Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masyarakat Indonesia umumnya begitu akrab dengan sayuran, dari sayuran yang

dikonsumsi segar sebagai lalap mentah seperti kemangi. Kemangi adalah terna kecil yang

daunnya biasa dimakan sebagai lalap. Sebagai lalapan, daun kemangi biasanya dimakan

bersama-sama daun kubis, irisan ketimun, dan sambal untuk menemani ayam atau ikan.

Kebiasaan memakan sayuran mentah (lalapan) perlu hati-hati terutama jika dalam

pencucian kurang baik sehingga memungkinkan masih adanya telur cacing pada tanaman

kemangi. Dengan demikian perlu diketahui seberapa besar pencemaran sayuran mentah

(lalapan) oleh parasit atau bakteri (Anonim, 2012).

Dalam sistem kesehatan nasional dan rencana pokok program pembangunan jangka

panjang bidang kesehatan dinyatakan antara lain bahwa program dari peningkatan

kesehatan lingkungan adalah agar masyarakat terhindar dari gangguan kesehatan yang

timbul karena kondisi makanan dan kondisi tempat-tempat umum (Ida, 2009).

Kecacingan adalah masalah kesehatan yang masih banyak ditemukan. Berdasarkan

data dari World Health Organization (WHO), lebih dari 1,5 miliar orang atau 24% dari

populasi dunia terinfeksi Soil Transmitted Helminths (STH). Infeksi tersebar luas di

daerah tropis dan subtropis dengan jumlah terbesar terjadi di sub-Sahara Afrika,

Amerika, Cina dan Asia Timur (WHO, 2013). Di Indonesia angka kesakitan karena

terinfeksi cacing usus atau perut cukup tinggi, pada tahun 2004, prevalensi kecacingan

pada semua umur juga masih cukup tinggi yaitu 58,51% yang terdiri dari 30,4%

Ascariasis lumbricaides, 21,25% Trichuris trichiura serta 6,5% Hookworm

(Rasmaliah,2001). Hal ini dikarenakan letak geografis Indonesia di daerah tropik yang

mempunyai iklim yang panas akan tetapi lembab. Pada lingkungan yang memungkinkan
cacing usus dapat berkembang biak dengan baik terutama oleh cacing yang ditularkan

melalui tanah (Soil Transmitted Helminth) (Astuti dan Siti, 2008).

Salah satu jenis sayuran yang sering terkontaminasi oleh Soil Transmitter

Helminths (STH) adalah kemangi. Kemangi merupakan jenis sayuran yang umumnya

dikonsumsi secara mentah, karena dilihat dari tekstur sayuran lalapan ini memungkinkan

untuk jadikan lalapan bersama kubis dan sayuran lainnya. Kemangi memiliki permukaan

daun yang halus dan agak berlekuk sehingga memungkinkan telur cacing menetap di

dalamnya (Wardhana dkk, 2014).

Cacing pada sayuran yang ditemukan seperti Ascariasis lumbricoides (cacing

gelang) hidup dengan menghirup sari makanan, Trichuris trichiura (cacing cambuk)

selain menghisap sari makanan juga menghisap dara, Acylostoma duodenale dan Necator

americanus (cacing tambang) hidup dengan menghisap darah saja, sehingga penderita

cacingan akan kurus, dan kurang gizi, menjadi mudah lelah, malas belajar, daya tangkap

menurun bahkan mengalami gangguan pencernaan (diare) yang berujung pada rendahnya

mutu sumber daya manusia dan merosotnya produktivitas (Djamilah, M. 2003).

Di Papua, rumah makan pada umumnya menyediakan berbagai menu makanan

salah satunya lalapan. Pedagang makanan menyajikan lalapan dalam beraneka jenis

dengan nama yang berbeda juga relatif murah dan nikmat hingga menjadi populer, rumah

makan yang menyediakan lalapan ini menyebar dan hampir berada pada setiap daerah di

Papua. Bertambahnya rumah makan tentunya menjadi aset menggiurkan untuk restribusi

pajak Pemda Papua, Namun sampai saat ini dari pemantauan yang dilakukan untuk

standar sanitasinya masih sangat kurang bahkan tidak ada sama sekali, masyarakat pun

sadar telah mengkonsumsi sajian makanan dimana para pedagangnya menggunakan

berbagai bahan alternatif untuk meraup keuntungan besar. Kondisi ini menjadi trend

bagi para pedagang di rumah makan lainnya.


Berdasarkan data awal yang diperoleh dari Puskesmas waena Distrik Heram Kota

jayapura, terdapat 25 rumah makan di wilayah kerja Puskesmas waena. Berdasarkan latar

belakang diatas peneliti tertarik melakukan Penelitian “Analisis telur cacing pada daun

kemangi di rumah makan lalapan wilayah kerja Puskesmas waena.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai

berikut:

Apakah terdapat telur cacing pada daun kemangi di rumah makan lalapan di

wilayah kerja Puskesmas Waena, Kota Jayapura?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui ada tidaknya telur cacing pada daun kemangi di rumah makan

lalapan di wilayah kerja Puskesmas Waena, Kota jayapura.

2. Tujuan khusus

Untuk mengetahui jenis telur cacing yang mengkontaminasi daun kemangi di

rumah makan lalapan di wilayah kerja Puskesmas Waena, Kota jayapura.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat untuk umum

Mendapatkan informasi mengenai kontaminasi parasit pada daun kemangi dan

dapat mengetahui dampaknya bagi tubuh atau kesehatan.

2. Manfaat untuk (IPTEKS)

Menambah pustaka atau bahan bacaan dalam bidang ilmu kesehatan khususnya

yang menyangkut tantang kandungan bahan tambahan berbahaya pada makanan.


3. Manfaat untuk penulis

Menambah wawasan peneliti dalam hal lalapan mentah, khususnya yang

berbahaya bagi tubuh.

