Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN PRAKTIKUM

IDENTIFIKASI NYAMUK & JENTIK

OLEH :
KELOMPOK 5

NUR MUHAEMIN MAYMUNA (14120180011)


NUR MUTIARA HUSNAH HIDAYATULLAH BW (14120180188)
A.MUHAMMAD FIKRI ZAINUL HASBI (14120180233)
KELAS C5

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2020
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur ke hadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih atas

segala limpahan kasih, karunia, dan kehendak-Nya sehingga Tugas Laporan

Identifikasi Nyamuk, dapat diselesaikan dengan tepat waktu.

Tugas ini disusun sebagai bentuk pertanggungjawaban penulis atas

kegiatan praktikum yang telah dilaksanakan pada Selasa, 3 November 2020.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Hasriwiani Habo Abbas,

SKM.,M.Kes.,P.h.D, selaku dosen mata kuliah terkait, juga terima kasih kepada

pendamping kegiatan praktikum, Kakak Ummi Kalsum, SKM.

Selesainya laporan ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan dari

berbagai pihak. Pada kesempatan ini ingin disampaikan terima kasih kepada

semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan laporan ini. Kami

menyadari laporan ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik

dan saran yang membangun akan kami terima dem perbaikan dan

kesempurnaan laporan berikutnya. Semoga laporan ini dapa memberi manfaat

bagi pembaca.

Makassar, 03 November 2020

Kelompok 5

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................i

DAFTAR ISI ...............................................................................ii

DAFTAR GAMBAR ..................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ......................................................................1

B. Rumusan Masalah .................................................................2

C. Tujuan Praktikum ..................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum tentang Nyamuk Sebagai Vektor .................4

B. Tinjauan Umum Nyamuk Aedes Aegepty ..............................5

C. Tinjauan Umum Nyamuk Culex sp ........................................8

D. Tinjauan Umum Aedes Albopictus ......................................12

E. Tinjauan Umum Jentik Nyamuk ...........................................12

F. Tinjauan Umum Jentik Nyamuk Aedes ................................14

G. Tinjauan Umum Jentik Nyamuk Culex ................................14

BAB III ALAT DAN BAHAN

A. Alat dan Bahan ....................................................................16

B. Prosedur Kerja .....................................................................16

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil ...................................................................................17

ii
B. Pembahasan ......................................................................21

BAB V KESIMPULAN

A. Kesimpulan ..........................................................................33

B. Saran ...................................................................................33

DAFTAR PUSTAKA ................................................................34

DOKUMENTASI ......................................................................36

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Siklus Hidup Aedes Aegypti .......................................... 6

Gambar 1.2. Siklus Hidup Culex ........................................................ 9

Gambar 1.3. Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus ......................... 12

Gambar 4.1. Nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus ........... 18

Gambar 4.2. Jentik Aedes Aegypti................................................... 19

Gambar 4.3. Nyamuk Culex sp ........................................................ 20

Gambar 4.4. Jentik Culex ................................................................ 20

Gambar 4.5. Pupa Culex ................................................................. 21

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Indonesia sebagai negara dengan kasus Demam Berdarah

tertinggi di Asia Tenggara. Insidensi penyakit dengue meningkat secara

dramatis di seluruh dunia dalam beberapa tahun terakhir ini. Lebih dari

2,5 milyar orang atau lebih dari 40% populasi di dunia sekarang ini

berisiko terserang penyakit Dengue. WHO mengestimasi terdapat 50-

100 juta infeksi Dengue di seluruh dunia setiap tahunnya (WHO, 2012).

Nyamuk merupakan serangga vector utama penyebab berbagai

penyakit tropis penting di Indonesia seperti malaria, DBD, chikungunya,

filariasis limfatik dan Japanese encephalitis (Kemenkes RI, 2015).

Nyamuk merupakan salah satu jenis serangga pengisap darah

yang paling penting diantara banyak jenis serangga pengisap darah

lainnya. Banyak penyakit khususnya penyakit menular seperti demam

berdarah, Japanese encephalitis, malaria, filariasis ditularkan melalui

perantara nyamuk (Achmadi, 2013).

1
Penyakit menular yang disebabkan oleh vektor (vector borne

disease) seperti demam berdarah dengue (DBD), malaria, filariasis (kaki

gajah), dan Japanese B. Enchephalitis, masih menjadi masalah

kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Berdasarkan

sejumlah penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa saat ini

terjadi perubahan iklim global yang berpengaruh terhadap perubahan

risiko penularan penyakit yang ditularkan oleh vektor penyakit terutama

nyamuk (Nadifah, 2016).

Identifikasian terhadap nyamuk dapat dijadikan sebagai awal mula

pengendalian vektor.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam

laporan praktikum ini adalah :

1. Bagaimana mengidentifikasi jenis-jenis nyamuk?

2. Bagaimana mengidentifikasi karakteristik jentik nyamuk?

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Nyamuk Sebagai Vektor

Vektor penyakit adalah suatu organisme yang mentransmisikan

patogen dan parasit dari manusia (atau hewan) yang terinfeksi ke lainnya

dan menyebabkan penyakit yang serius pada populasi manusia. Vektor-

vektor tersebut umumnya adalah serangga penghisap darah yang

menerima mikroorganisme penyebab penyakit saat menghisap darah

manusia atau hewan, kemudian memasukkan mikroorganisme tersebut

pada manusia yang lain saat menghisap darah lagi. Secara global,

terdapat lebih dari 1 miliar kasus dan lebih dari 1 juta kematian akibat

penyakit yang ditularkan oleh vektor (WHO, 2014 ).

