Anda di halaman 1dari 31

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Makanan adalah kebutuhan pokok bagi tubuh manusia. Agar dapat
bermanfaat bagi tubuh, penanganan dan pengelolaan makanan harus dijaga
dengan baik dan benar. Kebutuhan makanan yang sehat akan terpenuhi jika
makanan yang kita makan aman untuk dikonsumsi. Bahan makanan harus
bergizi seimbang, higenis dan bersih tidak mengandung kuman bibit penyakit
atau racun, penyimpanan dan pengolahan makanan harus tepat, mudah dicerna,
mengandung cukup air, serta bentuknya menarik dan rasanya enak (Amaliyah,
2015).
Makanan yang dikonsumsi hendaknya memenuhi kriteria bahwa makanan
tersebut layak dimakan. Makanan yang layak dikonsumsi adalah makanan yang
berada dalam derajat kematangan yang dikehendaki, bebas dari perubahan fisik,
bebas dari pencemaran setiap tahap produksi dan penanganan selanjutnya dan
bebas dari kontaminasi dan penyakit. Jajan atau jajan pasar atau juga makanan
jajanan adalah jenis masakan yang dimakan sepanjang hari sebagai selingan,
kenikmatan, dan hiburan, tidak terbatas pada suatu waktu, tempat, dan jumlah
yang dikonsumsi (Gardjito, 2013).
Kontaminasi makanan adalah terdapatnya bahan atau organisme berbahaya
dalam suatu makanan secara tidak sengaja (Marsanti and Widiarini, 2018).
Kontaminasi dalam pengolahan makanan selain ditentukan oleh debu dan
udara, ruangan serta peralatan pengolahan makanan, juga ditentukan oleh
penjamah makanan (food handler), yaitu tenaga pekerja yang menjamah
makanan dari mulai mempersiapkan bahan makanan, menyimpan, mengangkut
sampai menyajikan makanan. Kualitas makanan dapat dilihat dari indikator
mikrobiologi, fisik, dan kimianya (Irianto, 2006).
Kemampuan mikroorganisme untuk tumbuh dan tetap hidup merupakan hal
yang penting dalam ekosistem pangan. Faktor yang mempengaruhi kemampuan
tersebut sangat penting untuk mengendalikan hubungan antara
mikroorganisme, makanan dan manusia. Faktor utama yang mempengaruhi

1
2

pertumbuhan bakteri antara lain suhu, air, pH, dan tersedianya oksigen (Suardan
and Swacita, 2009).
Terdapat beberapa aspek yang diatur dalam penanganan makanan jajanan,
yaitu penjamah makanan, peralatan, air, bahan makanan, bahan tambahan
makanan, penyajian dan sarana penjaja yang sangat mempengaruhi kualitas
makanan. Pelayanan makanan jajanan harus memenuhi persyaratan antara lain:
tidak menderita penyakit menular, menutup luka, menjaga kebersihan diri,
memakai perlengkapan/alas tangan, tidak merokok atau menggaruk badan, dan
tidak batuk atau bersin dihadapan masakan yang akan disajikan atau tanpa
menutup mulut atau hidung (Permenkes, 2003).
Pada penelitian sebelumnya, hasil pengujian Angka Lempeng Total (ALT)
mikroba menunjukkan bahwa semua jajanan yang menggunakan sampel air tebu
dienam kecamatan di Kota Pontianak melebihi batas maksimum cemaran
mikroba menurut SNI-3719-2014 yaitu 1 x 104 koloni/ml dengan rata-rata
jumlah ALT 7,1 x 104 koloni/ml (Fauzi et al., 2017). Hasil penelitian lain
menunjukkan dengan sampel makanan nasi jingo yang dijual di Denpasar
Selatan, hanya 21,7% sampel yang memenuhi standar ALT dengan rata-rata 2,3
x 107 CFU/g dari 23 sampel (Yunita and Dwipayanti, 2010).
Dari survey awal peneliti, jumlah pedagang kaki lima yang menjual
makanan di Jalan Daya Nasional ada 16. Dari ke 16 penjual tersebut mereka
menjual berbagai jenis makanan jajanan seperti bakso bakar, batagor, sosis
bakar, tahu gejrot, siomay, dan aneka minuman. Penyajian makanan yang dijual
oleh pedagang kaki lima di Jalan Daya Nasional, rata-rata dilakukan ditempat
yang terbuka (sisi jalan raya), pengolahan dan penyajian makanan dilakukan
tanpa sarung tangan/alas tangan. Alat-alat pengolahan juga dibiarkan ditempat
terbuka dan hanya dibersihkan dengan serbet yang sama untuk membersihkan
tangan. Dilihat dari pengolahannya, salah satu pedagang tahu gejrot
menggunakan wadah yang sama untuk menghaluskan bawang dan cabai, cara
pembersihannya pun hanya dengan disiram dengan air hujan yang sudah
disediakannya dari rumah. Peneliti juga menemukan salah satu penjual minuman
memiliki kuku yang panjang dan merokok. Dari hasil observasi tersebut
menunjukkan bahwa higiene sanitasi dari para penjamah makanan jajanan masih
3

sangat rendah. Hal ini akan berdampak pada kontaminasi makanan tersebut.
Angka kuman yang melewati batas maksimum cemaran SNI 7388-2009 dapat
menimbulkan gangguan kesehatan.

Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik untuk melakukan


penelitian dengan judul “Gambaran Angka Kuman Pada Jajanan yang
Dijual oleh Pedagang Kaki Lima Sepanjang Jalan Daya Nasional Kota
Pontianak”.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah berapa nilai angka kuman
pada Jajanan yang dijual oleh pedagang kaki lima sepanjang Jalan Daya
Nasional Pontianak?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran angka kuman pada
pedagang pedagang kaki lima disepanjang Jalan Daya Nasional, Pontianak.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui jumlah koloni yang tumbuh pada jajanan makanan yang
dijual oleh pedagang kaki lima sepanjang Jalan Daya Nasional, Pontianak.
b. Untuk mengetahui jumlah koloni yang tumbuh pada jajanan minuman
yang dijual oleh pedagang kaki lima sepanjang Jalan Daya Nasional,
Pontianak.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Penulis
Menambah pengetahuan dan menambah wawasan serta pemahaman
tentang gambaran angka kuman pada jajanan yang dijual pedagang kaki lima
disepanjang Jalan Daya Nasional Pontianak.
4

