat (Yes, because it can control worms) 54,84
Tidak, karena memerlukan waktu cukup lama sampai ulat mati (No, because it takes time to kill 45,16
worms)
6
dilakukan secara tunggal (dibandingkan dengan penggunaan pestisida yang pada umumnya
lebih dari satu jenis). Proporsi responden yang menyatakan bahwa efektivitas SeMNPV setara
dengan pestisida (memiliki kemampuan untuk membunuh ulat) hampir sama dengan proporsi
responden yang tidak sependapat dengan hal tersebut (memerlukan waktu relatif lama untuk
membunuh ulat).
Pada dasarnya, difusi dari inovasi adalah suatu proses pengurangan ketidak-pastian
(uncertainty-reduction process). Pada saat seseorang/kelompok melewati proses difusi
SeMNPV, maka seseorang/kelompok tersebut akan termotivasi untuk mencari informasi agar
dapat mengurangi ketidak-pastian menyangkut kepentingan relatif penggunaan SeMNPV
dalam mengendalikan ulat bawang. Pengadopsi potensial selalu menginginkan konfirmasi
bahwa penggunaan SeMNPV memiliki keunggulan (berdasarkan sub-dimensi tingkat
profitabilitas ekonomis, biaya, kepraktisan dan efektivitas) dan berstatus lebih baik diban-
dingkan dengan pengendalian hama ulat bawang dengan menggunakan pestisida.
Pengalaman empiris menunjukkan bahwa keuntungan relatif merupakan salah satu prediktor
terbaik dari tingkat adopsi suatu inovasi. Hasil analisis di atas memberikan indikasi bahwa
secara umum responden mempersepsi SeMNPV sebagai suatu inovasi pengendalian ulat
bawang yang memiliki keuntungan relatif lebih baik dibandingkan dengan penggunaan
pestisida.
Kompatibilitas dalam konteks penelitian ini dapat didefinisikan sebagai tingkatan dari
suatu inovasi yang dipersepsi konsisten dan sesuai dengan nilai serta norma yang ada,
praktek yang umumnya dilakukan, maupun kebutuhan dari pengadopsi potensial. Secara
signifikan, seluruh responden mempersepsi bahwa penggunaan SeMNPV tidak bertentangan
dengan norma dan nilai sosial kemasyarakatan yang ada. Berdasarkan anjuran penggunaan
tunggal, sebagian besar responden (67,74%) mengungkapkan ketidak-setujuannya berkenaan
dengan penggunaan SeMNPV dengan pestisida secara bersamaan. Sementara itu, sebagian
kecil lainnya (32,26%) setuju menggunakan SeMNPV bersamaan dengan pestisida,
berdasarkan pertimbangan bahwa SeMNPV hanya ditujukan untuk ulat bawang dan tidak
dapat mengatasi hama/penyakit lainnya. Menurut persepsi sebagian besar responden
(87,09%), SeMNPV dapat digunakan untuk menggantikan pestisida karena memiliki
kemampuan membunuh ulat dan aman bagi lingkungan. Namun demikian, pertimbangan lain
yang menyatakan bahwa kecepatan membunuh SeMNPV relatif lama serta tidak dapat
diandalkan pada saat tingkat serangan tinggi, melatar-belakangi persepsi sebagian responden
yang tidak sependapat bahwa SeMNPV dapat menggantikan pestisida.
Salah satu masalah utama yang dihadapi oleh petani bawang merah adalah
kehilangan hasil karena serangan hama penyakit. Masalah kehilangan hasil yang bersifat fisik
juga disertai dengan masalah lain yang bersifat finansial, yaitu tingginya biaya pengendalian
(sebagai konsekuensi dari tingginya penggunaan pestisida serta semakin mahalnya harga
pestisida). Berdasarkan kondisi tersebut, sebagian besar responden mempersepsi
penggunaan SeMNPV sebagai salah satu upaya untuk mengurangi penggunaan pestisida dan
sesuai dengan kebutuhan petani karena cenderung dapat menekan biaya produksi.
