Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mikrobiologi dalam bahasa Yunani diartikan mikros yang berarti kecil, bios yang artinya
hidup, dan logos yang artinya kata atau ilmu. Mikrobiologi merupakan suatu istilah luas yang
berarti studi tentang mikroorganisme, yaitu organisme hidup yang terlalu kecil untuk dapat
dilihat dengan mata telanjang dan biasanya bersel tunggal (Budiyanto, 2002:1). Mikrobiologi
dalam konteks pembagian ilmu modern mencakup studi tentang bakteri (bakteriologi), jamur
(mikologi), dan virus (virologi) (Budiyanto, 2002:1).
Pangan merupakan kebutuhan pokok bagi manusia dikarenakann menjadi sumber kalori,
protein, mineral dan vitamin untuk memenuhi kebutahan gizi. Pangan berasal dari sumber hayati
produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan dan air, baik yang
diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi
manusia, termasuk bahan tambahan pangan bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang
digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman
(Suhaimi, 2019).
Mikrobiologi pangan adalah salah satu cabang mikrobiologi yang mempelajari bentuk,
sifat, dan peranan mikroorganisme dalam rantai produksi pangan baik yang menguntungkan
maupun yang merugikan seperti kerusakan pangan dan penyebab penyakit bawaan pangan
(Sopandi dan Wardah, 2014:2). Rantai produksi pangan yang dimaksud diatas adalah sejak
pemanenan, penangkapan, penyembelihan, penanganan, penyimpanan, pengolahan, distribusi,
pemasaran, penghidangan hingga pangan siap untuk dikonsumsi. Bidang mikrobiologi pangan
sebelum tahun 1970 dikenal sebagai suatu aplikasi ilmu yang terlibat dalam kontrol kualitas
mikrobiologis pangan. Bidang mikrobiologi pangan tidak hanya menyangkut aspek mikrobiologi
kerusakan, penyakit bawaan, dan kontrol efektif pengolahan pangan, tetapi juga menyangkut
informasi dasar ekologi, fisiologi, metabolisme, dan genetika mikroba (Sopandi dan Wardah,
2014:2).
Kelompok mikroorganisme dalam pangan terdiri atas beberapa spesies dan strain bakteri,
khamir, kapang, dan virus yang berperan penting dalam pangan karena kemampuannya.
Kemampuan tersebut menyebabkan kerusakan dan penyakit bawaan pangan, serta digunakan
untuk produksi pangan dan aditif pangan. Menurut Sopandi dan Wardah (2014:15) di antara 4
kelompok mikroorganisme pangan, bakteri merupakan kelompok terbesar. Hal itu disebabkan
1
karena bakteri dapat berada di hampir semua jenis pangan dengan laju pertumbuhan yang tinggi,
bahkan pada pangan yang tidak dapat ditumbuhi oleh khamir dan kapang. Bakteri juga
merupakan kelompok mikroorganisme paling penting yang menyebabkan kerusakan pangan dan
menimbulkan penyakit bawaan pangan (Sopandi dan Wardah, 2014:16).
Kontaminasi makanan oleh mikroorganisme dapat menyebabkan keracunan, iritasi pada
paru–paru, kegagalan sistem sirkulasi akut, kerusakan ginjal, kanker, bahkan menimbulkan
kematian. Laporan kasus kejadian luar biasa (KLB) yang dikeluarkan oleh BPOM tahun 2016
menyatakan bahwa 16,35% keracunan makanan di Indonesia berasal dari pangan jajanan di
sekolah (BPOM RI, 2016). Selanjutnya juga dilaporkan bahwa sebanyak 42,14% dari keracunan
tersebut umumnya berasal dari jajanan yang dibuat dari pangan rumah tangga. Makanan yang
tercemar oleh mikroba patogen menjadi masalah kesehatan global yang dapat menyebabkan
penyakit. Kasus foodborne disease terbanyak di dunia diakibatkan oleh bakteri Salmonella sp.,
Campylobacter jejuni, dan E. coli (Motarjemi, 2006).
Sebagai indikator kebersihan makanan dan minuman, pada umumnya digunakan
parameter uji E.coli, Salmonella sp., secara terpisah. Parameter ini digunakan karena bakteri
tersebut termasuk golongan bakteri enterik dengan kata lain ditemukan pada pencernaan
hewan. Namun setelah dikeluarkannya ISO 21582-2: 2017, negara-negara di Eropa menggunakan
parameter angka Enterobacteriaceae karena dalam parameter ini sudah termasuk didalamnya
bakteri Salmonella sp. dan Shigella sp., sehingga lebih efektif dan efisien. Menurut PerKa
BPOM RI tahun 2016 bahwa persyaratan angka Enterobacteriaceae tidak boleh lebih atau
sama dengan 10 CFU/gram atau 10 CFU/mL.
Penggunaan metode ISO-Violet Red Bile Glucose (VRBG) sudah dilakukan sejak lama
di Eropa. Paulsen (2008) telah membadingkan 3 metode untuk menguji angka
Enterobacteriaceae pada makanan yaitu Most-Probable-Number dibandingkan dengan Petrifilm
dan International Standardization Organization untuk standar prosedur pengujian. Hasil
yang baik ditunjukkan oleh metode ISO-VRBG yang dapat mengkonfirmasi hampir 100%
famili Enterobateriaceae. Saat ini ISO juga sudah memperbarui metodanya di tahun 2017.
Ogura et al.,(2018) juga sudah mengevaluasi metode ini dengan membandingkan antara
metode ISO-VRBG dengan metode kultur lembar kering Novel. Tidak ada perbedaan signifikan
yang ditunjukkan oleh oleh kedua metode tersebut untuk pengujian angka Enterobacteriaceae
pada makanan.
Berdasarkan pemaparan diatas, perlu dilakukan penelitian mengenai uji angka
Enterobecteriaceae pada pangan.

2
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana metode yang digunakan pada uji angka Enterobacteriaceae dalam sampel
makanan di BBPOM Padang ?
2. Bagaimanakah hasil pengujian angka Enterobacteriaceae dalam sampel makanan di
BBPOM Padang ?