2. Bagi Institusi
Untuk menambah pengetahuan bagi mahasiswa/i Politeknik Kesehatan
Pontianak Jurusan Analis Kesehatan, khususnya dalam bidang bakteriologi.
3. Bagi Masyarakat
Untuk memberikan wawasan tentang angka kuman pada jajanan yang
dijual oleh pedagang kaki lima menggunakan metode TPC (Total Plate
Count).
5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pangan
1. Pengertian
Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk
pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air,
yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau
minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambah pangan, bahan
baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan,
pengolahan, atau pembuatan makanan minuman (Suhaimi, 2019).
Berdasarkan pengertian diatas, dapat dikembangkan dalam beberapa hal,
yaitu:
a. Pangan berasal dari sumber daya hayati dan air, yang berarti pangan
merupakan semua sumber dari organisme, baik hewan dan tumbuhan
yang dapat diolah dan dikonsumsi. Selain itu, air merupakan komponen
yang sangat penting bagi kelangsungan hidup organisme yang
membutuhkannya.
b. Pangan yang diolah maupun tidak diolah, yang berarti pengolahan
pangan terdiri dari dua jenis, yaitu pangan yang harus diolah sebelum
dikonsumsi, seperti daging dan telur, serta pangan yang dapat langsung
dikonsumsi tanpa harus diolah, seperti sayur dan buah-buahan.
c. Diperuntukkan sebagai makanan dan minuman, merupakan dua jenis
komponen utama pangan yang sangat dibutuhkan makhluk hidup.
d. Bahan tambahan pangan, merupakan zat atau bahan tertentu yang
ditambahkan kedalam pangan, berfungsi untuk menambah cita rasa,
bentuk, aroma dan daya tarik pangan tersebut untuk dikonsumsi.
e. Bahan baku pangan, merupakan bahan-bahan utama yang digunakan
dalam membuat suatu makanan atau minuman.
Pangan merupakan bahan yang digunakan makhluk hidup untuk
mendapatkan tenaga dan nutrisi. Manusia membutuhkan makanan biasanya
diperoleh dari hasil bertani atau berkebun yang bersumber dari hewan
5
6

maupun tumbuhan. Pangan memerlukan pengendalian agar tidak menjadi


penyakit maupun gangguan kesehatan bagi konsumen. Selain itu, makanan
harus terjamin keamanan dan kemurniannya. Makanan juga harus terjaga agar
tidak terjadi kerusakan yang dapat mengurangi nilai gizi atau menyebabkan
penyakit bagi konsumen (Wulandari, Ani and Janah, 2011).
Bahan makanan terbagi menjadi 3 golongan besar, yaitu:
a. Bahan makanan mentah (segar) yaitu makanan yang perlu pengolahan
sebelum dihidangkan. Contoh: daging, beras, ubi, kentang, sayuran dan
sebagainya.
b. Makanan terolah (pabrikan) yaitu makanan yang sudah dapat langsung
dimakan tetapi digunakan untuk proses makanan lebih lanjut. Contoh:
tahu, tempe kecap, ikan kaleng, kornet dan sebagainya.
c. Makanan siap santap yaitu makanan yang langsung dimakan tanpa
pengolahan seperti nasi remes, soto mie, bakso, goreng ayam dan
sebagainya.
2. Pengolahan
Pengolahan makanan adalah proses perubahan bentuk dari mentah
hingga makanan yang siap santap. Pengolahan makanan yang baik adalah
yang mengikuti kaidah dari prinsip-prinsip higiene dan sanitasi, Tujuan
pengolahan makanan yaitu agar tercipta makanan yang memenuhi syarat
kesehatan, mempumyai cita rasa yang sesuai, serta mempunyai bentuk yang
menggugah selera. Dalam proses pengolahan makanan, harus mempunyai
persyaratan higiene sanitasi terutama menjaga kebersihan peralatan masak
yang digunakan, tempat pengolahan atau yang disebut dapur serta
kebersihan penjamah makanan (Sakula M and Widiarini, 2018).
Higiene sering diartikan sebagai kerbersihan, namun dalam arti luas
hygiene mencakup semua keadaan dan praktek, pola hidup, dan kondisi
tempat dan lain sebagainya di sepanjang rantai produksi, yang digunakan
untuk menjamin keadaan pangan (Surono, Sudibyo and Waspodo, 2016).
Sanitasi dalam industri pangan berarti membersihkan seluruh
permukaan (lantai, meja kerja, mesin dan perlatan, pekerja) yang
bersentuhan dengan produk pangan memalui perlakuan yang efektif dalam
7

memusnahkan mikroba yang membahayakan kesehatan masyarakat, dan


secara substansial mengurangi jumlah mikroba yang tidak diinginkan
lainnya, tapi tanpa menganggu keamanan makanan bagi konsumen (Surono,
Sudibyo and Waspodo, 2016).
Higiene dan sanitasi merupakan persyaratan penting dalam pengolahan
pangan untuk dapat menghasilkan olahan yang aman sehingga pelaksanaan
prosedur higiene dan sanitasi diwajibkan bagi seluruh industri makanan,
rumah makan-restoran dan bahkan bagi penyelenggara makanan jajanan
(Surono, Sudibyo and Waspodo, 2016).
Berikut adalah kaidah dari prinsip-prinsip hygiene dan santitasi, yaitu:
a. Wadah penyimpanan makanan
b. Sarana penyajian
c. Rak penyimpanan
d. Peralatan untuk pencucian
e. Perlindungan untuk pencemaran (Amaliyah, 2015)
3. Penyimpanan dan Daya Tahan Bahan Makanan
a. Penyimpanan bahan makanan
Umumnya bahan pangan mengandung beberapa unsur atau senyawa
seperti air, karbohidrat, protein, lemak, vitamin, enzim, pigmen, dan lain-
lain. Pangan diperlukan untuk kehidupan karena makanan merupakan
kebutuhan pokok bagi manusia. Fungsi pangan untuk mengelola proses
tubuh dalam pertumbuhan atau perkembangan serta menggangti jaringan
tubuh yang rusak, memperoleh energi untuk melakukan aktivitas sehari-
hari, mengatur metabolisme dan berbagai keseimbangan air, mineral, dan
cairan tubuh yang lain, juga berperan didalam mekanisme pertahanan
tubuh terhadap berbagai penyakit. (Wulandari, Ani and Janah, 2011)
Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia yang dibutuhkan
setiap saat serta memerlukan pengelolaan yang baik dan benar agar
bermanfaat bagi tubuh. Tanpa adanya makanan dan minuman, manusia
tidak dapat melaksanakan hidupnya. Adapun arti makanan menurut World
Health Organization (WHO) yaitu semua substansi yang diperlukan
8

tubuh, kecuali air dan obat-obatan dan substansi-substansi yang


dipergunakan untuk pengobatan. (Wulandari, Ani and Janah, 2011)
Makanan dapat menjadi penyebab suatu penyakit, seperti: bahan
kimia atau parasit yang ikut termakan bersama makanan dan juga beberapa
mikroorgasnisme yang patogen, serta bahan radioaktif. Makanan tersebut
dicemari oleh zat-zat yang membahayakan tubuh, tetapi karena satu dan
lain hal akhirnya mengandung zat yang membahayakan kesehatan.
(Wulandari, Ani and Janah, 2011)
Makanan pada dasarnya adalah komposisi sekumpulan sel senyawa
organik yang memerlukan udara untuk proses pernafasan yang disebut
oksidasi. Oksidasi pada jenis makanan yang segar lebih jelas terlihat
karena sel-selnya masih aktif seperti pada daging, sayuran dan buah-
buahan yang masih baru (Amaliyah, 2015). Ada empat cara penyimpanan
makanan yang sesuai suhunya, yaitu:
1) Penyimpanan sejuk (Cooling), yaitu suhu penyimpanan 10-15°C untuk
jenis minuman, buah dan sayuran.
2) Penyimpanan dingin (Chilling), yaitu suhu penyimpanan 4-10°C untuk
jenis bahan makanan berprotein yang akan segera diolah kembali.
3) Penyimpanan dingin sekali (Freezing), yaitu suhu penyimpanan 0-4°C
untuk bahan berprotein yang mudah rusak untuk jangka waktu sampai
24 jam.
4) Penyimpanan beku (Frozen), yaitu suhu penyimpanan <0°C untuk
bahan makanan protein yang mudah rusak untuk jangka waktu >24jam.
9

