Oleh:
SARAH CHAIRANI ZAKIRAH .P
110100169
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2014
Oleh :
SARAH CHAIRANI ZAKIRAH .P
110100169
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2014
ABSTRAK
Acne merupakan penyakit kulit yang sering terjadi pada hampir 85%
masyarakat berumur 12-24 tahun, pada kondisi ketika sedang terjadi perubahan
maksimum psikologis, sosial, dan fisik. Walaupun acne merupakan masalah yang
banyak terjadi di masyarakat terutama pada remaja, data epidemiologi yang ada
masih sangat terbatas.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor risiko yang
dapat menyebabkan kejadian acne vulgaris pada remaja siswa/i beberapa SMA di
Kecamatan Medan Baru, Kota Medan. Penelitian cross-sectional dilakukan
terhadap 100 responden yang dipilih secara probability proportional to size untuk
melihat hubungan antara acne dan faktor risiko. Analisis data menggunakan
regresi logistik.
Dari 100 responden, didapatkan 72% mengalami acne vulgaris, sedangkan
28% tidak mengalami acne. Hasil analisis multivariat menunjukkan hanya riwayat
keluarga, khususnya orang tua, yang menunjukkan hubungan yang signifikan
dengan kejadian acne vulgaris pada responden (p<0,05). Sedangkan, pada
variabel jenis kelamin, kekerapan mengkonsumsi coklat, status perokok pasif,
kuantitas tidur, dan frekuensi mencuci wajah menunjukkan tidak adanya
hubungan yang signifikan dengan kejadian acne vulgaris (p>0,05). Sehingga,
dapat disimpulkan dari penelitian ini bahwa riwayat keluarga merupakan faktor
risiko yang paling berpengaruh terhadap kejadian acne vulgaris serta dapat
dijadikan salah satu kriteria diagnosis acne vulgaris.
ABSTRACT
Acne is a skin disease that usually occurs in almost 85% in the community
aged 12-24 years old, a condition when there was maximum changes in
psychology, social, and physic. Although acne is a problem that often occurs in
the community especially in adolescences, epidemiology data of acne is still
limited.
A cross-sectionals was done to determine risk factors that affect the
prevalence of acne vulgaris in adolescences among 100 students of several high
schools. The samples was taken using probability proportional to size technique
then followed by systematic sampling technique. The data was analysed by using
logistic regression test.
Out of 100 respondents, 72% suffered from acne vulgaris, whereas 28%
were not. The result of multivariate analysis showed that only family history,
especially parents, that showed significant relationship with acne vulgaris
(p<0,05). Whereas, other variables, such as gender, frequency of consuming
chocolate, state of passive smoker, quantity of sleeping, and frequency of face
washing showed no significant relationship with acne vulgaris (p>0,05). Based on
these results, it can be concluded that family history is the most influential risk
factor towards acne vulgaris and may be used as one of the diagnosis criteria for
acne vulgaris.
PRAKATA
Puji dan syukur kepada Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat,
karunia serta hidayah-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini.
Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW, semoga kita adalah umatnya
yang akan mendapatkan syafaatnya di hari akhir kelak.
Peneliti mengucapkan banyak terima kasih kepada kedua orang tua, Drs.
Chairil Anwar Pohan, M.Si., MBA dan Sri Herlina Lubis, S.Ag serta keluarga
yang selalu memberikan semangat selama proses pembuatan karya tulis ilmiah
ini. Peneliti juga mengucapkan banyak terima kasih kepada dr. Putri Chairani
Eyanoer, MS.Epi, PhD., selaku dosen pembimbing yang telah membimbing
peneliti selama proses penyusunan proposal penelitian ini. Peneliti juga
mengucapkan terima kasih kepada Dr. dr. Oke Rina Ramayani, Sp.A dan dr.
Remenda Siregar, Sp.KK selaku dosen penguji, dan para senior, khususnya Rizky
Ramdhani, S.Ked., dr. Widya Deli Satuti dan teman-teman yang selalu
memberikan semangat dan bantuannya, serta pihak – pihak lain yang tidak dapat
disebutkan satu per satu. Proposal penelitian dengan judul “Faktor Risiko yang
Mempengaruhi Kejadian Acne Vulgaris pada Siswa/i di 3 SMA Kecamatan
Medan Baru, Medan” ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam
menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
serta sebagai langkah awal peneliti untuk melakukan berbagai penelitian
selanjutnya.
Peneliti menyadari bahwa dalam penelitian ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu peneliti sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari para pembaca agar peneliti dapat menyempurnakan penelitian yang akan
dilakukan pada masa yang akan datang.
Peneliti
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN................................................................. i
ABSTRAK................................................................................................ ii
ABSTRACT............................................................................................... iii
PRAKATA............................................................................................... iv
DAFTAR ISI............................................................................................ v
DAFTAR TABEL.................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR............................................................................... vii
DAFTAR SINGKATAN......................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................... x
BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................... 1
1.1. Latar Belakang............................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah.......................................................... 4
1.3. Tujuan Penelitian........................................................... 4
1.3.1. Tujuan Umum.................................................. 4
1.3.2. Tujuan Khusus................................................. 4
1.4. Manfaat Penelitian......................................................... 5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.......................................................... 6
2.1. Definisi Acne Vulgaris................................................... 6
2.2. Klasifikasi dan Grading Acne........................................ 6
2.3. Faktor Risiko Acne Vulgaris.......................................... 7
2.3.1. Faktor Genetik................................................. 8
2.3.2. Usia.................................................................. 8
2.3.3. Jenis Kelamin................................................... 9
2.3.4. Diet.................................................................. 10
2.3.5. Merokok........................................................... 12
2.3.6. Kebersihan Wajah............................................ 14
2.3.7. Kuantitas Tidur................................................ 14
2.4. Etiopatogenesis.............................................................. 16
2.4.1 Peningkatan Produksi Sebum oleh Kelenjar
Sebaceous........................................................ 17
2.4.2. Keratinisasi Abnormal dari Epitel Folikular.... 21
2.4.3. Proliferasi dan Kolonisasi Bakteri
Propionibacterium acnes di Dalam
Folikel............................................................. 22
2.4.4. Proses Inflamasi dan Perubahan Adaptasi
Respon Imun.................................................... 23
2.5. Manifestasi Klinis.......................................................... 28
2.6. Diagnosis Banding Acne Vulgaris................................. 29
2.7. Diagnosis Acne Vulgaris................................................ 30
2.8. Penatalaksanaan............................................................. 30
2.9. Komplikasi Acne Vulgaris............................................. 31
2.9.1. Scar Atrofi....................................................... 32
2.9.2. Scar Hipertrofi dan Keloid.............................. 32
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 33
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR SINGKATAN
DAFTAR LAMPIRAN
ABSTRAK
Acne merupakan penyakit kulit yang sering terjadi pada hampir 85%
masyarakat berumur 12-24 tahun, pada kondisi ketika sedang terjadi perubahan
maksimum psikologis, sosial, dan fisik. Walaupun acne merupakan masalah yang
banyak terjadi di masyarakat terutama pada remaja, data epidemiologi yang ada
masih sangat terbatas.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor risiko yang
dapat menyebabkan kejadian acne vulgaris pada remaja siswa/i beberapa SMA di
Kecamatan Medan Baru, Kota Medan. Penelitian cross-sectional dilakukan
terhadap 100 responden yang dipilih secara probability proportional to size untuk
melihat hubungan antara acne dan faktor risiko. Analisis data menggunakan
regresi logistik.
Dari 100 responden, didapatkan 72% mengalami acne vulgaris, sedangkan
28% tidak mengalami acne. Hasil analisis multivariat menunjukkan hanya riwayat
keluarga, khususnya orang tua, yang menunjukkan hubungan yang signifikan
dengan kejadian acne vulgaris pada responden (p<0,05). Sedangkan, pada
variabel jenis kelamin, kekerapan mengkonsumsi coklat, status perokok pasif,
kuantitas tidur, dan frekuensi mencuci wajah menunjukkan tidak adanya
hubungan yang signifikan dengan kejadian acne vulgaris (p>0,05). Sehingga,
dapat disimpulkan dari penelitian ini bahwa riwayat keluarga merupakan faktor
risiko yang paling berpengaruh terhadap kejadian acne vulgaris serta dapat
dijadikan salah satu kriteria diagnosis acne vulgaris.
ABSTRACT
Acne is a skin disease that usually occurs in almost 85% in the community
aged 12-24 years old, a condition when there was maximum changes in
psychology, social, and physic. Although acne is a problem that often occurs in
the community especially in adolescences, epidemiology data of acne is still
limited.
A cross-sectionals was done to determine risk factors that affect the
prevalence of acne vulgaris in adolescences among 100 students of several high
schools. The samples was taken using probability proportional to size technique
then followed by systematic sampling technique. The data was analysed by using
logistic regression test.
Out of 100 respondents, 72% suffered from acne vulgaris, whereas 28%
were not. The result of multivariate analysis showed that only family history,
especially parents, that showed significant relationship with acne vulgaris
(p<0,05). Whereas, other variables, such as gender, frequency of consuming
chocolate, state of passive smoker, quantity of sleeping, and frequency of face
washing showed no significant relationship with acne vulgaris (p>0,05). Based on
these results, it can be concluded that family history is the most influential risk
factor towards acne vulgaris and may be used as one of the diagnosis criteria for
acne vulgaris.
BAB 1
PENDAHULUAN
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
(Pindha, 2004)
2.3.2. Usia
Hampir semua usia pernah mengalami acne, khususnya pada usia 15-17
tahun, serta berderajat sedang-berat pada 15-20% populasi (Williams et al., 2011).
Dua belas persen perempuan dan 5 % laki-laki pada usia 25 tahun pernah
mengalami acne. Saat usia 45 tahun, hanya 5% perempuan dan laki-laki yang
masih mengalami acne. Acne vulgaris dapat terjadi pada beberapa minggu dan
bulan pertama kehidupan, karena neonatus masih dipengaruhi hormon maternal
dan ketika androgen-producing portion terdapat secara disproporsional dalam
jumlah besar di kelenjar adrenal (Raza et al., 2012).