C. Tujuan Kerja Praktik


1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari pelaksanaan di Balai Besar Pangawas Obat dan Makanan (BPOM)
ini adalah:
a) Meningkatkan pengetahuan mahasiswa mengenai hubungan anatara teori yang telah
didapatkan selama perkuliahan dengan penerapannya di dunia kerja dan faktor-faktor
yang mempengatuhinya sehingga dapat menjadi bekal bagi mahasiswa yang pada
nantinya akan terjun di dunia kerja.
b) Menjalin kerjsama dan meningkatkan hubungan antara perguruan tinggi dengan
instansi pemerintahan atau perusahaan swasta dan masyarakat.
2. Tujuan khusus
Tujuan khusus dari kerja praktik di laboratorium mikrobiologi di Balai Pengawasan
Obat dan Makanan (BPOM) ini adalah:
a) Untuk mengetahui bagaimana metode uji angka Enterobacteriaceae dalam sampel
makanan.
b) Untuk mengetahui apakah terdapat angka Enterobacteriaceae dalam sampel makanan

D. Manfaat Kerja Praktik


1. Dapat menambah pengetahuan dalam bidang Mikrobiologi.

3
BAB II
TINJAUAN INSTANSI

A. Latar Belakang Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan di Padang

Teknologi yang berkembang pesat telah membawa perubahan-perubahan yang cepat


dan signifikan pada industri farmasi, obat asli Indonesia, makanan, kosmetika dan alat kesehatan.
Dengan menggunakan teknologi modern, industri-industri tersebut kini mampu memproduksi
dalam skala yang sangat besar mencakup berbagai produk dengan "range" yang sangat luas.
Dengan dukungan kemajuan teknologi transportasi dan entry barrier yang makin tipis
dalam perdagangan internasional, maka produk-produk tersebut dalam waktu yang amatsingkat
dapat menyebar ke berbagai negara dengan jaringan distribusi yang sangat luas dan mampu
menjangkau seluruh strata masyarakat.
Konsumsi masyarakat terhadap produk-produk termaksud cenderung terus meningkat,
seiring dengan perubahan gaya hidup masyarakat termasuk pola konsumsinya. Sementara itu
pengetahuan masyarakat masih belum memadai untuk dapat memilih dan menggunakan produk
secara tepat, benar dan aman. Di lain pihak iklan dan promosi secara gencar mendorong
konsumen untuk mengkonsumsi secara berlebihan dan seringkali tidak rasional.
Perubahan teknologi produksi, sistem perdagangan internasional dan gaya hidup
konsumen tersebut pada realitasnya meningkatkan resiko dengan implikasi yang luas pada
kesehatan dan keselamatan konsumen. Apabila terjadi produk sub standar, rusak atau
terkontaminasi oleh bahan berbahaya maka risiko yang terjadi akan berskala besar dan luas serta
berlangsung secara amat cepat.
Untuk itu Indonesia harus memiliki Sistem Pengawasan Obat dan Makanan (SisPOM)
yang efektif dan efisien yang mampu mendeteksi, mencegah dan mengawasi produk-produk
termaksud untuk melindungi keamanan, keselamatan dan kesehatan konsumennya baik di dalam
maupun di luar negeri. Untuk itu telah dibentuk BPOM yang memiliki jaringan nasional dan
internasional serta kewenangan penegakan hukum dan memiliki kredibilitas profesional yang
tinggi.

4
B. Visi dan Misi Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan di Padang

a. Visi :

Obat dan makanan aman, bermutu, dan berdaya saing untuk mewujudkan Indonesia
Indonesia maju yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian berlandaskan gotong royong.
b. Misi :
1) Membangun SDM unggul terkait Obat dan Makanan dengan mengembangkan
kemitraan bersama seluruh komponen bangsa dalam rangka peningkatan kualitas
manusia Indonesia
2) Memfasilitasi percepatan pengembangan dunia usaha Obat dan Makanan dengan
keberpihakan terhadap UMKM dalam rangka membangun struktur ekonomi yang
produktif dan berdaya saing untuk kemandirian bangsa
3) Meningkatkan efektivitas pengawasan Obat dan Makanan serta penindakan kejahatan
Obat dan Makanan melalui sinergi pemerintah pusat dan daerah dalam kerangka Negara
Kesatuan guna perlindungan bagi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada
seluruh warga
4) Pengelolaan pemerintahan yang bersih, efektif, dan terpercaya untuk memberikan
pelayanan publik yang prima di bidang Obat dan Makanan

C. Fungsi Utama Badan Pengawasan Obat Makanan

a. Fungsi utama Badan Pengawasan Obat Makanan

Berdasarkan pasal 3 pada Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017 tentang Badan
Pengawas Obat dan Makanan, Badan Pengawasan Obat dan Makanan mempunyai fungsi:

1. Penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan Obat dan Makanan;

2. Pelaksanaan kebijakan nasional di bidang pengawasan Obat dan Makanan;

3. Penyusunan dan penetapan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang


Pengawasan Sebelum Beredar dan Pengawasan Selama Beredar;
4. Pelaksanaan Pengawasan Sebelum Beredar dan Pengawasan Selama Beredar;

5. Koordinasi pelaksanaan pengawasan Obat dan Makanan dengan instansi


pemerintah pusat dan daerah;

5
6. Pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang pengawasan Obat dan
Makanan;
7. Pelaksanaanpenindakan terhadap pelanggaran ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang pengawasan Obat dan Makanan;
8. Koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi
kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan BPOM;
9. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab BPOM;

10. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan BPOM; dan

11. Pelaksanaan dukungan yang bersifat substantif kepada seluruh unsur organisasi
di lingkungan BPOM.
b. Fungsi Balai Besar atau Balai POM

Berdasarkan Pasal 4 Peraturan BPOM Nomor 12 Tahun 2018, Unit Pelaksana Teknis
BPOM menyelenggarakan fungsi:

1) Penyusunan rencana dan program di bidang pengawasan Obat danMakanan


2) Pelaksanaan pemeriksaan sarana/fasilitas produksi Obat dan Makanan
3) Pelaksanaan pemeriksaan sarana/fasilitas distribusi Obat dan Makanan
4) Pelaksanaan sertifikasi produk dan sarana/fasilitas produksi dan/atau distribusi Obat dan
Makanan
5) Pelaksanaan pengambilan contoh (sampling) Obat dan Makanan
6) Pelaksanaan pengujian Obat dan Makanan
7) Pelaksanaan intelijen dan penyidikan terhadap pelanggaran ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang pengawasan Obat dan Makanan
8) Pengelolaan komunikasi, informasi, edukasi, dan pengaduan masyarakat di bidang
pengawasan Obat dan Makanan
9) Pelaksanaan koordinasi dan kerja sama di bidang pengawasan Obat danMakanan

10)Pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang pengawasanObat dan Makanan

11) Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga, dan

12) Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Kepala Badan.

6
D. Profil Badan Pengawasan Obat dan Makanan

Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) merupakan salah satu Unit
Pelaksanaan Teknis (UPT) Badan POM. BPOM yang dibentuk berdasarkan SK Kepala Badan
Pengawasan Obat dan Makanan nomor 05018/SK/KBBPOM Tahun 2001 tentang organisasi dan
tata usaha kerja unit pelaksanaan teknis di lingkungan BPOM. Sejak di tetapkannya keputusan
ini wilayah Kerja Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Padangmencakup 7 (tujuh) Kota
dan 12 (dua belas) Kabupaten. Luas wilayah Provinsi Sumatera Barat 42.297,30 KM2 dengan
wilayah kerja 19 Kabupaten/kota dan jumlah penduduk 5.066.476 jiwa.

E. Sruktur Organisasi BBPOM Padang


Berdasarkan Peraturan Kepala BPOM No. 14 tahun 2018 tentang organisasi dan tata kerja
Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan,masing- masing
Bidang, Seksi dan Sub Bagian Tata Usaha mempunyai tugas pokok dan fungsisebagai berikut :
1) Bagian Tata Usaha

Bagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan koordinasi penyusunan rencana, program,
dan anggaran, pengelolaan keuangan dan barang milik negara, teknologi informasi komunikasi,
evaluasi dan pelaporan, urusan kepegawaian, penjaminan mutu, tata laksana, kearsipan, tata
persuratan serta kerumah tanggaan.
2) Bagian Substansi pengujian

Substansi Pengujian mempunyai tugas melaksanakan kebijakan operasional di bidang


pengujian kimia dan mikrobiologi Obat dan Makanan. .
3) Bagian Substansi Pemeriksaan

Substansi pemeriksaan mempunyai tugas melaksanakan kebijakan operasional di sub


bagian inspeksi dan sertifikasi sarana/fasilitas produksi dan/atau distribusi Obat dan Makanan
dan sarana/fasilitas pelayanan kefarmasian, serta sertifikasi dan pengambilan contoh (sampling)
produk Obat dan Makanan..
4) Bagian Substansi Penindakan

Substansi Penindakan mempunyai tugas melaksanakan kebijakan operasional di bidang


penindakan terhadap pelanggaran ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
pengawasan Obat dan Makanan.

7
5) Substansi Informasi dan komunikasi

Informasi dan Komunikasi mempunyai tugas melakukan pengelolaan komunikasi,


informasi, edukasi, dan pengaduan masyarakat, serta penyiapan koordinasi pelaksanaan kerja
sama di bidang pengawasan Obat dan Makanan.
6) Kelompok Jabatan Fungsional

Kelompok Jabatan Fungsional mempunyai tugas melakukan kegiatan jabatanfungsional


masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Gambar 1 Struktur Organisasi BBPOM di Padang

F. Sasaran Strategis Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan Padang

Sasaran strategis ini disusun berdasarkan visi dan misi yang ingin dicapai BPOM
dengan mempertimbangkan tantangan masa depan dan sumber daya serta infrastruktur yang
dimiliki dalam 5 tahun ke depan adalah:
a. Sasaran strategis yang akan dilaksanakan

1. Terwujudnya Obat dan Makanan yang aman dan bermutu

2. Meningkatnya kepatuhan pelaku usaha dan kesadaran masyarakat terhadap keamanan


dan mutu Obat dan Makanan
3. Meningkatnya kepuasan pelaku usaha dan masyarakat terhadap kinerja
pengawasan Obat dan Makanan
8
4. Meningkatnya kualitas kebijakan pengawasan Obat dan Makanan

5. Meningkatnya efektivitas pengawasan dan pelayanan publik Obat dan Makanan

6. Meningkatnya efektivitas penegakan hukum terhadap kejahatan Obat dan Makanan

7. Meningkatnya regulatory assistance dalam pengembangan Obat dan Makanan

8. Terwujudnya tata kelola pemerintahan dan kerjasama BPOM yang optimal

9. Terwujudnya SDM yang berkinerja optimal

10. Menguatnya laboratorium, analisis/kajian kebijakan, serta penerapan e-


government

dalam pengawasan Obat dan Makanan

11. Terkelolanya keuangan BPOM secara akuntabel

b. Strategi yang akan dilaksanakan mencakup eksternal dan internal:

1) Eksternal

 penguatan kemitraan dengan lintas sektor terkait Pengawasan Obat dan


Makanan.
 Peningkatan pembinaan dan bimbingan melalui komunikasi, informasi dan
edukasi kepada masyarakat dan pelaku usaha di bidang obat dan makanan.
2) Internal