Ditinjau dari sisi kompatibilitas, secara umum responden memberikan tanggapan yang
positif terhadap penggunaan SeMNPV. Namun demikian, kehati-hatian dalam
menginterpretasikan persepsi responden juga tetap harus dijaga. Sebagai contoh, apakah
jawaban “ya” dari sebagian besar responden untuk pernyataan kemungkinan SeMNPV
sebagai substitusi pestisida dapat diartikan atau diterima secara langsung? Interpretasi
7
Tabel 3 Persepsi responden mengenai kompatibilitas SeMNPV (Respondents’ perceptions on the
compatibility of SeMNPV)
4. Pengendalian dengan menggunakan SeMNPV cocok sebagai salah satu upaya untuk
mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan pestisida (The use of SeMNPV is suitable for
reducing high dependence on chemical pesticides)
Ya (Yes) 90,32
Tidak (No) 9,68
5. Inovasi menyangkut penggunaan SeMNPV sesuai dengan kebutuhan petani (Innovation on the
use of SeMNPV is in accordance with farmers’ need)
Ya, karena dapat menekan biaya produksi (Yes, because it could reduce the cost of 93,55
production)
Tidak (No) 6,45
Kompleksitas dalam konteks penelitian ini dapat didefinisikan sebagai tingkatan dari
suatu inovasi yang dipersepsi relatif sukar untuk dipahami dan digunakan. Secara konsisten,
sebagian besar responden mempersepsi bahwa SeMNPV (a) mudah dipelajari
8
penggunaannya, (b) mudah diperoleh bahan bakunya, (c) mudah diramu/diproses bahan
bakunya, dan (d) penggunaannya secara teknis cukup sederhana dan mudah dilaksanakan.
Pada umumnya, responden menganggap bahwa tingkat kompleksitas inovasi SeMNPV relatif
rendah, sehingga memberikan indikasi bahwa kemungkinan adopsinya cukup tinggi.
Beberapa studi terdahulu menunjukkan bahwa kompleksitas suatu inovasi lebih erat kaitannya
(dalam arah yang negatif atau berhubungan terbalik) dengan tingkat adopsi dibandingkan
dengan karakteristik inovasi lainnya, kecuali keuntungan/keunggulan relatif.
2. Bahan-bahan untuk membuat agensia hayati SeMNPV mudah diperoleh (Raw materials for the
making of SeMNPV are easily obtained)
Ya (Yes) 87,09
Tidak (No) 12,91
3. Bahan-bahan untuk membuat agensia hayati SeMNPV mudah diramu/diproses (Raw materials
for the making of SeMNPV are easily processed)
Ya (Yes) 93,55
Tidak (No) 6,45
4. Pengendalian dengan menggunakan SeMNPV secara teknis cukup sederhana dan mudah
dilaksanakan (Controlling shallot worm by using SeMNPV is technically simple and easily
implemented)
Ya (Yes) 93,55
Tidak (No) 6,45
Berbagai inovasi yang dipelajari pada penelitian difusi, kebanyakan berupa gagasan
teknologi. Dalam kaitan ini, teknologi didefinisikan sebagai suatu rancangan tindakan
instrumental yang diarahkan untuk mengurangi ketidak-pastian pada hubungan sebab-akibat
yang terjadi dalam proses pencapaian suatu tujuan. Semakin tinggi kemungkinan hasil dari
suatu gagasan teknologi/inovasi dapat diamati, semakin cepat pula inovasi tersebut untuk
diadopsi. Hampir seluruh responden (Tabel 6) mempersepsi bahwa penggunaan SeMNPV
mudah dipahami, efektivitas atau hasilnya dalam mengendalikan ulat mudah diamati serta
9
Tabel 5 Persepsi responden mengenai kemungkinan inovasi SeMNPV untuk dicoba (Respondents’
perceptions on the triability of SeMNPV)
Tabel 6 Persepsi responden mengenai kemungkinan SeMNPV untuk dapat diamati (Respondents’
perceptions on the observability of SeMNPV)
2. Efektivitas atau hasil dari penggunaan SeMNPV dalam mengendalikan ulat mudah diamati dan
dikomunikasikan/ diteruskan kepada petani lain (The efectiveness or result of SeMNPV is easily