Acne biasanya mulai terjadi pada awal pubertas dengan peningkatan
produksi minyak di wajah dan comedones di pertengahan wajah, yang diikut i
dengan lesi inflamasi. Onset awal acne, khususnya sebelum usia 12 tahun,
biasanya lebih comedonal daripada inflamasi, mungkin karena pada usia tersebut
belum terbentuk cukup sebum untuk mendukung P. acnes dalam jumlah besar
(Williams et al., 2011). Pada usia diatas 20 tahun, terdapat penurunan acne secara
bertahap. Acne inflamasi derajat ringan menurun atau bahkan menghilang saat
usia remaja. Cytokines yang menginduksi perubahan comedogenic di
infundibulum folikular juga dapat berperan dalam inhibisi sekresi lipid pada
kelenjar sebaceous, yang mengakibatkan remisi pada lesi acne (Downie et al.,
2002).
hormon androgen yang meningkat selama masa pubertas. Pada penelitian yang
dilakukan oleh Raza et al. (2012) juga dikatakan bahwa acne vulgaris lebih sering
terjadi pada laki-laki daripada perempuan selama masa remaja dan saat dewasa
lebih sering terjadi pada perempuan.
2.3.4. Diet
Berbagai kontroversi mengenai makanan yang dapat menyebabkan acne,
hingga saat ini masih dalam penelitian. Seringnya konsumsi makanan yang kaya
akan karbohidrat dengan indeks glikemik yang tinggi pada remaja dapat
menimbulkan risiko hiperinsulinemia akut sehingga mempengaruhi pertumbuhan
epitel folikular, keratinisasi dan sekresi sebaceous (Costa et al., 2010).
Makanan barat yang dikaitkan dengan peningkatan beban glikemik, dapat
memodulasi lesi acne dengan mengubah konsentrasi insulin di serum dan melalui
aktivitas IGF-1, myogen stimulating proliferatin of cells di duktus ekskretori
kelenjar sebaceous, IGF-binding protein-3, dan retinoid signalling pathway.
Hiperinsulinemia dapat menyebabkan kenaikan kadar IGF-1 dan bersamaan
dengan penurunan IGF-1-binding protein, yang mengkontribusi hiperproliferasi
keratinocyte. Telah dibukt ikan bahwa IGF-1 meningkatkan konsentrasi androgen,
dan androgen meningkatkan kadar IGF-1, yang menghasilkan lingkaran setan dan
menstimulasi produksi sebum secara konstan (Wyrzykowska et al., 2013).
Penelitian telah menunjukkan bahwa terdapat hubungan susu dan acne
(Knutsen-Larson et al., 2012). Hal ini didasarkan pada tingginya kadar IGF-1 di
susu yang menyebabkan peningkatan androgen di sirkulasi (Bowe et al., 2010).
Produk susu berisi molekul 5α-reduced steroid yang merupakan prekursor DHT
yang akan menstimulasi unit pilosebaceous sehingga terjadi hiperkeratinisasi dan
produksi sebum, sehingga blokade enzim 5α-reductase bukan menjadi tujuan
manajemen acne (A.Darling et al., 1974 dalam Bowe et al., 2010).
Susu meningkatkan comedogenicity melaui interaksi IGF-1 pathway.
Susu, khususnya susu skim, mempunyai korelasi positif dengan lebih tingginya
kadar IGF-1. IGF-1 menstimulasi sintesis androgen di ovarium dan testis serta
menginhibisi sintesis sex hormone-binding globulin di hepar, yang mengakibatkan
dewasa muda yang mengkonsumsi produk coklat (rata-rata 28% lebih tinggi).
Kadar tertinggi didapatkan pada pasien yang mengkonsumsi coklat susu (rata-rata
48% lebih tinggi dibandingkan dengan susu murni), dan susu yang mengandung
coklat hitam dibandingkan dengan coklat putih didapatkan 13% lebih tinggi. Hal
tersebut mungkin terjadi karena coklat mengandung bahan-bahan yang secara
biologis aktif, seperti kafein, teobromine, serotonin, phenylethylamine,
trigliserida, dan cannabinoid-like fatty acids, yang meningkatkan sekresi dan
resistensi perifer dari insulin. Terlebih lagi, coklat mengandung asam amino
(misalnya, arginine, leucine, dan phenylalanine) yang mempunyai sifat
insulinotropic ketika dimakan bersama karbohidrat. Asam amino lain, seperti
valine, lysine, dan isoleucine juga terdapat pada makanan lain khususnya makanan
yang kaya akan laktosa, juga mempunyai sifat tersebut (Costa et al., 2010).
Mengkonsumsi ikan dan makanan laut lainnya dapat menurunkan insiden
acne karena makanan tersebut kaya akan asam lemak omega-3. Asam lemak
omega-3 terbukti merupakan leukotriene B4-inhibitor, yang kemudian
menurunkan produksi sebum dan memperbaiki konsisi inflamasi acne. Makanan
tersebut juga kaya akan asam lemak polyunsaturated. Kedua asam lemak tersebut
telah diketahui menurunkan kadar androgen (Raza et al., 2012).
Makanan yang kaya akan serat dan rendah lemak juga mengkontribusi
penurunan produksi sebum. Konsumsi makanan yang mengandung 30% serat per
hari dilaporkan terjadi penurunan acne, dan hal ini mungkin terjadi karena
rendahnya beban glikemik yang terkandung di dalamnya (Raza et al., 2012).
2.3.5. Merokok
Sebocytes yang matang maupun yang belum berdiferensiasi
mengkspresikan subunit AChR yang berbeda (Kurzen et al., 2004). Hal tersebut
mengimplikasikan diferensiasi sebocyte, produksi ataupun komposisi sebum dapat
diubah secara endogen melalui ACh yang bekerja secara parakrin atau distimulasi
secara eksogen oleh nikotin. Adanya AChR dan aktivitas nikotinik juga
ditemukan pada hiperplasia infundibular epitelial dan sumbatan pada folikel. Hal
tersebut menandakan peran penting dari sistem kolinergik pada acne vulgaris
(A.Hana et al., 2007 dalam Kurokawa et al., 2009).
Nikotin dan komponen lain dari rokok dapat menginduksi perubahan
mikrosirkulasi akibat terjadinya vasokonstriksi dan hipoksemia, serta adanya efek
inhibisi kemotaksis neutrofil dan limfosit yang berperan penting dalam perubahan
komposisi sebum (Capitanio et al., 2009). Tetapi, merokok dapat meningkatkan
stres oksidatif dan menurunkan kadar α-tocopherol dalam plasma (Handelman et
al., 1994). Stres oksidatif tersebut juga mengakibatkan rendahnya kadar α-
tocopherol dalam sebum, yang berfungsi sebagai antioksidan utama di permukaan
kulit (Passi et al., 2002) . Penderita yang mengalami acne, memiliki peroksidasi
lipid yang lebih tinggi (Zouboulis et al., 2003). Diantara lipid yang telah
mengalami proses peroksidasi, squalene merupakan lipid yang paling penting,
karena mempunyai efek hiperproliferasi pada keratinocyte. Semakin rendahnya α-
tocopherol, semakin meningkat squalene peroxide pada sebum perokok.
Sehingga, merokok dapat mengakibatkan produksi reactive oxygen species (ROS)
(Capitanio et al., 2009).
Beberapa peneliti menyatakan bahwa merokok mempunyai efek anti-
inflamasi dalam patogenesis acne dan tembakau mempunyai peran protektif
terhadap munculnya penyakit ini. Tetapi, pada penelitian lain mengatakan
merokok meningkatkan risiko kejadian acne vulgaris (Mannocci et al., 2012).
Petrou (2009) dalam Mannocci (2010) mengatakan bahwa terdapat hubungan
yang signifikan antara durasi merokok dan dan derajat keparahan acne. Perbedaan
perokok berat dan ringan dikaitkan dengan efek nikotin pada nicotinic cholinergic
receptors. Pada dosis rendah, nikotin menstimulasi reseptor acethylcholine,
sedangkan pada dosis tinggi nikotin memblok reseptor tersebut secara selektif.
Nikotin meningkatkan adhesi, diferensiasi, dan apoptosis keratinocyte, serta
menginhibisi migrasi keratinocyte. Nikotin juga mengubah respon imun melalui
interaksi dengan sel T. Di sisi lain, nikotin memperparah keadaan inflamasi
buccal, tetapi memperbaiki inflamasi di usus halus dan kolon (Klaz et al., 2006).
yang tidak mengalami acne (Abulnaja, 2009). Hal ini terjadi karena efek dari
leptin dan resistensi insulin terhadap mekanisme inflamasi. Produksi IL-1
mempengaruhi kelenjar sebaceous dan sebocyte dalam memproduksi dan
mengekskresi sebum. Peningkatan ekskresi sebum berhubungan dengan
pembentukan lesi acne (Zouboulis, 2003).
Pada penelitian yang dilakukan Leproult et al. (2011), dikatakan bahwa
tidak terdapat penurunan kadar testosteron pada pembatasan jam tidur, yaitu 4 jam
dalam sehari selama 5 malam (04:00–08:00). Sedangkan, pada penelitian lain
dikatakan bahwa terdapat penurunan kadar testosteron pada pembatasan jam tidur,
yaitu 5 jam dalam sehari selama 8 malam (12:30–05:30). Hal ini mungkin dapat
berpengaruh akibat perbedaan waktu dan durasi jam tidur. Penelitian
menunjukkan pembatasan jam tidur hingga 4.5 jam dapat menurunkan kadar
testosteron pada paruh pertama malam jika dibandingkan pada paruh kedua
malam (Wittert, 2014; Schmid et al., 2012). Kadar testosteron semakin menurun
dengan lebih awalnya jam bangun tidur (Axelsson et al., 2005).
