Mutu dan Gizi Pangan untuk melaksanakan Undang-Undang Nomor 7 tahun 1996 dan
memberikan perlindungan kepada masyarakat. Penyimpangan mutu dan keamanan pangan
mempunyai dampak terhadap pemerintah, industri dan konsumen. Oleh karena itu diperlukan
peran serta berbagai sektor tersebut untuk menjamin mutu dan keamanan pangan.
Menurut Seto dalam Nasution (2009), keamanan pangan muncul sebagai suatu masalah yang
dinamis seiring dengan berkembangnya peradaban manusia dan kemajuan ilmu dan
teknologi, sehingga diperlukan suatu sistem dalam mengawasi pangan sejak diproduksi,
diolah, ditangani, diangkut, disimpan dan didistribusikan serta dihidangkan kepada
konsumen. Keamanan pangan merupakan aspek yang sangat penting dalam kehidupan sehari-
hari. Kurangnya perhatian terhadap hal ini telah sering mengakibatkan terjadinya dampak
berupa penurunan kesehatan konsumennya, mulai dari keracunan makanan akibat tidak
higienisnya proses penyiapan dan penyajian sampai resiko munculnya penyakit kanker akibat
penggunaan bahan tambahan (food additive) yang berbahaya.
Ada empat masalah utama mutu dan keamanan pangan nasional yang perdagangan pangan
baik domestik maupun global (Fardiaz, 1996), yaitu:
Pertama, produk pangan yang tidak memenuhi persyaratan mutu keamanan pangan,
yaitu:
(1) Penggunaan bahan tambahan pangan yang dilarang atau melebihi batas dalam produk
pangan
Umumnya beberapa bahan tambahan pangan (BTP) digunakan dalam pangan untuk
memperbaiki tekstur, flavor, warna atau mempertahankan mutu. Beberapa bahan kimia yang
bersifat toksik (beracun) jika digunakan dalam pangan akan menyebabkan penyakit atau
bahkan kematian. Oleh karena itu, dalam peraturan pangan dilarang menggunakan bahan
kimia berbahaya dalam pangan. Badan POM secara rutin mengawasi pangan yang beredar di
Indonesia untuk memastikan apakah pangan tersebut memenuhi syarat.
(2) Ditemukan cemaran kimia berbahaya (pestisida, logam berat, obat-obat pertanian) pada
berbagai produk pangan :
Pestisida, logam berat, hormon, antibiotika dan obat-obatan lainnya yang digunakan dalam
kegiatan produksi pangan merupakan contoh cemaran kimia yang masih banyak ditemukan
pada produk pangan, terutama sayur, buah- buahan dan beberapa produk pangan hewani.
(3) Cemaran mikroba yang tinggi dan cemaran microba patogen pada berbagai produk
pangan,
Sedangkan cemaran mikroba umumnya banyak ditemukan pada makanan jajanan, makanan
yang dijual di warung-warung di pinggir jalan, makanan katering, bahan pangan hewan
(daging, ayam dan ikan) yang dijual di pasar serta makanan tradisional lainnya. Hasil
pengujian di 8 Balai Laboratorium Kesehatan Propinsi menemukan 23,6% contoh makanan
positif mengandung bakteri Escheresia coli, yaltu bakteri yang digunakan sebagai indikator
sanitasi. Dalam hal pelabelan produk pangan, dari sejumlah contoh label yang diperiksa
sebanyak 27,30% - 26,76% tidak memenuhi persyaratan dalam hal kelengkapan dan
kebenaran informasi yang tercantum dalam label.
(4) Pelabelan dan periklanan produk pangan yang tidak memenuhi syarat,
sejumlah contoh iklan yang diperiksa terutama karena memberikan informasi yang
menyesatkan (mengarah ke pengobatan) dan menyimpang dari peraturan periklanan. Produk
pangan kadaluarsa terutama diedarkan untuk bingkisan atau parcel Hari Raya/Tahun Baru.
Dari sejumlah sarana penjual parcel yang diperiksa sekitar 33,22%-43,57% sarana menjual
produk kadaluarsa, Peredaran produk pangan yang tidak memenuhi standar mutu dan
komposisi masih banyak pula ditemukan.
(7) Cara peredaran dan distribusi produk pangan yang tidak memenuhi syarat; dan
(8) Mutu dan keamanan produk pangan belum dapat bersaing di pasar Internasional.
Kedua, masih banyak terjadi kasus keracunan makanan yang sebagian besar belum
dilaporkan dan belum didentifikasi penyebabnya.
Keempat, rendahnya kepedulian konsumen tentang mutu dan keamanan pangan yang
disebabkan pengetahuan yang terbatas dan kemampuan daya beli yang rendah,
sehingga mereka masih membeli produk pangan dengan tingkat mutu dan keamanan
yang rendah.
BUKU PMM
https://www.google.com/amp/s/slideplayer.info/amp/16985074/