observed/understood and communicated to other farmers)
Ya (Yes) 96,77
Tidak (No) 3,23
10
• Jenis keputusan-inovasi berkenaan dengan penggunaan SeMNPV
Sistem sosial merupakan salah satu faktor yang dapat berpengaruh penting terhadap
difusi suatu gagasan baru. Inovasi pada dasarnya dapat diterima atau ditolak oleh (a) individu
yang merupakan anggota sistem sosial, dan (b) seluruh sistem sosial yang ditentukan secara
kolektif atau otoriter. Dalam suatu organisasi yang bersifat formal (misalnya, perusahaan,
sekolah atau organisasi pemerintah), keputusan kolektif dan otoriter merupakan hal yang lebih
lazim terjadi dibandingkan dengan keputusan individual atau opsional. Sementara itu, pada
kasus SeMNPV, keputusan individual tampak lebih dominan dibandingkan dengan keputusan
kolektif. Hal ini menunjukkan bahwa individu bersangkutan bertanggung jawab penuh terhadap
pengambilan keputusan untuk menerima atau menolak SeMNPV. Disisi lain, hal ini secara
implisit juga menggambarkan bahwa responden yang merupakan anggota kelompok tani, tidak
selalu memutuskan untuk menerima atau menolak SeMNPV berdasarkan pertimbangan
kesepakatan kelompok. Studi terdahulu menunjukkan bahwa jenis keputusan individual dapat
lebih meningkatkan kecepatan adopsi suatu inovasi dibandingkan dengan jenis keputusan
kolektif.
Tabel 7 Tipe keputusan yang diambil responden berkenaan dengan inovasi SeMNPV (Type of
innovation-decision taken by respondents with regard to SeMNPV)
Saya memutuskan untuk menerima atau menolak berdasar-kan pertimbangan bahwa 77,42
teknologi tersebut merupakan salah satu alternatif metode pengendalian hama ulat bawang
(I decide to accept or reject SeMNPV considering that it is an alternative method for
controlling shallot worm)
Kelompok memutuskan untuk menerima atau menolak tek-nologi tersebut dan saya 22,58
mengikuti keputusan yang telah disepakati kelompok (Group farmer decides to accept or
reject SeMNPV and I follow the decision that has been agreed by the group)
Seseorang yang memiliki otoritas memutuskan dan mengharuskan saya untuk menerima -
atau menolak teknologi tersebut (Someone who has an authority makes a decision and ask
me to follow that decision)
Saluran komunikasi yang dipergunakan untuk mendifusikan suatu inovasi dapat pula
berpengaruh terhadap tingkat adopsi. Interaksi antara atribut inovasi dengan saluran
komunikasi bahkan dapat mempercepat atau memperlambat tingat adopsi. Berdasarkan
persepsi kompleksitas dari suatu inovasi, saluran komunikasi yang digunakan sebagai media
difusi dapat berbeda-beda. Sebagai contoh, media massa, misalnya majalah pertanian, cukup
tepat digunakan sebagai saluran komunikasi untuk inovasi yang kompleksitasnya relatif
rendah. Sementara itu, inovasi yang kompleksitasnya cukup tinggi harus didifusikan melalui
komunikasi interpersonal, baik secara berkelompok maupun individual. Jika saluran
komunikasi yang digunakan kurang tepat, misalnya media massa digunakan untuk diseminasi
inovasi yang cukup kompleks, maka tingkat adopsi yang dihasilkan akan berjalan lambat.
Pada kasus difusi SeMNPV, saluran komunikasi yang digunakan pada dasarnya adalah
11
komunikasi interpersonal. Dalam hal ini, pendekatan kelompok melalui pelatihan/penyuluhan
tampaknya lebih dominan dibandingkan dengan pendekatan individual, atau komunikasi
interpersonal sesama anggota kelompok. Hal ini menggambarkan bahwa saluran komunikasi
yang digunakan untuk difusi SeMNPV dapat dikategorikan cukup tepat.