Sedangkan, teori lain mengatakan bahwa pada kurang tidur dapat
menyebabkan stres fisiologis yang akan menyebabkan aktivasi HPA aksis,
sehingga meningkatkan kortisol di sirkulasi (Reynolds et al., 2012). Selama
respon stress akut, nukleus paraventrikular hipotalamus mengeluarkan CRH yang
kemudian bekerja di kelenjar pituitari dengan menginduksi ACTH, sehingga
menyebabkan korteks adrenal mengeluarkan kortisol. (Pavlovsky et al., 2007).
Teori lain juga mengatakan bahwa pada penderita acne, mungkin terdapat
peningkatan kortisol dan androgen adrenal. Kedua hormon tersebut dapat
memperberat acne dan menginduksi hiperplasia kelenjar sebaceous selama
penderita mengalami stres emosional (Huynh et al., 2013).
Tetapi, stres menginduksi perubahan sistem kolinergik lokal yang
kemudian akan mengubah respon inflamasi. Stimulasi vagal dapat menginhibisi
respon inflamasi melalui aktivasi nicotinic acethylcholine receptors. Stres juga
dapat menginduksi perubahan homeostasis barrier permeabilitas epidermis yang
dimediasi oleh glukokortikoid endogen. Mekanismenya melibatkan inhibisi
sintesis lipid epidermis yang kemudian akan menurunkan sekresi dan
2.4. Etiopatogenesis
Terdapat empat faktor yang paling berpengaruh terhadap patogenesis acne
vulgaris, yaitu peningkatan produksi sebum oleh kelenjar sebaceous, keratinisasi
abnormal dari epitel folikular, proliferasi dan kolonisasi bakteri
Propionibacterium acnes di dalam folikel, serta proses inflamasi dan perubahan
adaptasi respon imun (Pindha, 2004; Thielitz et al., 2013; Dawson et al., 2013;
Behrman et al, 2003).
substansi yang kaya akan lemak, sehingga membentuk komedo tipe terbuka dan
tertutup (Brown et al., 1996; Thielitz et al, 2008; Dawson et al, 2013).
Kelenjar sebaceous manusia telah terbukti mempunyai reseptor NPs,
misalnya CRH, melanocortins, β-endorphin, vasoactive intestinal polipeptida, NP
Y, dan calcitonin gene-related peptida (Kurokawa et al, 2009). Juga telah terbukti
adanya Adanya CRH, CRHBP dan reseptornya CRH-R1 dan R2 pada kelenjar
sebaceous manusia secara in vivo dan sebocyte SZ95 (Kurokawa et al., 2009).
HPA aksis mempunyai peranan respon neuroendokrin kelenjar sebaceous
terhadap stres (Ziegler et al., 2007). CRH dapat menginhibisi proliferasi dan
menginduksi sintesis lipid netral pada sebocytes SZ95, dan testosteron antagonis
terhadap CRH dengan downregulating reseptor CRH-R pada sebocyte manusia
secara in vitro. GH yang juga meningkatkan sistesis kelenjar sebaceous,
memodifikasi CRH-R dengan menurunkan level mRNA dari CRH-R1 serta
meningkatkan level mRNA dari CRH-R2, meningkatkan pelepasan IL-6 dan IL-8
pada SZ95 sebocytes secara in vitro melalui IL-1β-independent pathway (Bohm
et al., 2002). CRH juga meningkatkan ekpresi mRNA dari ∆5-3β-hydroxysteroid
dehydrogenase pada sebocytes manusia secara in vitro, yang merupakan enzim
yang bertanggung jawab dalam aktivasi androgen dan mengubah DHEA menjadi
T (Zouboulis et al., 2002). Sistem propiomelanocortin (POMC) juga mempunyai
peranan penting sebagai sistem neuromediator dalam mengatur kelenjar
sebaceous. α-melanocyte stimulating hormone (α-MSH) dapat menstimulasi
diferensiasi sebocyte dan lipogenesis. Sebocyte manusia mempunyai MC-1Rs dan
MC-5Rs secara in vivo dan in vitro (Kurokawa et al., 2009). MC-1Rs terdapat
pada sebocytes yang belum berdiferensiasi dan telah berdiferensiasi. Sedangkan,
MC-5Rs hanya terdapat pada sebocytes yang telah berdiferensiasi, yang
menunjukkan bahwa MC-1Rs tidak bertanggung jawab terhadap proses
diferensiasi dan lipogenesis dari sel sebaceous (Li, et al., 2006). Sebuah
penelitian juga menunjukkan bahwa kelenjar sebaceous yang terlibat acne
mengekspresikan kadar yang lebih tinggi dari MC-1Rs daripada kelenjar
sebocytes yang sehat (Ganceviciene et al., 2007).
kulit. Peningkatan jumlah sel kulit yang mati akan terdeposit di dalam folikel
rambut. Kulit juga memproduksi minyak lebih banyak sehingga akan semakin
memperparah proses deposit. Lingkungan tersebut akan mendukung bakteri untuk
menetap (Ewadh et al., 2011).
P. acnes menginduksi ekspresi peptida antimikrobial dan
cytokines/chemokines proinflamasi dari berbagai tipe sel (Kurokawa et al., 2009).
P. acnes strain tertentu dapat menyebabkan infeksi oportunistik yang dapat
memperberat lesi acne. Kelompok filogenetik P. acnes tidak hanya mensekret
protein, tetapi juga dapat menginduksi berbagai respon imun di keratinocyte dan
sebocyte (Mcdowell et al, 2005). Total aktivitas antimikrobial di unit
pilosebaceous dikarenakan beberapa peptida antimikrobial dan juga lipid
antibakterial. Berbagai peptida antimikrobial diekspresikan oleh kulit individu
yang sehat tanpa ada terlihat tanda-tanda inflamasi (Schroder et al, 2006).
P. acnes menghasilkan lipase yang akan menyebabkan produksi asam
lemak bebas. P.acnes juga mengeluarkan faktor kemotaktik dan meningkatkan
cytokine proinflamasi (TNF-α, IL-1β, dan IL-8) dari sel mononuklear dan
keratinocyte. P. acnes juga menginduksi aktivasi Toll-like receptors-2 dan -4 di
keratinocyte (Isard et al., 2011). Bakteri ini memodulasi proliferasi dan
diferensiasi keratinocyte melalui induksi ekspresi filaggrin dan integrin (Jarrousse
et al., 2007).
IGF-1 dan IGF-1R telah diketahui merupakan target P.acnes yang
berperan dalam pembentukan lesi acne. IGF-1/IGF-1R pathway mempunyai peran
utama dalam comedogenesis dan diaktivasi dengan dua mekanisme. Pertama, diet
kaya glukosa akan meningkatkan IGF-1 dan serum insulin. Kedua, P.acnes dapat
mengaktivasi sistem IGF-1/IGF1R keratinocyte. Hal tersebut menunjukkan
bahwa P. acnes berperan tidak hanya pada tahap inflamasi tetapi juga pada tahap
retensi (Isard et al., 2011).
Akibatnya, pada lesi comedo yang mengalami penurunan asam linoleat, ROS
menjadi berlebihan (Portugal et al., 2007). Squalene spesifik terhadap sebum
manusia, mempunyai efek protektif pada permukaan kulit terhadap peroksidasi
lipid. Tetapi, peroxidated squalene mempunyai efek comedogenic (Ottaviani et
al., 2006). Paparan peroxidated squalene pada keratinocyte dapat menstimulasi
cytokines inflamasi dan upregulates aktivitas lipoxygenase (Zouboulis et al.,
2009). Leukotriene B4 mempunyai peran dalam inflamasi acne walaupun tidak
ada P. acnes. Leukotriene B4 adalah chemoattractant yang dapat mendatangkan
ROS-generating neutrophils (Zouboulis et al., 2010).
Aktivasi komplemen
(classical and alternative
pathways)
Produksi cytokines/chemokines
dari keratinocytes, sel
mononuklear dan sebocytes
Propionibacterium
acnes Inflamasi
Enzim ekstraseluler
Christie-Atkins-Munch-
Peterson factor
Gambar 2.2. Mekanisme keterlibatan P. acnes dalam proses inflamasi (Shaheen dan
Gonzalez, 2013)
Faktor genetik
Kelenjar sebaceous
Androgen (terutama
DHT) mempengaruhi
regulasi epitel di
infundibulum
(+)
folikular melalui Peningkatan produksi sebum yang
produksi IGF-1 oleh mengakibatkan rendahnya kadar asam
sel papila dermis. linoleat yang akan menyebabkan kerusakan
IGF-1 juga permeabilitas barrier kulit
menstimulasi
lipogenesis melalui Melalui peningkatan produksi IL-
peningkatan ekspresi 1α oleh keratinocyte
sterol response
element binding Microcomedones
protein-1 (+)
+
+(?) DHT Inflamasi spesifik subklinis
menginduksi (kebanyakan dimediasi oleh
produksi cytokines produksi IL-1α di epidermis
dan dermis) Microenvironment
dari sebocytes (IL- yang disukai (PH,
6, TNF-α) ketersediaan air,
suplai nutrisi, CO2,
hβD-2 SP dan tekanan O2)
CRH
dan/atau defek pada
mekanisme
pertahanan innate
immune yang akan
Produksi ACTH α-MSH Degranulasi sel mast mengakibatkan
menyebabkan peningkatan
stereidogenesis di kolonisasi
kulit microcomedones
oleh P. acnes
(+)
Inflamasi secara klinis
A B
C D
Gambar 2.5. Tipe-tipe lesi acne
Keterangan : A = papul, B = pustul, C = scar atrofi, D = scar keloid
(J.McWilliam, 2009)
Tabel 2.1. Diagnosis banding acne vulgaris (K.Wolff et al., 2009 dalam Titus
et al., 2012)
Diagnosis Perbedaan Manifestasi Klinis atau Faktor Pembeda
Folikulitis bakterial Erupsi mendadak; menyebar jika digaruk atau bercukur;
distribusinya bervariasi
Drug-induced acne Pada penggunaan androgen, ACTH, bromida,
kortikosteroid, kontrasepsi oral, iodida, isoniazid, litium,
fenitoin (Dilantin)
Hidradenitis Double comedo; muncul awalnya seperti painful boil;
suppurativa traktus sinus
Miliaria “Heat rash” sebagai respon terhadap adanya paparan
panas; papul, pustul, dan vesikel nonfolikular
Dermatitis perioral Papul dan pustul yang terbatas di daerah dagu dan lipatan
nasolabial; clear zone disekitar vermilion border
Pseudofolliculitis Terjadi pada orang berambut keriting yang secara teratur
barbae memangkas rambutnya sangat pendek
Rosacea Eritema dan telangiektasis; tidak ada comedone
Seborrheic Sisik yang berminyak dan makula atau berwarna kuning
dermatitis kemerahan yang menyatu
2.8. Penatalaksanaan
Menurut Pindha (2004), tujuan yang paling utama dalam pengobatan acne
vulgaris adalah mencegah trauma psikologis dan terjadinya jaringan parut.
