Anda di halaman 1dari 16

Fakumi Medical Journal : Jurnal Mahasiswa Kedokteran Vol. No. (Bulan, Tahun): E-ISSN: .....

FAKUMI MEDICAL JOURNAL

ARTIKEL RISET
URL artikel: http://jurnal.fk.umi.ac.id/index.php/umimedicaljournal/index

Hubungan Efek Samping Obat Anti Tuberkulosis (OAT) dengan Kepatuhan Berobat Pada
Pasien Tuberkulosis di Puskesmas Jongaya Makassar

Besse Putri Andira1, dr. Dahliah, M.Kes 2, dr. Edward Pandu Wiriansya, Sp.P (K) 3, dr. A. Alamanda Irwan,
M.Biomed4, dr. Pratiwi Nasir Hamzah, Sp.PD5
1. Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran UMI
2. Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran UMI
3. Departemen Histologi Fakultas Kedokteran UMI
4. Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran UMI
5.Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UMI
Email : putandira@gmail.com
(No Telepon : 081257456656)
ABSTRAK
Tuberkulosis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberkulosis merupakan penyakit menular yang terutama
menyerang paru-paru. Pada kebanyakan kasus, tuberkulosis menular melalui inhalasi droplet di udara (droplet
nuklei) atau melalui kontak dengan dahak orang yang terinfeksi yang hasil tes basil tahan asam (BTA) positif.
Kekhawatiran terhadap mortalitas dan morbiditas terkait tuberkulosis memang diperlukan, terutama mengingat
risiko yang melekat pada obat anti tuberkulosis (OAT). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan
efek samping OAT dengan kepatuhan pengobatan pada pasien tuberkulosis paru di Puskesmas Jongaya Makassar.
Metode kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan desain cross-sectional. Rumus Slovin
digunakan untuk melakukan pengambilan sampel, dan 49 orang dimasukkan dalam sampel akhir. Penilaiannya
mencakup Kuesioner Kepatuhan Pengobatan Tuberkulosis dan Kuesioner Efek Samping Obat Antituberkulosis. Uji
chi-square digunakan untuk analisis data secara univariat dan bivariat. Peserta di Puskesmas Jongaya Makassar
melaporkan sedikit efek samping dari obat anti tuberkulosis (OAT), menurut temuan penelitian. Namun, dalam hal
meminum obat sesuai resep, sebagian besar responden mendapat nilai sangat baik. Penderita tuberkulosis di
Puskesmas Jongaya Makassar ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara efek samping OAT dengan
kepatuhan pengobatan. Insiden efek samping ditemukan menurun seiring dengan kemajuan pengobatan, dan
korelasi ini ditemukan meningkatkan kepatuhan.

Kata Kunci: Efek Samping, Obat Anti Tuberkulosis, Kepatuhan Berobat , Tuberkulosis Paru

1
ABSTRACT

Tuberculosis caused by the bacteria Mycobacterium tuberculosis is an infectious disease that mainly
attacks the lungs. In most cases, tuberculosis is transmitted through inhalation of droplets in the air
(droplet nuclei) or through contact with the sputum of an infected person whose acid-fast bacillus (BTA)
test results are positive. Concern about mortality and morbidity related to tuberculosis is warranted,
especially considering the risks inherent in anti-tuberculosis drugs (OAT). The aim of this study was to
determine the relationship between OAT side effects and treatment compliance in pulmonary tuberculosis
patients at the Jongaya Makassar Community Health Center. The quantitative method used in this research
is based on a cross-sectional design. The Slovin formula was used to conduct sampling, and 49 people
were included in the final sample. The assessment includes the Tuberculosis Treatment Adherence
Questionnaire and the Antituberculosis Drug Side Effects Questionnaire. The chi-square test was used for
univariate and bivariate data analysis. Participants at the Jongaya Makassar Community Health Center
reported few side effects from anti-tuberculosis drugs (OAT), according to research findings. However, in
terms of taking medication as prescribed, the majority of respondents scored very well. Tuberculosis
sufferers at the Jongaya Makassar Community Health Center found a significant relationship between
OAT side effects and treatment compliance. The incidence of side effects was found to decrease as
treatment progressed, and this correlation was found to improve compliance.