Media massa, misalnya surat kabar, radio dan televisi (Mass media, such as newspaper, -
radio and television)
Media pelatihan dan/atau penyuluhan (Training and/or extension) 58,06
Komunikasi pribadi dengan petugas lapangan -- penyuluh, pengamat hama --; petani lain; 41,94
peneliti; dll. (Personal communication with field workers -- extension worker, pest observer --;
other farmers; researchers; etc)
Sistem sosial yang dihadapi oleh pengadopsi potensial sebenarnya juga menciptakan
tekanan-tekanan terhadap kecepatan adopsi dan akan berubah sejalan dengan semakin
meningkatnya proporsi anggota sistem tersebut yang mengadopsi teknologi baru. Sebagai
contoh, jika hanya 5% dari individual dalam suatu sistem yang sadar dan peduli terhadap
gagasan baru, derajat pengaruhnya terhadap seseorang untuk mengadopsi atau menolak
inovasi pasti akan berbeda jika 95% anggota sistem telah mengadopsi inovasi tersebut.
Dengan kata lain, norma-norma dalam suatu sistem yang mendukung inovasi akan berubah
sepanjang proses difusi berjalan, dan gagasan baru secara bertahap akan menyatu dengan
Tabel 9 Persepsi responden mengenai sistem sosial setempat berkenaan dengan adanya suatu
inovasi teknologi baru (Respondents' perception on the nature of local social system in relation
to the existence of new technology)
12
aliran kehidupan sistem. Lingkungan komunikasi akan terus berubah sejalan dengan
meningkatnya jumlah individu yang menerima inovasi.
Sebagian besar responden mempersepsi dukungan yang cukup tinggi dari sistem nilai
dan norma masyarakat setempat terhadap pengembangan teknologi SeMNPV dalam
mengendalikan hama ulat bawang. Lebih jauh lagi, persepsi sebagian besar responden juga
menunjukkan adanya tingkat keterkaitan/kedekatan atau ketergantungan antar anggota
masyarakat yang cukup tinggi dalam mendukung kelancaran arus informasi dan komunikasi
pengem-bangan SeMNPV. Dukungan sistem sosial ini dapat mendorong terjadinya efek difusi
(derajat pengaruh yang semakin meningkat terhadap seseorang untuk menerima atau
menolak suatu inovasi, sebagai akibat dari aktivitas jaringan kerja di dalam sistem sosial
berkaitan dengan inovasi bersangkutan) yang lebih kuat serta tingkat adopsi yang lebih cepat.
Tingkat adopsi suatu inovasi juga akan dipengaruhi oleh upaya promosi yang
dilakukan oleh petugas. Dalam kasus SeMNPV, persentase responden yang memberikan
tanggapan netral untuk ketiga pernyataan yang diajukan tampaknya cukup tinggi. Namun
demikian, jika dibandingkan dengan tanggapan yang lain, dapat diperoleh gambaran bahwa
sebagian besar responden memberikan tanggapan yang bersifat positif, berkenaan dengan
metode, materi serta kegigihan petugas dalam mempromosikan penggunaan SeMNPV untuk
mengendalikan hama ulat bawang. Berkaitan dengan hal ini, perlu pula diperhatikan bahwa
hubungan antara tingkat adopsi dengan upaya petugas dalam mempromosikan inovasi
tersebut, sebenarnya seringkali bersifat tidak langsung atau non-linier. Studi terdahulu
menunjukkan bahwa respon tertinggi terhadap upaya petugas terjadi pada saat pemuka
pendapat (opinion leaders) mengadopsi inovasi bersangkutan.