 Penguatan Regulatory System Pengawasan Obat dan Makanan berbasis


risiko.
 Membangun manajemen kerja dari kinerja lembaga hingga kinerja
individu/pegawai.
 Mengelola anggaran secara lebih efisien, efektif dan akuntabel serta
diarahkan untuk mendorong peningkatan kinerja lembaga dan pegawai.
 Meningkatkan kapasitas SDM pengawas di BBPOM di Padang secara
lebih proposional dan akuntabel.
 Meningkatkan kualitas sarana dan prasarana pendukung maupun utama
dalam mendukung tugas Pengawasan Obat dan Makanan. Strategi
eksternal lebih ditekankan pada aspek kerjasama dan kemitraan dengan
lintas sektor dan lembaga (pemerintah, dunia usaha dana kelompok
masyarakat). Mengingat begitu kompleksnya tantangan dari lingkungan
9
strategis baik internal maupun eksternal maka dengan sendirinya menuntut
penyesuaian dalam mekanisme internal organisasi serta kelembagaan dan
sumber daya pegawai BBPOM di Padang. Strategi internal lebih
difokusskan pada pembenahan internal organisasi dan kelembagaan serta
sumber daya pegawai BBPOM di Padang karena kunci keberhasilan
sebuah lembaga sangat ditentukana dari kualiatas SDM, sistem
pengawasan, manajemen kinerja, pengelolaan anggaran yang efesien,
efektif dan akuntabel, peningkatan kualitas untuk melaksanakan tugas
pokok dan fungsi sebagai lembaga pengawasan obat dan makanan
tersebut, BBPOM menetapkan program-programnya sesuai RPJMN
periode 2015-2019 serta melaksanakan program utama (teknis). Adapun
program teknis tersebut antara lain:
 Menguatnya sistem pengawasan obat dan makanan.

 Meningkatnya jaminan kualitas pembinaan dan bimbigan dalam


mendorong kemandirian pelaku usaha dan kemitraan dengan pemangku
kepentingan untukmelaksanakan program teknis diatas BBPOM di
Padang.

G. Budaya Organisasi Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan Padang

Budaya organisasi yang dikembangkan dalam berkarsa dan berkarya oleh Balai
Besar POM di Padang untuk menjalankan tugas pokok dan fungsinya adalah:
 Profesional : Menegakkan profesionalisme dengan integritas, objektivitas,
ketekunan dan komitmen yang tinggi
 Integritas : Konsistensi dan keteguhan yang tak tergoyahkan dalam menjunjung
tinggi nilai- nilai luhur dan keyakinan
 Kredibilitas : Dapat dipercaya dan diakui oleh masyarakat luas, nasional dan
internasional
 Kerjasama Tim : Mengutama-kan keterbukaan, saling percaya dan komunikasi
yang baik
 Inovatif : Mampu melakukan pembaruan dan inovasi-inovasi sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi terkini
 Responsif : Antisipatif dan responsif dalam mengatasi masalah

10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Mikrobiologi Pangan
Pangan merupakan kebutuhan pokok bagi manusia dikarenakann menjadi sumber
kalori, protein, mineral dan vitamin untuk memenuhi kebutahan gizi. Pangan berasal dari
sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan dan
air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau
minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan bahan baku pangan, dan
bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan
makanan atau minuman (Suhaimi, 2019).
Mikrobiologi pangan adalah salah satu cabang mikrobiologi yang mempelajari
bentuk, sifat, dan peranan mikroorganisme dalam rantai produksi pangan baik yang
menguntungkan maupun yang merugikan seperti kerusakan pangan dan penyebab penyakit
bawaan pangan (Sopandi dan Wardah, 2014:2).
Rantai produksi pangan yang dimaksud diatas adalah sejak pemanenan, penangkapan,
penyembelihan, penanganan, penyimpanan, pengolahan, distribusi, pemasaran, penghidangan
hingga pangan siap untuk dikonsumsi. Bidang mikrobiologi pangan sebelum tahun 1970
dikenal sebagai suatu aplikasi ilmu yang terlibat dalam kontrol kualitas mikrobiologis
pangan. Bidang mikrobiologi pangan tidak hanya menyangkut aspek mikrobiologi kerusakan,
penyakit bawaan, dan kontrol efektif pengolahan pangan, tetapi juga menyangkut informasi
dasar ekologi, fisiologi, metabolisme, dan genetika mikroba (Sopandi dan Wardah, 2014:2).

B. Enterobacteriaceae
a. Definisi
Enterobacteriaceae adalah kelompok batang gram negatif yang besar dan
heterogen, dengan habitat alaminya di saluran cerna manusia dan hewan (Brooks et al, 2008).
Kebanyakan Enterobacteriaceae merupakan flora normal pada saluran pencernaan meskipun
ada juga yang beberapa tersebar luas di lingkungan sekitar (Tham, 2012). Enterobacteriaceae
dapat menyebabkan beberapa penyakit infeksi seperti septikemia, infeksi saluran kemih
(ISK), pneumonia, kolesistitis, kolangitis, peritonitis, meningitis dan gastroenteritis (Brooks
et al, 2008).

11
b. Klasifikasi
Familinya memilki banyak genus (Escherichia, Shigela, Salmonella,
Enterobacter, Klebsiella, Serratia, Proteus, dan lain-lain). Enterobacteriaceae terdiri dari 25
genus dan 110 spesies, namun hanya hanya 20-25 spesies yang memiliki arti klinis, dan
spesies lainnya jarang ditemukan (Brooks et al, 2008). Berikut adalah beberapa genus dari
famili Enterobacteriaceae:
1) Enterobacter
Enterobacter terdiri dari 11 spesies, tetapi hanya 8 spesies yang berhasil diisolasi
dari material klinis. Mereka memfermentasikan glukosa dan juga menghasilkan
asam dan gas. Pada umumnya Enterobacter memliki flagel peritrik. Beberapa
strain Enterobacter yang memilki antigen K mempunyai kapsul sebagai pelindung
dari bakteri (NHS, 2014).
2) Escherichia
Escherichia terdiri dari enam spesies dimana empat diantaranya dikenal sebagai
penyebab penyakit pada manusia. Spesies yang paling banyak diisolasi adalah
Escherichia coli (NHS, 2014). E. coli merupakan spesies yang bersifat fakultatif
anaerob yang paling banyak terdapat di saluran cerna manusia (109 CFU/g feses)
sehingga ditemukannya bakteri tersebut pada jumlah tertentu dapat dijadikan
sebagai indikator dari kontimanisasi fekal pada makanan maupun minuman.
Beberapa strain dari E. coli menghasilkan enterotoksin atau faktor virulensi
lainnya. Serotipe dan kelompok patogenitas dari E.coli dibuat berdasarkan
lipopolisakaridanya (O) dan antigen flagelanya (H) (Tham, 2012).
3) Klebsiella
Genus Klebsiella terdiri dari lima spesies dan empat subspesies (NHS, 2014).
Seperti E.coli, Klebsiella spesies biasanya ditemukan di traktus gastrointestinal
manusia (104 CFU/ g feses). Faktor virulensi yang paling utama dari Klebsiella
adalah kapsul polisakaridanya, yang menyebabkan permukaan koloninya menjadi
berlendir (mucoid). Klebsiella pneumoniae adalah spesies yang paling banyak
diisolasi dari infeksi pada manusia karena dapat menyebabkan infeksi nosokomial
seperti infeksi saluran kemih (ISK), septikemia, kolesistitis, dan lain-lain (Tham,
2012).