Beberapa jenis penyakit yang disebabkan oleh nyamuk

diantaranya adalah Filariasis (kaki gajah) dan Malaria yang ditularkan

melalui gigitan nyamuk Culex sp. dan Anopheles sp. Penyakit Demam

Berdarah Dengue (DBD), Yellow fever (penyakit kuning), Demam

dengue (DB) dan Chikungunya yang disebabkan oleh nyamuk Aedes sp.

(Hairani, 2014).

Penyakit yang ditularkan oleh nyamuk ini terus meningkat disetiap

tahunnya, baik dari jumlah kasus maupun tingkat kematian. Hal ini

3
disebabkan karena bertambahnya jumlah populasi nyamuk.(Yudhastuti,

2011).

B. Tinjauan Umum tentang Nyamuk Aedes Aegypti

Aedes aegypti dikenal dengan sebutan black white mosquito atau

tiger mosquito karena tubuhnya memiliki garis-garis dan bercak-bercak

putih keperakan di atas dasar warna hitam. Sedangkan yang menjadi

ciri khas utamanya adalah ada dua garis lengkung yang berwarna putih

keperakan di kedua sisi lateral dan dua buah garis putih sejajar di garis

median dari punggungnya yang berwarna dasar hitam (Achmadi, 2011).

Nyamuk Aedes Aegypti meru[akan jenis nyamuk yang dapat

membawa virus demam kuning (yellow fever), chikungunya dan demam

zika. Penyebaran nyamuk Aedes Aegypti tersebar luas khususnya

tersebar pada daerah tropis dan subtropics. (Martina,2015)

Aedes Aegypti mengalami metamorphosis sempurna yaitu

mengalami perubahan bentuk morfologi selama hidupnya dari stadium

telur berubah menjadi stadium larva lalu menjadi stadium pupa dan

menjadi stadium dewasa. (Sutanto, 2015)

4
Gambar 1.1. Siklus Hidup Nyamuk Ae. Aegypti
(Zettel, C Kaufman, 2013)

a. Telur

Telur Aedes aegypti terdeposisi satu persatu ditempat barair tepat sejajar

dengan garis air. Nyamuk Aedes aegypti betina meletakkan telurnya pada

beberapa tempat (oviposition) selama sekali siklusnya. Embrio

berkembang secara sempurna setelah 48 jam atau 2 hari pada

lingkungan yang lembab dan hangat. Embrionisasi yang telah sempurna,

dapat bertahan selama beberapa tahun dan akan menetas di tempat

dengan air yang menggenang. Kemampuan telur untuk bertahan maupun

menetas tergantung pada kondisi lingkungan (WHO, 2011).

b. Larva

Terdapat empat tahapan perkembangan larva. Lamanya stadium larva

tergantung pada temperatur, makanan yang tersedia, dan kepadaran

larva sampai menjadi nyamuk dewasa membutuhkan waktu sekitar 7-10

hari (termasuk stadium pupa yang lamanya 2 hari). Jika suhu rendah,

5
masa perkembangan larva menjadi nyamuk dewasa dapat berlangsung

sampai beberapa minggu lamanya (Soedarto, 2012).

c. Pupa

Setelah instar keempat, Aedes Aegypti memasuki tahap kepompong

atau sering disebut pupa. Selama stadium pupa, pupa tidak mengkonsumsi

makanan dan dalam stadium ini memakan waktu sekitar dua hari untuk

berkembang. Nyamuk dewasa muncul dengan menelan udara untuk

memperluas perut sehingga membuka belahan kepompong dan bagian yang

muncul pertama adalah bagian kepala. (Zettel C, Kaufman, 2013).

d. Dewasa

Nyamuk Aedes aegypti mengalami metamorphosis sempurna. Nyamuk

betina meletakkan telurnya di dinding tempat perindukannya 1-2 cm di atas

permukaan air. Seekor nyamuk betina dapat meletakkan rata-rata 100 butir

telur tiap kali bertelur. Setelah kira-kira 2 hari menetas menjadi larva lalu

mengadakan pengelupasan kulit sebanyak 4 kali, tumbuh menjadi pupa dan

akhirnya menjadi dewasa. Pertumbuhan dari telur sampai menjadi dewasa

memerlukan waktu kira-kira 9 hari. (Sutanto; at all, 2015)

C. Tinjauan Umum tentang Nyamuk Culex

6
Gambar 1.2. Siklus Hidup Culex (Nuris Maulidah, 2020)

Nyamuk Culex sp memiliki siklus hidup sempurna mulai dari telur, larva,

pupa, dan imago (dewasa) antara lain sebagai berikut :

a. Telur

Seekor nyamuk betina dapat menempatkan 100-400 butir telur pada tempat

peindukan. Sekali bertelur menghasilkan 100 telur dan biasanya dapat 12

bertahan selama 6 bulan. Telur akan menjadi jentik setelah sekitar 2 hari.