4. Manfaat untuk peneliti selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan untuk penelitian bagi calon

peneliti selanjutnya, baik yang bersifat teoritis maupun bersifat aplikatif.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka

1. Tinjauan Umum Tentang Daun Kemangi

a. Klasifikasi

Kemangi merupakan salah satu tanaman berkhasiat yang tidak hanya tumbuh di

Indonesia tetapi juga di India, Taiwan, Cina, dan Asia Tenggara. Kemangi disebut

juga tulsi, tulasi, holy basil, sacred basil (Henrawati, 2009).

Menurut taksonominya, kemangi diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Sub kingdom : Tracheobionta

Super divisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Sub kelas : Asteridae

Ordo : Lamiales

Famili : Lamiaceae

Genus : Ocimum

Spesies : Ocimum sanctum L

Kerabat dekat : Selasih (Rizema, 2012).

Daun kemangi adalah salah satu daun yang cukup terkenal sebagai pemberi rasa

harum bagi makanan, memiliki rasa agak manis, bersifat dingin, dan menyegarkan.

Kemangi juga dikenal sebagai sayuran yang dapat dimakan segar sebagai lalapan

bersama-sama dengan kubis dan irisan ketimun. Daun tanaman yang satu ini biasa

dijumpai pada masakan seperti, nasi krawu, botok, dan lalapan. Daun kemangi juga
digunakan sebagai bumbu masakan (Thailand), dibuat teh daun kemangi (India), dan

diambil minyak atsiri-nya (Suseno, 2013).

Tanaman yang beraroma wangi menyegarkan ini dapat dimanfaatkan untuk

menghilangkan bau badan dan bau mulut. Dari bahasa Latin, kemangi yang ada di

Indonesia bernama botani Ocimum basillicum. Nama ini diberikan karena kemangi

tumbuhnya menyemak. Kemangi dikelompokkan dalam kelompok basil semak (bush

basil) (Nuris, 2014).

Kemangi adalah tumbuhan tahunan yang tumbuh tegak dengan cabang yang

banyak. Tanaman ini berbentuk perdu yang tingginya bisa mencapai 100 cm.

Bunganya tersusun di atas tandan yang tegak. Daunnya panjang, tegak, berbentuk taji

atau bulat telur, berwarna hijau dan berbau harum. Ujung daun bisa tumpul atau bisa

juga tajam, kecil beraroma khas yang berasal dari kandungan sitral yang tinggi pada

daun dan bunganya (Suseno, 2013).

Nama lokalnya antara lain; Lampes (Sunda); Lampes (Jawa Tengah); Kemanghi

(Madura); Uku-uku (Bali); Lufe-lufe (Ternate). Tanaman berupa semak semusim,

tinggi 30-150 cm. Batang berkayu, segi empat, beralur, bercabang, berbulu, dan

berwarna hijau. Daun tunggal, bulat telur, ujung runcing, pangkal tumpul, tepi

bergerigi, pertulangan menyirip, panjang 14-16 mm, lebar 3-6 mm, tangkai panjang 1

cm, dan berwarna hijau. Bunga majemuk, bentuk tandan, berbulu, daun pelindung

bentuk elips, bertangkai pendek, dan berwana hijau. Mahkota bulat telur berwarna

putih keunguan.

Daun kemangi tumbuh di banyak tempat di seluruh dunia. Tapi kemangi asli

berasal dari India, Asia, dan Afrika. Nama kemangi dalam bahasa Inggris adalah

basil. Basil berasal dari kata yunani kuno basilikhon, yang berarti “royal (dalam

makna seperti raja)”. Ini untuk melambangkan sifat budaya kuno melalui kemangi

yang mereka anggap sangat baik hati dan sakral. Di India, kemangi dijadikan sebagai
lambang kemurahan hati, sedangkan di Italia, dijadikan sebagai simbol cinta (Herbie,

2015).

Menurut Daftar Komposisi Bahan Makanan Direktorat Gizi Departemen

Kesehatan RI, kemangi termasuk sayuran kaya provitamin A. Setiap 100 g daun

kemangi mengandung 5.000 IU vitamin A. Kelebihan lainnya, kemangi termasuk

sayuran yang banyak mengandung mineral, kalsium, dan fosfor yaitu sebanyak 45

dan 75 mg per 100 g daun kemangi (Suseno, 2013).

Daun kemangi mengandung apigenin fenkhona, betakaroten (pro vitamin A),

asam askorbat (vitamin C) , kolagen, estragol, faenesol, histidin, triptofan, rutin,

tanin, seng, β-sitosterol, dan adaptogen (agen anti sters). Di dalamnya juga terdapat

komponen non gizi seperti flavonoid (orientn, vicenin, 1-8 cinele myrcene dan

eugenol), arginin, anetol, boron, saponin dan minyak atsiri). Daun ini kaya akan

kalsium, fosfor dan magnesium (Nuris, 2014).

Daun kemangi mengandung betakaroten (provitamin A) dan vitamin C.

Betakaroten berperan mendukung fungsi pengelihatan, meningkatkan respon

antibodi (mempengaruhi fungsi kekebalan tubuh), sintesis protein untuk mendukung

proses pertumbuhan, dan sebagai antioksidan. Sedangkan kegunaan vitamin C antara

lain untuk pembentukan kolagen dalam penyembuhan luka dan memelihara

elastisitas kulit; membantu penyerapan kalsium dan besi; antioksidan; mencegah

pebentukan nitrosamin yang bersifat karsinogen (menyebabkan kenker) (Rizema,

2012).

