Anda di halaman 1dari 16

Jurnal Hortikultura, Tahun 2007, Volume XVII, Nomor (3)

RANTAI PASOKAN SAYURAN DAN PERSEPSI PARTISIPAN RANTAI TERHADAP


PENTINGNYA KEAMANAN PANGAN
Witono Adiyoga, Azis Azirin Asandhi, Anna Laksanawati, Nurhartuti dan Ineu Sulastrini
Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Jl. Tangkuban Perahu 517, Lembang, Bandung 40391

Kegiatan penelitian dengan pendekatan studi kasus dilaksanakan pada bulan Juli-Oktober 2003 untuk rantai
pasokan sayuran Bandung (Kabupaten Bandung, Jawa Barat) ke Jakarta (DKI Jaya). Pengumpulan data primer
dilakukan melalui wawancara dengan 16 orang responden (produsen, pengepak, pedagang pengumpul,
pedagang besar/grosir pedagang eceran/ritel/supermarket) yang dipilih secara purposif. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa rantai pasokan sayuran di kabupaten Bandung, Jawa Barat masih bersifat tradisional dan
belum tertata dengan baik. Berikut ini adalah beberapa masalah yang terjadi di sepanjang rantai pasokan
berdasarkan persepsi responden/partisipan: (a) variabilitas harga tinggi, (b) pasokan tidak stabil, (c) biaya
penanganan tinggi, (d) ketidak-pastian kualitas produk, (e) respon terhadap pemesanan lambat, (f) kurangnya
pengawasan kualitas di sepanjang rantai, (g) kurangnya perencanaan produksi/metode produksi konvensional,
(h) tidak ada regulasi dan peraturan yang jelas, (i) kompetisi pasokan dari sentra produksi lain, (j) kurangnya
informasi pasar, (k) kurangnya transparansi dalam penentuan harga, (l) kurangnya rasa kepercayaan antar
partisipan, (m) kesulitan koordinasi antar pemasok skala kecil, dan (n) tidak ada kemampuan untuk penjejakan
dan penelusuran. Observasi lapangan memberikan gambaran bahwa implementasi keamanan pangan di
sepanjang rantai pasokan masih belum masuk ke dalam skala prioritas (minor). Beberapa saran untuk
mendorong akselerasi penerapan sistem keamanan pangan diantaranya adalah: (a) merancang dan
menetapkan kebijakan, peraturan/perundangan keamanan pangan yang komprehensif, (b) meningkatkan
kegiatan penelitian untuk mengembangkan critical control points yang efektif dan praktis, (c) meningkatkan studi
penaksiran foodborne pathogens untuk mengidentifikasi titik-titik rawan di sepanjang rantai pasokan serta
menentukan batas ambang toleransi, (d) menetapkan standar ekivalensi praktek budidaya dan prosesing yang
berorientasi keamanan pangan, dan (e) meningkatkan edukasi, penyuluhan dan pelatihan mengenai keamanan
pangan kepada semua partisipan rantai pasokan sayuran.

Kata kunci: sayuran; persepsi; prioritas minor; rantai pasokan; keamanan pangan
ABSTRACT. Adiyoga, W., A.A. Asandhi, A. Laksanawati, Nurhartuti and I. Sulastrini. Vegetable supply chain
and the chain participants’ perceptions on the importance of food safety.
Research activity with case study approach was carried out in July-October 2003 to examine thoroughly the
vegetable supply chain from Bandung (West Java) to Jakarta (DKI Jaya). Primary data were collected through
interviews with 16 chain participants (producer, packer, assembler, wholesaler and retailer) selected purposively.
Results indicate that vegetable supply chains in Bandung, West Java are still operating traditionally. They are not
well-managed and well-developed yet. Some problems occur along the chain as perceived by participants are (a)
high price variability, (b) unstable supply, (c) high handling costs, (d) uncertainty in product quality, (e) long order
response time, (f) insufficient quality control along the supply chain, (g) lack of production planning and outdated
production method, (h) no clear food safety regulation/legislation, (i) competition from other production centers,
(j) lack of market information, (k) lack of transparency in price setting, (l) lack of trust between stakeholders in the
supply chain, (m) coordination difficulties between many small suppliers, and (n) no tracking and tracing ability.
Further field-observation suggests that the implementation of food safety along the supply chain is not
considered as major priority yet. Some suggestions to accelerate the adoption of food safety system are: (a) to
design and establish comprehensive policy, regulation and legislation on food safety, (b) to increase research
activities in developing effective and practical critical control points that can easily be implemented at all levels,
(c) to conduct risk-assessment studies of foodborne pathogens to identify production points or practices of
greatest risk and to determine tolerable limits for specific foods, (d) to establish standards of equivalency for
growing, harvesting, and processing practices that address food safety, and (e) to increase education, extension
and training on food safety for all participants along the vegetable supply chain.

Key words: vegetable; perception; minor priority; supply chain; food safety

1
Kurangnya perhatian terhadap keamanan pangan merupakan salah satu kontributor signifikan
terhadap insiden gangguan kesehatan manusia, terutama di negara-negara berkembang. Di negara
sedang berkembang, 70% kematian yang terjadi pada kelompok anak-anak di bawah usia lima tahun
diperkirakan disebabkan oleh makanan yang terkontaminasi secara biologis (Unnevehr and Hirschhorn,
2001). Keamanan pangan merupakan isu yang semakin mendapat perhatian karena adanya
kecenderungan global peningkatan risiko kesehatan di dalam sistem pangan.
Direktur Departemen Pembangunan Berkelanjutan dan Kesehatan Lingkungan WHO meng-
ungkapkan delapan penyakit akibat makanan menyebar cukup luas di Indonesia dan negara-negara
Asia Tenggara. Kedelapan penyakit tersebut adalah gastroenteritis, hepatitis, sepsis, gagal ginjal,
kematian janin, retardasi, penyakit syaraf, dan kanker. Pada beberapa kasus, kekhawatiran akan
keamanan pangan ini disebabkan oleh infeksi dan intoksikasi mikrobial, serta dampak toksik pestisida,
polusi tanah, kontaminasi logam berat, dan alergi (van Ravenswaay and Hoehn, 1997). Penyebab lain
yang juga memacu insiden foodborne illness adalah tingkat kebersihan lingkungan dan makanan yang
rendah, kotornya sumber air minum, kontaminasi makanan, pengolahan yang tidak sempurna, serta
pemanasan yang terlalu sering dan dengan suhu tinggi (Curtis, Cairncross and Yonli, 2000).
Tujuan paling fundamental dari sistem keamanan pangan adalah menekan atau mengurangi
insiden foodborne illness. Insiden penyakit ini dapat dicegah jika penanganan tepat guna untuk
meminimalkan atau menghindarkan kontaminasi dilakukan pada setiap mata rantai dari produsen ke
konsumen. Upaya untuk mengeliminasi foodborne illness harus dilakukan secara kumulatif dan
kolaboratif antara produsen, pengolah/prosesor, distributor, pengecer dan konsumen (Zuurbier, 1999).
Dalam kaitan ini, pemerintah harus mengambil inisiatif serius untuk mengurangi foodborne illness
melalui penelitian, regulasi dan edukasi. Tujuan lain dari sistem ini adalah memelihara keyakinan/
kepercayaan publik terhadap keamanan pangan dan pasokan pangan, yang secara langsung akan
terbentuk dari tingkat keberhasilan mengurangi risiko terkena penyakit (Blaine and Powell, 2001).
Keyakinan publik terhadap keamanan pangan adalah barang publik. Keyakinan publik tersebut
mendukung konsumen dalam memilih diet yang beragam dan sehat, tanpa terkendala oleh
kekhawatiran akan keamanan pangan. Masyarakat perlu ketenangan berdasarkan pengetahuan
mereka bahwa makanan yang dikonsumsinya aman dan pemerintah serta semua pihak yang secara
komersial terlibat di dalam sistem pangan telah berupaya maksimal untuk mewujudkan keamanan
pangan (Caswell, 1998; Morris and Young, 2000; Taylor, 2002).
Sayuran dapat dibudidayakan pada kisaran kondisi agroklimat yang sangat beragam dan
menggunakan berbagai jenis input serta teknologi. Oleh karena itu, kerusakan biologis, kimiawi dan
fisik cenderung bervariasi secara signifikan dari satu unit produksi/area ke unit produksi/area lainnya.
Pada kondisi permintaan konsumen yang tinggi terhadap keamanan produk, produsen juga harus
melakukan kajian risiko berkenaan dengan penggunaan pupuk organik maupun inorganik. Logam berat
telah diidentifikasi sebagai masalah keamanan produk yang mungkin ditimbulkan oleh penggunaan
pupuk inorganik atau sintetis. Sementara itu, pada penggunaan pupuk organik, kontaminasi mikrobial
merupakan risiko utama yang harus diwaspadai (Canadian Horticultural Council, 1998; Henneberry,
Piewthongngam and Qiang, 1999). Semua jenis sayuran segar, sampai batas-batas tertentu
mengandung mikroorganisme yang beberapa diantaranya bersifat patogen (bakteri, parasit, virus atau
jamur). Masalah keamanan pangan terjadi karena konsumen pada umumnya tidak dapat secara
langsung mengetahui tingkat risiko kesehatan yang ditimbulkan oleh mikro-organisme tersebut (van
Ravenswaay and Hoehn, 1997). Disamping beberapa indikasi yang relatif jelas (berbau kurang enak,
perubahan warna – keduanya disebabkan oleh non-patogen mikroorganisme), konsumen juga sering
dihadapkan pada ketidak-pastian dalam menentukan apakah sayuran yang akan dibeli mengandung
risiko kesehatan akibat patogen atau faktor lain (misalnya residu pestisida). Pihak penjual juga
cenderung menghindarkan hal-hal yang dapat mengkaitkan isu keamanan pangan dengan produk yang
dijualnya. Konsumen juga tidak memiliki informasi lengkap menyangkut keamanan produk yang dibeli,
karena tidak adanya insentif langsung bagi produsen untuk memberikan informasi tersebut.