12
4) Proteus
Proteus terdiri dari empat spesies, dimana tiga diantaranya dapat menyebabkan
penyakit. Semua strain dari Proteus bersifat urease positif dan motil (NHS, 2014).
Proteus sering menjadi penyebab infeksi saluran kemih (ISK) terutama infeksi
pada pasien yang memakai indwelling catheters atau yang memilki kelainan
anatomis atau fungsional pada saluran kemihnya. Jika dibandingkan dengan
E.coli, infeksi yang disebabkan oleh Proteus cenderung akan lebih parah dan
mengarah kepada kejadian pyelonefritis (Tham, 2014).
5) Shigella
Shigella terdiri atas empat spesies, yaitu Shigella dysenteriae, Shigella flexnerri,
Shigella. boydii, dan Shigella sonnei. Keempat spesies ini bersifat motil dan
cenderung infeksius terutama S. dysenteriae (NHS, 2014).
6) Salmonella
Salmonella teridiri dari dua spesies yaitu Salmonella bongori dan Salmonella
enteritica dan memiliki enam buah sub tipe. Hampir seluruh serotipe bersifat motil
kecuali S. typhi yang menghasilkan gas dari glukosa. Secara umum, Salmonella
menghasilkan hidrogen sulfida, kecuali S. paratyphi (NHS, 2014).
c. Karakteristik Umum Enterobacteriaceae
Sebelumnya sebelum tahun 1980, 12 genera dengan 36 spesies telah terdaftar dalam
famili Enterobacteriaceae dalam Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology edisi ke-8.
Pada tahun 1994, famili tersebut direvisi dengan 30 genera dan 107 spesies di Bergey's
Manual of Determinative Bacteriology edisi ke-10. Namun baru-baru ini pada tahun 2020,
berdasarkan hasil gabungan sifat fenotipik, sekuens DNA dan homologi DNA, temuan
filogenetik, dan hasil studi sekuens gen 16S rRNA, 68 genera dengan total 355 spesies telah
diusulkan dalam famili ini.
Beberapa karakteristik umum Enterobacteria adalah:
 Gram-negatif
 Berbentuk batang (biasanya basil pendek; sekitar 1 – 5 m)
 Anaerobik fakultatif
 Tidak berspora
 Sebagian besar motil dengan flagela peritrichous, (kebanyakan spesies dalam genus
Klebsiella dan Shigella tidak bergerak)
 Katalase positif, oksidase negatif
 Baik fermentor laktosa dan non-fermentor
13
 Biasanya, penghasil asam
 Biasanya, pereduksi nitrat
 Antigen karakteristik dikenal sebagai antigen umum enterobakteri (ECA). Membran
luar (O), flagela (H), dan kapsul (K) adalah antigen di sebagian besar enterobakteri.
d. Morfologi
Enterobactericeae adalah bakteri batang gram negatif pendek, tidak menghasilkan
spora, bersifat motil dengan flagel peritrika atau nonmotil, dan tumbuh secara
fakultatif aerob atau anaerob. Morfologi yang khas terlihat pada pertumbuhan di
medium padat in vitro,tetapi morfologinya sangat bervariasi pada spesimen klinis
(Brooks et al, 2008).
e. Biakan
Secara umum, Enterobactericeae tumbuh pada medium pepton atau ekstrak daging
tanpa penambahan natrium klorida atau suplemen lain dan juga pada agar
MacConcey. E. coli dan sebagian besar bakteri enterik lainnya membentuk koloni
yang sirkular, konveks, dan halus dengan tepi yang datar. Koloni Enterobacteriaceae
sama dengan koloni tersebut tetapi lebih mukoid. Koloni Klebsiella besar akan terlihat
sangat mukoid dan cenderung bersatu pada inkubasi lama. Salmonella dan Shigela
akan membentuk koloni yang menyerupai E. coli tetapi tidak memfermentasikan
laktosa. Beberapa strain E. coli menyebabkan hemolisis pada darah (Brooks et al,
2008).
f. Sifat Pertumbuhan
Pada umumnya, Enterobacteriaceae melakukan fermentasi glukosa dan sering
disertai dengan produksi gas. Enterobacteriaceae juga bersifat katalase-positif,
oksidasi negatif, dan dapat mereduksi nitrat menjadi nitrit (Brooks et al, 2008).
Beberapa sifat pertumbuhan Enterobacteriaceae:
1) Eschericia
E.coli secara khas menunjukkan hasil positif pada tes indol, lisin dekarboksilase,
fermentasi manitol, dan menghasilkan gas dari glukosa. Pada isolat urin dapat
segera diidentifikasi sebagai E.coli dengan melihat hemolisisnya pada agar darah,
morfologi koloni yang khas dengan warna pelangi yang “berkilau” pada medium
diferensial Eosin Methylen Blue (EMB), dan tes bercak indol positif (Brooks et al,
2008).
2) Klebsiella-Enteobacter-Serratia