Kolagen merupakan senyawa protein yang mempengaruhi integritas struktur sel

di semua jaringan ikat, seperti pada tulang rawan, matriks tulang, dentin gigi,

membran kapiler, kulit, dan tendon (urat otot). Daun kemangi kaya mineral makro,

yaitu kalsium, fosfor, dan magnesium. Kalsium penting bagi pembentukan dan
pertumbuhan tulang, transmisi implus saraf, membantu kontraksi otot, dan

membantu mengakifkan reaksi enzim (Nuris, 2014).

Fosfor berperan dalam pertumbuhan tulang, membantu penyerapan dan

transportasi zat gizi, serta mengatur keseimbangan asam dan basa. Magnesium

membantu merelaksasikan jantung dan pembuluh darah, sehingga memperlancar

aliran darah. Selain itu daun kemangi juga mengandung komponen non-gizi. antara

lain senyawa flavonoid, eugenol, arginin, anetol, boron dan minyak atsiri. Flavonoid

dan eugenol berperan sebagai antioksidan yang dapat menetralkan radikal bebas,

menetralkan kolesterol, dan bersifat antikanker. Senyawa flavonoid ini juga bersifat

antimikroba dan antivirus, yang dapat mencegah pertumbuhan mikroba penyebab

penyakit. Daun kemangi sangat bagus dikonsumsi oleh wanita karena eugenol-nya

dapat menghambat pertumbuhan jamur penyebab keputihan (Rizema, 2012).

Minyak atsiri pada daun kemangi mudah menguap dan mempunyai aktivitas

biologis sebagai antimikroba. Minyak atsiri dibagi menjadi dua komponen, yaitu

komponen bidrokarbon dan komponen bidrokarbon teroksigenasi atau Fenol. Minyak

atsiri dapat mencegah pertumbuhan mikroba, seperti Staphylooccus aureus,

Salmonella sp. dan Escherichia coli; serta menangkal infeksi akibat Basillus subtilis,

Salmonella paratyphi, dan Proteus vulgaris.

Kandungan arginin daun kemangi dapat memperkuat daya tahan sperma dan

mencegah kemandulan. Senyawa anetol dan boron juga sangat berperan dalam

menjaga kesehatan reproduksi pria dan wanita. Anetol dan boron dapat merangsang

kerja hormon estrogen dan androgen, serta mencegah pengeroposan tulang. Hormon

estrogen dan androgen berperan dalam sistem reproduksi wanita (Nuris, 2014).

Senyawa tanin dalam kemangi berperan sebagai antibakteri karena memiliki

kemampuan membentuk senyawa kompleks dengan protein melalui ikatan hidrogen,


jika terbentuk ikatan hidrogen antara tanin dengan protein maka protein akan

terdenaturasi sehingga metabolisme bakteri menjadi terganggu.

Eugenol dari daun kemangi dapat membunuh jamur penyebab keputihan. Dan

stigmasterol dapat merangsang ovulasi (pematangan sel telur). Komponen tanein dan

seng-nya dapat mengurangi cairan vagina, sedangkan asam amino triptofan dapat

menunda monopouse. Komponen flavonoid seperti oriontin dan vicenin pada daun

kemangi mampu melindungi struktur sel tubuh. Sementara itu, komponen flavonoid

seperti cineole, myricetin dan eugenol bermanfaat sebagai antibiotik alami dan

antiperadangan (Rizema, 2012).

2. Tinjauan Tentang Helmint (cacing)

Kata “helminth” berasal dari bahasa Yunani yang berarti cacing (Natadisastra,

2009). Yang termaksud cacing pada umumnya berbentuk hewan kecil yang bertubuh

memanjang, tidak mempunyai kaki, simetris bilateral, pipih atau gilik, dan ada yang

beruas-ruas. Dapat bergerak pindah karena mengandung jaringan otot khusus. Ada

yang hidup bebas dan ada pula yang parasit. Berdasarkan bentuk tubuhnya cacing

dibedakan menjadi tiga filum, yaitu: Platyhelminthes (cacing pipih), Nemathelminthes

(cacing gilik) dan Annelida (cacing gelang) (Irianto, 2013).

1. Cacing Pipih (Platyhelminthes)

Kata Platyhelminthes berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata “Platys”,

artinya pipih dan “helmins”, artinya cacing. Jadi, Platyhelminthes adalah cacing

yang mempunyai bentuk pipih. Tidak mempunyai sistem peredaran darah, tidak

bersegmen, tidak berongga badan, dan tanpa lubang dubur. Cacing pipih yang

berbentuk seperti daun dinamakan cacing daun dan dimasukkan dalam kelas

tremotoda. Rongga badan adalah rongga yang terdapat di antara dinding usus

dengan dinding tubuh. Lubung mulut terdapat di tengah-tengah sedikit ke depan


pada sisi bawah badan. Cacing pipih yang hidup bebas mempunyai mata yang

berupa bintik mata.

Bagian tubuh dapat dibagi menjadi ujung anterior (ujung depan, kepala),

ujung posterior (ujung belakang ekor), dan permukaan ventral (permukaan bawah,

perut); sedangkan tubuhnya dibagi menjadi bagian kanan dan bagian kiri yang

sama. Dengan kata lain, tubuh cacing itu berbentuk simetri bilateral.

Cacing pipih hidup sebagai parasit pada manusia dan hewan. Susunan

sarafnya terdiri atas ganglion otak dengan saraf-saraf tepi. Hewan ini berkembang

biak secara kawin (generatif). Cacing ini bersifat hermaprodit karena testis dan

ovarium terdapat bersama-sama dalam satu individu. Di dunia ini terdapat kira-

kira 6.000 jenis (spesies). Contoh Platyhelminthes: cacing hati, cacing pita.