2
Salah satu isu penting yang menjadi perhatian pada saat ini adalah bagaimana cara terbaik
yang dapat ditempuh untuk mencapai sasaran terwujudnya pasokan sayuran aman. Walaupun regulasi
yang mengatur produksi, pengolahan, distribusi dan pemasaran dapat memperbaiki tingkat keamanan
pasokan dan mengurangi risiko kesehatan, regulasi ini juga dapat meningkatkan beban biaya bagi
produsen dan berpotensi meningkatkan harga sayuran (Baines et al., 2000; Morris and Young, 2000).
Dalam hal ini, upaya yang harus ditempuh adalah merancang regulasi agar dapat memaksimalkan
manfaat peningkatan keamanan sayuran – menyeimbangkan manfaat marjinal dari produk sayuran
yang lebih aman dengan biaya marjinal yang harus dikeluarkan untuk mencapai sasaran keamanan
produk sayuran tersebut. Sementara itu, penerapan konsep keamanan pangan juga tidak mungkin
dapat dilakukan secara instruksional (top-down). Keberhasilan penerapannya sangat bergantung pada
tingkat kepedulian konsumen terhadap keamanan pangan yang kemudian akan tercermin dari
permintaan terhadap produk pangan/sayuran bersih/aman. Sehubungan dengan itu, kegiatan penelitian
ini diarahkan untuk menghimpun informasi sampai sejauh mana persepsi mengenai pentingnya
keamanan pangan dari semua aktor yang terlibat di sepanjang rantai penawaran sayuran.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini merupakan salah satu kegiatan studi multi tahun (2003-2006) di bawah payung
kerjasama penelitian Indonesia-Belanda (HORTIN). Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-
Oktober 2003 oleh tim peneliti interdisiplin. Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus yang
diarahkan untuk mendapatkan informasi/gambaran detil suatu fenomena yang terjadi dalam satu unit
sosial tertentu. Penggunaan metode ini memungkinkan diperolehnya informasi pendahuluan sebagai
bahan masukan (atau perancangan hipotesis) untuk perencanaan studi lebih lanjut.
Studi kasus ini dilaksanakan untuk rantai pasokan sayuran Bandung (Kabupaten Bandung,
Jawa Barat) ke Jakarta (DKI Jaya). Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara dengan
menggunakan daftar pertanyaan, serta pencatatan atau pendokumentasian berdasarkan observasi
lapangan. Partisipan rantai pasokan yang dilibatkan secara purposif sebagai responden adalah
sebanyak 16 partisipan yang terdiri dari: (a) petani produsen sayuran – 4 orang, (b) perusahaan
pengepakan sayuran – 2 perusahaan, (c) pedagang pengumpul sayuran desa/antar wilayah – 4 orang,
(d) pedagang besar/grosir sayuran – 4 orang, dan (e) pedagang eceran/ritel – 2 supermarket di
Jakarta. Partisipan tersebut mewakili beberapa saluran pemasaran dominan yang menjembatani aliran
produk sayuran dari produsen ke konsumen. Parameter yang diamati dalam penelitian ini mencakup:
(a) elemen atau partisipan/pelaku/aktor dalam rantai penawaran - fungsi, peranan dan keterkaitan/
hubungan, (b) nilai tambah yang dihasilkan atau dilakukan oleh setiap elemen, (c) peta rantai
penawaran, (d) aspek praktek keamanan produk sepanjang rantai penawaran, dan (e) aspek praktek
pengelolaan kualitas produk sepanjang rantai penawaran. Data yang berhasil dihimpun dianalisis
dengan menggunakan statistika deskriptif dan analisis isi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Deskripsi Rantai Pasokan Sayuran

Secara konsepsual, rantai pasokan sayuran juga merupakan suatu sistem ekonomi yang
mendistribusikan manfaat serta risiko diantara partisipan yang terlibat di dalamnya. Setiap mata rantai
dihubungkan oleh shared information dan penjadwalan resiprokal, jaminan kualitas produk serta
komitmen volume transaksi. Keterkaitan dari berbagai proses yang terjadi dapat menciptakan nilai
tambah produk sayuran, namun menuntut setiap partisipan rantai untuk mengkoordinasikan aktivitas-
nya sebagai suatu proses perbaikan yang berkelanjutan. Biaya yang terjadi pada satu mata rantai
ditentukan secara signifikan oleh tindakan yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh mata rantai lain.

3
Oleh karena lokasi geografis yang memungkinkan, sayuran dari Kabupaten Bandung, Jawa
Barat dapat dipasarkan tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan pasar-pasar lokal, tetapi juga pasar-
pasar regional. Pada dasarnya, rantai pasokan sayuran di Jawa Barat merupakan suatu pelayanan
yang telah melembaga untuk menjembatani pergerakan sayuran dari produsen ke konsumen.
Intervensi pemerintah terhadap fungsionalitas rantai pasokan sayuran ini terbatas pada dukungan
ketersediaan infrastruktur, misalnya jalan dan bangunan/fasilitas pasar. Perdagangan sayuran
sepenuhnya ditangani oleh swasta atau secara umum beroperasi berdasarkan kekuatan penawaran
dan permintaan.
Beberapa macam rantai pasokan sayuran di Kabupaten Bandung, Jawa Barat diantaranya
adalah:
1. produsen – pedagang pengumpul desa atau bandar – pedagang pengumpul antar wilayah –
pedagang besar/grosir – pedagang pengecer - konsumen
2. produsen – pedagang pengumpul desa atau bandar – pedagang besar/grosir – pedagang
pengecer - konsumen
3. produsen – pengepak - supermarket - konsumen

Rantai pasokan pertama dan kedua diperkirakan menyerap sekitar 80% dari total pasokan sayuran.
Sisanya sekitar 20% dipasarkan melalui rantai pasokan ketiga dan keempat. Gambaran tersebut
menunjukkan bahwa rantai pasokan sayuran masih didominasi oleh rantai pasokan tradisional yang
outlet utamanya adalah pasar-pasar tradisional. Volume total pasokan sayuran per hari dari sentra
produksi Lembang dan Pangalengan berkisar antara 15 - 50 ton (minimal) dan 75 - 150 ton (maksimal),
serta sebagian besar dipasarkan ke Jakarta sebagai pusat konsumsi utama.
Pemasok, produsen dan pedagang yang berasosiasi dalam suatu rantai pasokan akan
mengkoordinasikan aktivitas-aktivitas penghasil nilainya satu sama lain, dan dalam proses tersebut
nilai yang tercipta lebih besar/tinggi dibandingkan jika masing-masing beroperasi secara independen.
Tabel 1 menunjukkan elemen-elemen utama dalam rantai pasokan sayuran di Kabupaten Bandung,
Jawa Barat serta nilai (value) yang ditambahkan ke produk sayuran mulai dari produsen ke konsumen.