Umunya, terdapat 4 prinsip utama dalam penatalaksanaan penderita acne, yaitu:
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
a. Riwayat keluarga
b. Jenis kelamin
c. Makanan (coklat)
d. Status perokok pasif
e. Kuantitas tidur
f. Frekuensi mencuci wajah
(kuesioner no.
6-8)
2 Jenis Dibedakan Disebutkan 1. Pria Nominal
kelamin antara jenis dalam 2. Wanita
kelamin pria kuesioner
dan wanita bahwa jenis
masing-masing kelamin
reponden yang responden pria
diteliti atau wanita
(dari identitas
responden)
B. Faktor risiko yang dapat diubah
3 Makanan Timbul acne Disebutkan 1. Sering : Ordinal
(coklat) akibat dalam ≥3x/minggu
kekerapan kuesioner 2. Tidak sering:
mengkonsumsi apakah timbul <3x/minggu
coklat papul, pustul,
nodul atau
kista akibat
kekerapan
mengkonsumsi
coklat
(kuesioner no.
16-18)
(kuesioner no.
12-15)
5 Kuantitas Waktu yang Disebutkan 1. Cukup : Ordinal
tidur dihabiskan dalam ≥ 8 jam sehari
untuk tidur kuesioner 2. Tidak cukup :
dalam sehari apakah < 8 jam
responden (Stevens, M.S. et
sering al, 2013)
kekurangan
jam tidur
(kuesioner no.
10-11)
6 Frekuensi Mencuci wajah Disebutkan 1. Tidak rutin Ordinal
mencuci dengan dalam membersihkan
wajah menggunakan kuesioner wajah
air dan sabun berapa kali 2. <3 kali sehari
responden 3. 3 kali sehari
mencuci wajah 4. >3 kali sehari
(Tjekyan, 2008)
(kuesioner no.
9)
VARIABEL DEPENDEN
7 Kejadian Acne derajat Disebutkan 1. Ya Nominal
acne ringan, yaitu dalam 2. Tidak
vulgaris acne berupa kuesioner
sedikit papul bahwa
dan pustul, responden
tetapi tidak memiliki
terdapat nodul riwayat acne
pada wajah dan dilakukan
(S.Strauss, inspeksi pada
2007) kulit wajah
responden
apakah
terdapat acne
atau tidak
(kuesioner no.
2-5)
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.3.2. Sampel
Pada penelitian ini, sampel diambil dari populasi terjangkau dengan
menggunakan estimasi besar sampel untuk proporsi suatu populasi dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
��²��
�=
�²
Tabel 4.3. Besar Sampel Setiap Kelas SMA Swasta Kemala Bhayangkari 1 Medan
No. Kelas Jumlah Siswa Sampel yang Diambil
1. X 198 35
2. XI 122 22
3. XII 122 22
Tabel 4.4. Besar Sampel Setiap Kelas SMA Swasta Nurul Hasanah
No. Kelas Jumlah Siswa Sampel yang Diambil
1. X 25 5
2. XI 24 4
3. XII 22 4
Tabel 4.5. Besar Sampel Setiap Kelas SMA Swasta Terpadu Al-Bukhari Muslim
No. Kelas Jumlah Siswa Sampel yang diambil
1. X 17 3
2. XI 19 3
3. XII 12 2
keputusan hipotesis nol (H0) ditolak (ada hubungan suatu kejadian antara kedua
kelompok) (Tumbelaka, 2011; Sastroasmoro, 2011; Mukhtar, 2011; Wahyuni,
2007). Regresi logistik juga digunakan jika didapatkan estimasi atau prediksi
proporsi (hubungan variabel dependen dan independen yang ekstrim) yaitu bisa
<0 atau >1 (nilai koefisien regresi-logistik), sehingga dilakukan Logit terhadap
proporsi variabel dependen. Logit proporsi (p) adalah log odds (Mukhtar, 2011).
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
• Kelas X
1 Kelas
• Kelas XI
35 35
• Kelas XII
25 25
40 40
• 15 tahun
2 Usia
• 16 tahun
38 38
• 17 tahun
34 34
• 18 tahun
23 23
5 5
• Laki-laki
3 Jenis kelamin
• Perempuan
43 43
57 57
• Ya
4 Acne vulgaris
• Tidak
72 72
28 28
Berdasarkan tabel diatas, jumlah responden yang berasal dari kelas XII
lebih banyak daripada kelas X dan kelas XI dengan persentase 40%. Responden
yang berasal dari kelas X berjumlah 35% dan kelas XI berjumlah 25%. Rentang
usia responden berkisar antara 15-18 tahun, dengan persentase terbanyak
responden pada usia 15 tahun (38%) dan paling sedikit pada usia 18 tahun (5%).
Persentase responden yang berjenis kelamin perempuan lebih banyak daripada
laki-laki, yakni 57%, sedangkan persentase responden berjenis kelamin laki-laki
sebesar 43%. Hal utama yang menjadi karakteristik responden dalam penelitian
ini adalah persentase responden yang menderita acne vulgaris, yaitu sebesar 72%,
sedangkan yang tidak menderita acne vulgaris sebesar 28%.
• Kelas 10
1 Asal kelas responden
• Kelas 11
29 82,9% 6 17,1% 35
• Kelas 12
16 64,0% 9 36,0% 25
27 67,5% 13 32,5% 40
• 15 tahun
2 Usia responden
• 16 tahun
32 84,2% 6 15,8% 38
• 17 tahun
22 64,7% 12 35,3% 34
• 18 tahun
16 69,6% 7 30,4% 23
2 40,0% 3 60,0% 5
• Laki-laki
3 Jenis kelamin
• Wanita
35 81,4% 8 18,6% 43
37 64,9% 20 35,1% 57
• Laki-laki
1 Jenis kelamin
• Perempuan
35 81,4 8 18,6 0,42 0,069 0,16 1,08
37 64,9 20 35,1
• ya
2 Riwayat keluarga
• tidak
52 83,9 10 16,1 4,68* 0,001* 1,85 11,85
20 52,6 18 47,4
• sering :
3 Makanan (coklat)
22 68,8 10 31,3 0,79 0,620 0,31 1,99
≥3x/minggu
• Tidak sering: 50 73,5 18 26,5
<3x/minggu
• ada
4 Status perokok pasif
• tidak ada
55 76,4 17 23,6 2,09 0,117 0,82 5,32
17 60,7 11 39,3
• Cukup : ≥ 8
5 Kuantitas tidur
48 71,6 19 28,4 1,05 0,909 0,42 2,68
• Tidak cukup :
jam sehari
24 72,7 9 27,3
< 8 jam sehari
• tidak rutin
6 Frekuensi mencuci wajah
7 63,6 4 36,4 - 0,289 - -
membersihkan
• 3 kali sehari
21 63,6 12 36,4
yang memiliki makna terdapat hubungan yang signifikan antara riwayat keluarga
khususnya orang tua dengan kejadian acne vulgaris pada remaja siswa/i di tiga
SMA Kecamatan Medan Baru.
Untuk variabel kekerapan mengkonsumsi coklat dan mengalami acne
adalah sebesar 68,8%, sedangkan yang tidak acne sebesar 31,3%. Pada responden
yang tidak sering mengkonsumsi coklat tetapi mengalami acne persentasenya
adalah sebesar 73,5%, sedangkan yang tidak mengalami acne sebesar 26,5%.
Analisis Pearson Chi-Square memberikan p-value sebesar 0,620, yang memiliki
makna tidak terdapat hubungan antara kekerapan mengkonsumsi coklat dengan
kejadian acne vulgaris pada siswa/i di tiga SMA Kecamatan Medan Baru.
Untuk variabel status perokok pasif yang mengalami acne persentasenya
adalah sebesar 76,4%, sedangkan yang tidak mengalami acne sebesar 23,6%.
Pada responden yang tidak menyandang status perokok pasif tetapi mengalami
acne persentasenya adalah sebesar 60,7%, sedangkan yang tidak mengalami acne
sebesar 39,3%. Analisis Pearson Chi-Square memberikan p-value sebesar 0,117,
yang memiliki makna tidak terdapat hubungan antara status perokok pasif dan
kejadian acne vulgaris pada siswa/i di tiga SMA Kecamatan Medan Baru.
Untuk variabel kuantitas tidur yang cukup dan mengalami acne
persentasenya adalah sebesar 71,6%, sedangkan yang tidak mengalami acne
sebesar 28,4%. Pada responden dengan kuantitas tidur yang tidak cukup dan
memiliki acne persentasenya adalah sebesar 72,7%, sedangkan yang tidak
memiliki acne sebesar 27,3%. Analisis Pearson Chi-Square memberikan p-value
sebesar 0,909, yang memiliki makna tidak terdapat hubungan antara kuantitas
tidur dengan kejadian acne vulgaris pada siswa/i di tiga SMA Kecamatan Medan
Baru.