Keywords: Side Effects, Anti Tuberculosis Drugs, Medication Compliance, Pulmonary

PENDAHULUAN

Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberkulosis,
dengan paru-paru menjadi tempat infeksi utama pada sekitar 80% kasus. Penularan penyakit ini biasanya
terjadi melalui tetesan udara, khususnya tetesan inti, atau melalui dahak penderita tuberkulosis yang hasil
tesnya positif basil tahan asam (BTA). Individu dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah dan gizi yang
tidak memadai mungkin rentan terhadap infeksi.1
Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2019, tuberkulosis (TB) menempati
peringkat penyakit menular teratas dalam hal kematian global. Berdasarkan data yang diberikan oleh
Organisasi Kesehatan Dunia, tuberkulosis (TB) menempati peringkat sepuluh besar penyebab kematian
utama secara global. Prevalensi tuberkulosis global diperkirakan mencapai sekitar 10 juta orang pada
tahun 2018. Mayoritas kasus dan kematian tuberkulosis (TB), melebihi 95%, terkonsentrasi di negara-
negara berkembang. Indonesia merupakan negara penyumbang terbesar ketiga beban TBC global, dan
bertanggung jawab atas sekitar dua pertiga dari seluruh kasus TBC yang dilaporkan di seluruh dunia. 2
Pengobatan tuberkulosis melibatkan pemberian obat anti tuberkulosis (OAT), dengan isoniazid
(H), rifampisin (R), pirazinamid (Z), streptomisin (S), dan etambutol (E) sebagai obat pilihan.
Penggunaan terapi agonis opioid (OAT) yang tidak tepat, termasuk dosis yang tidak memadai atau
berlebihan, pendekatan pengobatan yang tidak tepat, dan faktor-faktor terkait, dapat mengakibatkan hasil
pengobatan yang kurang optimal, potensi kambuh, dan berkembangnya resistensi obat pada pasien
tuberkulosis yang menjalani OAT.3
Permasalahan kesakitan dan kematian akibat tuberkulosis menimbulkan kekhawatiran yang cukup
besar, terutama mengingat dampak buruk yang ditimbulkan dari pemberian obat anti tuberkulosis yang
biasa disebut OAT. Penelitian yang dilakukan oleh Abbas mengungkapkan bahwa pasien mengalami
2
berbagai efek samping, dengan nyeri sendi dilaporkan oleh 81% partisipan. Efek samping lain yang sering
dilaporkan termasuk mual (79,3%), gatal (77,6%), kehilangan nafsu makan (75,9%), pusing (67,2%),
kesemutan (50%), muntah (41,4%), sakit perut (34,5%) , gangguan penglihatan (27,6%), sakit kepala
(24,1%), dan gangguan pendengaran (6,9%). Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa individu yang
menjalani terapi agonis opioid (OAT) umumnya mengalami efek samping. Teks pengguna terlalu pendek
untuk ditulis ulang secara akademis. Mengingat konteks yang disebutkan di atas, para peneliti bertujuan
untuk menyelidiki korelasi potensial antara efek samping yang terkait dengan penggunaan obat
antituberkulosis (OAT) dan kepatuhan terhadap pengobatan di antara individu yang menunjukkan gejala
dan kasus penyakit yang dikonfirmasi. Individu tersebut mengalami efek tuberkulosis.