1. Cara atau metode yang digunakan oleh Sama sekali Tidak menarik Netral Menarik Menarik sekali
petugas (penyuluh, PHP) dalam mem- tidak menarik (un- (neutral) (interesting) (very
promosikan penggunaan SeMNPV un-tuk (very un- interesting) interesting)
mengendalikan ulat bawang (Method used by interesting)
field workers to promote the use of SeMNPV in
controlling shallot worm)
- 3,23 38,71 48,39 9,67
2. Materi yang digunakan oleh petugas Sangat sukar Sukar Netral Mudah Sangat
(penyuluh, PHP) dalam mempromosi-kan dipahami dipahami (neutral) dipahami mudah
penggunaan SeMNPV untuk mengendalikan (very difficult) (difficult) (easy) dipahami
ulat bawang (Material used by field workers to (very easy)
promote the use of SeMNPV in controlling
shallot worm)
- 3,23 32,26 64,51 -
3. Keuletan dan kegigihan petu-gas (pe-nyuluh, Tidak gigih Kurang gigih Netral Gigih Gigih sekali
PHP) dalam mempromosikan penggunaan (very low) (low) (neutral) (high) (very high)
SeMNPV untuk mengen-dali-kan ulat bawang
(The persistence of field workers to promote
the use of SeMNPV in controlling shallot 9,68 16,13 22,58 41,94 9,67
worm)
13
• Pengambilan keputusan responden berkenaan dengan inovasi SeMNPV
Bagi kebanyakan orang, salah satu cara untuk menghadapi ketidak-pastian dari
konsekuensi suatu inovasi adalah dengan mencoba gagasan baru tersebut (on partial basis).
Pada kenyataannya, seseorang tidak akan menerima suatu inovasi, tanpa mencobanya
terlebih dahulu, untuk menentukan kegunaan faktual inovasi tersebut bagi dirinya. Sebagian
orang terkadang membiarkan orang lain untuk mencoba terlebih dahulu dan sampai batas-
batas tertentu hal ini dianggap sebagai substitusi untuk percobaan yang tidak dilakukannya.
Salah satu hal penting yang perlu dicatat adalah bahwa proses keputusan-inovasi
(knowledge - persuasion - decision - implementation - confirmation) secara logis lebih
mengarah ke keputusan penolakan daripada keputusan penerimaan. Pada kenyataannya,
setiap tahapan dalam proses tersebut mengandung titik-titik potensi penolakan. Sebagai
contoh, keputusan penolakan mungkin saja terjadi setelah ada keputusan sebelumnya yang
berupa penerimaan inovasi. Pemutusan adopsi tersebut dapat terjadi pada tahapan
konfirmasi. Keputusan penolakan pada dasarnya dapat dibedakan ke dalam dua klasifikasi,
yaitu (a) penolakan aktif -- pada awalnya menerima, tetapi kemudian memutuskan untuk
menolak, dan (b) penolakan pasif -- sama sekali tidak pernah mempertimbangkan untuk
menerima. Dalam kasus SeMNPV, setelah mencoba secara berkelompok maupun individual,
sebagian besar responden (90,32%) memutuskan untuk menerima inovasi tersebut.
Keputusan penolakan yang berupa penolakan aktif dan pasif ternyata persentasenya relatif
rendah (< 10%).
Sejak awal menerima dan sampai sekarang masih menerima (Accept from the beginning 87,09
until now)
Awalnya menolak, tetapi kemudian menerima sampai sekarang (Initially reject and then 3,23
accept until now)
Sejak awal menolak dan sampai sekarang masih menolak (Reject from the beginning until 6,45
now)
Awalnya menerima, tetapi kemudian menolak sampai sekarang (Initially accept and then 3,23
reject until now)
14
Prospek pengembangan penggunaan SeMNPV sebenarnya cukup menjanjikan
sebagaimana diindikasikan oleh masih bertahannya petani menggunakan SeMNPV dalam 2-3
tahun terakhir. Sementara itu, persepsi petani menyangkut atribut inovasi (keunggulan relatif,
kompatibilitas, kompleksitas, kemungkinan untuk dicoba dan kemungkinan untuk diamati)
SeMNPV juga menegaskan tanggap positif terhadap penggunaan SeMNPV sampai saat ini.