2. Cacing Gelang (Annelida)

Cacing gelang adalah golongan cacing yang paling rendah

tingkatannya yang membedakan yaitu adanya rongga tubuh, segmentasi

berupa metameri dan sistem saraf. Sistem peredaran darahnya tertutup dan

sistem pencernaannya sempurna. Cacing gelang mempunyai mulut di ujung

depan dan anus (dubur) di ujung belakang. Cacing gelang ada yang hidup di

darat di air tawar, dan di air laut. Contoh Annelida: cacing tanah, pacet,

lintah.

3. Cacing Gilik (Nemathelminthes)

Nemathelminthes berasal dari kata Yunani, “nematos” yang berarti

benang dan “helminthes” yang artinya cacing atau disebut dengan cacing

benang. Cacing ini juga sering disebut cacing gilik. Cacing yang termasuk

dalam filum ini sangat banyak, sehingga di dalam tanah terdapat jutaan

jumlahnya namun demikin peluang untuk melihatnya sangat kecil hal ini
disebabkan karena ukurannya sangat kecil seperti benang. Nemathelminthes

mempunyai kelas nematoda.

Bentuk tubuhnya gilik atau bulat panjang, sedangkan pada ujung tubuh

belakang terdapat anus. Kulitnya licin, tidak berwarna. Belum mempunyai

sistem peredaran darah dan jantung. Cacing jantan lebih kecil dari pada

cacing betina. Hidup bebas di laut, di air tawar mulai dari kutub sampai ke

daerah tropis, termasuk daerah padang pasir, dan pada sumber air panas.

Cacing gilik umumnya parasit pada manusia. Contoh Nemathelminthes:

cacing gelang, cacing cambuk, cacing tambang, cacing kremi, cacing otot

(Irianto, 2013).

Nematoda dibagi menjadi dua kelompok yaitu nematoda usus dan

nematoda darah dan jaringan.

a. Nematoda usus

Berdasarkan cara transmisi (penyebaran), nematoda usus dibagi

menjadi kedalam dua kelompok, yaitu nematoda usus yang ditularkan

melalui tanah (“Soil Transmitted Helminths”), yaitu kelompok cacing

nematoda yang membutuhkan tanah untuk pematangan dari bentuk non-

infektif menjadi bentuk infektif. Kelompok cacing ini terdiri atas

beberapa spesies yaitu Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, cacing

tambang (Ancylostoma duodenale, Necator americanus), Strongyloides

stercolaris, serta beberapa spesies Trichostrongylus. Kelompok lainnya

yaitu nematoda usus yang tidak membutuhkan tanah dalam siklus

hidupnya (Non-Soil Transmitted Helminths), yaitu spesies Enterobius

vermicularis, Trichenella spiralis dan Capillaria philippinensis

(Natadisastra, 2009).

1) Soil Transmitted Helminths (Ditularkan melalui tanah)


Nematoda usus yang perkembangan embrionya pada tanah (Craig

dan Faust, 1976). Ada juga yang menyebutnya sebagai geohelminths

atau cacing tularan tanah (Agoes, 1999).

Seperti telah diuraikan di atas bahwa faktor yang menunjang

berkembang serta tertularnya kelompok cacing ini di Indonesia,

antara lain karena iklim tropis yang lembab, higiene, dan sanitasi

yang kurang baik, tingkat pendidikan dan sosial ekonomi yang

rendah, kepadatan penduduk yang tinggi serta kebiasaan hidup yang

kurang baik. Kelompok cacing ini dalam siklus hidupnya

membutuhkan tanah untuk pematangan telur atau larva yang infektif.

Jadi, tanah berfungsi untuk mematangkan bentuk non-infektif

menjadi bentuk infektif. Nematoda usus yang paling sering dijumpai

di Indonesia ada 3 spesies, yaitu Ascaris lumbricoides, Trichuris

trichiura, Necator americanus.

2) Non-Soil Transmitted Helminths (Tidak ditularkan melalui tanah)

Termasuk kelompok cacing ini, yaitu Enterobius vermicularis

dan Trichinella spiralis. Keduanya merupakan nematoda usus yang

dalam siklus hidupnya tidak membutuhkan tanah disebut sebagai

“non-soil transmitted helminths” (Natadisastra, 2009).

Nematoda usus adalah nematoda yang berhabitat di saluran

pencernaan manusia dan hewan. Manusia merupakan hospes dari

nematoda usus. Sebagian besar dari nematoda ini adalah penyebab

masalah kesehatan masyarakat di Indonesia (Safar, 2009).

Siklus hidup nematoda usus dapat dibagi dalam 3 (tiga) golongan,

yaitu: tipe langsung, modifikasi dari tipe langsung, dan penetrasi

kulit.
a) Tipe langsung

Dalam hal ini cacing dewasa langsung tumbuh dari telur

cacing begitu sampai di dalam tractus intestinalis. Misalnya,

Trichuris trichiura dan Enterobius vermicularis.

b) Modifikasi dari tipe langsung

Telur cacing yang berembrio yang masuk ke dalam intestinum

menetas menjadi larva. Larva ini menembus dinding intestinum,

masuk ke dalam aliran darah. Di dalam paru-paru larva akan ke

luar dari sistem kapiler, naik ke trachea, kemudian masuk ke

oesophagus, tertelan, kelambung terus ke intestinum dan menjadi

cacing dewasa, misalnya Ascaris lumbricoides.

c) Tipe penetrasi kulit

Telur yang berasal dari feces penderita, pada tanah yang

basah akan menetas menjadi bentuk rhabditia yang setelah

beberapa waktu tumbuh menjadi bentuk filaria. Bentuk filaria ini

dapat menembus kulit yang utuh. Kemudian masuk ke dalam

aliran darah sampai kapiler paru-paru. Kemudian ke luar dari

kapiler paru-paru naik ke trachea, pindah ke oesophagus tertelan

untuk akhirnya sampai di intestinum untuk menjadi dewasa.