Tabel 1 Nilai tambah yang diberikan oleh setiap elemen/partisipan terhadap produk sayuran di sepanjang rantai
pasokan (Value added to vegetable products by each element along the supply chain)

Elemen (Element) Nilai Tambah (Value Added)


Produsen primer (Primary producer) o Produksi (Production)
o Panen (Harvesting)
Pedagang pengumpul lokal atau o Pengumpulan (Assembling)
bandar (Rural assembly traders) o Sortasi (Sorting)
o Pengkelasan (Grading)
o Pengangkutan (Shipping)
Pengepak (Packer) o Pengkelasan (Grading)
o Pengepakan/pengemasan (Packaging)
o Pengkoordinasian transpor dan negosiasi (Coordinating transport and negotiation)
o Penyimpanan jangka pendek (Controlled environment short term storage)
o Kontrak pasokan sayuran (Contract supply of vegetables)
Pedagang besar/grosir (Wholesaler) o Pemasaran, penjualan dan pendistribusian ke pedagang pengecer serta sektor jasa
makanan (Marketing & selling and distribution to retailers and the food service sector)
o Penyimpanan jangka pendek (Short term storage)

Pengecer/Supermarket o Promosi (Promotion)


(Retailer/Supermarket) o Pemasaran, penjualan dan pendistribusian (Marketing & selling and distribution)

4
Produk sayuran yang dipasarkan melalui rantai pasokan pada umumnya memiliki karakteristik:
(a) mengkonsumsi ruang – bulky, (b) mudah rusak, dan (c) berat dan volume produk sangat erat
kaitannya dengan nilai moneter produk bersangkutan, terutama jika dibandingkan dengan barang-
barang manufaktur. Tabel 2 memperlihatkan jenis-jenis sayuran yang difasilitasi oleh beberapa jenis
rantai pasokan mulai dari produsen ke konsumen. Setiap elemen/partisipan menangani lebih dari satu
jenis sayuran. Setiap mata rantai tidak harus menangani jumlah/jenis sayuran yang sama. Keadaan ini
tidak berarti bahwa mata rantai (partisipan pasar) tersebut independen satu dengan yang lain. Saling
ketergantungan tetap terjadi untuk meneruskan komoditas sayuran tersebut dari produsen ke
konsumen. Informasi yang dihimpun pada tabel 2 pada dasarnya hanya data yang diperoleh dari
partisipan purposif. Pada umumnya, tidak terdapat produk diferensiasi (product differentiation) antar
mata rantai, kecuali untuk pengepak dan supermarket yang biasanya menawarkan produk sayuran
yang lebih bersih serta dikemas secara lebih baik (carefully cleaned, washed, sorted, graded and
packed).
Tabel 2 Variasi produk sayuran yang mengalir sepanjang rantai pasokan dari produsen ke konsumen (The
variation of vegetables flows along the supply chain from producer to consumer).

Elemen (Element) Produk (Produce)

Produsen primer Tomat (tomato), kubis (cabbage), kubis merah (red cabbage), kubis bunga (cauliflower),
(Primary producer) cabai merah (hot pepper), letus (lettuce), bawang merah (shallot) dan kailan (kale)

Pedagang pengumpul Tomat (tomato), kubis (cabbage), kubis bunga (cauliflower), cabai merah (hot pepper), letus
(Assembler) (lettuce), buncis (kidney bean), sukini (zucchini), dan piterseli (parsley)

Pengepak Tomat (tomato), kubis (cabbage), kubis merah (red cabbage), kubis bunga (cauliflower),
(Packer) letus (lettuce), kentang (potato), seledri (celery), brokoli (broccoli), sawi (Chinese cabbage),
paprika (sweet pepper), buncis (kidney bean), sawi kecil (pakcoy), jagung manis (sweet
corn), tomat ceri (cherry tomato), asparagus, dan kailan (kale)

Pedagang besar Tomat (tomato), kubis (cabbage), cabai merah (hot pepper), sayuran daun (leafy
(Wholesaler) vegetables) dan kentang (potato)

Pedagang pengecer Tomat (tomato), kubis (cabbage), kubis bunga (cauliflower), cabai merah (hot pepper), letus
(Retailer) (lettuce), kentang (potato), buncis (kidney bean), seledri (celery), brokoli (broccoli), sawi
(Chinese cabbage), paprika (sweet pepper), buncis (kidney bean), sawi kecil (pakcoy),
jagung manis (sweet corn), tomat ceri (cherry tomato), asparagus, dan kailan (kale)

Salah satu keputusan pemasaran yang sulit adalah mengetahui kapan menerima suatu harga
atau kapan harus menunggu untuk memperoleh harga yang lebih baik. Dalam rantai pasokan sayuran,
sebagian besar produk sayuran diperdagangkan dan dinilai/dihargai melalui negosiasi individual, yaitu
suatu proses tawar menawar sederhana antara pembeli dan penjual individual untuk setiap transaksi.
Aturan formal berkenaan dengan transaksi biasanya tidak ada. Penjual biasanya berkehendak menjual
produknya pada tingkat harga tertinggi yang paling memungkinkan, tetapi yang bersangkutan tidak
mengetahui kapan harga tersebut akan terjadi (karena pembeli biasanya berkeinginan membeli pada
harga terendah yang paling memungkinkan). Suatu strategi pemasaran yang dilaksanakan untuk
mencapai harga kesepakatan (acceptable price) memiliki tingkat keberhasilan yang lebih baik
dibandingkan dengan strategi yang diarahkan untuk mencapai harga tertinggi. Oleh karena itu, penjual
harus mengetahui tingkat harga yang dapat diterima/disepakati dan konsisten dengan keuntungan dari
kegiatan bisnis secara keseluruhan. Pengamatan cermat terhadap kecenderungan (trends) pasar dapat
membantu setiap elemen rantai pasokan untuk memutuskan apakah akan menerima suatu harga
tertentu atau menunggu harga yang lebih tinggi (disesuaikan dengan product perishability). Tabel 3
secara kualitatif memperlihatkan bagaimana setiap elemen rantai pasokan sayuran memperkirakan/
merencanakan penentuan harga produknya.