Kelompok Bina Tani Mandiri di Dukuh Wringin bahkan sedang merintis pendirian laboratorium
lapangan mini yang diarahkan salah satu diantaranya untuk mempelajari dan menjajagi
produksi SeMNPV dalam bentuk tepung atau cair. Kajian awal keberadaan SeMNPV di
lapangan memberikan gambaran bahwa prospek pengembangannya perlu didukung dengan
upaya-upaya perbaikan, terutama menyangkut kepraktisan pembuatan serta efektivitas
SeMNPV.
KESIMPULAN
15
awal keberadaan SeMNPV di lapangan memberikan gambaran bahwa prospek
pengembangannya perlu didukung dengan upaya-upaya perbaikan, terutama menyangkut
kepraktisan pembuatan serta efektivitas SeMNPV.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, M. 1988. Pengaruh konsentrasi dan pengaruh Nuclear Polyhidrosis Virus terhadaap
kematian ulat graayak kedelai (Spodoptera litura F.). Penelitian Pertanian 8(1): 12-14
Buurma, J. S. and Nurmalinda. 1992. Evaluation of farmers’ practices on shallots in Brebes.
Internal Communication LEHRI-ATA 395 No. 40. Lembang Horticultural Research
Institute.
de Buck, A.J., H.B. Schoorlemmer, G.A.A. Wossink and S.R.M. Janssens. 1999. Risks of post-
emergence weed control strategies in sugar beet: Development and application of a
bio-economic model. Agricultural Systems, 59(1999): 283-299
Dibiyantoro, A.L.H. 1990. Kontrol droplet aplikator Birky: Suatu upaya pengurangan insektisida
untuk mengendalikan Spodoptera exigua Hbn. pada tanaman bawang merah. Bul.
Penel. Hort., 18(2): 109-118
Hill, S.B., C. Vincent and G. Chouinard. 1999. Evolving ecosystems approaches to fruit insect
pest management. Agricultural, Ecosystems and Environment, 73(1999): 107-110
Farah, J. 1994. Pesticide policies in developing countries: Do they encourage excessive use?
Discussion Paper No. 238, World Bank, Washington, D. C.
Indrayani, I.A.A. dan A.A.A. Gothama. 1991. Efisiensi pengendalian Helicoverpa armigera
Hbn. dengan Nuclear Polyhidrosis Virus dan insektisida pada kapas. Pemberitaan
Penelitian Tanaman Industri, 17(2): 37-42
Kidder, L. H. and C. M. Judd. 1986. Research methods in social relations. Holt, Reinhart and
Winston, Inc. The Dryden Press, Orlando, Florida, USA.
Moekasan, T. K. 1998. Status resistensi ulat bawang, Spodoptera exigua Hbn. Strain Brebes
terhadap beberapa jenis insektisida. Jurnal Hortikultura 7(4): 913-918.
Moekasan, T. K. 1998. Efikasi ekstrak kasar SeNPV terhadap larva Spodoptera exigua Hbn.
pada tanaman bawang merah. Jurnal Hortikultura 7(4): 913-918.
Oerke, E. C., H. W. Dehne, F. Schohnbeck and A. Weber. 1995. Crop production and crop
protection: Estimated losses in major food and cash crops. Elsevier, Amsterdam.
Pimentel, D. 1995. Pest management, food security, and the environment: History and current
status. Paper presented at the IFPRI Workshop on “Pest Management, Food Security,
and the Environment: The Future to 2020”, May 10-11. Washington DC
Scott, W. A. 1975. Reliability of content analysis: The case of nominal scale coding. Public
Opinion Quarterly, 19: 321-325.
Sutarya, R. 1996. Pengaruh Spodoptera exigua - Nuclear Polyhidrosis Virus dan instar laarva
terhadap kematian Spodoptera exigua Hbn. Jurnal Hortikultura 6(3): 275-279
Tukey, W. 1974. Tables of the percentage points of the Chi-distribution. Annals of
Mathematical Statistics, 18: 495-513.
Yudelman, M., A. Ratta and D. Nygaard. 1998. Pest management and food production:
Looking to the future. IFPRI Food Agriculture and the Environment Discussion Paper
No. 25, Washington, D. C.
16