Masingmasing spesies nyamuk memiliki perilaku dan kebiasaan yang

berbeda satu sama lain. Di atas permukaan air, nyamuk Culex sp

menempatkan telurnya secara menggerombol dan berkelompok untuk

membentuk rakit. Oleh karena itu mereka dapat mengapung di atas

permukaan air (Rahmi, 2018).

b. Larva

Telur akan mengalami penetasan dalam jangka waktu 2-3 hari sesudah

terjadi kontak dengan air. Faktor temperatur, tempat perkembang biakan,

dan keberadaan hewan pemangsa mempengaruhi pertumbuhan dan

perkembangan larva. Lama waktu Yang diperlukan pada keadaan optimum

7
untuk tumbuh dan berkembang mulai dari penetasan sampai menjadi

dewasa kurang lebih 7-14 hari 13 (Sogijanto, 2006 dalam Rahmi, 2018).

Salah satu ciri dari larva nyamuk Culex adalah memiliki siphon. Siphon

dengan beberapa kumpulan rambut membentuk sudut dengan permukaan

air.

Nyamuk Culex mempunyai 4 tingkatan atau instar sesuai dengan

pertumbuhan larva tersebut, yaitu :

1) Larva instar I, berukuran paling kecil yaitu 1 – 2 mm atau 1 – 2 hari

setelah menetas. Duri-duri (spinae) pada dada belum jelas dan corong

pernafasan pada siphon belum jelas.

2) Larva instar II, berukuran 2,5 – 3,5 mm atau 2 – 3 hari setelah telur

menetas. Duri-duri belum jelas, corong kepala mulai menghitam.

3) Larva instar III, berukuran 4 – 5 mm atau 3 – 4 hari setelah telur

menetas. Duri-duri dada mulai jelas dan corong pernafasan berwarna coklat

kehitaman.

4) Larva IV, berukuran paling besar yaitu 5 –6 mm atau 4 – 6 hari setelah

telur menetas, dengan warna kepala (Astuti, 2011).

c. Pupa

Stadium paling akhirdari metamorphosis nyamuk yang bertempat di

dalam air adalah pupa. Tubuh pupa berbentuk bengkok dan kepalanya

besar. Sebagian kecil tubuh pupa kotak dengan permukaan air,

berbentuk terompet panjang dan 14 ramping, setelah 1-2 hari akan

menjadi nyamuk Culex (Astuti, 2011).

8
Stadium kepompong terjadi dalam jangka waktu mulai satu sampai dua

hari. Pada saat pupa menjalani fase ini pupa tidak melakukan aktifitas

konsumsi sama sekali dan kemudian akan keluar dari larva dan menjadi

nyamuk yang sudah bisa terbang dan meninggalkan air. Nyamuk

memerlukan waktu 2-5 hari untuk menjalani fase ini sampai menjadi

nyamuk dewasa (Rahmi, 2018).

d. Dewasa

Ciri-ciri nyamuk Culex dewasa adalah berwarna hitam belang-belang

putih, kepala berwarna hitam dengan putih pada ujungnya. Pada bagian

thorakter dapat 2 garis putih berbentuk kurva (Astuti, 2011). Nyamuk

jantan dan betina akan melakukan perkawinan setelah keluardari pupa.

Seekor nyamuk betina akan melakukan aktivitas menghisap darah

dalam waktu 24-36 jam setelah dibuahi oleh nyamuk jantan. Untuk

proses pematangan telur sumber protein yang paling penting adalah

darah. Perkembangan nyamuk mulai dari telur sampai dewasa

membutuhkan waktu sekitar 10 sampai 12 hari. (Wibowo, 2010 dalam

Rahmi, 2018).

D. Tinjauan Umum tentang Nyamuk Aedes Albopictus

Secara morfologis Aedes aegypti dan Aedes albopictus sangat mirip,

namun dapat dibedakan dari strip putih yang terdapat pada bagian

skutumnya. (Andrew, 2013)

9
Gambar 1.3. Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus
(Okafor Igwebueze, 2016)

Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Kedua spesies tersebut termasuk

Genus Aedes dari Famili Culicidae. Secara morfologis keduanya sangat

mirip, namun dapat dibedakan dari strip putih yang terdapat pada bagian

skutumnya. Skutum Aedes aegypti berwarna hitam dengan dua strip putih

sejajar di bagian dorsal tengah yang diapit oleh dua garis lengkung

berwarna putih. Sedangkan skutum Aedes albopictus yang juga berwarna

hitam hanya berisi satu garis putih tebal di bagian dorsalnya. (Ike Rahayu,

2019).