Untuk variabel kebiasaan mencuci wajah dan mengalami acne terbanyak
adalah pada responden dengan frekuensi mencuci wajah 3 kali sehari sebanyak 34
orang dengan persentase sebesar 75,6% dibandingkan dengan 38 responden
lainnya yang juga mengalami acne masing-masing pada frekuensi mencuci wajah
dengan kategori yang berbeda, sedangkan responden yang tidak mengalami acne
dengan frekuensi mencuci wajah 3 kali sehari adalah sebesar 24,4%. Sebaliknya,
responden yang tidak mengalami acne terbanyak adalah pada responden dengan
frekuensi mencuci wajah <2 kali sehari sebanyak 12 orang dengan persentase
sebesar 36,4% dibandingkan dengan 16 responden lainnya yang juga tidak
mengalami acne masing-masing pada frekuensi mencuci wajah dengan kategori
yang berbeda , sedangkan yang mengalami acne dengan frekuensi mencuci wajah
<2 kali sehari persentasenya adalah sebesar 63,6%. Analisis Pearson Chi-Square
memberikan p-value sebesar 0,289, yang memiliki makna tidak ada hubungan
antara frekuensi mencuci wajah dengan kejadian acne vulgaris pada remaja
siswa/i di tiga SMA Kecamatan Medan Baru.
Kemungkinan untuk terjadinya acne pada laki-laki adalah lebih kecil dari
perempuan (PR=0,37; 95%CI=0,13-1,05). Kemungkinan untuk terjadinya acne
pada responden yang mempunyai riwayat keluarga (orang tua) adalah lebih besar
daripada yang tidak mempunyai riwayat keluarga (orang tua) (PR=4,98;
95%CI=1,88-13,18). Kemungkinan untuk terjadinya acne pada perokok pasif
adalah lebih besar dari responden yang bukan perokok pasif (PR=2,52;
95%CI=0,89-7,06).
Kemungkinan untuk terjadinya acne pada responden yang sering
mengkonsumsi coklat adalah lebih kecil dari yang tidak sering mengkonsumsi
coklat (PR=0,68; 95%CI=0,23-2,01). Kemungkinan untuk terjadinya acne pada
responden yang kurang kuantitas tidur adalah lebih besar dari responden yang
kuantitas tidurnya cukup (PR=1,02; 95%CI=0,33-3,09). Kemungkinan untuk
terjadinya acne pada responden yang tidak rutin membersihkan wajah adalah
lebih besar dari responden yang mencuci wajah <3 kali sehari (PR=1,49;
95%CI=0,30-7,34). Kemungkinan untuk terjadinya acne pada responden yang
membersihkan wajah 3 kali sehari adalah lebih besar dari responden yang
membersihkan wajah <3 kali sehari (PR=3,14; 95%CI=0,64-15,46).
Kemungkinan untuk terjadinya acne pada responden yang membersihkan wajah
>3kali sehari adalah lebih besar dari responden yang membersihkan wajah <3 kali
sehari (PR=7,65; 95%CI=0,58-99,49).
Variabel demografis dan klinis yang dimasukkan ke dalam analisis
multivariat adalah variabel jenis kelamin, riwayat acne pada keluarga, dan status
perokok pasif karena mempunyai nilai p<0,25 pada analisis bivariat (Dahlan,
2009; 2012). Analisis multivariat yang dipilih adalah regresi logistik. Hasil yang
diperoleh dapat dilihat pada tabel-tabel berikut ini.
Tabel 5.4., merupakan tabel hasil analisis regresi logistik. Variabel jenis
kelamin dan status perokok pasif mempunyai nilai p>0,05, dimana masing masing
mempunyai nilai 0,063 dan 0,079. Sehingga, variabel jenis kelamin dan status
perokok pasif tersebut tidak bermakna dan dapat dieliminasi. Sedangkan variabel
riwayat keluarga, khususnya orang tua dikatakan bermakna (p<0,05). Dengan
demikian, berdasarkan analisis multivariat pada data penelitian ini, hanya variabel
riwayat keluarga (orang tua) dapat dijadikan kriteria diagnosis acne vulgaris.
Persamaan di bawah ini adalah persamaan regresi logistik yang dapat
dibuat berdasarkan persamaan yang telah diperoleh dari tabel 5.7.
� = � + �1�1 + … . + ����
5.2 Pembahasan
Acne vulgaris merupakan penyakit kulit yang sering terjadi di masyarakat,
terutama pada remaja. Penyakit ini terjadi pada hampir 85% masyarakat berumur
12-24 t ahun. Penyakit ini sering terjadi pada orang dengan kondisi ketika sedang
terjadi perubahan maksimum psikologis, sosial, dan fisik (Hanisah et al., 2009).
Masyarakat dari semua etnik dapat teserang penyakit ini. Lebih dari setengah
kondisi udara yang lembab ketika memasak. Kligman (1991) dalam Khunger dan
Kumar (2012) mengatakan bahwa kemungkinan faktor etiologi dominan yang
berperan terhadap kejadian acne pada orang dewasa adalah meningkatnya stres,
sehingga meningkatkan kadar androgen andrenal. Hal ini bertentangan dengan
penelitian lain yang mengatakan bahwa sekresi androgen andrenal hanya sedikit
meningkat pada pada pasien dewasa, tetapi pasien dengan acne dapat memiliki
hormon tersebut dengan kadar yang sama (Chrousos et al., 1982 dan Thiboutot et
al., 1999 dalam Khunger dan Kumar, 2012).
Sehingga, dapat dikatakan bahwa hipersensitivitas pada end-organ dan
bukan kadar hormon androgen yang dapat menyebabkan perkembangan acne
lebih banyak pada perempuan usia dewasa. Peningkatan sensitivitas kelenjar
sebaceous terhadap androgen atau peningkatan metabolisme lokal dari hormon
androgen di kulit menjadi metabolit androgen yang poten dapat menjadi
mekanisme alternatif patogenesis acne vulgaris (Chrousos et al., 1982 dan
Kuaggs et al., 2004 dalam Khunger dan Kumar, 2012).
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisis data dan pembahasan, maka dapat diambil
kesimpulan mengenai faktor risiko yang mempengaruhi kejadian acne vulgaris
pada siswa/i di 3 SMA Kecamatan Medan Baru tahun 2014 sebagai berikut :
1. Jumlah dan persentase responden yang mengalami acne vulgaris saat ini
adalah 72 orang (72%)
2. Distribusi frekuensi kejadian acne vulgaris pada responden berdasarkan
riwayat keluarga yang pernah menderita acne vulgaris adalah 52 orang
(83,9%). Distribusi frekuensi kejadian acne vulgaris berdasarkan tidak
adanya riwayat keluarga jumlah dan persentasenya adalah 20 orang
(52,6%).
3. Distribusi frekuensi kejadian acne vulgaris pada responden berdasarkan
jenis kelamin laki-laki adalah berjumlah 35 orang (81,4%), sedangkan
pada jenis kelamin perempuan adalah berjumlah 37 orang (64,9%).
4. Distribusi frekuensi kejadian acne vulgaris pada responden berdasarkan
makanan yang dikonsumsi (coklat) adalah 22 orang (68,8%) menyatakan
sering mengkonsumsi coklat. Distribusi frekuensi kejadian acne vulgaris
berdasarkan makanan yang dikonsumsi (coklat) adalah 50 orang (73,5%)
menyatakan tidak sering mengkonsumsi coklat.
5. Distribusi frekuensi kejadian acne vulgaris pada responden berdasarkan
status perokok pasif adalah 55 orang responden (76,4%) merupakan
perokok pasif. Distribusi frekuensi kejadian acne vulgaris ada responden
acne yang menyatakan tidak terpapar dengan asap rokok berjumlah 17
orang (60,7%).
6. Distribusi frekuensi kejadian acne vulgaris pada responden berdasarkan
kuantitas tidur yang cukup adalah berjumlah 48 orang responden (71,6%).
6.2. Saran
Beberapa hal yang dapat disarankan berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan antara lain :
1. Bagi Masyarakat
Acne vulgaris merupakan penyakit kulit kronik yang mempunyai banyak
faktor risiko. Selain keenam variabel independen sebagai faktor risiko
dalam penelitian ini, masih banyak faktor risiko lain yang dapat
menimbulkan kejadian acne vulgaris di masyarakat. Banyak masyarakat
terutama remaja dan dewasa muda yang berobat ke dokter karena
menderita acne vulgaris karena alasan kosmetik, sehingga akan
meningkatkan beban ekonomi di masyarakat. Penyakit ini juga akan
menimbulkan beban psikologis di masyarakat terutama pada remaja,
dimana pada tahap ini anak sangat memperhatikan penampilan. Sehingga
perlu edukasi kepada masyarakat untuk menghindari faktor risiko acne
vulgaris dan dukungan sosial terutama dari keluarga pada remaja yang
sedang menderita acne vulgaris. Terlebih lagi, jika penderita mempunyai
2. Bagi Sekolah
Sekolah sebaiknya memberi keringanan dan keleluasaan bagi peneliti
dalam melakukan penelitian, agar data yang didapat lebih valid dan dapat
dipertanggungjawabkan. Pengambilan data dari responden menggunakan
lembar penjelasan dan persetujuan dari orang tua, dan identitas responden
dalam penelitian dirahasiakan, sehingga tidak perlu ada kekhawatiran
mengenai identitas responden dalam publikasi penelitian. Berkaitan
dengan kejadian acne vulgaris, sekolah sebaiknya lebih memperhatikan
faktor risiko acne vulgaris yang dapat terjadi pada remaja SMA, sehingga
risiko gangguan psikologis akibat acne dapat di minimalkan.
DAFTAR PUSTAKA
Abulnaja, K.O., 2009. Changes in the Hormone and Lipid Profile of Obese
Adolescent Saudi Females with Acne Vulgaris. Brazilian Journal of
Medical and Biological Research, 42 (6): 501-505.
Adégbidi, H., Koudoukpo, C., Atadokpèdé, F., Ango-Padonou, F., dan Yédomon,
H.G., 2014. Epidemiological and Clinical Aspects of Acne in the
Dermatology Department of the Teaching Hospital Parakou (Benin).
Journal of Cosmetics, Dermatological Sciences and Applications, 4: 129-
134.
Aksu, A.E.K., et al. 2012. Acne: Prevalence and Relationship with Dietary Habits
in Eskisehir, Turkey. JEADV, 26: 1503-1509.
Al-Kubaisy, W., Abdullah, N.N., Kahn, S.M., and Zia, M., 2014.