METODE
Sebuah penelitian dilakukan peneliti untuk mengetahui hubungan antara efek samping obat anti
tuberkulosis (OAT) dengan kepatuhan berobat pada pasien tuberkulosis di Puskesmas Jongaya
Makassar. Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross-sectional dan menggunakan metodologi
kuantitatif untuk pengumpulan dan analisis data. Rumus Slovin digunakan oleh peneliti untuk
melakukan prosedur pengambilan sampel, yang menghasilkan jumlah sampel total 49 partisipan. Data
dikumpulkan melalui pemberian dua kuesioner yang secara khusus dikembangkan untuk mengevaluasi
efek samping obat anti-TB dan kepatuhan terhadap pengobatan TB. Data yang diperoleh dimasukkan ke
dalam tabel utama dengan menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel. Data tersebut selanjutnya
dianalisis menggunakan perangkat lunak SPSS 24 for windows. Selanjutnya, gunakan uji chi-kuadrat
untuk membuat tabel frekuensi dan cross table.

HASIL
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan mulai Oktober – November 2022. Responden
pada penelitian ini berjumlah 49 orang.
1. Analisis Univariat

A. Distribusi Data Responden Berdasarkan Karakteristik Jenis Kelamin.

B. Distribusi Data Responden Berdasarkan Usia.


3
C. Distribusi Data Responden Berdasarkan Riwayat Pendidikan

D. Distribusi Data Responden Berdasarkan Lama Menjalani Pengobatan.

E. Distribusi Data Responden Berdasarkan Kepatuhan.


4
F. Distribusi Data Responden Berdasarkan Efek Samping Obat (Mual).

G. Distribusi Data Responden Berdasarkan Efek Samping Obat (Tidak nafsu makan).

H. Distribusi Data Responden Berdasarkan Efek Samping Obat (Sakit perut).

I. Distribusi Data Responden Berdasarkan Efek Samping Obat (Nyeri sendi).

5
J. Distribusi Data Responden Berdasarkan Efek Samping Obat (Kesemutan).

K. Distribusi Data Responden Berdasarkan Efek Samping Obat (Rasa kulit terbakar).

L. Distribusi Data Responden Berdasarkan Efek Samping Obat (Warna kemerahan pada air seni).

M. Distribusi Data Responden Berdasarkan Efek Samping Obat (Kemerahan di kulit).

6
Mual Frekuensi (n) Persentase (%)

Tidak pernah 34 69,4

Jarang 10 20,4

Sering 5 10,2

Tabel 4 1 Distribusi Data Responden Berdasarkan Efek Samping Obat (Kemerahan di kulit).

N. Distribusi Data Responden Berdasarkan Efek Samping Obat (Gangguan pendengaran).

Mual Frekuensi (n) Persentase (%)

Tidak pernah 43 87,8

Jarang 5 10,2

Sering 1 2,0

Tabel 4 2 Distribusi Data Responden Berdasarkan Efek Samping Obat (Gangguan pendengaran)

O. Distribusi Data Responden Berdasarkan Efek Samping Obat (Gangguan keseimbangan).

Mual Frekuensi (n) Persentase (%)

Tidak pernah 42 85,7

Jarang 5 10,2

Sering 2 4,1

Tabel 4 3 Distribusi Data Responden Berdasarkan Efek Samping Obat (Gangguan keseimbangan).

P. Distribusi Data Responden Berdasarkan Efek Samping Obat (Bingung dan muntah-muntah).

Mual Frekuensi (n) Persentase (%)

Tidak pernah 44 89,8

Jarang 5 10,2

Tabel 4 4 Distribusi Data Responden Berdasarkan Efek Samping Obat (Bingung dan muntah-muntah)

Q. Distribusi Data Responden Berdasarkan Efek Samping Obat (Gangguan penglihatan).


7
Mual Frekuensi (n) Persentase (%)

Tidak pernah 48 98,0

Jarang 1 2,0

Tabel 4 5 Distribusi Data Responden Berdasarkan Efek Samping Obat (Gangguan penglihatan).

R. Distribusi Data Responden Berdasarkan Efek Samping Obat (Syok).

Mual Frekuensi (n) Persentase (%)

Tidak pernah 49 100

Tabel 4 6 Distribusi Data Responden Berdasarkan Efek Samping Obat (Syok).