E. Tinjauan Umum tentang Jentik Nyamuk

Jentik nyamuk bisa disebut pula dengan istilah cuk atau uget-uget

(Bahasa Jawa). Tubuh jentik nyamuk terlihat berulir dan berwarna

kelabu kehitaman. Adapun panjang tubuhnya berkisar 10-25 mm. siklus

hidup jentik nyamuk sejak menetas hingga menjadi nyamuk dewasa

sekitar 5-6 hari. Terdapat beberapa jenis. Jentik nyamuk, tergantung

jenis nyamuk induknya. Tubuh jentik nyamuk terkandung protein, lemak,

serat dan abu. (Wulan Dwi Portunasari, 2016)

10
Nyamuk mempunyai metamorfosis sempurna yaitu telur, jentik,

pupa kemudian menjadi dewasa. Jentik merupakan larva dari siklus

hidup nyamuk. Telur berkembang menjadi jentik dan jentik mendapat

makanan dari bahan-bahan organik yang terdapat di dalam air. Jentik

nyamuk bernafas dengan siphon. (Wulan Dwi Portunasari, 2016).

F. Tinjauan Umum tentang Karakteristik Jentik Nyamuk Aedes

Jentik Nyamuk Aedes hidup di air yang stadianya terdiri atas empat

instar. Jentik mengalami empat kali menyilih (molting) sebelum menjadi

pupa. Setiap kali molting inilah yang menunjukkan tingkatan jentik yang

disebut dengan instar. Keempat instar tersebut berlangsung selama 4

hari-2 minggu tergantung keadaan lingkungan seperti suhu air

persediaan makanan. Pada kondisi suhu air yang rendah

perkembangan jentik lebih lambat, dengan demikian juga keterbatasan

persediaan makanan juga menghambat perkembangan jentik. Pada

masa jentik, jentik akan bergerak sangat aktif untuk memperoleh

makanan. Keterbatasan makanan dalam suatu wadah dapat

mempengaruhi perkembangan jentik terjadinya kompetisi, kemampuan

bertahan hidup dan pada akhirnya menentukan populasi nyamuk

dewasa yang dihasilkan. (Elita Agustina, 2015).

Jentik Aedes dapat hidup dan tumbuh normal dengan masa

stadium larva dan pupa yang wajar, hanya pada perindukan berisi air

got, bahkan tumbuh sedikit lebih cepat, sedangkan pada air SGL dan

PAM hanya sedikit larva yang bertahan hidup dan akhirnya mati setelah

11
melalui masa jentik yang panjang dan menjadi pupa yang tidak normal.

Artinya, daya dukung air got terhadap ketahanan hidup dan

pertumbuhan jentik Aedes cukup baik, dan sebaliknya pada air SGL dan

PAM.(Sayono, 2011)

G. Tinjauan Umum tentang Karakteristik Jentik Nyamuk Culex

Salah satu ciri jentik culex adalah memiliki siphon yang panjang dan

langsing. Siphon dengan beberapa kumpulan rambut membentuk

sudut dengan permukaan air. Jentik Culex mempunyai 4 tingkatan atau

instar sesuai dengan pertumbuhan jentik tersebut, yaitu larva instar I,

II, III, dan IV. Lama waktu yang dibutuhkan untuk perubahan instar I ke

instar II adalah 2-3 hari setelah telur menetas. Sedangkan lama waktu

jentik instar II menjadi instar III membutuhkan waktu 3-4 hari dan jentik

instar III ke instar IV sekitar 4-6 hari. Perubahan setiap instar ini

dicirikan dengan pergantian kulit tubuh (moulting). Terkadang

pengelupasan kulit tubuh (eksuvie) dapat terlihat jelas di permukaan

air. (Elita Agustina, 2015).

12
BAB III

ALAT DAN BAHAN

A. Alat dan Bahan

➢ Alat

1. Mikroskop

2. Preparat

3. Pipet tetes

4. Kotak plastik

➢ Bahan

1. Nyamuk

2. Jentik

3. Pupa

4. Air

5. Cairan alkohol

B. Prosedur Kerja

• Persiapan Sampel

Penangkapan nyamuk hanya dengan tangan kosong (tidak

menggunakan pemasangan alat perangkap), sedangkan pada jentik

dan pupa didapatkan di tempat perindukan yaitu selokan rumah (got).

Nyamuk dan jentik yang berhasil tertangkap kemudian masing-masing

dimasukkan ke kotak plastic sehingga tidak bercampur dengan sampel

yang lain.

• Pemeriksaan

Sampel yang berupa nyamuk, jentik, dan pupa yang telah didapatkan
13
kemudian diambil dengan menggunakan pipet tetes, meletakkaan diatas

meja preparat yang telah diteteskan cairan alkohol, lalu melakukan

pemeriksaan dengan menggunakan mikroskop.

14
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Praktikum

➢ Berdasarkan praktikum bentuk tubuh nyamuk yang diamati dibawah

mikroskop untuk melakukan identifikasi mengenai ciri-ciri nyamuk

mendapatkan hasil pengamatan sebagai berikut :

- Garis- garis dan bercak-bercak putih keperakan di atas dasar

warna hitam yang terdapat pada kaki dan tubuhnya 1 warna

- Tubuh terdiri dari 4 bagian, yaitu kepala (head), thorax, perut

(abdomen), dan kaki (siphon) tubuh

- Sayap nyamuk panjang dan lansing, mempunyai vena yang

permukaannya ditumbuhi sisik- sisik sayap.