14
Pertumbuhan spesies Klebsiella menghasilkan pertumbuhan yang bersifat mukoid,
kapsul polisakarida yang besar, kurang motil, dan menunjukkan hasil positif untuk
lisin dekarboksilase dan sitrat. Kebanyakan spesies Enterobacter menunjukkan
hasil positif terhadap uji motilitas, sitrat, dan ornitin dekarboksilase serta
menghasilkan gas dari glukosa. Serratia menghasilkan lipase dan gelatinase.
Klebsiella, Enterobacter dan Serratia biasanya memberikan hasil positif terhadap
reaksi Voges-Proskauer (Brooks et al, 2008).
3) Proteus-Morganella-Providencia
Anggota grup ini mendeaminasi fenilalanin, bersifat motil, tumbuh pada medium
kalium sianida (KCN), dan memfermentasikan xilosa. Spesies Proteus bergerak
sangat aktif dengan menggunakan flagel peritrika, menghasilkan “swarming” pada
medium padat kecuali swarming dihambat oleh zat-zat kimia seperti medium
feniletil alkohol atau CLED (cystine-lactose-electrolyte-deficient). Spesies Proteus
dan Morganella morganii merupakan urease positif, sedangan spesies Providencia
biasanya urease-negatif. Kelompok Proteus-Providencia sangat lambat
memfermentasi laktosa atau tidak memfermentasikannya sama sekali (Brooks et al,
2008) .
4) Citrobacter
Bakteri ini secara khas bersifat sitrat positif dan tidak mendekarboksilasi lisin.
Organisme ini sangat lambat memfermentasi laktosa (Brooks et al, 2008).
5) Shigella Shigella bersifat nonmotil dan biasanya tidak memfermentasikan laktosa
tetapi memfermentasikan karbohidrat lain, serta memproduksi asam tetapi tidak
H2S (Brooks et al, 2008).

6) Salmonella
Salmonella merupakan bakteri berbentuk batang motil yang secara khas
memfermentasikan laktosa dan manosa tanpa memproduksi gas tetapi tidak
memfermentasikan sukrosa. Sebagian besar Salmonella menghasilkan H2S.
Organisme ini umumnya bersifat patogen untuk manusia bila termakan (Brooks et
al, 2008).

15
g. Struktur Antigenik
Enterobacteriaceae memilki struktur antigenik yang kompleks. Enterobacteriaceae
digolongkan berdasarkan lebih dari 150 antigen somatik O (lipopolisakarida) yang tahan
panas, lebih dari 100 antigen K (kapsular) yang tidak tahan panas, dan lebih dari 50 antigen H
(flagella) (Brooks, 2008).
Antigen O adalah bagian terluar dari lipopolisakarida dinding sel dan terdiri dari unit
polisakarida yang berulang. Beberapa polisakarida O-spesifik mengandung pola yang unik.
Antigen O resisten terhadap panas dan alkohol dan biasanya terdeteksi oleh aglutinasi
bakteri. Antibodi terhadap antigen O terutama adalah IgM (Brooks et al, 2008).
Antigen K terletak di luar antigen O pada beberapa Enterobacteriaceae tetapi tidak
semuanya. Beberapa antigen K merupakan polisakarida, termasuk antigen K pada E.coli,
sementara yang lainnya merupakan protein. Antigen K dapat mengganggu aglutinasi dengan
antiserum O, dan dapat berhubungan dengan virulensi (misalnya, strain E.coli yang
menghasilkan antigen K1 sering ditemukan pada meningitis neonatal) (Brooks et al, 2008).
Klebsiella membentuk kapsul besar yang mengandung polisakarida (antigen K) yang
menutupi antigen somatik (O atau H) dan dapat diidentifikasi dengan menggunakan uji
pembengkakan kapsul dengan antiserum spesifik. Infeksi saluran napas pada manusia
terutama disebabkan oleh kapsular tipe 1 dan 2, sementara infeksi saluran kemih disebabkan
oleh tipe 8,9,10, dan 24 (Brooks et al, 2008).
Antigen H terdapat di flagela dan didenaturasi atau dirusak oleh panas atau alkohol.
Antigen ini dipertahankan dengan memberikan formalin pada varian bakteri yang motil.
Antigen H seperti ini akan beraglutinasi dengan antibodi anti-H, terutama IgG. Penentu
dalam antigen H adalah fungsi sekuens asam amino pada protein flagel (flagelin) (Brooks et
al, 2008).

Gambar 2. Struktur antigenik pada Enterobacteriaceae (Brooks et al, 2008).

16
BAB IV
PELAKSANAAN KERJA PRAKTIK

A. Waktu dan Tempat


Waktu : 25 Juli 2022 – 26 Agustus 2022
Tempat : Laboratorium Mikrobiologi Balai Besar POM di Padang