Sociodemographic Characteristics of Acne among University Students in
Damascus, Syria. Epidemiology Research International.
Anggrenni, O., 2014. Studi Retrospektif Pasien Akne Vulgaris di RSUP H. Adam
Malik Medan Periode Tahun 2010-2012. Tesis Program Magister
Kedokteran Klinik Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Axelsson, J., Ingre, M., Åkerstedt, T., and Holmbäck, U., 2005. Effects of Acutely
Displaced Sleep on Testosterone. J Clin Endocrinol Metab, 90: 4530–4535.
Behrman, R.E., Kliegman, R.M., and Jenson, H.B., 2003. Nelson Textbook of
Pediatrics. 17th ed. Elsevier.
Bhambri, S., Del Rosso, J.Q., and Bhambri, A., 2009. Pathogenesis of Acne
Vulgaris : Recent Advances. Journal of Drugs in Dermatology.
Bogino, E.A., Kebede, M.G., and Kahsay, A.B., 2014. Acne at Ayder Referral
Hospital among Patients Attending Dermatologic Clinic, Mekelle, Northern
Ethiopia, September 2014. Science Journal of Clinical Medicine, 3(6): 129-
134.
Bowe, P.W., Joshi, S.S., and Shalita A.R., 2010. Diet and Acne. J Am Acad
Dermatol.
Capitanio, B., Sinagra, J.L., Ottaviani, M., Bordignon, V., Amantea, A., and
Picardo, M., 2009. Acne and Smoking. Dermato-Endocrinology, 1 (3): 129-
135.
Carolyn, I.J., Jeffrey, S.D., and Michael, S.K., 2001. Acne Scarring: A
Classification System and Review of Treatment Options. Journal of the
American Academy of Dermatology, 45 (1): 109–117.
Dawson, A.L. and Dellavalle, R.P., 2013. Acne vulgaris. BMJ, 346.
Do, J.E., Cho, S., In, S., Lim, K., Lee, S., and Lee, E, 2009. Psychosocial Aspects
of Acne Vulgaris: A Community-based Study with Korean Adolescents.
Ann Dermatol, 21 (2): 125-129.
Dougan P dan Rafikhah N., 2014. Dark and White Chocolate Consumption and
Acne Vulgaris: A Case-Control Study. Asian J Clin Nutr, 6(2): 35-40.
Downie, M.M.T., Sanders, D.A., and Kelaey, T., 2002. Modelling the remission
of individual acne lesions in vitro. British Journal of Dermatology, 147:
869–878.
Dreno, B. and Poli, F., 2003. Epidemiology of Acne. Dermatology, 206(1): 7-10.
Ewadh, M.J., Shemran, K.A., and Al-Hamdany, K.J., 2011. The Correlation of
Some Hormones with Acne Vulgaris. International Journal of Science and
Nature, 2(4): 713-717.
Ferdowsian, H.R. and Levin, S., 2010. Does Diet Really Affect Acne?. Skin
Therapy Letter, 15(3): 1-2.
Freedberg, I.M., Tomic-Canic, M., Komine, M., and Blumenberg, M., 2001.
Keratins and the Keratinocyte Activation Cycle. J Invest Dermatol, 116:
633-640.
Ganceviciene, R., Graziene, V., Böhm, M, and Zouboulis, C.C., 2007. Increased
In Situ Expression of Melanocortin-1 Receptor in Sebaceous Glands of
Lesional Skin of Patients with Acne Vulgaris. Experimental Dermatology,
16: 547-552.
Ghodsi, S.Z., Orawa, H., and Zouboulis, C.C., 2009. Prevalence, Severity, and
Severity Risk Factors of Acne in High School Pupils: A Community-Based
Study. Journal of Investigative Dermatology, 129: 2136-2141.
Granner, D.K., 2006. Keragaman Sistem Endokrin. In: Murray, R.K., Granner,
D.K., dan Rodwell, V.W. 27th ed. Biokimia Harper. Jakarta : EGC, 455-477.
Guy, R., Green, M.R., and Kealey, T., 1996. Modeling Acne In Vitro. J Invest
Dermatol, 106: 176–182.
Halvorsen, J.A., Dalgard, F., Thoresen, M., Bjertness, E., dan Lien, L., 2009. Is
the Association Between Acne and Mental Distress Influenced by Diet?
Results from a Cross-Sectional Population Study among 3775 Late
Adolescents in Oslo, Norway. BioMed Central Public Health, 9 (340).
Hanisah, A., Omar, K., and Shah, S.A., 2009. Prevalence of Acne and its Impact
on the Quality of Life in School-Aged Adolescents in Malaysia. J Primary
Health Care, 1 (1): 20–25
Harrison, W.J., Bull, J.J., Seltman, H., Zouboulis, C.C., and Philpott, M.P., 2007.
Expression of Lipogenic Factors Galectin-12, Resistin, SREBP-1, and SCD
in Human Sebaceous Glands and Cultured Sebocytes. Journal of
Investigative Dermatology, 127: 1309–1317.
Hughes, B.R., Morris, C., Cunliffe, W.J., and Leigh, I.M., 1996. Keratin
Expression in Pilosebaceous Epithelia in Truncal Skin of Acne Patiens.
British Journal of Dermatology, 134: 247-256.
Huynh, M., Gupta, R., and Koo, J.Y.M., 2013. Emotional Stress as A Trigger for
Inflammatory Skin Disorders. Semin Cutan Med Surg, 32:68-72.
Ingham E.E., Eady, A., Goodwin C.E., Cove J.H., and Cunliffe W.J., 1992. Pro-
Inflammatory Levels of Interleukin-1α-like Bioactivity are Present in the
Majority of Open Comedones in Acne Vulgaris. J Invest Dermatol, 98:
895–901.
Ismail, N.H., Manaf, Z.A., and Azizan, N.Z., 2012. High Glycemic Load Diet,
Milk, and Ice Cream Consumption are Related to Acne Vulgaris in
Malaysian Young Adults: A Case Control Study. BMC Dermatology,
12(13).
Jarrousse, V., Castex-Rizzi, N., Khammari, A., Charveron, M., and Dréno, B.,
2007. Modulation of Integrins and Filaggrin Expression by
Propionibacterium Acnes Extracts on Keratinocytes. Arch Dermatol Res,
299:441–447.
Klaz, I., Kochba, I., Shohat, T., Zarka, S., and Brenner, S., 2006. Severe Acne
Vulgaris and Tobacco Smoking in Young Men. Journal of Investigative
Dermatology, 126: 1749-1752.
Knutsen-Larson, S., Dawson, A.L., Dunnick, C.A., and Dellavalle, R.P., 2012.
Acne Vulgaris: Pathogenesis, Treatment, and Needs Assessment. Dermatol
Clin, 30: 99–106.
Kuiri-Hänninen, T., Haanpää, M., Turpeinen, U., Hämäläinen, E., Dunkel, L., dan
Sankilampi, U., 2013. Transient Postnatal Secretion of Androgen Hormones
is Associated with Acne and Sebaceous Gland Hypertrophy in Early
Infancy. J Clin Endocrinol Metab, 98(1): 199-206.
Kursunluoglu, L., et al., 2009. Insulin-like Growth factor-I and Insulin –like
Growth Factor Binding Protein-3 Polymorphism in Patients with Thyroid
Dysfunction. Archives of Medical Research, 40: 42-47.
Leproult, R. and Van Cauter, E., 2011. Effect of 1 Week of Sleep Restriction on
Testosterone Levels in Young Healthy Men. JAMA, 305: 2173–2174.
Li, Z., Wen-Hwa, L., Anthonavage, M., and Eisinger, M., 2006. Melanocortin-5
Receptor: A Marker of Human Sebocyte Differentiation. Peptides, 27: 413-
420.
Lomri, A., Lemonnier, J., Delannoy, P., and Marrie, P.J., 2001. Increased
Expression of Protein Kinase Ca, Interleukin-1a, and RhoA Guanosine 59-
Triphosphatase in Osteoblasts Expressing the Ser252Trp Fibroblast Growth
Factor 2 Apert Mutation: Identification by Analysis of Complementary
DNA Microarray. J Bone Miner Res, (16): 705–712.
Magin, P., Pond, D., Smith, W., and Watson, A., 2005. A Systematic Review of
the Evidence for ‘Myths and Misconceptions’ in Acne Management: Diet,
Face-Washing and Sunlight. Family Practice, 22: 62-70.
Mannocci, A., et al., 2012. Association between Smoking Habits and Acne
Vulgaris, A Case Control Study. IJPH, 9 (3).
Mannocci, A., Semyonov, L., Saulle, R., and Boccia, A., 2010. Evaluation of the
Association between Acne and Smoking: Systematic Reviewand Meta-
Analysis of Cross-Sectional Studies. IJPH, 7 (3): 256-261.
Melnik, B. and Schmitz, G., 2008. FGFR2 Signalling and the Pathogenesis of
Acne. JDDG, 9 (6): 721–728.
Mukhtar, Z., Haryuna, T.S.H., Effendy, E., Betty, dan Zahara, D., Desain Klinis
dan Statistika Kedokteran. Medan: USU Press.
Munawar, S., Afzal, M., Aftab, M., Rizvi, F., and Chaudry, M.A., 2009.
Precipitating Factors of Acne Vulgaris in Females. Ann. Pak. Inst. Med.
Sci., 5(2): 104-107.
Nguyen, T.T., 2013. Acne Treatment: Easy Ways to Improve Your Care. The
Journal of Family Practice, 62 (2): 82-89.
Noorbala, M.T., Mozaffary, B., and Noorbala, M., 2013. Prevalence of Acne and
its Impact on the Quality of Life in High School-Aged Adolescents in Yazd,
Iran. Journal of Pakistan Association of Dermatologists, 23(2): 168-172.
Ottaviani, M., Alestas, T., Flori, E., Mastrofrancesco, A., Zouboulis, C.C., and
Picardo, M., 2006. Peroxidated Squalene Induces the Production of
Inflammatory Mediators in HaCaT Keratinocytes: A Possible Role in Acne
Vulgaris. Journal of Investigative Dermatology, 126: 2430–2437.