- Abdomen berbentuk silinder dan terdiri atas 10 ruas

- Tubuh nyamuk memiliki panjang diperkirakan 5 mm

Berdasarkan ciri-ciri diatas sesuai pengamatan yang dilakukan dibawah

mikroskop dapat disimpulkan bahwa nyamuk tersebut termasuk dalam

jenis nyamuk aedes aegypti.

➢ Selain aedes aegypti, hasil nyamuk berikutnya yang didapatkan dalam

praktikum memiliki ciri-ciri morfologi :

- Sayap berbentuk sempit dan panjang

- skutum berwarna hitam, namun hanya berisi satu garis putih tebal

di bagian dorsalnya.

15
- Bercak/ garis-garis putih pada abdomen

Berdasarkan ciri-ciri diatas sesuai pengamatan yang dilakukan dibawah

mikroskop dapat disimpulkan bahwa nyamuk tersebut termasuk dalam

jenis nyamuk aedes albopictus.

Berikut gambar hasil pengamatan terhadap aedes aegypti dan aedes

albopictus dibawah mikroskop :

Gambar 4.1. Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus

➢ Selain nyamuk, pada pengamatan praktikum juga didapatkan jenis

jentik/larva aedes aegypti, yaitu memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

- Jentik instar IV yaitu duri-duri mulai jelas dan dengan warna kepala

gelap

- Kepala cukup besar, serta thorax dan abdomen yang jelas

- Memiliki sifon pada segmen abdomen VIII

- Ukuran 0,5- 1 cm

- Mempunyai corong udara pada segmen terakhir

16
Gambar 4.2. Larva Aedes Aegypti

➢ Praktikum yang dilakukan di lab terpadu FKM UMI bukan hanya

menghasilkan pengamatan pada kelompok Aedes sp, tetapi juga

spesies lain yaitu culex sp. Bentuk yang diamati dibawah mikroskop

merupakan nyamuk Culex yaitu dengan ciri-ciri sebagai berikut:

- berwarna hitam belang-belang putih, kepala berwarna hitam dengan

putih pada ujungnya

- Ujung abdomen menumpul

- Terdapat antena yang bergaris melingkar dan berjumlah sepasang

- Bentuk sayap simetris

- Terdapat 3 pasang kaki yaitu tungkai depan, tengah, dan belakang

20
Gambar 4.3. Nyamuk Culex

➢ Selain nyamuk culex, didapatkan bahwa objek yang juga diamati saat

praktikum berupa jentik/ larva nyamuk culex. Adapun ciri-cirinya sebagai

berikut :

- Tubuh terdiri dari kepala, thorax, abdomen, dan sifon.

- Siphon agak ramping dan lebih panjang dibanding siphon larva

nyamuk aedes dengan kumpulan bulu lebih dari 1

- Kepala larva culex mempunyai lebar hampir sama dgn lebar thorax

- Segmen terakhir terdapat corong udara

- Terdapat sepasang rambut di kepala. Warna kepala terlihat gelap.

Gambar 4.4 Larva Culex

21
➢ Selain nyamuk dan larva nyamuk culex sp, juga telah diamati objek

lain dengan hasil yang menampakkan ciri-ciri pupa nyamuk culex,

yaitu sebagai berikut :

- Tubuh berbentuk bengkok seperti bentuk terompet panjang/

berbentuk notasi koma dengan abdomen melengkung

- Kepalanya besar dan menyatu dengan thorax

- Siphon panjang dan ramping

Gambar 4.5. Pupa Culex

B. Pembahasan

➢ Habitat Hidup Aedes Aegypti dan Culex sp

Nyamuk Aedes Aegypti suka hidup di habitat yang gelap dan

lembab terutama berada di rumah (Amalia, 2015) dimana dekat

dengan area perindukan telur dan tempat mendapatkan

makanan. Sedangkan pada masa stadium telur, larva dan pupa

habitatnya berada pada air yang jernih atau sedikit keruh dan

22
tidak terkena sinar matahari secara langsung dan jauh dari tanah.

Aedes aegypti dewasa terutama hidup dan mencari mangsa di

dalam lingkungan rumah atau bangunan sedangkan Aedes

albopictus lebih menyukai hidup dan mencari mangsa di luar

lingkungan rumah atau bangunan yaitu di kebun yang rimbun

dengan pepohonan.

Sedangkan nyamuk culex memilih tempat beristirahat di tempat-

tempat yang gelap di dalam rumah seperti perabotan rumah

tangga yang berwarna gelap dan pakaian yang digantung. Pada

malam hari nyamuk betina akan terbang menuju rumah-rumah

dan melakukan aktivitas menggigit manusia dan juga

kemungkinan untuk mamalia lain (Mulyatno, 2010). Nyamuk culex

ada yang aktif saat pagi, siang, dan sore atau malam. Nyamuk ini

meletakkan telur dan berbiak di selokan yang berisi air bersih

ataupun selokan air pembuangan domestic yang kotor, serta di

tempat penggenangan air domestic atau air hujan diatas

permukaan tanah. Larva nyamuk culex seringkali terlihat dalam

jumlah yang sangat besar di selokan air kotor.