b. Daya Tahan Makanan


Berikut ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi daya tahan
makanan yang disimpan, yaitu:
1) Waktu
Waktu adalah lamanya makanan disimpan. Makin lama makin
disimpan kerusakan akan semakin besar. Pilihan yang baik adalah
sesingkat mungkin makanan disimpan dan segarkan diolah (bahan) atau
dikonsumsi (makanan jadi).
2) Suhu
Suhu pada makanan yang disimpan, makin rendah suhu makin lama
pula bakteri tumbuh sehingga makanan lebih tahan lama.
3) Produksi toksin (racun)
a) Untuk pertahanan diri sejumlah bakteri mengeluarkan toksin atau
racun. Produksi akan meningkat sejalan dengan jumlah bakteri
b) Setiap bahan makanan ditempatkan secara terpisah menurut
jenismya, dalam wadah masing-masing, maksudnya untuk
mencegah kontamunasi silang
c) Penempatan rapi dan ditata tidak padat untuk menjaga sirkulasi
udara pernapasan makanan serta suhu lingkungan merata
d) Makanan yang berbau tajam harus ditutup agar bau tidak menyebar
keluar.
e) Wadah tidak boleh sering dibuka, karena dapat meningkatkan suhu
(Amaliyah, 2015).

B. Jajanan
1. Pengertian
Jajan atau jajan pasar atau juga makanan jajanan adalah jenis masakan
yang dimakan sepanjang hari sebagai selingan, kenikmatan, dan hiburan,
tidak terbatas pada suatu waktu, tempat, dan jumlah yang dikonsumsi
(Gardjito, 2013). Definisi makanan jajanan menurut Food and Agriculture
Organization (FAO) (1991) adalah makanan dan minuman yang disajikan
dalam wadah atau sarana penjualan di pinggir jalan serta tempat umum yang
10

terlebih dahulu sudah disiapkan atau dimasak di tempat produksi, di rumah


atau di tempat berjualan umumnya (Depkes, 2009).
Makanan jajanan adalah makanan dan minuman yang diolah oleh
pengrajin makanan di tempat penjualan dan atau disajikan sebagai makanan
siap santap untuk dijual bagi umum selain yang disajikan jasa boga, rumah
makan/restoran, dan hotel. Dalam penanganan makanan jajanan, beberapa hal
yang perlu diperhatikan diantaranya adalah penerimaan bahan makanan,
pencucian, peracikan, pembuatan, pengubahan bentuk, pewadahan,
penyimpanan, pengangkutan, penyajian makanan atau minuman (Permenkes,
2003)
2. Persyaratan Penjamah Makanan Jajanan
Dalam melakukan kegiatan pelayanan penanganan makanan jajanan,
penjamah makanan harus memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut
(Permenkes, 2003):
a. Tidak menderita penyakit mudah menular seperti batuk, pilek, influenza,
diare, penyakit perut sejenisnya
b. Menutup luka (pada luka terbuka/ bisul atau luka lainnya)
c. Menjaga kebersihan tangan, rambut, kuku, dan Pakaian
d. Memakai celemek, dan tutup kepala
e. Mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan.
f. Menjamah makanan harus memakai alat/ perlengkapan, atau dengan alas
tangan
g. Tidak sambil merokok, menggaruk anggota badan (telinga, hidung, mulut
atau bagian lainnya)
h. Tidak batuk atau bersin di hadapan makanan jajanan yang disajikan dan
atau tanpa menutup mulut atau hidung.
11

3. Sarana Penjaja
Makanan jajanan yang dijajakan dengan sarana penjaja konstruksinya
harus dibuat sedemikian rupa sehingga dapat melindungi makanan dari
pencemaran. Konstruksi sarana penjaja harus memenuhi persyaratan yaitu
antara lain (Permenkes, 2003):
a. Mudah dibersihkan
b. Tersedia tempat untuk
1. Air bersih;
2. Penyimpanan bahan makanan;
3. Penyimpanan makanan jadi/siap disajikan
4. Penyimpanan peralatan
5. Tempat cuci (alat, tangan, bahan makanan)
6. Tempat sampah
4. Sentra Pedagang
Untuk meningkatkan mutu dan hygiene sanitasi makanan jajanan, dapat
ditetapkan lokasi tertentu sebagai sentra pedagang makanan jajanan. Sentra
pedagang makanan jajanan sebagaimana dimaksud, lokasinya harus cukup
jauh dari sumber pencemaran atau dapat menimbulkan pencemaran makanan
jajanan seperti pembuangan sampah terbuka, tempat pengolahan limbah,
rumah potong hewan, jalan yang ramai dengan arus kecepatan tinggi. Sentra
pedagang makanan jajanan harus dilengkapi dengan fasilitas sanitasi meliputi
(Permenkes, 2003):
a. Air bersih
b. Tempat penampungan sampah
c. Saluran pembuangan air limbah
d. Fasilitas pengendalian lalat dan tikus;
e. Jamban dan peturasan
12

C. Kontaminasi
1. Pengertian
Kontaminasi makanan adalah terdapatnya bahan atau organisme
berbahaya dalam suatu makanan secara tidak sengaja. Makanan yang
dikonsumsi hendaknya memenuhi kriteria bahwa makanan tersebut layak
dimakan. Makanan yang layak dikonsumsi adalah makanan yang berada
dalam derajat kematangan yang dikehendaki, bebas dari perubahan fisik,
bebas dari pencemaran setiap tahap produksi dan penanganan selanjutnya dan
bebas dari mikroba dan penyakit (Marsanti and Widiarini, 2018).
Dalam pertumbuhannya, mikroorganisme dapat mengakibatkan berbagai
perubahan fisik dan kimiawi dari suatu bahan pangan. Apabila perubahan
tersebut tidak diinginkan atau tidak dapat diterima oleh para konsumen, maka
bahan pangan tersebut dikatakan mengalami kerusakan. Ada kalanya mutu
bahan pangan yang dinyatakan tidak dapat diterima, namun oleh konsumen
lain dapat diterima, sehingga definisi dari kerusakan bahan pangan oleh
mikrorganisme menjadi sangat subyektif (Suardana and Swarcita, 2009).
2. Bentuk kerusakan
Beberapa bentuk kerusakan bahan pangan oleh mikroorganisme dapat
duraikan sebagai berikut ini (Suardan and Swacita, 2009):
a. Berjamur
Kapang bersifat aerobik dan paling banyak atau terutama tumbuh pada
bagian luar permukaan dari bahan pangan yang tercemar. Bahan pangan
mungkin menjadi lekat dan berbulu sebagai akibat dari produksi miselium
dan spora kapang.
b. Pembusukan
Pembusukan diartikan sebagai perubahan dari produk dengan tekstur yang
masih cukup baik seperti buah-buahan dan sayuran.
c. Berlendir
Pertumbuhan bakteri pada permukaan yang basah seperti sayuran, daging
dan ikan dapat menyebabkan flavor dan bau yang menyimpang, yang
ditandai dengan pembentukan lendir.
d. Perubahan Warna
13