Passi, S., De Pità, O., Puddu, P., and Littarru, G.P., 2002. Lipophilic Antioxidant
in Human Sebum and Aging. Free Radic Re, 36: 471-477.
Philips, N., Auler, S., Hugo, R., and Gonzalez, S., 2011. Beneficial Regulation of
Matrix Metalloproteinases for Skin Health. Enzyme Res.
Pindha, I.S., 2004. Akne Vulgaris. In: Soetjiningsih. 2004. Buku Ajar Tumbuh
Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta : Sagung Seto, 107-117.
Poli, F., 2007. Acne on Pigmented Skin. Int J dermatol, 46 (1): 39-41.
Portugal, M., Barak, V., Ginsburg, I., and Kohen, R., 2007. Interplay Among
Oxidants, Antioxidants, and Cytokines in Skin Disorders: Present Status and
Future Considerations Biomedicine & Pharmacotherapy, 61: 412-422.
Ray, C., Trivedi, P., dan Sharma, V., 2013. Acne and its Treatment Lines.
International Journal of Research in Pharmaceutical and Biosciences, 3
(1): 1-16.
Raza, K., Talwar, V., Setia, A., and Katare, O.P., 2012. Acne: An Understanding
of the Disease and its Impact on Life. Int. J. Drug Dev. & Res., 4 (2): 14-20.
Sahib, A.S., Al-Anbari, H.H., and Abu Raghif, A.R., 2013. Oxidative Stress in
Acne Vulgaris: An Important Therapeutic Target. J Mol Pathophysiol, 2:
27-31.
Sarici, G., Cinar, S., Armutcu, F., Altinyazar, C., Koca, R., and Tekin, N.S., 2010.
Oxidative Stress in Acne Vulgaris. JEADV, 24: 763-767.
Savage, L.J. and Layton, A.M., 2010. Treating Acne Vulgaris: Systemic, Local,
and Combination Therapy. Expert Rev Clin Pharmacol, 13(4): 563-580.
Schmid S.M., Hallschmid, M., Jauch-Chara, K., Lehnert, H., and Schultes, B.,
2012. Sleep Timing may Modulate the Effect of Sleep Loss on Testosterone.
Clin Endocrinol, 77: 749–754.
Schröder, J.M. and Harder, J., 2006. Antimicrobial Skin Peptides and Proteins.
Cell. Mol. Life Sci, 63: 469–486.
Shaheen, B. and Gonzalez, M., 2013. Acne Sans P.acnes. Journal of the European
Academy of Dermatology and Venereology, 27: 1–10.
Shen, Y., et al. 2012. Prevalence of Acne Vulgaris in Chinese Adolescents and
Adults: A Community-based Study of 17.345 Subjects in Six Cities. Acta
Derm Venereol, 92: 40-44.
Smith, R.N., Braue, A., Varigos, G.A., and Mann, N.J., 2008. The Effect of a Low
Glycemic Load Diet on Acne Vulgaris and the Fatty Acid Composition of
Skin Surface Tryglycerides. J Dermatol Sci, 50(1): 41-52.
Smith, T.M., Gilliland, K., Clawson, G.A., and Thiboutot, D., 2008. IGF-1
Induces SREBP-1 Expression and Lipogenesis in SEB-1 Sebocytes via
Activation of the Phosphoinositide 3-Kinase (PI3-K)/Akt Pathway. J Invest
Dermatol, 128 (5): 1286–1293.
Soldin, O.P., Makambi, K.H., Soldin, S.J., dan O’Mara, D.M., 2011. Steroid
Hormone Levels Associated with Passive and Active Smoking. Setroids, 76
(7): 653-659.
Stawiski, M.A., 2003. Akne dan Keadaan Terkait. In: Price, S.A., 6th ed.
Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGC, 1422-
9.
Stevens, M.S. and Benbadis, S.R., 2013. Normal Sleep, Sleep Physiology, and
Sleep Deprivation. Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/1188226-overview#a30. [Accessed
May 29, 2014].
Stewart, M.E., Downing, D.T., Cook, J.S., Hansen J.R., dan Strauss, J.S., 1992.
Sebaceous Gland Activity and Serum Dehydroepiandrosterone Sulfate
Levels in Boys and Girls. Arch Dermatol, 128(10): 1345-1348.
Strauss, J.S., et al., 2007. Guidelines of care for acne vulgaris management. J Am
Acad Dermatol, 56: 651-63.
Tasli, L., et al., 2013. Insulin-Like Growth Factor-I Gene Polymorphism in Acne
Vulgaris. Journal of the European Academy of Dermatology and
Venereology, 27: 254-257.
Thiboutot, D. and WenChieh, C., 2003. Update and Future of Hormonal Therapy
in Acne. Dermatology, 206 (1): 57-67.
Thiboutot, D., Harris, G., Iles, V., Cimis, G., Gilliand, K., and Hagari, S., 1995.
Activ tiy of the Typ e 1 5 α-Reductase Exhibits Regional Differences in
Isolated Sebaceous Glands and Whole Skin. J Invest Dermatol, 105: 209-
214.
Thiboutot, D.M., Knaggs, H., Gilliland, K., and Hagari, S., 1997. Activity of Type
1 5α-Reductase is greater In the Follicular Infrainfundibulum Compared
with the Epidermis. British Journal of Dermatology, 136: 166-171.
Thielitz, A. and Gollnick, H., 2013. Recent Therapeutic Developments for Acne:
Advances in the Pathophysiology of Acne. Available from:
http://www.medscape.org/viewarticle/778129_2. [Accessed May 10, 2014].
Titus, S. and Hodge, J., 2012. Diagnosis and Treatment of Acne. Am Fam
Physician, 86(8): 734-740.
Tjekyan, R.M.S., 2008. Kejadian dan Faktor Risiko Akne Vulgaris. Media
Medika Indonesiana, 43(1): 37-43.
Trisnawati, S.K. and Setyorogo, S., 2013. Faktor Risiko Kejadian Diabetes
Melitus Tipe II Di Puskesmas Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat Tahun
2012. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 5(1): 6-11.
Tsoy, N. 2013. The Influence of Dietary Habits on Acne. World J Med Sci., 8(3):
212-216.
Williams, H.C., Dellavale R.P., and Garner, S., 2011. Acne Vulgaris. Lancet, 379:
361-72.
Witte, E., Witte, K., Warszawska, K., Sabat, R., Wolk, K., 2010. Interleukin-22:
A Cytokine Produced by T, NK and NKT Cell Subsets, with Importance in
the Innate Immune Defense and Tissue Protection. Cytokine Growth Factor
Rev, 21: 365–379.
Wittert, G., 2014. The Relationship between Sleep Disorders and Testosterone in
Men. Asian Journal of Andrology, 16: 262–265.
Wyrzykowska, N., Wyrzykowski, M., Żaba. R.W., Silny, W., dan Grzymisławski,
M., 2013. Diet and Acne Vulgaris. Przegląd Gastroenterologiczny, 8 (2):
93–97.
Yaykasli, K.O., Turan, H., Kaya, E., and Hatipoglu, O.F., 2013. Polymorphisms
in the Promoters of MMP-2 and TIMP-2 Genes in Patients with Acne
Vulgaris. Int J Clin Exp Med, 6 (10): 967-972.
Youn S.W., Park, E.S., Lee, H.D., Huh, C.H., and Park, K.C., 2005. Does Facial
Sebum Excretion Really Affect the Development of Acne?. The British
Journal of Dermatology. Available from:
http://www.medscape.com/viewarticle/515685_2 [Accessed June 6, 2014].
Ziegler, C.G., Krug, A.W., Zouboulis, C.C., and Bornstein, S.R., 2007.
Corticotropin Releasing Hormone and its Function in the Skin. Horm Metab
Res, 39: 106 – 109.
Zouboulis, C.C., 2003. Sebaceous Gland in Human Skin - the Fantastic Future of
a Skin Appendage. J Invest Dermatol, 120: xiv-xv.
Zouboulis, C.C., 2009. Zileuton, A New Efficient and Safe Systemic Anti-Acne
Drug. Dermato-Endocrinology, 1(3): 188-192.
Zouboulis, C.C., Seltmann, H., and Alestas, T., 2010. Zileuton Prevents the
Activation of the Leukotriene Pathway and Reduces Sebaceous Lipogenesis.
Dermatology, 19: 148–150.
LAMPIRAN 1
Riwayat Pelatihan :
1. Peserta Pendidikan dan Latihan Dasar BSMI Sumatera Utara 2014
2. Peserta Seminar & Workshop “Early Diagnostic and Appropriate
Treatment for Best Outcome” Medan Physician Forum tahun 2013
3. Peserta Seminar Nasional “Stem Cell : Scientific Progress and Future
Research Directions” tahun 2013
Riwayat Kepanitiaan :
1. Panitia Seminar, Symposium, dan Talk Show Islamic Medicine 4 PHBI FK
USU tahun 2013
2. Panitia Seminar dan Talkshow Islamic Medicine 3 PHBI FK USU tahun
2012
3. Panitia Sirkumsisi Masal PHBI FK USU tahun 2012
4. Panitia National Symposium Scripta Research Festival SCORE PEMA FK
USU tahun 2013
5. Panitia Pekan Ta’aruf PHBI FK USU tahun 2012
Riwayat Organisasi :
1. Anggota Divisi Hari Besar Islam dan Pengabdian Masyarakat PHBI FK
USU tahun 2011/2012.
2. Anggota Divisi Hubungan Masyarakat PHBI FK USU tahun 2012/2013.
3. Anggota BSMI Sumatera Utara tahun 2014
LAMPIRAN 2
LEMBAR PENJELASAN
LAMPIRAN 3
PERSETUJUAN
Medan,................................... 2012
Yang membuat pernyataan persetujuan,
( ________________________ ) ( ________________________ )
Nama dan Tanda Tangan Siswa/i Nama dan Tanda Tangan Orang Tua
LAMPIRAN 4
KUESIONER RESPONDEN
Baca pertanyaan dengan teliti dan hati-hati. Setiap pertanyaan dijawab yang
paling benar atau sesuai menurut Anda. Silahkan untuk menjawab pertanyaan
dibawah dengan melingkari salah satu pilihan jawaban yang disediakan Jika
pertanyaan dalam bentuk isian/uraian, dipersilahkan untuk mengisi di tempat
yang telah disediakan. Jika terdapat pertanyaan yang tidak dimengerti, silahkan
bertanya kepada peneliti.