➢ Penyebaran Aedes Aegypti dan Culex sp

Aedes aeegypti tersebar luas di daerah tropis dan sub tropis di

Asia Tenggara dan ditemukan hampir di semua daerah

perkotaan. Penyebaran di daerah pedesaan karena adanya

23
pengembangan sistem penyedian air pedesaan dan sistem

transportasi yang lebih luas. Di daerah agak gersang, misalnya di

India, Aedes aegypti merupakan vektor di perkotaan dan

populasinya berubah-ubah sesuai dengan curah hujan dan

kebiasaan penyimpanan air. Di negara-negara Asia Tenggara

yang curah hujan tahunannya lebih dari 200 cm, menjadikan

populasi Aedes aegypti lebih stabil di daerah perkotaan, semi

perkotaan, dan pedesaan. Urbanisasi cenderung meningkatkan

jumlah habitat yang cocok untuk Aedes aegypti. Di kota yang

banyak pohon, Aedes aegypti dan Aedes albopiktus hidup

bersamaan, namun pada umumnya Aedes aegypti lebih dominan

tergantung pada keberadaan dan jenis habitat jentik serta tingkat

urbanisasi. Di Singapura, indeks Aedes aegypti paling tinggi di

perumahan kumuh kemudian rumah toko dan flat bertingkat.

Sebaliknya Aedes albopictus keberadaannya tidak tergantung

dari jenis rumah namun sering ditemukan hidup di daerah terbuka

dengan banyak tanaman.

Keberadaan culex ini hampir tersebar di seluruh dunia,

khususnya di daerah tropis dan sub tropis. Spesies yang tersebar

paling luas adalah culex pipiens atau culexquinquefasciatus .

Spesies lain lebih sedikit distribusinya, seperti culex

tritaeniorhynchhus hanya ditemukan di daerah

24
subtropics dan tropis di benua Asia dan Afrika. Culex gelidus dan

culex lain dalam grup vishnui, justru lebih sedikit ditemukan di

Asia Selatan, Indocina dan India. Sedangkan culex tarsalis

banyak ditemukan di daerah Amerika Utara.

➢ Pengendalian Vektor Nyamuk

Menurut Palgunadi (2011) secara garis besar terdapat 4 cara

pengendalian vektor nyamuk yaitu secara kimiawi, radiasi,

mekanik, pengelolaan lingkungan dan biologic.

1. Pengendalian vektor secara kimia dengan menggunakan

insektisida yang dapat dilakukan terhadap nyamuk dewasa

maupun larva. Insektisida untuk nyamuk dewasa dapat

diaplikasikan dalam bentuk spray sedangkan insektisida

untuk larva dapat diaplikasikan dengan kegiatan abatiasi yaitu

pelarutan golongan organophospor (temephos) dalam bentuk

sand granules kedalam air.

2. Pengendalian vektor secara radiasi dengan menggunakan

bahan radioaktif dosis tertentu, misalnya terhadap nyamuk

spesies Aedes jantan yang dapat menyebabkan kemandulan

walaupun pada akhirnya nyamuk aedesberkopulasi namun

telur yang dihasilkan tidak fertil.

3. Pengendalian secara biologi dengan menggunakan predator

alami seperti ikan cupang yang di taruh di tempat

25
penampungan air yang dapat menjadi tempat pertumbuhan

larva.

4. Pengendalian secara mekanik yaitu memasang kasa dan

penggunaan pendingin ruangan dalam membantu

mengurangi nyamuk yang hidup di lingkungan rumah.

5. Pengendalian vektor secara lingkungan yaitu dengan

melakukan cara pencegahan agar nyamuk maupun larva

tidak kontak dengan manusia misalnya dengan memasang

kawat kasa pada lubang ventilasi rumah serta melakukan

gerakan 3M yaitu menguras tempat-tempat penampungan air

paling sedikit seminggu sekali. Menutup tempat-tempat

penampungan air sehingga tidak dapat digunakan sebagai

tempat bertelur dan berkembang biak. Mengubur barang-

barang yang dapat menimbun air hujan yang dikhawatirkan

dapat digunakan sebagai tempat bertelur dan berkembang

biak nyamuk.