Beberapa mikroorganisme menghasilkan koloni yang berwarna atau


berpigmen yang dapat memberi warna pada bahan pangan yang tercemar.
3. Faktor-faktor penyebab kontaminasi
Kontaminasi pada makanan dapat berasal dari beberapa faktor, berikut
adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan kontaminasi, yaitu:
a. Kadaluarsa
Proses kadaluarsa terjadi karena adanya aktivitas mikrobiologi yang
berkembang pada makanan tersebut atau proses fermentasi dari
mikroorganisme patogen. Proses ini terjadi karena daya tahan makanan
tersebut telah berkurang sehingga mikroorganisme dapat hidup dan
berkembang serta dapat menyebabkan kerusakan makanan (pembusukan).
Makanan kadaluarsa sudah terkontaminasi oleh bakteri yang berbahaya
dapat menyebabkan keracunan (BPOM, 2003).
b. Cemaran air
Air yang digunakan untuk pencucian dan pembersihan bukan
menggunakan air bersih. Penggunaan air yang tidak bersih atau tercemar
dapat menyebabkan penularan penyakit yang diakibatkan oleh
mikroorganisme yang terdapat dalam air seperti E. coli serta kelompok
bakteri koliform lainnya yang merupakan indikator pencemaran air oleh
kotoran manusia atau hewan (Buckle, 2009).
c. Pencucian alat
Pencucian alat yang baik untuk menyimpan maupun mengolah kecap
tidak bersih dan tidak teratur serta tidak menggunakan deterjen atau sabun
pada semua alat pengolahan dan wadah dapat memungkinkan partikel-
partikel bahan pangan masih tertinggal setelah dilakukan pencucian. Hal
tersebut merupakan sumber pencemaran mikroorganisme dalam kecap
(Winarno, 2004).
d. Penutupan wadah penyimpanan
Penyimpanan makanan yang tidak tertutup akan menyebabkan
pencemaran oleh debu, kotoran, dan mikroorganisme yang berasal dari
lingkungan (Rahayu, 2012)
e. Kebiasaan individu
14

Kebiasaan individu para pekerja yang menangani makanan


mempunyai kebiasaan yang tidak higienis. Beberapa peristiwa keracunan
bahan pangan yang tercemar oleh bakteri telah diakibatkan oleh higiene
yang buruk dari pengelola bahan pangan seperti tidak membersihkan atau
mencuci tangan sebelum menangani pangan dan mengolah pangan,
terdapat luka-luka atau iritasi pada kulit dan batuk serta bersin disekitar
bahan pangan (Bukle, 2009).
4. Faktor-Faktor Pertumbuhan Bakteri
Kemampuan mikroorganisme untuk tumbuh dan tetap hidup merupakan
hal yang penting dalam ekosistem pangan. Faktor yang mempengaruhi
kemampuan tersebut sangat penting untuk mengendalikan hubungan antara
mikroorganisme, makanan dan manusia. Faktor utama yang mempengaruhi
pertumbuhan bakteri antara lain suhu, air, pH, dan tersedianya oksigen
(Suardan and Swacita, 2009). Berikut ini faktor-faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan bakteri:
a. Suhu
Suhu adalah salah satu faktor lingkungan terpenting yang dapat
mempengaruhi kehidupan dan pertumbuhan organisme. Suhu dapat
mempengaruhi organisme dengan dua cara yang berlawanan. Apabila suhu
naik, kecepatan metabolisme naik dan pertumbuhan dipercepat.
Sebaliknya apabila suhu turun kecepatan metabolisme juga turun dan
diperlambat. Apabila suhu naik atau turun, tingkat pertumbuhan akan
terhenti, komponen sel menjadi tidak aktif dan sel-sel akan mati (Suardan
and Swacita, 2009).
Beberapa hal sehubungan dengan suhu bagi setiap organisme dapat
digolongkan sebagai suhu pertumbuhan minimum, suhu pertumbuhan
optimum, Suhu pertumbuhan optimum. Suhu pertumbuhan minimum
adalah suhu terendah dari suatu organisme yang masih dapat hidup dan
tumbuh. Hampir semua organisme dapat hidup pada suhu ini dalam jangka
waktu berbeda-beda, tetapi pertumbuhannya boleh dikatakan berhenti.
Suhu pertumbuhan optimum adalah suhu yang diperlukan organisme
untuk pertumbuhan yang paling cepat. Untuk kebanyakan organisme
15

pertumbuhan optimum terjadi dalam suatu jangka suhu, bukan pada suatu
suhu yang pasti. Batas tertingginya hanya beberapa derajad di bawah suhu
pertumbuhan maksimum. Suhu pertumbuhan maksimum adalah suhu
tertinggi yang masih memungkinkan ada pertumbuhan. Kenaikan sedikit
saja suhu diatas ini dapat mengakibatkan kematian mikroorganisme karena
enzim yang menjadi nonaktif ( Irianto, 2014).
Mikroorganisme juga dapat digolongkan menjadi beberapa kelompok
tergantung dari batas suhu yang mereka sukai, yaitu (Amaliyah, 2015):
1) Psikrofil, adalah kelompok bakteri yang tumbuh dengan baik pada suhu
antara -15 sampai 10oC dan suhu maksimum 20oC (Amaliyah, 2015).
2) Psikotrop adalah kelompok bakteri yang tumbuh baik pada suhu -5
sampai 25 oC dan suhu maksimum 35 oC (Amaliyah, 2015). Bakteri ini
mampu bertahan maupun berkembang biak pada suhu dingin. Bakteri
ini merupakan bakteri yang bertanggung jawab pada kerusakan
makanan yang disimpan didalam lemari es (Lestari et al., 2018).
3) Mesofil adalah kelompok bakteri yang tumbuh dengan baik pada suhu
-5 sampai 35 oC suhu maksimum 45 oC (Amaliyah, 2015). Kelompok
bakteri ini tumbuh baik pada suhu moderat (tidak terlalu panas, tidak
terlalu dingin) yang terdapat pada keju dan yoghurt, dan digunakan
dalam proses fermentasi biar dan anggur. Oleh karena suhu tubuh
manusia normal yaitu 36℃, maka sebagian besar bakteri patogen pada
manusia merupakan bakteri mesofil (Lestari et al., 2018)
4) Thermofil adalah kelompok bakteri yang dapat tumbuh pada suhu
tinggi antara 40-55 oC, suhu maksimumnya 80 oC (Amaliyah, 2015).
5) Thermotrof adalah kelompok bakteri yang tahan pada suhu
pemanasan diatas suhu optimal pertumbuhannya. Bakteri ini tahan
terhadap suhu pateurisasi sehingga berpotensi sebagai bakteri penyebab
kerusakan pada makanan atau minuman yang dipasteurisasi (Lestari et
al., 2018). Tahan suhu 15 sampai 46 oC, suhu maksimumnya 50 oC
(Amaliyah, 2015).
Spesies bakteri yang menyebabkan penyakit pada manusia tumbuh
terbaik pada suhu tubuh manusia (37 oC), karena itu tergolong dalam
16