Keterangan :
Jerawat = acne vulgaris = dapat berupa komedo (terbuka atau tertutup), papul,
pustul, nodul, atau kista.
Komedo terbuka : berupa bintik hitam
Komedo tertutup : berupa bintik putih
Papul : tonjolan kecil pada kulit yang belum meradang yang
berbatas tegas dan tidak bernanah
Pustul : tonjolan kecil yang meradang pada kulit yang berbatas
tegas dan bernanah
Nodul : tonjolan yang meradang yang diameternya lebih besar dari
5 mm
Kista : tonjolan yang meradang berbentuk rongga atau kantung
tertutup
9. Berapa kali dalam 1 hari Anda mencuci muka menggunakan air dan
sabun?
a. Tidak rutin membersihkan wajah
b. < 3 kali sehari
c. 3 kali sehari
d. > 3 kali sehari
Kuantitas tidur
10. Dalam 1 hari, berapa total waktu Anda tidur siang dan malam?
a. Cukup : ≥ 8 jam sehari
b. Tidak cukup : < 8 jam
11. Jika Anda mengalami stres emosional, apakah terdapat perubahan pada
kulit anda?
a. Jerawat semakin memburuk atau muncul jerawat
b. Jerawat semakin membaik
c. Tidak ada perubahan
d. Tidak tahu
Merokok
Terima kasih atas waktu dan partisipasi Anda dalam penelitian ini
LAMPIRAN 5
LAMPIRAN 6
LAMPIRAN 7
LAMPIRAN 8
LAMPIRAN 9
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
a
Pearson Chi-Square 6,315 3 ,097
Likelihood Ratio 6,296 3 ,098
Linear-by-Linear Association 4,291 1 ,038
N of Valid Cases 100
a. 2 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
1,40.
Crosstab
acne saat ini Total
tidak ya
Count 6 29 35
10 % within asal kelas 17,1% 82,9% 100,0%
responden
Count 9 16 25
asal kelas responden 11 % within asal kelas 36,0% 64,0% 100,0%
responden
Count 13 27 40
12 % within asal kelas 32,5% 67,5% 100,0%
responden
Count 28 72 100
Total % within asal kelas 28,0% 72,0% 100,0%
responden
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
a
Pearson Chi-Square 3,242 2 ,198
Likelihood Ratio 3,403 2 ,182
Linear-by-Linear Association 2,060 1 ,151
N of Valid Cases 100
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
7,00.
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig.
sided) sided) (1-sided)
a
Pearson Chi-Square 3,303 1 ,069
b
Continuity Correction 2,536 1 ,111
Likelihood Ratio 3,402 1 ,065
Fisher's Exact Test ,077 ,054
Linear-by-Linear Association 3,270 1 ,071
N of Valid Cases 100
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12,04.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for jenis kelamin (pria / wanita) ,423 ,165 1,084
For cohort acne saat ini = tidak ,530 ,259 1,087
For cohort acne saat ini = ya 1,254 ,988 1,592
N of Valid Cases 100
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 11,405a 1 ,001
b
Continuity Correction 9,908 1 ,002
Likelihood Ratio 11,233 1 ,001
Fisher's Exact Test ,001 ,001
Linear-by-Linear Association 11,291 1 ,001
N of Valid Cases 100
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10,64.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for riwayat keluarga (orang tua) (tidak / ya) 4,680 1,848 11,853
For cohort acne saat ini = tidak 2,937 1,519 5,677
For cohort acne saat ini = ya ,628 ,455 ,865
N of Valid Cases 100
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 3,760a 3 ,289
Likelihood Ratio 4,153 3 ,245
Linear-by-Linear Association 3,192 1 ,074
N of Valid Cases 100
a. 2 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
3,08.
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
(2-sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square ,013a 1 ,909
b
Continuity Correction ,000 1 1,000
Likelihood Ratio ,013 1 ,909
Fisher's Exact Test 1,000 ,554
Linear-by-Linear Association ,013 1 ,910
N of Valid Cases 100
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,24.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for kuantitas tidur dalam sehari (tidak cukup : ,947 ,373 2,407
<8 jam sehari / cukup : >=8 jam sehari)
For cohort acne saat ini = tidak ,962 ,490 1,888
For cohort acne saat ini = ya 1,015 ,785 1,313
N of Valid Cases 100
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 2,457a 1 ,117
b
Continuity Correction 1,741 1 ,187
Likelihood Ratio 2,366 1 ,124
Fisher's Exact Test ,140 ,095
Linear-by-Linear Association 2,432 1 ,119
N of Valid Cases 100
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7,84.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for status perokok pasif (tidak / ya) 2,093 ,823 5,323
For cohort acne saat ini = tidak 1,664 ,895 3,094
For cohort acne saat ini = ya ,795 ,575 1,099
N of Valid Cases 100
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
(2-sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square ,247 1 ,620
b
Continuity Correction ,066 1 ,797
Likelihood Ratio ,244 1 ,621
Fisher's Exact Test ,639 ,394
Linear-by-Linear Association ,244 1 ,621
N of Valid Cases 100
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,96.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for kekerapan mengkonsumsi coklat (tidak ,792 ,315 1,990
sering : <3 kali / minggu / sering : >= 3 kali / minggu)
For cohort acne saat ini = tidak ,847 ,443 1,621
For cohort acne saat ini = ya 1,070 ,813 1,406
N of Valid Cases 100
Classification Tablea
Observed Predicted
acne saat ini Percentage
tidak ya Correct
tidak 14 14 50,0
acne saat ini
Step 1 ya 9 63 87,5
Overall Percentage 77,0
a. The cut value is ,500
a
RK_ortu(1) 1,606 ,496 10,466 1 ,001 4,982 1,883 13,179
Step 4
rokok_pasif(1) ,923 ,526 3,076 1 ,079 2,518 ,897 7,064
Constant ,049 ,570 ,007 1 ,931 1,050
a. Variable(s) entered on step 1: JK, RK_ortu, cuci_muka, K_tidur, rokok_pasif, kons_coklat.
LAMPIRAN 10
JJ 16 12 1 1 1 3 1 2 2
KK 17 12 1 2 1 3 1 1 1
LL 17 12 2 2 2 2 1 1 2
MM 17 12 1 2 1 3 1 2 2
NN 16 12 1 2 2 3 1 1 2
OO 15 12 2 2 2 2 2 2 1
PP 16 12 1 2 1 2 2 1 2
QQ 16 12 2 2 1 3 1 2 2
RR 16 12 1 2 2 3 2 2 2
SS 17 12 1 2 1 4 2 2 2
TT 17 12 2 2 1 3 1 2 1
UU 16 12 2 2 2 3 1 1 2
VV 17 12 1 2 1 2 1 1 1
WW 17 12 2 2 1 3 1 1 2
XX 17 12 1 1 1 3 2 1 2
YY 17 12 1 1 2 3 2 1 2
ZZ 16 12 2 2 1 2 1 1 2
AAA 16 12 1 1 1 3 2 1 1
BBB 17 12 1 2 2 3 2 2 2
CCC 16 12 1 2 2 3 2 1 2
DDD 16 12 1 2 1 2 2 1 1
XXXX 15 12 1 1 1 3 2 1 2
FFF 17 12 2 1 2 3 2 2 1
GGG 16 12 1 1 1 4 1 1 2
HHH 16 12 1 2 1 4 2 1 1
III 17 12 1 1 1 3 1 1 1
JJJ 17 12 1 1 2 2 1 1 2
KKK 16 12 1 1 1 3 1 2 1
LLL 16 12 1 2 1 3 1 1 1
MMM 18 11 2 2 2 1 2 1 2
NNN 16 11 2 2 2 2 1 1 1
YYYY 15 10 2 1 1 1 1 1 1
PPP 15 11 2 2 2 3 1 2 2
QQQ 16 11 1 2 2 1 1 1 2
RRR 18 11 2 2 2 2 1 1 2
SSS 18 12 2 2 2 2 1 1 2
TTT 16 11 2 2 2 3 1 2 2
UUU 17 11 2 1 2 3 2 2 2
VVV 16 11 2 2 2 3 1 1 2
WWW 16 11 1 2 1 3 2 1 2
XXX 18 11 1 1 1 3 1 2 2
YYY 15 11 1 1 1 2 2 1 2
ZZZ 16 12 2 2 2 2 1 1 1
AAAA 17 12 2 2 1 2 1 1 1
BBBB 16 12 1 2 1 3 1 1 2
CCCC 16 12 2 2 2 2 1 1 1
DDDD 18 12 1 2 1 1 1 1 2
EEEE 16 11 1 1 2 3 2 2 2
FFFF 16 11 1 1 1 3 1 2 2
GGGG 15 11 1 1 2 2 1 1 2
HHHH 15 11 1 1 2 2 1 1 2
IIII 16 11 2 1 1 2 1 2 2
JJJJ 16 10 2 1 1 3 2 1 1
KKKK 15 10 1 1 2 2 1 1 2
LLLL 15 10 2 1 1 1 2 1 2
MMMM 16 11 1 2 2 3 1 1 2
NNNN 17 12 2 2 2 3 2 1 2
OOOO 17 12 1 2 1 1 1 1 1
ZZZZ 17 12 1 1 1 3 1 1 2
QQQQ 17 11 1 1 2 3 2 1 2
RRRR 16 11 2 1 2 2 1 2 1
SSSS 16 10 1 1 1 1 1 2 2
TTTT 15 10 1 1 2 1 1 1 1
UUUU 16 11 1 1 2 3 1 1 2
VVVV 17 12 1 1 1 4 1 1 2