5
Tabel 3 Penetapan harga produk oleh setiap elemen rantai pasokan sayuran ((Setting the price of produce by
each element of vegetable supply chain)

Elemen (Element) Penetapan harga produk (Setting the price of produce)

Produsen primer (Primary producer) Harga ditetapkan setelah mempertimbangkan (a) biaya produksi per unit atau titik impas, (b)
marjin keuntungan, dan (c) informasi harga pasar (The price is set after considering (a) unit
cost of production or break-even point (b) profit margin, and (c) market price information).
Pengepak (Packer) Harga ditetapkan pada umumnya melalui perjanjian atau kontrak (The price is set mostly
through prior agreement or contract)
Pedagang pengumpul (Assembler) Harga ditetapkan setelah mempertimbangkan (a) biaya produksi per unit atau titik impas, (b)
marjin keuntungan, dan (c) informasi harga pasar (The price is set after considering (a) unit
cost of production or break-even point (b) profit margin, and (c) market price information).
Pedagang besar (Wholesaler) Harga ditetapkan setelah mempertimbangkan (a) biaya produksi per unit atau titik impas, (b)
marjin keuntungan, dan (c) informasi harga pasar (The price is set after considering (a) unit
cost of production or break-even point (b) profit margin, and (c) market price information).
Pedagang pengecer/ supermarket Harga ditetapkan berdasarkan survei pasar ke supermarket-super-market lain serta pasar-
(Retailer/ supermarket) pasar tradisional, dan kemudian diikuti oleh kontrak jangka pendek (The price is set based on
market survey to other supermarkets and wet markets, and then followed by short-term
contract).

Tabel 4 berikut ini menunjukkan sasaran pasar, jenis produk dan distribusi produk dari setiap
elemen di sepanjang rantai pasokan sayuran. Kecuali untuk pedagang besar dan pengecer, elemen-
elemen yang lain memiliki paling sedikit dua sasaran pasar (outlet). Khusus untuk pengepak, sasaran
pasarnya relatif luas/banyak, namun volume transaksi untuk setiap pasar tersebut relatif kecil/sedikit.

Tabel 4 Sasaran pasar, jenis produk dan distribusi produk dari setiap elemen rantai pasokan sayuran (Outlets,
products and product distribution from each element in the vegetable supply chain)

Elemen (Element) Sasaran pasar (Outlets) Produk (Product) Distribusi (Distribution) (%)

Produsen primer o Pengumpul (Assembler) o Kubis (Cabbage) o 100% ke pengumpul (100% to


(Primary producer) o Pengepak (Packer) assembler)
o Kubis merah (Red cabbage) o 100% ke pengepak (100% to packer)
o Cabai merah (Hot pepper) o 100% ke pengumpul (100% to
assembler)
o Kailan (Kale) o 100% ke pengepak (100% to packer)
o Letus (Lettuce) o 60% ke pengumpul dan 40% ke
pengepak (60% to assembler and
40% to packer)
o Tomat (Tomato) o 70% ke pengumpul dan 30% ke
pengepak (70% to assembler and
30% to packer)
o Bawang merah (Shallot) o 100% ke pengumpul (100% to
assembler)
o Kubis bunga (Cauliflower) o 70% ke pengumpul dan 30% ke
pengepak (70% to assembler and
30% to packer)

Pengepak 1 o Alpha Group o Kentang (Potato) o 85% sayuran didistribusikan ke (85%


(Packer 1) o Makro o Kubis (Cabbage) of all vegetables are distributed to):
o Matahari Group o Tomat (Tomato) o Alpha Group
o Kemchicks o Seledri (Celery) o Makro
o Kubis bunga (Cauliflower) o Matahari Group
o Brokoli (Broccoli) o Kemchicks
o Letus (Lettuce) o 15% sayuran didistribusikan ke pasar-
o Sawi (Chin. Cabbage) pasar lain di Jakarta (15% of all
o Paprika (Sweet pepper) vegetables are distributed to other
o Kailan (Kale) markets in Jakarta)

6
Pengepak 2 o Supermarket o Buncis (Kidney bean) o 25% ke hotel, 75% ke supermarket
(Packer 2) o Garuda catering (Garuda (25% to hotel, 75% to supermarket)
airline caterer) o Tomat (Tomato) o 25% ke hotel, 75% ke supermarket
o Hotel (25% to hotel, 75% to supermarket)
o Restoran (Restaurants) o Sawi (Chin. Cabbage) o 25% ke hotel, 75% ke supermarket
o Toko swalayan (Mini- (25% to hotel, 75% to supermarket)
markets) o Kubis bunga (Cauliflower) o 50% ke hotel, 50% ke supermarket
(50% to hotel, 50% to supermarket)
o Letus (Lettuce) o 40% ke catering, 60% ke supermarket
(40% to caterer, 60% to supermarket)
o Kentang (Potato) o 100% ke supermarket
(100% to supermarket)
o Kubis (Cabbage) o 25% ke hotel, 75% ke supermarket
(25% to hotel, 75% to supermarket)
o Sawi kecil (Pakcoy) o 100% ke supermarket
(100% to supermarket)
o Jagung manis (Sweet corn) o 100% ke supermarket
(100% to supermarket)
o Tomat ceri (Cherry tomato) o 100% ke supermarket
(100% to supermarket)
o Asparagus o 100% ke supermarket
(100% to supermarket)
o Brokoli (Broccoli) o 100% ke supermarket
(100% to supermarket)

Pengumpul o Pasar Induk Kramat Jati o Letus (Lettuce) o Semua jenis sayuran didistribusikan
(Assembler) (Kramat Jati Wholesale o Kubis bunga (Cauliflower) ke (All vegetables distributed to):
Market) o Tomat (Tomato) o 75% ke PIKJ (75% to PIKJ)
o Pasar Mayestik (Mayestik o Buncis (Kidney bean) o 10% ke pengepak (10% to
Market, Jakarta) o Sukini (Zucchini) packers)
o Pengepak (Packers) o Kubis (Cabbage) o 15% ke Mayestik (15% to
o Cabai merah (Hot pepper) Mayestik)
o Piterseli (Parsley)

Grosir o Pengecer (Retailers) o Kentang (Potato) o 100% ke pengecer (100% to retailers)


(Wholesaler) o Cabai merah (Hot pepper)
o Sayuran daun (Leafy
vegetables)

Pengecer o Konsumen rumah tangga o Kentang (Potato) o 100% ke konsumen rumah tangga
(Retailer) (Household consumers) o Buncis (Kidney bean) (100% to household consumers)
o Meruya, Ciputat, o Kubis (Cabbage)
Alam Sutra, o Tomat (Tomato)
Cibitung, Kelapa o Seledri (Celery)
Gading, Pasar o Kubis bunga (Cauliflower)
Rebo o Brokoli (Broccoli)
o Bogor, Bekasi, o Letus (Lettuce)
Tanggerang, o Sawi (Chinese cabbage)
Bandung o Paprika (Sweet pepper)
o Sawi kecil (Pakcoy)
o Jagung manis (Sweet corn)
o Tomat ceri (Cherry tomato)
o Asparagus
o Kailan (Kale)

Pada penelitian ini, inventarisasi masalah-masalah yang terjadi di sepanjang rantai pasokan
dilakukan berdasarkan identifikasi dari penelitian-penelitian terdahulu serta kegiatan survai dan
observasi lapangan. Tabel 5 memperlihatkan respon partisipan terhadap konfirmasi masalah yang
telah diidentifikasi di sepanjang rantai pasokan. Walaupun ada responden yang bersifat indiferen
(antara setuju dan tidak setuju) pada saat dimintai konfirmasi, sebagian besar diantaranya menyatakan
setuju dengan keberadaan sebagian besar masalah (no. 1, 2, 3, 4, 7, 8, 9, 11, 12, 13, 15, 16, 17 dan
18) yang telah diidentifikasi. Sementara itu, sebagian besar responden menyatakan tidak setuju
dengan masalah-masalah: (a) kehilangan hasil/susut yang tinggi; (b) kemampuan terbatas untuk

7
Tabel 5 Respon partisipan rantai dalam mengkonfirmasi masalah-masalah yang diidentifikasi sepanjang rantai
pasokan sayuran (Chain participants’ responses in confirming identified problems along the vegetable
supply chain), n = 16.