Misalnya, Ancylostoma duodenale (Entjang, 2003).

b. Nematoda darah

Nematoda yang hidup sebagai parasit di dalam darah dan jaringan

manusia terdiri atas tiga kelompok, yaitu :

1) Cacing filaria dan drancunculus.

2) Invasi larva migrans di dalam kulit, jaringan di bawah kulit serta alat

dalaman.
3) Nematoda yang jarang didapat, di dalam jaringan hati, ginjal, paru-

paru, mata, dan subkutis.

Cacing nematoda darah dan jaringan memiliki morfologi dasar

yang sama dengan cacing nematoda lainnya (Natadisastra, 2009).

3. Tinjauan Tentang penyakit Kecacingan

a. Askariasis

Cacing gelang atau sering disebut Ascaris lumbricoides adalah penyebab

penyakit askariasis berwarna keputih-putihan. Jika sudah dewasa, panjangnya

bisa mencapai 15-20 cm, hidup berkembang di dalam usus. Bila masuk ke dalam

tubuh, cacing gelang akan menyerang usus 12 jari, ke hati dan cabang

tenggorokan. Penyakit ini digolongkan ke dalam penyakit gangguan perut. Hal

ini dikarenakan jika seseorang mengidap cacingan maka yang mendapat

gangguan pertama kali adalah perut, seperti mual-mual dan mencret.

Di seluruh dunia infeksi Ascaris lumbricoides diderita oleh lebih dari 1

miliar orang dengan angka kematian sekitar 20 ribu jiwa. Prevalensi askariasis

bervariasi antara satu daerah dengan lainnya, antara daerah perkotaan dengan

daerah pedesaan. Askariasis terutama diderita oleh anak-anak di bawah umur 10

tahun. Kematian dapat terjadi jika penderita mengalami komplikasi misalnya

obstruksi usus pada anak. Askariasis endemik di banyak negeri di Asia Tenggara,

Afrika Tengah dan Amerika Selatan.

Cara penularan penyakit ini melalui lalat atau binatang lain yang membawa

terlur cacing hinggap di makanan. Telur cacing tersebut akhirnya menetas dan

berkembang biak di dalam usus. Gejala cacingan antara lain nafsu makan

menurun, perut sering mual dan kelihatan buncit, demam, muka pucat, kelihatan

kurus dan lemah, rambut kelihatan kemerahan dan jarang, serta sering mencret

dan muntah-muntah (Soedarto, 2009).


b. Ankilostomiasis dan Nekatoriasis

Cacing tambang yang menginfeksi manusia adalah Ancylostoma duodenale

dan Necator americanus. Cacing tambang berukuran kecil dan melekat pada

dinding usus. Cacing ini dapat menyebabkan perdarahan pada usus serta meracuni

pasien. Makanan utama cacing ini adalah darah yang diambil dari pembuluh darah

kecil di usus halus. Gejala serangannya muka tampak pucat, badan lemah, pening,

telinga mendengung, sakit kepala, dan cepat lelah. Akibat anemia cacing tambang

sekitar 50 ribu penderita meninggal dunia setiap tahunnya.

Infeksi cacing tambang tersebar luas di daerah tropis, terutama di daerah

pedesaan. Prevalensi tertinggi terdapat pada orang dewasa. Necator americanus

banyak tersebar di Afrika Barat, Afrika Tengah, India Utara dan Cina, Di Asia

Tenggara kedua spesies cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator

americanus) umumnya dijumpai bersama-sama.

Penyebaran infeksi cacing tambang ditentukan oleh tiga faktor yaitu:

a. Cara terjadinya polusi tinja di tanah.

b. Lingkungan yang sesuai bagi perkembangan telur dan larva cacing.

c. Adanya kontak manusia dengan tanah yang tercemar parasit (Soedarto,

2009).

c. Trikuriasis

Penyebab trikuriasis adalah Trichuris trichiura atau cacing cambuk karena

bentuknya mirip cambuk tinggal dalam sekum dan kolon manusia dan hidup

hingga 5 tahun. Sekitar 500 juta orang terinfeksi parasit ini, terutama yang berada

di daerah tropis.
Penularan terjadi secara feko-oral dengan masuknya telur cacing yang infektif

ke dalam mulut penderita. Infeksi ringan menimbulkan gangguan pertumbuhan

pada anak. Pada infeksi berat cacing ini menimbulkan diare berdarah disertai

nyeri perut, prolaps rektum, tenesmus, anemia, clubbing finger, dan

hipoproteinemia. Sebagian besar infeksi asimtomatik (Soedarto, 2009).

4. Tinjauan Tentang Pemeriksaan Telur Cacing

Metode pemeriksaan telur cacing dalam tinja yang sering digunakan di Indonesia

adalah metode konsentrasi yang dapat dilakukan dengan dua teknik, yaitu teknik

pengapungan (flotasi) dan pengendapan (sedimentasi). Teknik pengapungan dengan

larutan NaCl jenuh biasanya lebih disukai karena tidak memerlukan alat yang lebih

komplek (Sumanto, 2012).

1. Metode pengapungan (flotasi)

Pada cara pengapungan digunakan cairan yang berat jenisnya lebih besar

dari pada telur cacing sehingga telur cacing akan terapung di cairan tersebut.

Metode ini menggunakan larutan garam jenuh sebagai bahan untuk

mengapungkan telur. Tujuan dilakukannya metode flotasi ini adalah untuk

memisahkan partikel-partikel yang besar yang terdapat dalam tinja berdasarkan

berat jenis telur-telur yang lebih ringan dari pada berat jenis larutan yang

digunakan sehingga telur-telur terapung dipermukaan (Bramantyo, 2014).