➢ Faktor Lingkungan Fisik yang Mempengaruhi

Kelangsungan Hidup Nyamuk

a. Suhu

Faktor suhu sangat berpengaruh terhadap

nyamuk Culex sp. Dalam suhu yang tinggi

aktivitas nyamuk akan meningkat dan

26
perkembangannya bisa mengalami percepatan,

tetapi juga akan membatasi populasi nyamuk

apabila suhu di atas 350C. Suhu optimum untuk

pertumbuhan nyamuk berkisar antara 200C –

300C (Wibowo, 2010). Suhu udara

mempengaruhi perkembangan parasit dalam

tubuh nyamuk. Makin tinggi suhu (sampai batas

tertentu), makin pendek masa inkubasi ekstrinsik

(sporogoni) dan sebaliknya, makin rendah suhu

semakin panjang masa inkubasi ekstrinsiknya

(Barodji).

b. Kelembaban Udara

Kelembaban udara adalah jumlah uap air yang

terkandung dalam udara dan disebutkan dalam

satuan persen (%). Kondisi lingkungan (pada

skala laboratorium) yang mendukung

pertumbuhan telur sampai dewasa adalah suhu

270 C serta kelembaban udara 80 %. Daya

penguapan akan menjadi besar apabila jumlah

uap air yang terkandung dalam udara

mengalami kekurangan yang besar. Pipa udara

(trachea) dengan lubang-lubang pada

27
dinding tubuh nyamuk (spiracle) merupakan

organ tubuh yang berfungsi sebagai sistem

pernafasan nyamuk. Tidak ada mekanisme

pengaturan untuk membuat spirakel menjadi

terbuka lebar. Pada saat kelembaban rendah

menyebabkan penguapan air dalam tubuh,

sehingga menyebabkan keringnya cairan tubuh.

Salah satu musuh nyamuk adalah penguapan.

Kelembaban mempengaruhi umur nyamuk,

jarak terbang, kecepatan berkembang biak,

kebiasaan menggigit, istirahat, dan lain- lain

(Cahyati, 2010).

c. Curah Hujan

Terdapat hubungan langsung antara curah

hujan dan perkembangan larva nyamuk menjadi

nyamuk dewasa. Besar kecilnya pengaruh

bergantung pada jenis vektor, derasnya hujan,

dan jenis tempat perindukan. Hujan yang

diselingi oleh panas, akan memperbesar

kemungkinan

berkembangbiaknya nyamuk (Novianto, 2007).

Hujan mempengaruhi perkembangan nyamuk

28
melalui 2 cara, yaitu meningkatkan kelembaban

nisbi udara dan menambah jumlah tempat

perkembangbiakan nyamuk. Curah hujan yang

lebat akan membersihkan nyamuk, sedangkan

curah hujan sedang tetapi jangka waktunya

lama dapat memperbesar kesempatan nyamuk

berkembangbiak (Sitohang, 2013).

d. Ketinggian Lokasi

Keadaan geografis seperti ketinggian

memengaruhi penularan penyakit. Nyamuk

tidak menyukai ketinggian lebih dari 1.000 m di

atas permukaan laut. Kadar oksigen juga

memengaruhi daya tahan tubuh seseorang.

Semakin tinggi letak pemukiman, maka akan

semakin rendah kadar oksigennya. Dataran

tinggi juga berhubungan dengan temperatur

udara . Nyamuk tersebar luas di daerah tropis

dan sub tropis. Di Indonesia, nyamuk ini

tersebar luas baik di rumah-rumah maupun di

tempat-tempat umum. Nyamuk ini dapat hidup

dan berkembangbiak sampai ketinggian

29
daerah ± 1.000 m dari permukaan air laut. Di

atas ketinggian 1.000 m tidak dapat

berkembangbiak, karena pada ketinggian

tersebut suhu udara terlalu rendah sehingga

tidak memungkinkan bagi kehidupan nyamuk

tersebut (Depkes RI).

e. Kecepatan Angin

Angin mempengaruhi evaporasi air dan suhu

udara. Nyamuk mulai masuk perangkap pada

kecepatan kurang dari 5,4 m/detik . Angin dapat

berpengaruh pada penerbangan dan

penyebaran nyamuk. Bila kecepatan angin

11 – 14 km/jam, akan menghambat

penerbangan nyamuk. Kecepatan angin pada

saat matahari terbit dan tenggelam yang

merupakan saat terbangnya nyamuk ke dalam

atau ke luar rumah adalah salah satu faktor

yang ikut menentukan jumlah kontak antara 35

manusia dan nyamuk. Jarak terbang nyamuk

(flight range) dapat diperpendek atau

diperpanjang menurut arah angin (Qoniatun,

2010).

30
➢ Penyakit yang Berhubungan dengan Vektor Nyamuk Aedes sp

dan Culex sp

a. Demam Berdarah

Demam berdarah Dangue (DBD) adalah

penyakit tular vektor yang disebabkan oleh virus

Dangue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes sp.

Penyakit ini ditandai dengan demam mendadak

2-7 hari tanpa penyebab yang jelas, lemah,

letih, lesu, gelisah, nyeri ulu hati, disertai

pendarahan kulit berupa bintik-bintik merah,

lebam, ruam, kadang mimisan, berak darah,

muntah darah, kesadaran menurun atau shock.

Penyakit ini menyerang semua umur dan semua

orang. Penyebab penyakit DBD adalah virus

dangue yang saat ini ada 4 tipe yaitu den-1, dn-

2, den-3, den-4. Tipe yang banyak ditemukan di

Indonesia adalah tipe den-3. Terdapat 3 faktor

yang memegang peranan pada penularan

infeksi virus dangue , yaitu manusia, virus, dan

vektor perantara. Virus ini ditularkan kepada

manusia melalui gigitan nyamuk Aedes sp.