Masalah Tidak setuju Antara setuju Setuju


(Problem) dan tidak setuju
(Disagree) (Between agree (Agree)
and disagree)
% % %

1. Variabilitas harga yang tinggi (High price variability) 12,50 12,50 75,00
2. Pasokan yang tidak stabil atau tidak kontinyu (Unstable supply) - 12,50 87,50
3. Biaya penanganan yang relatif tinggi dengan terlalu banyaknya 12,50 12,50 75,00
pemasok-pemasok skala kecil (High handling costs with too many
small suppliers)
4. Ketidak-pastian kualitas produk (Uncertainty of product quality) 25,00 25,00 50,00
5. Kehilangan hasil dan susut yang tinggi (High losses and shrinkage) 50,00 12,50 37,50
6. Respon terhadap pemesanan yang relatif lambat (Long order response 12,50 - 87,50
time)
7. Kurangnya pengawasan kualitas sepanjang rantai, termasuk - 12,50 87,50
kurangnya alat transportasi serta gudang penyimpanan berpendingin
(Insufficient quality control throughout the chain including shortage of
refrigerated transport and storage)
8. Kurangnya perencanaan produksi secara umum serta metode produksi - 18,75 81,25
yang relatif masih sederhana/konvensional (A general lack of
production planning and rigid or outdated production methods)
9. Kemampuan terbatas untuk memenuhi permintaan spesifikasi produk 50,0 12,50 37,50
(Insufficient ability to fulfill product specifications)
10. Tidak ada regulasi yang jelas untuk mengatur transaksi dan sistem 12,50 31,25 56,25
pembayaran, serta hukum yang berlaku untuk menghindarkan
pemalsuan kualitas, spekulasi harga dan praktek lain yang merugikan
partisipan rantai pasokan (No clear implementing regulation to regulate
transactions and payment methods, and laws to avoid quality fraud,
price speculation, and other practices that may harm the interest of
supply chain participants)
11. Kompetisi pasokan produk serupa dari sentra produksi lain cenderung - 6,25 93,75
meningkatkan ketidak-pastian harga (Competition in the supply of
similar produce from other regions tends to increase price uncertainty)
12. Kurangnya informasi pasar sepanjang rantai pasokan (Lack of 31,25 12,50 56,25
information flow into the whole chain)
13. Lingkungan kerja yang kurang menyenangkan serta kurang aman 43,75 18,75 37,50
sehingga menghalangi operasionalisasi kegiatan perdagangan yang
menguntungkan (Rather unpleasant and unsafe trading and working
environment that may hinder the private treaty or private trading could
operate profitably)
14. Kurangnya transparansi dalam penentuan harga melalui kompetisi bebas - 12,50 87,50
antar pedagang/partisipan (Lack of transparency in price setting through
free competition between traders)
15. Kurangnya rasa kepercayaan antar elemen yang terlibat di dalam - 25,00 75,00
rantai pasokan (Lack of trust between stakeholders in the supply chain)
16. Kesulitan koordinasi antar pemasok-pemasok skala kecil (Coordination - - 100,0
difficulties between many small suppliers)
17. Tidak ada kemampuan untuk penjejakan dan penelusuran (No tracking - 12,50 87,50
and tracing ability)

memenuhi permintaan spesifikasi produk; dan (c) lingkungan kerja kurang menyenangkan serta kurang
aman sehingga menghalangi kegiatan perdagangan yang menguntungkan. Ketidak-setujuan ini tidak

8
berarti bahwa ketiga masalah tersebut tidak terjadi. Masalah-masalah tersebut sebenarnya masih
terjadi di sepanjang rantai, namun dengan tingkat keparahan (severity) yang relatif lebih rendah
dibandingkan dengan keempat-belas masalah lainnya. Inventarisasi dan konfirmasi masalah ini secara
tidak langsung memberikan gambaran mengenai status rantai pasokan sayuran yang pada dasarnya
masih belum tertata dan bersifat tradisional.

2. Persepsi Partisipan Rantai Pasokan Sayuran Terhadap Pentingnya Keamanan Pangan

Untuk kategori produk, semua elemen mempersepsi bahwa kualitas produk bagian dalam
merupakan aspek penting dan tidak satupun elemen pernah menerima keluhan mengenai aspek ini
(Tabel 6 dan 7). Kualitas produk bagian luar juga dipersepsi penting dan semua elemen menyatakan
pernah mendapatkan keluhan berkenaan dengan kekurang-cocokkan konsumen/pelanggan mengenai
tampak luar produk yang ditawarkan. Kebersihan produk dari campuran plastik, kaca atau benda lain
dipersepsi sebagai aspek penting, dan keluhan mengenai hal ini pernah dialami oleh produsen dan
Tabel 6 Persepsi partisipan rantai pasokan mengenai pentingnya beberapa aspek pendukung keamanan
pangan (Chain participants’ perceptions on the importance of some food safety supporting aspects)

Produsen Pengepak Pengumpul Grosir Pengecer


(Producer) (Packer) (Assembler) (Wholesaler) (Retailer)

Produk (Product):

o Kualitas produk bagian dalam – rasa (Inner product √ √ √ √ √


quality - taste)
o Kualitas produk bagian luar - warna, bentuk, spot, dsb √ √ √ √ √
(Outer product quality - color, shape, spot, etc.)
o Kebersihan/higinis – tidak ada plastik, kaca atau benda √ √ √ √ √
lain yang tercampur di dalam tumpukan produk (Hygiene
- no pieces of plastics, glass, splinters, etc. mixed in the
product)
o Daya atau masa simpan (Shelf life or storage life) # √ # √ √
o Harga (Price) √ √ √ √ √

Mata rantai (Company/organization):

o Modernitas dan kualitas alat/mesin (Modernity and quality # ≈ # ≈ √


of machinery/tool)
o Perhatian terhadap lingkungan, terutama polusi (Attention √ √ √ √ √
to environment, especially pollution)
o Perhatian terhadap keamanan pangan secara umum √ √ √ √ √
(Attention to food safety in general)
o Ketersediaan dokumentasi atau registrasi tentang proses # ≈ # ≈ ≈
produksi serta penelusuran (Availability of registration/
documentation about the production process, traceability)
o Komitmen terhadap permintaan khusus, ketersediaan √ √ √ √ √
produk dan penghantaran tepat waktu (Commitment to
specific demands, availability of product, on-time delivery)
o Komunikasi atau koordinasi dengan mata rantai lain √ √ √ √ √
(Communication or coordination with other chains)
o Memelihara nama baik atau reputasi (Keeping good √ √ √ √ √
reputation)
Keterangan (Remark): √ = ya (yes); # = tidak (no); ≈ = belum (not yet)

9
pengumpul. Bagi produsen dan pengumpul, daya atau masa simpan produk dipersepsi sebagai aspek
yang tidak penting, karena produk yang ditangani biasanya langsung dikonsumsi. Keluhan mengenai
aspek daya simpan pernah dialami oleh pengepak dan pengecer/supermarket. Semua elemen
mempersepsi harga sebagai aspek penting, namun hanya pengecer yang menyatakan tidak pernah
menerima keluhan mengenai hal ini (harga di supermarket tidak dapat ditawar).
Untuk kategori mata rantai, modernisasi dan kualitas alat/mesin dipersepsi penting hanya oleh
pengecer/supermarket, sedangkan oleh partisipan lainnya tidak atau belum dianggap penting.
Perhatian terhadap lingkungan dan keamanan pangan dipersepsi penting oleh semua partisipan rantai
pasokan. Sampai saat ini semua partisipan tidak pernah menerima keluhan dari konsumen/pelanggan
berkenaan dengan kedua aspek tersebut. Persepsi yang cenderung masih bersifat mendua, yaitu
antara tidak penting dan belum penting dikemukakan oleh semua partisipan menyangkut aspek
ketersediaan dokumentasi atau registrasi tentang proses produksi serta penelusuran produk. Namun
demikian, keluhan dari konsumen/pelanggan mengenai aspek inipun belum pernah diterima oleh
semua partisipan/elemen. Secara serentak semua partisipan rantai pasokan mempersepsi bahwa (a)
komitmen terhadap permintaan khusus, ketersediaan produk dan penghantaran tepat waktu, (b)
komunikasi atau koordinasi dengan mata rantai lain, serta (c) memelihara nama baik atau reputasi,
merupakan tiga aspek penting pendukung keamanan pangan. Keluhan konsumen/pelanggan
berkenaan dengan komitmen dan koordinasi pernah diterima oleh produsen, pengepak, pengumpul
dan pedagang besar/grosir, kecuali pengecer/supermarket. Sementara itu, keluhan berkenaan dengan
reputasi tidak pernah diterima oleh semua partisipan rantai pasokan. Beberapa solusi yang
dikemukakan partisipan sebagai respon tindak lanjut setelah menerima keluhan, diantaranya adalah:

Tabel 7 Pengalaman partisipan rantai pasokan menerima keluhan mengenai beberapa aspek pendukung
keamanan pangan (Chain participants’ experience in receiving complaints regarding some food safety
supporting aspects)

Produsen Pengepak Pengumpul Grosir Pengecer


(Producer) (Packer) (Assembler) (Wholesaler) (Retailer)
Produk (Product):
o Kualitas produk bagian dalam – rasa (Inner product quality - taste) # # # # #
o Kualitas produk bagian luar – warna, bentuk, spot, dsb (Outer product √ √ √ √ √
quality - color, shape, spot, etc.)
o Kebersihan/higinis – tidak ada plastik, kaca atau benda lain yang # # √ # #
tercampur di dalam tumpukan produk (Hygiene - no pieces of plastics,
glass, splinters, etc. mixed in the product)
o Daya atau masa simpan (Shelf life or storage life) # √ # # √
o Harga (Price) √ √ √ √ #
Mata rantai (Company/organization):
o Modernitas dan kualitas alat/mesin (Modernity and quality of # # # # #
machinery/tool)
o Perhatian terhadap lingkungan, terutama polusi (Attention to # # # # #
environment, especially pollution)
o Perhatian terhadap keamanan pangan secara umum (Attention to food # # # # #
safety in general)
o Ketersediaan dokumentasi atau registrasi tentang proses produksi # # # # #
serta penelusuran (Availability of registration/ documentation about the
production process, traceability)
o Komitmen terhadap permintaan khusus, ketersediaan produk dan √ √ √ √ #
penghantaran tepat waktu (Commitment to specific demands,
availability of product, on-time delivery)
o Komunikasi atau koordinasi dengan mata rantai lain (Communication √ √ √ √ √
or coordination with other chains)
o Memelihara nama baik atau reputasi (Keeping good reputation) # # # # #
Keterangan (Remark): √ = pernah (yes/ever); # = tidak pernah (never).

10
(a) perbaikan budidaya dan pengetatan sortasi – keluhan kualitas luar, (b) pengaturan waktu atau pola
tanam dan sistem kontrak – keluhan fluktuasi harga, (c) perbaikan fasilitas penyimpanan – keluhan
daya simpan, serta (d) perbaikan sanitasi atau penerapan good agricultural practices – keluhan
lingkungan dan keamanan pangan. Semua partisipan rantai pasokan mempersepsi bahwa beberapa
aspek yang akan menjadi lebih penting dalam kurun waktu lima tahun ke depan, diantaranya adalah
stabilitas harga produk; komitmen terhadap permintaan khusus, ketersediaan produk dan
penghantaran tepat waktu; perhatian terhadap polusi; serta perhatian terhadap keamanan pangan.
Tabel 8 mengindikasikan bahwa kecuali produsen dan pengumpul, partisipan rantai pasokan
lainnya (pengepak, grosir dan pengecer) menyatakan pernah mendengar istilah keamanan pangan,
walaupun belum sepenuhnya mengerti arti dari istilah tersebut. Namun demikian, pernyataan pernah
atau belum pernah mendengar istilah keamanan pangan tidak selalu sejalan dengan respon mengenai
siapa yang bertanggung jawab terhadap penerapan keamanan pangan tersebut. Produsen menyata-
kan belum pernah mendengar, tetapi mengemukakan bahwa jaminan kualitas dalam kaitannya dengan
keamanan pangan, merupakan salah satu tanggung jawabnya. Sementara itu, grosir menyatakan
bahwa keamanan pangan bukan merupakan salah satu hal yang menjadi tanggung jawabnya.
Tabel 8 Kepedulian dan tanggung jawab keamanan pangan (Awareness and responsibility of food safety)

Elemen (Element) Apakah anda pernah Apakah menurut anda, jaminan kualitas dalam kaitannya dengan
mendengar istilah keamanan pangan, merupakan salah satu tanggung jawab anda?
keamanan pangan? (Do you think quality assurance, in terms of food safety, is
(Have you ever heard becoming one of your responsibilities?)
the term food safety?)

Produsen primer (Primary Belum (Not yet) o Ya, tetapi hal ini akan sukar dilaksanakan karena perhatian utama
producer) petani pada saat ini masih pada upaya peningkatan produksi/hasil
(Yes, but it is going to be very difficult since the main concern at
present is still to increase production)
o Ya, karena produsen/petani pada dasarnya juga menyadari bahwa
pestisida adalah racun (Yes, since producer is also aware that
pesticide is basically a poison).

Pengepak Ya (Yes) o Ya, tetapi pada dasarnya hal ini terutama merupakan tanggung jawab
(Packer) produsen/petani (Yes, but it is mostly the responsibility of the
producer)
o Ya, jaminan kualitas berkenaan dengan keamanan pangan
merupakan salah satu tanggung jawab kami (Yes, the quality
assurance, in terms of food safety, is one of our responsibilities)

Pengumpul Belum (Not yet) o Tidak ada jawaban/respon (No response)


(Assembler)

Grosir Ya (Yes) o Tidak/bukan, karena hal ini pada dasarnya merupakan tanggung
(Wholesaler) jawab produsen dan pengumpul (No, it is basically the responsibility of
producer and assembler)

Pengecer supermarket Ya (Yes) o Ya, jaminan kualitas berkenaan dengan keamanan pangan
(Retailer) merupakan salah satu tanggung jawab kami (Yes, the quality
assurance, in terms of food safety, is one of our responsibilities)

Semua elemen/partisipan rantai pasokan menyatakan belum pernah menerima keluhan dari
konsumen/pelanggan mengenai residu pestisida kimiawi dan masalah material campuran (Tabel 9).
Khusus mengenai residu pestisida, respon partisipan tersebut perlu disikapi secara cermat. Tidak
adanya keluhan konsumen/pelanggan tidak selalu dapat diartikan bahwa produk yang dipasarkan
bebas residu pestisida. Beberapa penelitian terpisah (Soeriaatmadja dkk., 1993; Harun dkk., 1996;
Ameriana dkk., 2000) memberikan indikasi bahwa residu pestisida pada produk sayuran sudah berada

11
di atas batas ambang toleransi. Partisipan rantai pasokan pada dasarnya telah melakukan beberapa
tindakan praktis untuk menghindarkan masalah-masalah keamanan pangan. Beberapa tindakan
tersebut diantaranya adalah: (a) menghentikan penyemprotan pestisida paling sedikit tiga hari sebelum
panen, (b) menggunakan pestisida jika perlu dan secara selektif, serta (c) membersihkan, mencuci dan
melakukan sortasi produk sayuran secara teliti.

Tabel 9 Keluhan mengenai risiko keamanan pangan dan tindakan pencegahannya (Complaints on food safety
risks and actions to prevent them)

Keluhan (Complaint)

Elemen Residu kimia – Masalah Masalah material Dapatkah anda ceritakan, jika ada, prosedur yang
(Element) batas residu mikrobiologis – – plastik, kaca dilakukan untuk mencegah terjadinya masalah
maksimal bakteri, dsb. (Material keamanan pangan? (Could you tell me what
(Chemical salmonela, dsb. problems - pieces procedures, if any, you carry out to avoid food safety
residues - (Microbiological of plastics, glass, problems?)
maximum problems - etc.)
residue levels) bacterium,
salmonella, etc.)