mesofil. Bakteri menyebabkan kerusakan pada makanan dalam


refrigerator adalah golongan psikrofil. Jika suhu berada di bawah suhu
pertumbuhan normal mereka maka mereka tidak akan tumbuh tetapi belum
tentu juga mati. Jika suhu meningkat pada suhu yang cocok mereka
tumbuh kembali. Di pihak lain, jika bakteri dipanaskan di atas suhu
kesukaannya dalam waktu yang cukup lama, mereka akan mati. Agar
species tertentu dapat dibunuh, maka diperlukan antara suhu dan waktu
yang khas (Amaliyah, 2015).
b. Waktu
Jika bakteri menemukan kondisi yang cocok, pertumbuhan dan
reproduksi dapat terlaksana. Bakeri berkembang biak dengan membelah
diri setiap 20 sampai 30 menit. Dalam kondisi yang mereka sukai itu, maka
dalam 9 jam satu bakteri telah berkembang menjadi 2 juta sel dam menjadi
1 miliyar dalam 12 jam (Amaliyah, 2015).
c. Oksigen
Berdasarkan kebutuhan terhadap oksigen, bakteri terbagi dalam 3
golongan (Suardan and Swacita, 2009):
1) Organisme aerobik, dimana tersedianya oksigen dan penggunaanya
dibutuhkan untuk pertumbuhan.
2) Organisme anaerobik, tidak dapat tumbuh dengan adanya oksigen
bahkan oksigen ini dapat menjadi racun bagi organisme tersebut.
3) Organisme anaerobik fakultatif, dimana oksigen akan digunakan
apabila tersedia, jika tidak tersedia organisme akan tetap tumbuh dalam
keadaan anerobik.
4) Organisme mikroaerofilik, yaitu mikroorganisme yang dapat tumbuh
pada kadar oksigen yang lebih rendah daripada oksigen didalam
atmosfer.
d. Derajat Keasaman (pH)
Setiap organisme mempunyai kisaran nilai pH dimana perumbuhan
masih memungkinkan dan masing-masing biasanya memiliki pH
optimum. Kebanyakan mikroorganisme dapat tumbuh pada kisaran pH
17

6,0–8,0 dan nilai pH diluar kisaran 2,0 sampai 10,0 biasanya bersifat
merusak (Suardan and Swacita, 2009).
Suatu pH dibawah 7 disebut asam, sedangkan pH diatas 7 disebut
alkalis ringan. Kebanyakan bakteri menyenangi suasana alkalis ringan,
yakni antara 7,2–7,6, walaupun ada juga jenis bakteri yang tahan terhadap
kondisi ekstrem. Contoh bakteri tahan asam adalah bakteri asam laktat
dapat hidup pada pH sekitar 4 (Amaliyah, 2015).
e. Kelembaban
Semua organisme membutuhkan air untuk kehidupannya. Air
berperan dalam reaksi metabolik dalam sel dan merupakan alat
pengangkut zat gizi atau bahan limbah kedalam dan keluar sel. Apabila air
tersebut mengalami kristalisasi dan membentuk es atau terikat secara
kimiawi dalam larutan gula atau garam, maka air tersebut tidak dapat
digunakan oleh mikroorganisme (Amaliyah, 2015).
5. Batas Cemaran Mikroba
Batas maksimum adalah konsentrasi maksimum cemaran yang diizinkan
terdapat dalam makanan (BPOM, 2009).
Tabel 2.1 Tabel batas maksimum cemaran mikroba makanan
dan minuman
NO JENIS MAKANAN JENIS CEMARAN BATAS
MIKROBA MAKSIMUM
34. Keripik berbasis sayur, ALT (30oC, 72 jam) 1x104 CFU/g
umbi-umbian dan kacang-
kacangan (gadung,
singkong, talas, kentang,
ubi jalar, jamur)
37. Produk kakao dan coklat ALT (30oC, 72 jam) 3x104 CFU/ml
o
52. Sari Kedelai ALT (30 C, 72 jam) 5x104 CFU/ml
o
58. Daging olahan dan daging ALT (30 C, 72 jam) 1x105 CFU/g
ayam olahan (bakso, sosis,
naget, burger)
103. Sari buah dan sayuran ALT (30oC, 72 jam) 1x104 CFU/ml
o
106. Sirup ALT (30 C, 72 jam) 5x102 CFU/ml
111. Teh celup ALT (30oC, 72 jam) 3x103 CFU/ml
o
115. Kopi campur ALT (30 C, 72 jam) 5x105 CFU/ml
121. Pangan olahan lainnya ALT (30oC, 72 jam) 1x104 CFU/g
Sumber : Jenis dan batas maksimum cemaran mikroba dalam makanan
(BPOM, 2009).
18

D. Bakteri Penyebab Kontaminasi


Kualitas makanan dapat dilihat dari indikator mikrobiologi, fisik, dan
kimianya. Kehadiran bakteri Coliform merupakan indikator biologi adanya
kontaminasi feses terhadap makanan (Sahdan, 2010).
Coliform adalah kelompok bakteri Gram negatif berbentuk batang yang
pada umumnya menghasilkan gas jika ditumbuhkan dalam medium laktosa.
Salah satu anggota kelompok Coliform adalah E.Coli. Karena E. coli adalah
bakteri Coliform yang ada pada kotoran manusia, maka E.coli sering disebut
sebagai Coliform fecal. Apabila pada bahan pangan terdapat Coliform, berarti
bahan pangan tersebut seperti empek-empek, pentol goreng/bakar, manisan
manga, dan lain-lain telah tercemar oleh kotoran manusia. Bahan pangan ini
kemungkinan juga mengandung bakteri-bakteri patogen yang berasal dari
kotoran tersebut. Oleh karena itu, perlu adanya pengujian tentang kandungan
bakteri terutama golongan Coliform yang ada di dalam bahan pangan tersebut.
Adanya bakteri Coliform merupakan indikator untuk mengetahui sejauh mana
bahan pangan terkontaminasi oleh bahan buangan organisme khususnya bahan-
bahan feses (tinja) (Irianto, 2006).
Usus manusia dan hewan berdarah panas merupakan habitat normal bakteri
Coliform. Kelompok bakteri Coliform diantaranya Escherechia, Citrobacter,
Klebsiella, dan Enterobacter. Beberapa definisi juga menambahkan Serratia,
Salmonella dan Shigella sebagai kelompok bakteri Coliform. Bakteri Coliform
terutama E. coli menjadi indikasi dari kontaminasi fekal pada air minum dan
makanan. Kehadiran bakteri Coliform dinilai untuk menentukan keamanan
mikrobiologi dari pasokan air dan makanan mentah atau makanan yang diolah
(Irianto, 2013).
Ciri-ciri bakteri Coliform antara lain termasuk bakteri gram negatif,
berbentuk batang, tidak membentuk spora, bersifat areob atau anaerob fakultatif,
bakteri Coliform memproduksi gas dari glukosa (gula lainnya) dan
memfermentasi laktosa menjadi asam dan gas dalam waktu 48 jam pada suhu
350C, bakteri Coliform yang berada di dalam makanan atau minuman
menunjukkan kemungkinan adanya mikroba yang bersifat enteropatogenik atau
toksigenik yang berbahaya bagi kesehatan (Batt, 2014).
19