Distribusi Data Responden Berdasarkan Efek Samping

Efek samping Frekuensi (n) Persentase (%)

Rendah 40 81,6

Sedang 7 14,3

Tinggi 2 4,1

Tabel 4 7 Distribusi Data Responden Berdasarkan Efek Samping

2. Analisis Bivariat

Kepatuhan
Efek
P Value
samping
Rendah Sedang Tinggi

Rendah 0 3 37

Sedang 3 2 2 0,000

Tinggi 2 0 0

Tabel 4 8 Hubungan efek samping obat anti tuberkulosis (OAT) dengan kepatuhan berobat pada

pasien tuberculosis di Puskesmas Jongaya Makassar.

8
Temuan yang disajikan pada Tabel 4.20 tidak ada responden yang menunjukkan efek

samping dan kepatuhan yang rendah. Namun, tiga responden menunjukkan efek samping rendah dan

kepatuhan sedang, sementara 37 responden menunjukkan efek samping rendah dan kepatuhan tinggi.

Selain itu, 37 responden melaporkan efek samping sedang, dan hanya tiga responden yang

menunjukkan kepatuhan rendah. Peserta penelitian dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan tingkat

efek samping dan kepatuhan yang dilaporkan. Dua peserta melaporkan efek samping sedang dan

kepatuhan sedang, sementara dua peserta lainnya melaporkan efek samping sedang dan kepatuhan

tinggi. Selain itu, dua peserta melaporkan efek samping yang tinggi dan kepatuhan yang rendah. Tidak

ada peserta yang melaporkan efek samping tinggi dan kepatuhan sedang, sedangkan dua peserta

melaporkan efek samping tinggi dan kepatuhan tinggi. Survei tersebut tidak mendapat tanggapan apa

pun.

Uji chi-square menghasilkan nilai p 0,000, adanya hubungan yang signifikan secara

statistik antara efek samping obat anti tuberkulosis (OAT) dan kepatuhan pengobatan pada pasien

tuberkulosis.

PEMBAHASAN

Pada penelitian yang dilakukan di Puskesmas Jongaya Makassar, data hasil dikategorikan menjadi dua jenis

yaitu data univariat dan data bivariat. Kategorisasi ini digunakan untuk menilai korelasi antara efek

samping obat anti tuberkulosis (OAT) dengan tingkat kepatuhan pengobatan pada pasien tuberkulosis (TB).

1. Hasil analisis Univariat

Berdasarkan analisis variabel tunggal, diketahui bahwa dari total responden, 30 orang (61,2%) berjenis

kelamin laki-laki, sedangkan 19 orang (38,8%) berjenis kelamin perempuan. Selain itu, jika dilihat dari usia

responden, proporsi terbesar terdapat pada kelompok usia 16-25 tahun yaitu sebanyak 10 orang (20,4%).

Berdasarkan latar belakang pendidikan peserta, diketahui bahwa 5 orang (10,2%) pernah mengenyam

pendidikan setingkat SD, 11 orang (22,4%) pernah menyelesaikan pendidikan setingkat SMP, dan

mayoritas responden adalah 26 orang (10,2%) individu (53,1%), telah memperoleh pendidikan sekolah

menengah atas. Selain itu, proporsi responden yang lebih kecil, yaitu 7 orang (14,3%), telah memperoleh

gelar sarjana. Berdasarkan lama pengobatan, data dikumpulkan dari sampel 10 peserta (20,4%) yang

9
menjalani pengobatan selama jangka waktu satu bulan, dan 12 peserta (24,5%) Dari total jumlah sampel 40

kasus, 11 responden ( 22,4%) menjalani pengobatan selama 2 bulan, 4 responden (8,2%) menjalani

pengobatan selama 4 bulan, 7 responden (14,3%) menjalani pengobatan selama 5 bulan, dan 5 responden