Lautan pengapung berperan penting dalam menyebabkan telur cacing

dapat mengapung sehingga mudah diamati. Bahan pengapung yang lazim

dipergunakan dalam pemeriksaan tinja metode flotasi adalah larutan NaCl

jenuh, glukosa, MgSO4, ZnSO4 proanalisis, NaNO3 dan millet jelly

(Bramantyo, 2014).

Garam NaCl yang beredar di pasaran saat ini ada beberapa macam,

diantaranya adalah garam murni keluaran pabrikan yang memang dibuat untuk
kebutuhan bahan kimia untuk laboratorium kesehatan dan industri. Jenis garam

NaCl lainnya adalah garam dapur yang sudah dikenal masyarakat luas untuk

bumbu dapur. Garam dapur yang beredar di pasaran diantaranya adalah garam

krosok, garam meja dan garam cetak. Semua jenis garam tersebut dapat

digunakan untuk melakukan pemeriksaan laboratorium metode konsentrasi

teknik pengapungan dengan NaCl jenuh (Sumanto, 2012).

Prinsip metode flotasi dengan NaCl jenuh adalah sampel dielmusikan

kedalam larutan NaCl jenuh, dimana telur cacing pada sampel mengapung

kepermukaan larutan dikarenakan perbedaan berat jenis antara telur dan larutan

NaCl (Sandjaja, 2007).

2. Metode pengendapan (sedimentasi)

Pada cara sedimentasi digunakan cairan yang mempunyai berat jenis lebih

kecil dari pada telur cacing sehingga telur cacing akan mengendap di dasar

tabung. Metode ini merupakan metode yang baik untuk memeriksa sampel tinja

yang sudah lama. Prinsip dari metode ini adalah dengan adanya gaya sentrifuge

dapat memisahkan antara suspensi dan supernatannya sehingga telur cacing

dapat terendapkan. Metode sedimentasi kurang efisien dibandingkan dengan

metode flotasi dalam mencari kista protozoa dan banyak macam telur cacing

(Bramantyo, 2014).

5. Tinjauan Umum Tentang Rumah Makan Lalapan

Rumah makan lalapan pada penelitian ini terdapat pada Distrik Heram wilayah

kerja Puskesmas Waena, Kota Jayapura. Rumah makan lalapan berada di pinggiran

jalan raya dan jalan gang yang berada disekitar kompleks perumahan warga, pada

umumnya bangunan dari rumah makan lalapan merupakan ruko.

Menurut keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1098/MENKES/SK/V-11/2003 tentang persyaratan hygiene sanitasi rumah makan


dan restoran pada pasal (1) terdapat pengertian rumah makan dan restoran. Rumah

makan adalah setiap tempat usaha komersial yang ruang lingkup kegiatannya

menyediakan makanan dan minuman untuk umum di tempat usahanya.

Rumah makan ini timbul dan berkembang sejalan dengan berkembangnya

masyarakat dalam melayani kebutuhan konsumen. Hal ini bila tidak ditunjang

dengan pengolahan makanan yang hygienes dan kondisi sanitasi yang baik

maka akan menyebabkan gangguan kesehatan (Ida, 2009).

Rumah makan, restoran, hingga kantin merupakan beberapa tempat umum yang

menyediakan makanan olahan yang banyak digemari masyarakat. Masyarakat

kebanyakan lebih memilih makan di restoran, rumah makan, ataupun kantin

dibandingkan memasak makanan sendiri. Keberadaan usaha rumah makan, disisi lain

dapat membantu masyarakat apalagi bagi orang-orang yang sedang dalam perjalanan.

Rumah makan atau restoran adalah istilah umum untuk menyebut usaha

gastronomi yang menyajikan hidangan kepada masyarakat dan menyediakan tempat

untuk menikmati hidangan tersebut serta menetapkan tarif tertentu untuk makanan

dan pelayanannya. Meski pada umumnya rumah makan menyajikan makanan di

tempat, tetapi ada juga beberapa yang menyediakan layanan take-out dining dan

delivery service sebagai salah satu bentuk pelayanan kepada konsumennya. Rumah

makan biasanya memiliki spesialisasi dalam jenis makanan yang dihidangkannya.

Sebagai contoh yaitu rumah makan chinese food, rumah makan Padang, rumah

makan cepat saji (fast food restaurant) dan sebagainya. Di Indonesia, rumah makan

juga biasa disebut dengan istilah restoran. Restoran merupakan kata resapan yang

berasal dari bahasa Perancis yang diadaptasi oleh bahasa inggris; "restaurant" yang

berasal dari kata "restaurer" yang berarti "memulihkan" (Wikipedia, 2018).


B. Kerangka Konsep

Cacing Gelang

Cacing Tambang

Daun kemangi
Cacing Cambuk

Larva Strongyloides strecoralis

Keterangan:

Variabel Dependen

Variabel Independen

Variabel yang diteliti

Variabel yang tidak diteliti


C. Kerangka Teori

1. Daun Kemangi

Dalam hal sayuran, pencuciannya mungkin menghilangkan sebagian kotoran

yang ada, tetapi pencucian ulang masih perlu dilakukan oleh konsumen. Adalah sulit

sekali membersihkan semua kotoran sayuran dari seluruh bekas kotoran yang ada,

dan sayuran warna hijau terutama tegar terhadap penghilang kotoran. Maka dari itu

sayuran yang dikonsumsi dalam keadaan mentah tidak boleh berasal dari tempat yang

kotor, tindakan hati-hati perlu diberikan kepada pembersihan terhadap seluruh

sayuran yang di sajikan dalam keadaan mentah (Suksono 1986).

Kemangi adalah terna kecil yang daunnya biasa dimakan sebagai lalap. Aroma

daunnya khas, kuat namun lembut dengan sentuhan aroma limau. Sebagai lalapan,

daun kemangi biasanya dimakan bersama-sama daun kubis, irisan ketimun, dan

sambal untuk menemani ayam atau ikan.