1. Escherichia coli
Kingdom : Bacteria
Phylum : Proteobacteriae
Class : Gammaproteobacteria
Ordo : Enterobacteriales
Family : Enterobacteriaceae
Genus : Escherichia
Spesies : Escherichia coli
Escherichia coli merupakan mikroflora alami yang terdapat pada saluran
pencernaan manusia dan hewan. Escherichia coli merupakan bakteri
fakultatif anaerob, mempunyai tipe metabolisme fermentasi dan respirasi
tetapi pertumbuhannya paling sedikit pada keadaan anerob. Pertumbuhan
yang baik pada suhu optimum 37oC pada media yang mengandung 1% pepton
sebagai sumber karbon dan nitrogen. Escherichia coli memfermentasi laktosa
dan memproduks indol yang digunakan untuk mengidentifikasi bakteri pada
makanan dan air (Amaliyah, 2015).
Escherichia coli merupakan bakteri gram negatif yang tidak membentuk
spora, berbentuk batang, berukuran 2-3 mm, circular, koveks dan koloni tidak
berpigmen pada nutrient dan media darah. Escherichia coli tumbuh pada
kisaran pH 4,4-8,5. Escherichia coli dapat bertahan hingga suhu 60oC selama
15 menit atau pada 55oC selama 60 menit (Amaliyah, 2015).
2. Shigella sp
Kingdom : Bacteria
Phylum : Proteobacteria
Class : Gamma Proteobacteria
Ordo : Enterobacteriales
Family : Enterobacteriaceae
Genus : Shigella
Species : S. Dysentrie
S. flexneri
S. boydii
S. sonnei
Shigella merupakan bakteri gram negatif yang berbentuk kokobasil dapat
ditemukan pada biakan yang masih muda. Shigella merupakan bakteri
anaerob fakultatif, tetapi tumbuh paling baik pada kondisi aerob. Koloni
Shigella sp berbentuk cembung, bundar, transparan, dan tepi berbatas tegas,
mencapai diameter sekitar 2 mm dalam 24 jam. Morfologi lain dari bakteri
20

Shigella sp, yaitu tidak membentuk spora, tidak bergerak, tunggal, suhu
optimum 37oC dan dapat menyebabkan diare sehingga mudah ditularkan oleh
orang lain (Amaliyah, 2015).
Shigella sp merupakan bakteri patogen didalam usus manusia yang
dikenal sebagai agen penyebab penyakit disentri basiler. Makanan yang
sering terkontaminasi bakteri Shigella sp adalah salad, sayuran segar
(mentah), susu, produk susu serta air yang terkontaminasi (Amaliyah, 2015).
3. Salmonella sp
Kingdom : Bacteria
Phylum : Proteobacteria
Class : Gammaproteobacteria
Ordo : Enterobacteriales
Family : Enterobacteriaceae
Genus : Salmonella
Species : S.enterica
S.bongori
Salmonella merupakan nama genus bakteri dengan ciri-ciri berbentuk
batang, motil (kecuali S.gallinarum dan S.pillorum yang non-motil), tidak
membentuk spora dan gram negatif. Habitat aslinya yang berada didalam usus
manusia maupun binatang, bakteri Salmonella dikelompokkan ke dalam
Enterobcteriaceae. Habitat asli bakteri Salmonella berada didalam usus
manusia maupun binatang. Lingkungan yang menjadi sumber organisme ini
antara lain, tanah, serangga, permukaan pabrik, permukaan dapur, kotoran
hewan, daging mentah, daging unggas mentah, dan makanan laut mentah
(Amaliyah, 2015).
Bakteri satu ini paling banyak dijumpai pada berbagai jenis makanan,
baik yang telah diolah maupun masih mentah. Bakteri Salmonella ini menjadi
bakteri yang memicu sejumlah penyakit seperti foodborne, tifoid, paratifoid
dan masih banyak lagi lainnya (Amaliyah, 2015).
Penyakit yang disebabkan bakteri Salmonella dikenal dengan istilah
Salmonellosis. Infeksi Salmonellosis menyerang saluran gastrointestin yang
mencakup perut, usus halus, dan usus besar (Koes Irianto, 2014).
Penyakit ini ditandai dengan berbagai gejala antara lain diare, demam
dalam jangka waktu 8 jam hingga 72 jam, kram pada perut, sakit kepala,
muntah-muntah dan merasa mual yang berkepanjangan. Salah satu yang
21

cukup berbahaya dan menjadi biang penyebab penyakit tipus adalah bakteri
Salmonella typhi (Amaliyah, 2015).

E. Efek Terhadap Kesehatan Manusia


Bahan pangan dapat bertindak sebagai perantara atau substrat untuk
tumbuhnya mikroorganisme terutama bakteri yang bersifat patogenik terhadap
manusia, dimana jika berkembang dalam jumlah yang cukup banyak dapat
menyebabkan penyakit bagi manusia yang memakannya. Kasus peningkatan
gangguan saluran pencernaan (gastrointestinal) dan keracunan disebabkan oleh
bakteri patogenik yang termakan bersama bahan pangan yang tercemar (Buckle,
2009).
Penyakit dapat timbul bila seseorang mengkonsumsi makanan atau
minuman dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu pertama makanan atau minuman
tersebut mungkin mengandung komponen beracun. Kedua makanan mungkin
mengandung mikroorganisme dalam jumlah yang cukup untuk dapat
menimbulkan gejala sakit (Irianto, 2006). Pangan dapat menjadi beracun karena
telah terkontaminasi oleh bakteri patogen yang kemudian dapat tumbuh dan
berkembang biak selama penyimpanan, sehingga mampu memproduksi toksin
yang dapat membahayakan manusia Jasad renik pada makanan populasinya
meningkat dapat menimbulkan masalah berupa menurunkan kualitas mutu
makanan, mengakibatkan kerusakan makanan, sarana penularan beberapa
penyakit pada saluran sistem pencernaan, dan keracunan makanan yang dapat
menimbulkan kematian (BPOM, 2008).