Produsen Tidak pernah Sedikit – produk Tidak pernah o Menggunakan pestisida jika perlu dan memilih
primer (Never) busuk atau rusak (Never) pestisida selektif (Use pesticides if necessary and
(Primary (Few – rotten or pick selective pesticides)
producer) damage products) o Menghentikan penyemprotan pestisida paling
sedikit satu minggu sebelum panen (Stop spraying
the plants with pesticides at least one week before
harvest)

Pengepak Tidak pernah Sedikit – produk Tidak pernah o Produk harus benar-benar kering sebelum
(Packer) (Never) busuk atau rusak (Never) dikirimkan (Produce should be completely dry
(Few – rotten or before delivered)
damage products) o Menginstruksikan kepada petani pemasok agar
menghentikan penyemprotan pestisida paling
sedikit tiga hari sebelum panen (Instruct suppliers
to stop spraying the plants with pesticides at least
three days before harvest)
o Untuk beberapa jenis sayuran tertentu, seperti
tomat, kentang, paprika dan seledri harus dicuci
dan dibersihkan dengan kain kering secara hati-
hati (For some selected vegetables, such as
tomato, potato, sweet pepper and celery, they are
carefully washed and wiped by dry cloth)

Pengumpul Tidak pernah Sedikit – produk Tidak pernah o Melakukan sortasi ulang produk yang diterima dari
(Assembler) (Never) busuk atau rusak (Never) produsen (Re-sorting the produce received from
(Few – rotten or producers)
damage products)

Grosir Tidak pernah Sedikit – produk Tidak pernah o Produk yang diterima harus dalam keadaan bersih
(Wholesaler) (Never) busuk atau rusak (Never) dan kering (Received produce should be clean
(Few – rotten or and dry)
damage products) o Melakukan sortasi ulang produk yang diterima
dengan teliti (Thoroughly re-sorting the produce
received)
o Membersihkan kios/lapak (Clean the kiosk)

Pengecer Tidak pernah Sedikit – produk Tidak pernah o Membersihkan, melakukan sortasi dan memilih
supermarket (Never) busuk atau rusak (Never) produk dengan teliti (Thoroughly cleaning, sorting
(Retailer) (Few – rotten or and selecting the produce)
damage products)

12
Tabel 10 menunjukkan bahwa dua manfaat utama keamanan pangan yang dipersepsi paling
penting oleh partisipan rantai pasokan adalah memperbaiki keyakinan konsumen terhadap keamanan
dan kualitas produk serta mencegah keracunan makanan. Urutan kepentingan manfaat berikutnya
secara berturut-turut adalah disiplin manajemen bisnis yang berguna, mengurangi jumlah atau
banyaknya keluhan, alat pertahanan legal untuk menjawab keluhan, dan menyesuaikan dengan
peraturan/legislasi. Dua manfaat terakhir dipersepsi memiliki kepentingan manfaat terendah, karena
sampai saat ini belum ada peraturan atau perundangan spesifik berkenaan dengan sistem keamanan
pangan, khususnya untuk produk sayuran.
Persepsi partisipan mengenai prioritasi implementasi keamanan pangan pada dasarnya masih
bersifat mendua/baur (mixed perception). Jawaban dari setengah jumlah responden yang menyatakan
bahwa keamanan pangan merupakan prioritas utama dalam penyelenggaraan bisnis/usahanya perlu
diinterpretasi secara lebih hati-hati. Jawaban tersebut kemungkinan diberikan setelah pewawancara
menyinggung tentang manfaat implementasi sistem keamanan pangan serta konsekuensi atau bahaya
yang mungkin timbul jika tidak melaksanakannya. Observasi lapangan memberikan gambaran faktual
bahwa pada kenyataannya implementasi keamanan pangan di sepanjang rantai pasokan masih belum
masuk ke dalam skala prioritas (minor).

Tabel 10 Manfaat utama dan prioritasi implementasi sistem keamanan pangan (Main benefits and prioritization in
implementing a food safety system), n = 16.

Tidak Antara setuju dan Setuju


Manfaat dan Prioritas (Benefits and prioritization) setuju tidak setuju
(Disagree) (Between agree (Agree)
and disagree)
% % %

Manfaat keamanan pangan (Benefits of food safety):

Memperbaiki keyakinan konsumen terhadap keamanan dan kualitas produk - 12,50 87,50
(Improves customer confidence in the product safety and quality)

Mencegah keracunan makanan (Prevents food poisoning) - 18,75 81,25

Alat pertahanan legal untuk menjawab keluhan (A legal defense against complaints) 18,75 31,25 50,00

Mengurangi jumlah atau banyaknya keluhan (Reduces the number of complaints) 12,50 31,25 56,25

Menyesuaikan dengan peraturan/legislasi (Complies with regulation/ legislation) - 50,00 50,00

Disiplin manajemen bisnis yang berguna (Useful business management discipline) - 37,50 62,50

Prioritasi keamanan pangan (Prioritization of food safety)

Keamanan pangan menempati prioritas utama di dalam organisasi saya (Food 12,50 50,00 37,50
safety is a major priority in my organization)

Keamanan pangan menempati prioritas minor/tidak utama di dalam organisasi saya 37,50 25,00 37,50
(Food safety is a minor priority in my organization)

Keamanan pangan bukan prioritas di dalam organisasi saya (Food safety is not a 50,00 37,50 12,50
major priority in my organization)

Pengamatan mengenai prioritas minor di atas didukung oleh persepsi umum responden
terhadap beberapa aspek atau pernyataan tentang keamanan pangan yang disajikan pada Tabel 11.
Lebih dari separuh responden menyatakan tidak setuju jika dikategorikan telah mengetahui apa yang
dimaksud dengan keamanan pangan. Sebagian besar responden juga menyangkal pernyataan bahwa
keamanan pangan merupakan sesuatu yang dijadikan prioritas dalam berbisnis/berusaha. Persentase

13
responden yang menyatakan setuju berkaitan dengan keamanan pangan sebagai prioritas utama
ternyata lebih kecil dibandingkan dengan total persentase responden yang tidak setuju dan indiferen.
Hal ini tampaknya merupakan konsekuensi dari kenyataan bahwa hanya sebagian kecil responden
yang telah menyadari manfaat penerapan sistem keamanan pangan. Terlebih lagi, sebagian besar
partisipan rantai juga belum merasakan adanya insentif untuk mengadopsi konsep sistem keamanan
pangan.

Tabel 11 Persepsi umum partisipan rantai pasokan terhadap beberapa aspek atau pernyataan tentang keamanan
pangan (Chain participants’ general perceptions on some aspects/statements of food safety)

(Between agree and disagree)


Antara setuju dan tidak setuju
Tidak setuju
(Disagree)
Pernyataan-pernyataan (Statements)

(Agree)
Setuju
% % %
Saya todak mengetahui apa sebenarnya yang dimaksud dengan keamanan pangan (I do not really 62,50 12,50 25,00
know what food safety is)
Saya berpendapat bahwa keamanan pangan adalah isu yang terlalu kompleks (I think that food 12,50 12,50 75,00
safety is too complicated issue)
Saya memiliki cukup waktu untuk memikirkan masalah keamanan pangan (I have enough time for 37,50 37,50 25,00
thinking about the food safety issues)
Saya berpendapat bahwa keamanan pangan sebenarnya merupakan suatu prioritas bisnis (I think 50,00 25,00 25,00
that food safety is really a business priority)
Saya dapat melihat manfaat dari sistem keamanan pangan (I could see the benefits of food safety 25,00 37,50 37,50
system)
Saya berpendapat bahwa sebenarnya ada insentif untuk menerapkan sistem keamanan pangan (I 25,00 50,00 25,00
think there is real incentive for having a food safety system)
Saya berpendapat bahwa akan timbul masalah atau kesulitan teknis/non-teknis pada saat 12,50 25,00 62,50
mengkomunikasikan isu keamanan pangan kepada pekerja lapangan (I think there will be some
technical/ non-technical problems in communicating food safety issues to the field staff)
Saya berpendapat bahwa penerapan sistem keamanan pangan akan memerlukan biaya yang tinggi 12,50 12,50 75,00
(I think it will be costing too much to have a proper food safety system in place)
Saya berpendapat bahwa keamanan pangan merupakan prioritas utama (I think food safety is 25,00 37,50 37,50
really a major priority)
Saya berpendapat bahwa seharusnya ada pengecekkan keamanan pangan yang lebih 12,50 37,50 50,00
banyak/sering/ketat dari pihak otoritas (I think there should be more food safety checks by the
authorities)