Dengan melihat kenyataan bahwa daun kemangi seringkali digunakan sebagai

lalapan diberbagai tempat jajanan seperti rumah makan lalapan, ini sangat

memprihatinkan karena sesuai observasi yang telah dilakukan sebelumnya dicurigai

daun kemangi yang digunakan sebagai lalapan ini telah terkontaminasi dengan parasit

karena proses pencuciannya yang tidak menjamin bahwa parasit yang ada pada daun

kemangi itu bisa hilang. Seperti diketahui dalam penyajiannya daun kemangi tidak

dimasak terlebih dahulu kemudian disajikan.

2. Cacing

Parasit dapat dipindahkan ketika tinja manusia yang terinfeksi bercampur

dengan tanah. Di Negara-negara berkembang, tinja manusia digunakan sebagai

pupuk. Telur-telur cacing dapat bertahan hidup di dalam tanah bertahun-tahun

lamanya karena untuk menginfeksi manusia kembali. Dan manusia dapat terinfeksi
oleh telur-telur cacing melalui buah dan sayuran yang mereka makan tumbuh di lahan

yang tercemar tadi (Mazzagus, 2012).

Setiap parasit pada umumnya mempunyai sifat yang tidak baik yakni hidupnya

menumpang (bergantung) pada makhluk hidup dengan maksud untuk mengambil

makanan sebagian atau seluruhnya dari host yang di tumpanginya.

Peranan cacing yang telah dewasa pada tubuh manusia:

a. Menghisap darah tuan rumah (host)

b. Menghisap darah dan mengeluarkan bisa (racun)

c. Didalam tubuh (usus), menghisap zat-zat makanan tuan rumah hingga

kekurangan zat makanan

d. Dapat menimbulkan sumbatan pada saluran pencernaan, disebabkan

karena cacing didalam usus dapat berkembang biak dalam jumlah banyak.

e. Ada cacing yang berbentuk larva bersarang didalam pembuluh limfe dan

pembuluh darah sehingga peredaran darah dan limfe terganggu akibat

anggota badan atau organ itu jadi bengkak–bengkak. (Djamilah, M. 2003).

Cacing (nematoda usus) yang ditularkan melalui tanah dalam siklus hidupnya

membutuhkan faktor lingkungan diluar tubuh hospesnya sehingga pengaruh terbesar

penularan cacing adalah sanitasi lingkungan dan hygiene perorangan yang buruk.

Diantara cacing perut, terdapat sejumlah spesies yang ditularkan melalui tanah

(soil transmitted helminths) yang terpenting adalah cacing gelang (Ascaris

lumbricoides), cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus)

dan cacing cambuk (Trichuris trichiura). Jenis–jenis cacing tersebut banyak di

temukan didaerah tropis seperti diIndonesia pada umumya telur cacing bertahan pada

tanah yang lembab, tumbuh menjadi telur yang infektif dan siap untuk masuk ke

tubuh manusia yang merupakan hospes definitifnya (Gandahusada, S. 2006:8).


a. Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides)

Manusia merupakan satu-satunya hospes cacing ini. Penyakit yang

disebabkannya disebut askariasis. Berbentuk silider dan warna cacing ini adalah putih

kekuning-kuningan sedikit merah atau coklat.

b. Cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus)

Ada beberapa speies cacing tambang yang penting, diantaranya Necator

americanus, Ancylostama duodenale, Ancylostama braziliense, Ancylostama

ceylanicum, Ancylostama canicum. Namun yang terdapat ditubuh manusia yakni

Necator americanus dan Ancylostama duodenale. Cacing ini dapat menyebabkan

nekatoriais dan ankilostomiasis berwarna merah darah, kedua parasit ini diberii

nama “cacing tambang” karena pada zaman dahulu cacing ini ditemukan di

Eropa pada pekerja pertambangan yang belum mempunyai fasilitas yang

memadai.

c. Cacing cambuk (Trichuris trichiura)

Manusia merupakan hospes cacing ini. Penyakit yang disebabkannya

disebut trikuriasisi. Cacing ini berwarna merah atau kelabu. Kosmopolit terutama

di daerah panas dan lembab seperti di indonesia.


D. Definisi Operasional

1. Daun Kemangi

Daun kemangi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah daun kemangi

yang digunakan sebagai lalapan pada rumah makan lalapan di Distrik Heram

wilayah kerja Puskesmas Waena, Kota jayapura.

2. Kontaminasi Cacing

Kontaminasi telur cacing pada penelitian ini apabila terdapat telur cacing

pada daun kemangi yang digunakan sebagai lalapan pada rumah makan lalapan di

Distrik Heram wilayah kerja Puskesmas Waena, Kota Jayapura berdasarkan

pemeriksaan laboratorium.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskritif dengan desain penelitian observasional

analitik yaitu melakukan pemeriksaan laboratorium untuk mengindentifikasi telur

cacing pada daun kemangi pada rumah makan lalapan di Distrik Heram wilayah kerja

Puskesmas Waena, Kota Jayapura.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat pengambilan sampel penelitian dilakukan di beberapa rumah makan

lalapan di Distrik Heram wilayah kerja Puskesmas Waena, Kota Jayapura. Sedangkan

untuk pemeriksaan laboratorium dilakukan di Laboratorium Umum Poltekes Jayapura

yang dilaksanakan pada tanggal 1 Mei sampai 31 Mei 2019.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua rumah makan lalapan yang

menggunakan daun kemangi sebagai lalapan yang dijual di rumah makan lalapan

di Distrik Heram wilayah kerja Puskesmas Waena, Kota Jayapura. Jumlah

populasi dalam penelitian ini adalah 25 rumah makan lalapan.