F. Total Plate Count (TPC)


1. Pengertian
Angka lempeng total adalah salah satu metode yang umum digunakan
untuk menetukan jumlah bakteri dalam suatu sampel. Sampel diencerkan
dalam serangkaian pengenceran menggunakan larutan pengencer tertentu
(Brown dan Smith, 2015).
Larutan seperti fosfat bufer, larutan garam fisiologis 0,85% atau larutan
Ringer dapat digunakan sebagai larutan pengenceran. Untuk bahan pangan
22

yang sukar larut, ke dalam laurtan pengenceran pertama dapat ditambahkan


pasir putih atau butir-butir gelas (glass beads) yang disterilisasi bersamaan
dengan larutan pengencer tersebut (Irianto, 2013).
Bahan pangan yang diperkirakan mengandung mikroba lebih dari 300 sel
mikroba per ml, per g, atau per cm permukaan, memerlukan perlakuan
pengenceran sebelum ditumbukan pada media agar di cawan petri, sehingga
setelah inkubasi pada cawan petri akan tumbuh jumlah koloni yang dapat
dihitung. Di mana jumlah terbaik adalah 30 sampai dengan 300 koloni.
Pengenceran secara desimal memudahkan dalam perhitungan koloni,
sedangkan penegnceran yang bukan secara desimal misalnya 1 : 5 ; 1 : 25 dan
seterusnya jarang dilakukan karena tidak praktis dalam perhitungannya
(Irianto, 2013).
2. Cara pemeriksaan
Pada metode inokulasi-tuang, suatu suspensi sel-sel dicampur dengan
agar yang dicairkan pada suhu 50ºC, kemudian dituang ke cawan petri.
Setelah agar memadat, sel-sel menjadi tidak bergerak di dalam agar dan
tumbuh membentuk koloni. Jika suspensi sel ini cukup encer, koloni akan
terpisah dengan baik sehingga masing-masing koloni sangan mungkin berasal
dari sel tunggal (Brooks et al., 2014). Media pertumbuhan untuk bakteri
digunakan plate count agar (PCA) dengan menginkubasi pada suhu 37ºC
selama 24 jam. Perhitungannya dengan menghitung koloni yang tumbuh
dalam satuan colony forming unit/ml (cfu/ml) atau koloni/gram. Jumlah
bakteri diperkirakan dengan mengalikan jumlah koloni yang tumbuh dengan
pengenceran (Suardana dan Swarcita, 2009)
Cara menghitung koloni pada cawan adalah sebagai berikut (Irianto,
2013):
1) Cawan yang dipilih dan dihitung adalah yang mengandung jumlah koloni
antara 30 - 300.
2) Beberapa koloni yang bergabung menjadi satu merupakan suatu kumpulan
koloni yang besar di mana jumlah koloninya diragukan, dapat dihitung
sebagai satu koloni.
23

3) Satu deretan (rantai) koloni yang terlihat sebagai satu garis tebal dihitung
sebagai satu koloni.
4) Apabila jumlah koloni kuman pada kontrol lebih dari 10 koloni maka
pemeriksaan diulang.
Keuntungan dari metode TPC adalah pada metode ini hanya sel hidup
saja yang akan terhitung dan jika menggunkaan metode ini memungkinkan
kita untuk dapat mengisolasi koloni tertentu untuk dipelajari lebih lanjut.
Namun metode ini juga memiliki kelemahan diantaranya adalah
memerlukan inkubasi semalaman untuk perkembangan koloni di
permukaan agar dan membutuhkan peralatan gelas yang banyak (Lestari et
al., 2018).
24

G. Kerangka Teori

Makanan

Mentah Siap Santap Pabrikan (terolah)

Jajanan

Faktor-faktor Kontaminasi
penyebab
kontaminasi:
a. Kebiasaan
individu
b. Penutupan wadah
penyimpanan Bakteri
c. Pencucian alat Faktor-faktor
d. Kadaluarsa pertumbuhan
e. Cemaran air Bakteri:
1. Suhu
Hitung Angka Kuman 2. Waktu
3. Oksigen
Metode Total Plate Count
4. pH
(TPC) 5. Kelembapan

Gambar 2.1 Kerangka teori gambaran angka kuman pada jajanan yang
dijual oleh pedagang kaki lima sepanjang Jalan Daya Nasional
kota Pontianak
25

BAB III
ALUR KERJA DAN METODE PENELITIAN

A. Alur Kerja
Survey jumlah pedagang kaki lima
menjual jajanan di Jalan Daya Nasional,
Pontianak

Pengambilan sampel jajanan sepanjang


Jalan Daya Nasional, Pontianak

Pengenceran sampel

Inokulasi pada media


Plate Count Agar

Mengamati pertumbuhan koloni bakteri


pada media Plate Count Agar

Jumlah koloni pada media Plate


Count Agar

Perhitungan angka kuman


dengan rumus

Gambar 3.1 Alur Kerja Gambaran Angka Kuman Pada Jajanan yang Dijual
oleh Pedagang Kaki Lima Sepanjang Jalan Daya Nasional Kota
Pontianak.

26
26

Keterangan Gambar
1. Pendataan pedagang kaki lima yang menjual jajanan sepanjang Jalan Daya
Nasional Pontianak.
2. Pengambilan sampel jajanan dan segera dibawa ke laboratorium.
3. Pengenceran sampel jajanan makanan dan minuman.
4. Dilakukan inokulasi sampel jajanan ke dalam media Plate Count Agar
dengan metode Total Plate Count (TPC).
5. Lihat pertumbuhan koloni bakteri yang tumbuh pada media Plate Count Agar.
6. Hitung jumlah koloni yang tumbuh pada media Plate Count Agar dengan
colony counter.
7. Perhitungan angka kuman dengan menggunakan rumus.

B. Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional Gambaran Angka Kuman Pada Jajanan
yang Dijual oleh Pedagang Kaki Lima sepanjang Jalan Daya
Nasional Kota Pontianak
Definisi Hasil Skala
Variabel Cara Ukur Alat Ukur
Operasional Ukur Ukur
Jajanan Jajanan berupa Manual Visual g atau ml Rasio
makanan dan minuman
yang dijual sepanjang
Jalan Daya Nasional,
Pontianak

Jumlah kuman pada Menghitung jumlah Total Colony CFU/ml Rasio


Jajanan koloni dari sampel Plate Count Counter atau
jajanan yang tumbuh CFU/g
pada media terhadap
kontrol

Kondisi lingkungan Keadaan lingkungan - - - -


saat penjualan yang terjadi saat
jajanan tersebut dijual
27

C. Desain Penelitian
Dalam penelitian ini digunakan desain penelitian bentuk deskriptif yaitu
penelitian yang berfungsi untuk mendiskripsikan atau memberi gambaran
terhadap obyek yang diteliti melalui data sampel atau populasi sebagaimana
adanya, tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku untuk
umum (Sugiyono, 2018).