Tabel 11 secara ringkas juga menunjukkan persepsi sebagian besar partisipan rantai pasokan
yang mengisyaratkan persetujuan terhadap beberapa aspek keamanan pangan sebagai berikut: (a)
keamanan pangan merupakan isu yang terlalu kompleks, (b) penerapan sistem keamanan pangan
memerlukan biaya tinggi, (c) masalah atau kesulitan teknis/non-teknis akan timbul pada saat
mengkomunikasikan isu keamanan pangan kepada pekerja lapangan, dan (d) seharusnya ada
pengecekkan keamanan pangan yang lebih banyak/sering/ketat dari pihak otoritas.

14
KESIMPULAN DAN SARAN

o Rantai pasokan sayuran di kabupaten Bandung, Jawa Barat masih didominasi oleh rantai pasokan
tradisional yang outlet utamanya adalah pasar-pasar lokal/tradisional. Rantai pasokan sayuran ke
supermarket diperkirakan baru dapat menyerap < 20% dari total pasokan sayuran. Setiap elemen/
partisipan rantai pasokan pada umumnya menangani lebih dari satu jenis sayuran. Antar mata rantai
tidak terdapat diferensiasi produk (product differentiation), kecuali untuk pengepak dan supermarket
yang menawarkan produk sayuran lebih bersih serta dikemas secara lebih baik.

o Rantai pasokan sayuran masih belum tertata dengan baik. Hal ini tercermin dari persepsi partisipan
menyangkut berbagai masalah yang masih terjadi di sepanjang rantai, diantaranya (a) variabilitas
harga yang tinggi, (b) pasokan yang tidak stabil atau tidak kontinyu, (c) biaya penanganan yang
relatif tinggi dengan terlalu banyaknya pemasok-pemasok skala kecil, (d) ketidak-pastian kualitas
produk, (e) respon terhadap pemesanan yang relatif lambat, (f) kurangnya pengawasan kualitas
sepanjang rantai, termasuk kurangnya alat transportasi serta gudang penyimpanan berpendingin, (g)
kurangnya perencanaan produksi secara umum serta metode produksi yang relatif masih sederhana/
konvensional, (h) tidak ada regulasi yang jelas untuk mengatur transaksi dan sistem pembayaran,
serta hukum yang berlaku untuk menghindarkan pemalsuan kualitas, spekulasi harga dan praktek
lain yang merugikan partisipan rantai pasokan, (i) kompetisi pasokan produk serupa dari sentra
produksi lain cenderung meningkatkan ketidak-pastian harga, (j) kurangnya informasi pasar
sepanjang rantai pasokan, (k) kurangnya transparansi dalam penentuan harga melalui kompetisi bebas
antar pedagang/partisipan, (l) kurangnya rasa kepercayaan antar elemen yang terlibat di dalam rantai
pasokan, (m) kesulitan koordinasi antar pemasok-pemasok skala kecil, dan (n) tidak ada
kemampuan untuk penjejakan dan penelusuran

o Semua elemen/partisipan rantai pasokan menyatakan belum pernah menerima keluhan dari
konsumen/pelanggan mengenai residu pestisida kimiawi dan masalah material campuran. Khusus
mengenai residu pestisida, tidak adanya keluhan konsumen/pelanggan tampaknya lebih disebabkan
oleh kesulitan konsumen untuk mendeteksi adanya residu pestisida secara manual/visual.

o Observasi lapangan memberikan gambaran faktual bahwa pada kenyataannya implementasi


keamanan pangan di sepanjang rantai pasokan masih belum masuk ke dalam skala prioritas (masih
minor priority).

o Beberapa saran yang dapat dikemukakan untuk meningkatkan akselerasi penerapan sistem
keamanan pangan adalah: (a) merancang dan menetapkan kebijakan, peraturan/perundangan yang
komprehensif menyangkut implementasi sistem keamanan pangan, (b) meningkatkan kegiatan
penelitian untuk mengembangkan critical control points yang efektif dan praktis, agar mudah
diimplemetasikan di setiap mata rantai pasokan, (c) meningkatkan studi penaksiran foodborne
pathogens untuk mengidentifikasi titik-titik rawan di sepanjang rantai pasokan serta menentukan
batas ambang toleransi, (d) menetapkan standar ekivalensi praktek budidaya dan prosesing yang
berorientasi keamanan pangan, dan (e) meningkatkan edukasi, penyuluhan dan pelatihan mengenai
keamanan pangan kepada semua partisipan rantai pasokan sayuran.

DAFTAR PUSTAKA

Ameriana., M, R. Sinung-Basuki, E. Suryaningsing dan W. Adiyoga. 2000. Kepedulian konsumen


terhadap sayuran bebas residu pestisida. J. Hort 9 (4): 366-377.

15
Baines, R.N., W.P. Davies and P. Ryan. 2000. Reducing risks in the agri-food supply chain: Co-
recognition of food safety systems or a single global scheme. IFAMA Paper, June 2000.

Blaine, K. and D. Powell. 2001. Communication of food-related risks. AgBioForum, 4(3&4): 179-185.

Canadian Horticultural Council, 1998. On-farm food safety guidelines: Background and scope. Ottawa,
Canada.

Caswell, J. A. 1998. How labeling of safety and process attributes affects markets for food. Agricultural
and Resource Economics Review, 27: 151-158.

Curtis, V., S. Cairncross and R. Yonli. 2000. Domestic hygiene and diarrhea – pinpointing the problem.
Tropical Medicine and International Health, 5(1): 22–32.

Harun., Y, R.T.M. Sutamiharja, S. Partoatmodjo dan R.E. Soeriaatmadja. 1996. Telaah residu pestisida
pada sayuran yang dijual di pasar swalayan dan pasar Bogor. J. Hort 6 (1): 71-79.

Henneberry, S.R., K. Piewthongngam and H. Qiang. 1999. Consumer food safety concerns and fresh
produce consumption. Journal of Agricultural and Resource Economics 24(1):98-113

Morris, C. and C. Young. 2000. Seed to shelf, teat to table, barley to beer and womb to tomb: Discourses of
food quality and quality assurance schemes in the UK. Journal of Rural Studies 16: 103-115.

Soeriaatmadja., R. E, A. L. H. Dibyantoro dan I. Sulastrini. 1993. Residu insektisida pada tanaman


sayuran di sentra produksi sayuran dataran rendah, Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Tengah
dan D. I. Yogyakarta. Bull. Penel. Hort. XXV (3): 72-78.

Taylor, M.R. 2002. Reforming food safety: A model for the future. Issue Brief 02-02, Resources for the
Future, Washington, DC.

Unnevehr, L. and N. Hirschhorn. 2001. Designing effective food safety interventions in developing
countries. In D. Giovannucci. (Ed.). A guide to developing agricultural markets and agro-
enterprises.

Van Ravenswaay, E.O. and J.P. Hoehn. 1997. Approaches to measuring consumer benefits from food
safety. Food Marketing Policy Center, University of Connecticut.

World Bank. 2000. Food safety and developing countries: The safety of the food supply has taken on a
new urgency in the global marketplace. Agric. Tech. Notes, No. 26, Washington, DC.

Zuurbier, P.J.P. 1999. Supply chain management in the fresh produce industry: A mile to go? Journal of
Food Distribution Research, 21: 20-30.

16

Anda mungkin juga menyukai