B. Metode
Uji angka Enterobacteriaceae pada pangan ini menggunakan metode cawan tuang
berdasarkan MA 085/MI/17
C. Alat dan Bahan
1) Alat
Alat yang digunakan untuk uji angka Enterobacteriaceae pada pangan ini yaitu
neraca analitik, erlenmeyer, beaker glass, gelas ukur, batang L, autoclave, oven, hot
plate, laminar air flow (LAF), cawan petri, pipet volume, vortex mixer, rak
tabung,pipet volume, dan incubator.
2) Bahan
Bahan yang digunakan pada pengujian angka Enterobacteriaceae ini adalah Peptone
Salt Solution (PSS) ; Violet Red Bile Glucose Agar (VRBGA) ; Nutrient Agar (NA) ;
Glucose of medium
D. Prosedur Penelitian
1. Homogenisasi Sampel
Memipet sampel sebanyak 25 mL atau ditimbang sebanyak 25 g ke dalam wadah
steril yang sesuai, kemudian masing-masing ditambahkan 225 mL PSS atau
pengencer lain yang sesuai (Lampiran 1 dan 2), dihomogenkan sehingga diperoleh
suspensi dengan pengenceran 10-1.
2. Pengenceran
Menyiapkan beberapa tabung yang masing-masing telah diisi dengan 9 mL PSS atau
pengencer lain yang sesuai. Hasil dari homogenisasi pada penyiapan sampel yang
merupakan pengenceran 10-1 dipipet sebanyak 1 mL ke dalam tabung pengencer
pertama, dikocok homogen hingga diperoleh pengenceran 10-2 kemudian dibuat
pengenceran selanjutnya dengan cara yang sama hingga tingkat pengenceran yang
diperlukan.
17
3. Inokulasi dan Inkubasi
Dari setiap pengenceran dipipet I ml. ke dalam cawan Petri dan dibuat duplo. Ke
dalam setiap cawan Petri dituangkan 15 mL media VRBGA bersuhu 44-47 °C. Cawan
Petri segera digoyang dan diputar sedemikian rupa hingga suspensi tersebar merata.
Untuk mengetahui sterilitas media dan pengencer dibuat uji kontrol (blanko) dengan
cara pada satu cawan diisi mL. pengencer dan VRBGA agar, pada cawan yang lain
diisi media VRBGA. Diamkan semua cawan sampai memadat. Setelah media
memadat, masing-masing cawan dilapisi dengan 5 sampai 10 ml media VRBGA,
diamkan kembali sumpui memadat dan diinkubasi pada 37 °C selama 24 ± 2 jam
dengan posisi dibalik. Jumlah koloni yang tumbuh diamati dan dihitung. Koloni
terduga pada VRBGA: berwarna merah muda atau merah (dengan atau tanpa zona
presipitasi).
4. Perhitungan
Dipilih dan dihitung cawan Petri yang mengandung jumlah koloni 10-150 koloni.
Lima koloni dipilih secara acak dari setiap pengenceran yang masuk kisaran
perhitungan untuk disubkulturkan dan dilanjutkan pada uji konfirmasi biokimia.
Enterobacteriaceae tertentu dapat kehilangan warna pada media tersebut. Oleh karena
itu, jika tidak ada koloni spesifik, lima koloni berwarna keputih-putihan dipilih untuk
dikonfirmasi.
5. Subkultur
Masing-masing koloni terpilih digoreskan ke dalam media NA kemudian diinkubasi
pada 37 °C selama 24 ± 2 jam. Biakan yang tumbuh pada media ini digunakan untuk
uji biokimia.
6. Konfirmasi biokimia.
a. Uji Oksidase
Satu sengkelit biakan dari NA miring digoreskan di permukaan kertas oksidase
(jangan menggunakan sengkelit yang terbuat dari nikel atau krom). Reaksi positif
ditunjukkan dengan terbentuknya warna biru tua secara cepat. Enterobacteriaceae
memberikan hasil negatif pada uji oksidase.
b. Uji Fermentasi Glukosa
Satu sengkelit biakan dari NA miring diinokulasikan secara tusuk ke dalam media
Glucose OF Medium dan diinkubasi pada 37 °C selama 24+ 2 jam. Permukaan
medium ditutup dengan minimal 1 cm mineral oil. Reaksi positif ditunjukkan dengan

18
berubahnya media menjadi kuning. Enterobacteriaceae memberikan hasil positif pada
uji fermentasi glukosa.
7. Interpretasi hasil
Semua koloni yang hasil konfirmasinya menunjukkan positif Enterobacteriaceae
dihitung lalu dinyatakan dalam koloni/gram atau koloni/ml. sampel. Contoh
perhitungan terdapat pada Lampiran 3.

19
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Pengujian sampel pangan pada Enterobacteriaceae didapatkan hasil sebagai berikut .

Kontrol negatif Enterobacteriaceae pada Kontrol positif Enterobacteriaceae pada


sampel bumbu (kontrol negtif) pangan

Gambar 3. Kontrol negatif dan positif Enterobacteriaceae


Dari hasil pengamatan tersebut didapatkan hasil sampel negatif karena tidak terdapat
perubahan warna menjadi merah muda/merah (dengan atau tanpa zona presipitasi).
Tabel 1. Hasil Pengamatan
Nama Sampel Hasil Syarat Hasil Keterangan
Pengamatan
A Bewarna merah n=5, c=0, Negatif MS
muda dan sedikit n1-n5 < 10
berlendir kol/gram
Keterangan :
MS : Memenuhi syarat
Berdasarkan hasil pada tabel diatas didpatkan bahwa, sampel pangan yang diuji
memenuhi syarat untuk parameter uji angka Enterobacteriaceae pada pangan.