(14,3%) menjalani pengobatan selama 6 bulan. Durasi pengobatan ini merupakan respons terhadap efek

samping obat, yang dilaporkan oleh 81,6% kasus. Dari total responden, 10,2% melaporkan mengalami efek

samping ringan, sementara 14,3% kasus menunjukkan efek samping sedang. Selain itu, sebagian kecil yaitu

4,1% melaporkan efek samping yang tinggi. Mengenai kepatuhan, ditemukan bahwa lima kasus

menunjukkan insiden efek samping yang rendah. Dari total ukuran sampel, 10,2% (n = 5) menunjukkan

kepatuhan sedang, sedangkan mayoritas, 79,6% (n = 39), menunjukkan kepatuhan tinggi.

a. Karakteristik responden

•Jenis Kelamin

Berdasarkan temuan survei, diketahui bahwa dari total pasien tuberkulosis, 30 orang (61,2%) berjenis

kelamin laki-laki, sedangkan 19 orang (38,8%) berjenis kelamin perempuan. Berbagai penelitian telah

menunjukkan prevalensi tuberkulosis yang lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan perempuan. Penyebab

utama dari fenomena ini adalah laki-laki mempunyai tingkat konsumsi tembakau dan alkohol yang lebih

tinggi, yang keduanya diketahui sebagai faktor risiko berbagai infeksi, termasuk tuberkulosis. 13

Tingginya prevalensi pasien laki-laki berkontribusi terhadap luasnya penularan. Fenomena ini disebabkan

oleh fakta bahwa sebagian besar laki-laki cenderung meninggalkan tempat tinggalnya untuk mencari

pekerjaan yang menguntungkan. Oleh karena itu, seringnya keluar rumah berpotensi berkontribusi terhadap

penyebaran tuberkulosis.

•Usia

Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan responden terbanyak berusia 16-25 tahun.

Di negara-negara berkembang, sebagian besar orang yang menderita bakteri tuberkulosis (TB) berada pada

kelompok usia di bawah 50 tahun. Sekitar 75% penderita tuberkulosis (TB) di Indonesia berada pada

rentang usia reproduksi, khususnya antara usia 15 dan 50 tahun. Usia individu adalah 18 tahun. Paparan

terhadap lingkungan kerja dalam jumlah besar dan seringnya interaksi interpersonal diidentifikasi sebagai

faktor risiko potensial tuberkulosis (TB) di antara individu dalam kelompok usia reproduksi. Fenomena ini

disebabkan oleh semakin tingginya kemungkinan individu pada kelompok usia produktif terpapar

10
Mycobacterium tuberkulosis. Risiko tertular tuberkulosis dipengaruhi oleh luas dan lamanya kontak dengan

individu yang mengidap penyakit tersebut. 13

•Pendidikan

Berdasarkan temuan survei, sebagian besar peserta, khususnya 26 orang (53,1%), memiliki ijazah sekolah

menengah atas.

Tingkat pengetahuan seseorang mengenai tuberkulosis, pengobatannya, dan risiko yang terkait dengan

pengobatan yang tidak teratur sangat dipengaruhi oleh latar belakang pendidikannya.

Perolehan pendidikan formal berfungsi sebagai prasyarat mendasar bagi individu untuk meningkatkan

kemampuan, memperdalam pengetahuan dan pemahaman, serta mengambil keputusan yang tepat mengenai

penerimaan atau penolakan berbagai konsep atau gagasan. Variasi dalam pencapaian pendidikan juga

memfasilitasi kesenjangan dalam perolehan pengetahuan dan proses pengambilan keputusan. Kepemilikan

pengetahuan yang memadai mempunyai dampak yang signifikan terhadap penerapan perilaku yang

mengutamakan kebersihan dan kesehatan.24

b. Efek samping Obat

Temuan penelitian mengungkapkan bahwa individu yang menderita tuberkulosis paru

menunjukkan efek samping yang berbeda-beda. Mengenai efek samping obat, diamati bahwa 40 kasus

(81,6%) menunjukkan efek samping tingkat rendah, sementara 7 kasus (14,3%) mengalami efek samping

sedang. Selain itu, 2 kasus (4,1%) dikaitkan dengan efek samping tingkat tinggi.