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah semua rumah makan lalapan yang

menggunakan daun kemangi sebagai lalapan yang dijual oleh rumah makan

lalapan di Distrik Heram wilayah kerja Puskesmas Waena, Kota Jayapura yang

diambil secara Saturation Sampling. Penelitian ini ingin mengetahui kontaminasi

cacing pada daun kemangi.

Saturation Sampling adalah metode pengambilan sampel dengan mengikut

sertakan semua anggota populasi sebagai sampel penelitian (Yudistira, 2010).


Jadi jumlah keseluruhan sampel yaitu 25 rumah makan yang akan diperiksa

daun kemanginya.

D. Alat Penelitian

1. Alat

a. Gelas kimia 250 ml

b. Pipet tetes

c. Pinset

d. Batang pengaduk

e. Rak tabung reaksi

f. Tabung reaksi

g. Deck glass

h. Objek glass

i. Mikroskop

2. Bahan

a. Sampel daun kemangi

b. NaCl jenuh

c. Aquadest

3. Cara Kerja

1. Pra Analitik

a. Metode pemeriksaan dan prinsipnya

Metode pemeriksaan yang digunakan adalah metode flotasi

(pengapungan). Prinsipnya adalah sampel dielmusikan kedalam larutan

NaCl jenuh, dimana telur cacing pada sampel mengapung ke permukaan

larutan karena perbedaan berat jenis NaCl jenuh dan telur cacing.

Setelah alat dan bahan disiapkan, berikan kode pada gelas kimia 250

ml kemudian timbang daun kemangi sebanyak 10 gram.


2. Analitik

Prosedur kerja telur cacing dengan metode flotasi (pengapungan)

a. Daun kemangi di rendam ke dalam gelas kimia yang berisi NaCl jenuh,

kemudian diamkan selama 25 menit.

b. Setelah 25 menit, di aduk hingga homogen setelah itu daun kemangi

diangkat dan dikeluarkan dengan menggunakan pinset.

c. Larutan NaCl jenuh hasil rendaman diambil dan dimasukkan kedalam

tabung reaksi sampai penuh.

d. Letakkan deck glass di atas tabung reaksi hingga menyentuh permukaan

larutan, diamkan selama 45 menit, setelah itu deck glass dipindahkan di

atas objek glass kemudian diperiksa di bawah mikroskop dengan

perbesaran objektif 10 atau 40 x.

3. Pasca Analitik

a. Interpretasi dan pengamatan hasil

1. Hasil pemeriksaan

a. Positif jika ditemukan telur cacing.

b. Negatif jika tidak ditemukan telur cacing.

b. Pencatatan dan pelaporan hasil

4. Cara Pengumpulan Data

1. Data Primer

Data primer yaitu kontaminasi cacing pada daun kemangi yang diperoleh

dari hasil pemeriksaan laboratorium.

2. Data Sekunder

Data sekunder berasal dari puskesmas, buku dan refrensi lain yang

lelevan.
5. Pengolahan dan Analisis Data

1. Pengolahan Data

Setelah data dikumpulkan, maka data tersebut diolah melalui tahapan sebagai

berikut :

1. Editing adalah pengecekan atau pengkoreksian data yang telah dikumpulkan.

2. Coding adalah membuat atau pembuatan kode pada tiap-tiap data.

3. Tabulating adalah menyusun data dalam bentuk tabel distribusi frekuensi

setelah dilakukan perhitungan data secara manual.

2. Analisis Data

Sesuai dengan jenis penelitian yaitu survei dengan pendekatan deskritif,

maka rumus yang digunakan dalam menganalisis data guna mengetahui

presentasi setiap variabel yang diteliti adalah sebagai berikut:

f
X= xk
n

Keterangan:

X = Presentasi hasil yang dicapai

f = Variabel yang diteliti

n = Jumlah sampel penelitian

k = Konstanta (100%)

6. Jadwal Penelitian

Menurut jadwal dari jurusan penelitian dilakukan pada bulan Mei 2019.
Daftar Pustaka
Anonim, (2004). Program Nasional Pemberantasan Cacingan di Era
Desentralisasi. Jakarta: Depkes RI.
Bramantyo, Alexander, L. (2014). Perbedaan Metode Flotasi Menggunakan Larutan
ZnSO4 dengan Metode Kato-katz untuk Pemeriksaan Kuantitatif Tinja.
Leonardo Taruk Lobo, J. W. (2016). kontaminasi telur cacing soil-transmitted helmints
(STH) pada sayuran kemangi pedagang ikan bakar di kota palu sulawesi tengah.
kontaminasi telur cacing, 65-70.

Dr Marianti (2018).infeksi cacing tambang. Tersedia pada


www.aladokter.com/infeksicacingtambang Diakses pada 22 Oktober 2018.
Astuti, Rahayu, dkk. 2010. “Identifikasi Telur Cacing Usus Pada Lalapan Daun Kubis
Yang Dijual Pedagang Kaki Lima Di Kawasan Simpang Lima Kota Semarang“.
Tersedia pada
http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=jurnal%20penelitian%20tenta
ng%20kontaminasi%20cacing%20pada%20sayuran%20&source=web&cd
=1&ved=0CE0QFjAA&url=http%3A%2F%2Fjurnal.unimus.ac.id%2Find
ex.php%2Fpsn12012010%2Farticle%2Fview%2F133%2F114&ei=ThsW
UNGRFcjOrQfXsoCwCw&usg=AFQjCNHbItVF5174Vff-2eTK44dd97-
GJQ&cad=rja. Diakses pada tanggal 21 Oktober 2018.
Yudistira. 2010. “Metode Penelitian”. Tersedia pada
http://yudhislibra.wordpress.com/2010/10/12/macam-%E2%80%93-macam-
metode-sampling-tahap-pembuatan-laporan-penelitian/ diaksess pada tanggal
21 Oktober 2018.

Anda mungkin juga menyukai