20
B. Pembahasan
Pada pengujian kerja praktik ini dilakukan uji angka Enterobacteriaceae pada pangan.
Tujuan dari pengujian ini adalah untuk untuk mengetahui bagaimana metode uji angka
Enterobacteriaceae dalam sampel makanan dan mengetahui apakah terdapat angka
Enterobacteriaceae dalam sampel makanan .
Prinsip pengujian angka Enterobacteriaceae adalah menumbuhkan dan menghitung
koloni Enterobacteriaceae setelah cuplikan diinokulasikan pada media lempeng selektif agar
dengan cara tuang, dilapisi dengan media tersebut dan diinkubasi pada suhu yang sesuai.
Koloni yang diduga Enterobacteriaceae diisolasi dan dikonfismasi dengan uji biokimia.
Uji angka Enterobacteriaceae pada pangan ini diawali dengan sterilisasi alat dan
media terlebih dahulu. Sterilisasi diperlukan agar tidak terjadi cemaran mikroba yang berasal
dari alat dan media. Tahapan selanjutnya adalah homogenisasi sampel. Pada tahap ini sampel
dipipet sebanyak 25 mL atau ditimbang sebanyak 25 g ke dalam wadah steril yang sesuai,
kemudian masing-masing ditambahkan 225 mL PSS, kemudian dihomogenkan sehingga
diperoleh suspensi dengan pengenceran 10-1. Peptone Salt Solution digunakan sebagai pelarut
produk pangan dikarenakan kandungan dari PSS hampir menyerupai cairan tubuh sehingga
hasil uji pangan efektif terhadap tubuh manusia.
Tahapan selanjutnya adalah pengenceran. Pada tahap ini kita menyiapkan beberapa
tabung yang masing-masing telah diisi dengan 9 mL PSS. Hasil dari homogenisasi pada
penyiapan sampel yang merupakan pengenceran 10 dipipet sebanyak 1 mL ke dalam tabung
pengencer pertama, dikocok homogen hingga diperoleh pengenceran 10-2 kemudian dibuat
pengenceran selanjutnya dengan cara yang sama hingga tingkat pengenceran yang
diperlukan.
Tahapan ketiga adalah inokulasi dan inkubasi. Dari setiap pengenceran dipipet I ml.
ke dalam cawan Petri dan dibuat duplo. Ke dalam setiap cawan Petri dituangkan 15 mL
media VRBGA bersuhu 44-47 °C. Cawan Petri segera digoyang dan diputar sedemikian rupa
hingga suspensi tersebar merata. Untuk mengetahui sterilitas media dan pengencer dibuat uji
kontrol (blanko) dengan cara pada satu cawan diisi 1 m pengencer dan VRBGA agar, pada
cawan yang lain diisi media VRBGA. Diamkan semua cawan sampai memadat. Setelah
media memadat, masing-masing cawan dilapisi dengan 5 sampai 10 ml media VRBGA,
tujuan dilapisi kembali dengan VRBGA ini adalah untuk menentukan jumlah bakteri yang
hidup di dalam suatu cairan yang hanya terdapat di bagian permukaan media padat. Setelah
dilapisi, kemudian diamkan kembali sumpai memadat dan diinkubasi pada 37 °C selama 24 ±
21
2 jam dengan posisi dibalik. Kemudian amati dan hitung Jumlah koloni yang tumbuh. Koloni
terduga pada VRBGA yaitu berwarna merah muda atau merah (dengan atau tanpa zona
presipitasi).
Violet Red Bile Glucose Agar (VRBGA) digunakan untuk mendeteksi dan
menghitung Enterobacteriaceae dalam makanan dan produk susu. Kelompok
Enterobacteriaceae termasuk koliform yang memfermentasi laktosa, strain E. coli yang
memfermentasi laktosa, dan spesies yang memfermentasi laktosa seperti Salmonella dan
Shigella. Saat memeriksa makanan tertentu, diinginkan untuk mendeteksi Enterobacteriaceae
daripada bakteri coliform. Red Violet Bile and Glucose Agar mengandung digestate pankreas
dari gelatin sebagai sumber karbon, nitrogen, vitamin dan mineral. Ekstrak ragi menyediakan
vitamin B kompleks yang merangsang pertumbuhan bakteri. Glukosa adalah karbohidrat.
Garam empedu dan kristal violet menghambat bakteri gram positif. Mikroorganisme yang
mampu memfermentasi glukosa menghasilkan koloni merah dengan lingkaran merah-ungu
(presipitasi empedu) dengan adanya indikator pH netral merah. Natrium klorida menjaga
keseimbangan osmotik. Agar adalah zat pemadatan.
Setelah medium diinkubasi selama 24 ± 2 jam dengan posisi dibalik, maka didapatkan
hasil yang memenuhi syarat, artinya pada sampel makanan tersebut tidak mengandung
bakteri Enterobacteriaceae sehingga sampel tersebut memenuh syarat untuk parameter uji
angka Enterobacteriaceae. Sebaliknya, jika sampel makanan tersebut mengandung bakteri
Enterobacteriaceae, maka pada medium akan terdapat koloni yang bewarna merah.

22
BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pemeriksaan uji angka Enterobacteriaceae yang dilakukan
terhadap sampel produk pangan tersebut dengan hasil dinyatakan memenuhi syarat (MS),
<10 koloni/gram .

B. Saran
Konsumen sebaiknya sudah seharusnya lebih selektif dalam mengkonsumsi pangan
untuk menghindari dampak dari kontaminasi yang terdapat dalam produk dan untuk para
produsen sebaiknya lebih memperhatikan kebersihan produk agar menghasilkan produk
yang bersih dan bebas dari mikroba.

23
DAFTAR PUSTAKA

Adams, M dan Motarjemi, Y. 2006. Dasar-dasar Keamanan Makanan untuk Petugas


Kesehatan. Jakarta: Buku Kedokteran

BPOM RI. 2016. Laporan Tahunan Balai Pengawas Obat Dan Makanan Di
Padang.Padang: Balai POM Padang.

Brooks, G.F., Butel, J.S., Ornston, L.N., 2008, Jawetz, Melnick & Adelberg. Mikrobiologi
Kedokteran (terj.), Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta : 627-9.

Budiyanto, 2002. Gizi dan Kesehatan . Malang : Bayu Media

Dahal, Prashant. 2022. Enterobacteriaceae-Definition, Characteristics, Identification.


https://microbenotes.com/enterobacteriaceae/ . Diakses pada 23 Agustus 2022.

J.E.L. Corry et al. Violet Red Bile Glucose (VRBG) Agar. Handbook of Culture Media for
Food Microbiology.. Elsevier Science

Ogura, A. Mihoko I, Hirokazu O, &Hajime T. 2018. Evaluation of the Novel Dry


Sheet Culture Method for the Enumeration of Enterobacteriaceae. Biocontrol
Science,.23, (4,):235-240.

Paulsen,P.C.Borgetti, E.,Schopf, &SmuldersF.J.M,.2008.Enumeration of Enterobacteriaceae


in Various Food with a New Automated Most-Probable-Number Method Compared
with Petrifilm and International Organization for Standarization Prosedures.
Jurnal of Food Protection,71.(2).

Sopandi, T., dan Wardah .2014. Mikrobiologi Pangan (Teori dan praktik). Yogyakarta:
Penerbit Andi.

Suhaimi, Ahmad. 2019. Pangan Gizi dan Kesehatan . Yogyakarta : Deepublish

Tham J. 2012. Extended Spectrum Beta Lactamase Producing Enterobacteriaceae:


Epidemiology, Risk Factors and Duration of Carriage. Lund University.

24
LAMPIRAN
Lampiran 1 : Dokumentasi kegiatan

Menimbang sampel Homogenisasi sampel

Sampel yang sudah di inokulasi Inkubasi

Hasil pengujian (Negatif)

25

Anda mungkin juga menyukai