D. Waktu dan Tempat Penelitian


1. Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan November 2018 sampai dengan
Agustus 2019
2. Tempat penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Jurusan Analis
Kesehatan

E. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel


1. Populasi Penelitian
Populasi adalah keseluruhan objek yang diteliti dalam suatu penelitian
(Notoatmodjo, 2018). Populasi penelitian ini adalah pedagang kaki lima di
Jalan Daya Nasional, Pontianak yang berjumlah 16 pedagang.
2. Sampel
Sampel merupkan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian
jumlah dari karakteristik yang dimiliki populasi (Notoatmodjo, 2018).
Sampel yang digunakan adalah Jajanan yang dijual pedagang kaki lima di
Jalan Daya Nasional, Pontianak berjumlah 32 sampel.
3. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik Pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Total sampling. Total sampling adalah teknik penetuan sampel bila semua
anggota populasi dijadikan sampel (Sugiyono, 2016).
28

F. Pengukuran dan Pengamatan Variabel


1. Pengukuran Variabel Penelitian
Pertumbuhan bakteri pada petridish dihitung dengan menggunakan
colony counter.
2. Metode Pemeriksaan
Metode pemeriksaan yang digunakan adalah dengan metode Total
Plate Count (TPC).
3. Prinsip Pemeriksaan
Cara penghitungan jumlah mikroba yang terdapat dalam suatu produk
yang tumbuh pada media agar pada suhu dan waktu inkubasi yang
ditetapkan (Nasional, 2011).
4. Alat dan Bahan
a. Alat
1) Autoclave
2) Blender
3) Cawan petridish / Plate
4) Gelas Ukur Steril
5) Hot plate
6) Inkubator
7) Kertas Timbang
8) Lampu Spirtus
9) Mikropipet 1000 µl
10) Neraca Analitik
11) Parafilm
12) Spidol
13) Tabung
14) Tip
b. Bahan
1) Aquades steril
2) Media Plate Count Agar (PCA)
3) NaCL steril 0,9%
29

c. Sampel
Jajanan makanan dan minuman yang dijual sepanjang Jalan Daya
Nasional Pontianak
5. Prosedur
a. Pembuatan media Plate Count Agar (PCA) (SNI, 2008)
1) Ditimbang PCA 74,025 gr masukan ke dalam Erlenmeyer.
2) Ditambahkan 3.150 ml aquadest steril pada Erlenmeyer tersebut.
3) Dipanaskan sambil digoyang-goyangkan di atas waterbath sampai
larut sempurna.
4) Disterilkan ke dalam autoclave selama 15 menit pada suhu 121oC.
5) Dibiarkan sebentar hingga agak dingin sekitar suhu 50oC, kemudian
tuang ke dalam cawan petridish.
b. Prosedur Pemeriksaan
Prosedur pemeriksaan Angka Kuman adalah sebagai berikut (SNI,
2008):
1) Pengenceran sampel minuman (cair).
a) Siapkan 7 tabung reaksi steril dan letakkan pada rak tabung
kemudian beri kode secara berurutan 10-1, 10-2, 10-3, 10-4, 10-5, 10-
6
, kontrol.
b) Siapkan juga cawan petri steril yang juga telah diberi kode secara
berurutan seperti pada tabung reaksi.
c) Setiap tabung diisi 9 ml NaCl 0,9% steril.
d) Dengan mikropipet 1000 µl masukkan 1 ml sampel pada tabung
10-1 lalu dicampur, pipet 1 ml dari campuran itu dan masukkan ke
tabung 10-2, campur, lalu ambil 1 ml ke tabung 10-3, dan
seterusnya hingga tabung 10-6. Dari tabung 10-6 diambil 1 ml
kemudian dibuang.
e) Tabung kontrol tidak diisi dengan sampel.
f) Pipet 1 ml dari semua tabung ke dalam cawan petri yang kodenya
sama.
g) Tuangi dengan PCA hingga menutupi permukaan cawa petri.
30

h) Inkubasi 24 sampai dengan 48 jam pada suhu 34℃ hingga 36℃


dengan meletakkan cawan dengan posisi terbalik.
i) Hitung jumlah koloni pada tiap cawan petri.
2) Pengenceran sampel makanan (padat).
a) Sampel ditimbang menggunakan neraca analitik sebanyak 2 g.
b) Masukkan kedalam blender.
c) Tambahkan NaCl 0,9% sebanyak 18 ml, haluskan.
d) Lakukan pengenceran selanjutnya sama dengan langkah di atas
(pengenceran sampel cairan).
c. Pembacaan Hasil
Cara menghitung koloni pada cawan adalah sebagai berikut (Koes
Irianto, 2013):
1) Beberapa koloni yang bergabung menjadi satu merupakan suatu
kumpulan koloni yang besar dimana jumlah koloninya diragukan,
dapat dihitung sebagai satu koloni.
2) Satu deretan (rantai) koloni yang terlihat sebagai satu garis tebal
dihitung sebagai satu koloni.
3) Perhitungan dilakukan pada pertumbuhan kuman yang berjumlah 30-
300 koloni dan pada kontrol tidak lebih dari 10 koloni. Apabila jumlah
koloni kuman pada kontrol lebih dari 10, maka pemeriksaan diulang.

KT-KK
Angka kuman= ×P
T

Keterangan :
KK = jumlah koloni kuman yang tumbuh pada cawan petri
kontrol
KT = jumlah koloni yang tumbuh pada tiap cawan petri
P = pengenceran
T = jumlah cawan petri yang dihitung
31

G. Teknik Pengolahan Data


1. Editing
Proses editing merupakan proses dimana peneliti melakukan klarifikasi,
keterbacaan, konsistensi dan kelengkapan data yang sudah terkumpul
(Sugiyono, 2018).
2. Coding
Merupakan suatu pemberian kode yang biasanya dalam bentuk angka,
proses penyusunan secara sistematis data mentah ke dalam bentuk yang
sudah dibaca oleh mesin pengolah data seperti komputer (Sugiyono, 2018).
Data yang diperoleh kemudian diberi kode dengan contoh sebagai berikut :
K1P1 = Pedagang ke-1 makanan jenis 1
K1P2 = Pedagang ke-1 makanan jenis 2
K2M1 = Pedagang ke-2 minuman jenis 1
K2M2 = Pedagang ke-2 minuman jenis 2
3. Entering
Memindahkan data yang telah diubah menjadi kode ke dalam mesin
pengolah data (Sugiyono, 2018).
4. Cleaning
Memastikan bahwa seluruh data yang telah dimasukkan ke dalam mesin
pengolah data sesuai dengan yang sebenarnya (Sugiyono, 2018).

H. Teknik Penyajian Data


Data yang telah diperoleh dikumpulkan dalam penelitian ini akan diolah dan
dianalisis secara komputerisasi menggunakan program SPSS.

Anda mungkin juga menyukai