(Rahmawati,2016)

31
b. Chikungunya

Penyakit yang disebabkan oleh gigitan nyamuk

Aedes aegypti atau Aedes Albopictus sebagai

vektor perantara yang membawa virus

chikungunya. Penyakit ini gejalanya mirip

dengan DBD.

c. Filariasis

Penyakit filariasis atau yang disebut kaki gajah

ditandai denganpembengkakkan organ tubuh

akibat daric acing dewasa filarial. Vektor dari

penyakit ini beragam, termasuk nyamuk culex

quinquefasciatus.

32
BAB V

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

1) Berdasarkan hasil praktikum, jenis nyamuk yang diperoleh adalah jenis

nyamuk dewasa Aedes Aegypti, Aedes Albopictus, dan nyamuk Culex

2) Berdasarkan hasil praktikum, jenis larva yang diperoleh adalah jenis

larva Aedes dan larva Culex

3) Berdasarkan hasil praktikum, jenis pupa yang diperoleh adalah pupa

Culex

B. Saran

Masyarakat diharapkan untuk menjaga PHBS (perilaku hidup bersih dan

sehat) dan membiasakan pengendalian vektor secara lingkungan ,yaitu

dengan melakukan gerakan 3M ; menguras tempat-tempat

penampungan air paling sedikit seminggu sekali. Menutup tempat-

tempat penampungan air sehingga tidak dapat digunakan sebagai tempat

bertelur dan berkembang biak. Mengubur barang-barang yang dapat

menimbun air hujan yang dikhawatirkan dapat digunakan sebagai tempat

bertelur dan berkembang biak nyamuk.

33
DAFTAR PUSTAKA

World-Health-Organization-(WHO). Dengue Haemorrhagic Fever.

Diagnosis, Treatment, Prevention and Control 2012.

Muktar, Ylmer. 2016. Aedes aegypti as a Vektor of Flavivirus. Journal of Tropical

Diseases, 4 (5), 3.

Zettel C, Kaufman P. Entomology And Nematology Aedes aegypti. 2013.

Wulan Dwi Portunasari, dkk, “Survei Nyamuk Culex sp. sebagai Vektor Filariasis di

Desa Cisayong, Kecamatan Cisayong, Kabupaten Tasikmalaya”,

Biosfera, Vol. 33, No. 3 (September 2016), h. 147.

Elita Agustina, Serangga Hama Pemukiman (Lalat dan Nyamuk), (Banda Aceh:

Yayasan UMMI, 2015), h. 49

Achille, Gn, “Effect Of Bacillus thuringiensis var. Israelensis (H-14) On Culex,

Aedes, And. Anopheles”, Journal Of Stem Cell, (2010), h. 8.

Elita Agustina, Serangga Hama…, h. 51.

Cecep Saprinto Dani, Vektor Penyakit Tropis, (Yogyakarta: Gosyen Publishing,

2011), h. 61.

rizqiayunu. (2019). http://digilib.unimus.ac.id/files//disk1/169/jtptunimus-gdl-

rizqiayunu-8401-3-babii1.pdf

Hairani, S. 2014. Efektifitas Ekstrak Daun Mudu (Garcinia dulcis) Sebagai Larvasida

Nyamuk Culex sp. dan Aedes aegypti. Skripsi Sarjana Kedokteran Hewan Bogor:

Institut Pertanian Bogor

34
Yudhastuti, R, dan Vidiyani, A. 2011. Hubungan Kondisi Lingkungan, Kontainer dan

Perilaku Masyarakat Dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes aegypti di Daerah

Endemis Demam Berdarah Dengue Surabaya ,Indonesia

Soedarto. 2012. Demam Berdarah Dengue Haemorrhagic Fever. Jakarta : CV Sagung

Seto.

Zettel C, Kaufman. Entomology And Nematology Aedes Aegypti. 2013

Elita Agustina. (2015). “Fauna Nyamuk Vektor Tular Penyakit dan Tempat

Perindukannya Di Kawasan Kampus UIN Ar-Raniry”. Prosiding Seminar Nasional

Biotik 2015.

Rahayu, Ike, dkk. 2019. Studi Komparatif faktor Lingkungan DBD antara daerah

dengan Incidence Rate Meningkat dan Menurun. Higeia Journal Of Public Health

Reseacrh And Development. 3 (4)

Andrew, J.,&Ananya B. 2013. Morphology And Morphometry of Aedes Aegypti Adult

Mosquito. Annual Review & Research in Biology. 3: (1) 52-69.

Wulan Dwi Portunasari, dkk, “Survei Nyamuk Culex sp. sebagai Vektor Filariasis di

Desa Cisayong, Kecamatan Cisayong, Kabupaten Tasikmalaya”, Biosfera, Vol. 33,

No. 3 (September 2016), h. 147.

Sayono, dkk, “Pertumbuhan Larva Aedes aegypti Pada Air Tercemar”, J Kesehat

Masy Indonesia, Vol. 7, No. 1, (2011), h. 15-18.

35
DOKUMENTASI

- Gambar Hasil Pengamatan

36
- Anggota Kelompok

37
38

Anda mungkin juga menyukai