Efek buruk yang terkait dengan OAT (Obat anti tuberculosis) berkontribusi signifikan terhadap

kegagalan pengobatan tuberkulosis. Mitigasi keadaan ini dapat dicapai melalui pemberian edukasi kepada

pasien, sehingga memastikan bahwa pasien memiliki pemahaman komprehensif tentang potensi efek

samping yang terkait dengan pengobatan sebelum memulai pengobatan, sehingga mengurangi

kekhawatiran mengenai terjadinya efek samping tersebut. Berbagai penelitian telah membuktikan korelasi

positif antara intensitas efek samping obat dan tingkat kepatuhan pasien terhadap pengobatan. 12

c. Kepatuhan berobat

Berdasarkan temuan survei kepatuhan, terlihat bahwa dari total jumlah responden, 5 orang (setara dengan

10,2%) menunjukkan kepatuhan rendah, sementara 5 orang lainnya (juga mencakup 10,2%) menunjukkan

kepatuhan sedang. Mayoritas responden, khususnya 39 orang, menunjukkan kepatuhan yang tinggi, yaitu

11
sekitar 79,6% dari total sampel.

Mayoritas pasien tuberkulosis di Pusat Pelayanan Kesehatan Masyarakat Zonggu menunjukkan tingkat

kesadaran yang tinggi mengenai kepatuhan pengobatan, dan hanya sebagian kecil pasien yang

menunjukkan ketidakteraturan dalam mengonsumsi obat. Tenaga kesehatan profesional melakukan

pemantauan berkelanjutan terhadap pasien dan memberikan pendidikan komprehensif mengenai

pengobatan tuberkulosis, suatu kondisi yang memerlukan terapi jangka panjang.

Kepatuhan pasien diamati ketika pasien menyadari pentingnya mematuhi rejimen pengobatan yang

ditentukan karena persepsi mereka tentang kerentanan, tingkat keparahan penyakit mereka, keuntungan

yang terkait dengan menerima pengobatan, dan hambatan minimal yang dihadapi dalam mengakses

pengobatan.25

2. Hasil Analisa Bivariat

Penderita tuberkulosis (TB) yang berobat ke Puskesmas Jongaya Makassar mempunyai hubungan yang

signifikan secara statistik antara efek samping OAT dengan kepatuhan pengobatan (Analisis data bivariat

menggunakan uji Chi-square menghasilkan p-value 0,000).

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular persisten yang terus menimbulkan krisis di seluruh dunia dan

menjadi penyebab utama kematian setelah human immunodeficiency virus (HIV). Bukti dari klaim ini

dapat dilihat melalui penggabungan penekanan pada pengelolaan tuberkulosis dalam kerangka Tujuan

Pembangunan Milenium. Tujuan Pembangunan Milenium (MDG) keenam berfokus pada pengendalian

penularan tuberkulosis dan pengurangan kasus baru. Tujuan ini diukur dengan menilai angka kesakitan dan

kematian yang terkait dengan (Directly Observed Treatment Short Course Chemotherapy) (DOTS), serta

proporsi kasus tuberkulosis yang berhasil diidentifikasi, diobati, dan disembuhkan. 22

Terjadinya efek samping yang berhubungan dengan obat anti-tuberkulosis merupakan faktor yang

berkontribusi terhadap ketidakpatuhan pengobatan. Efek samping yang umumnya terkait dengan obat anti

tuberkulosis termasuk anoreksia, mual, rasa tidak nyaman pada perut, arthralgia, paresthesia, dan

hematuria. Efek samping yang lebih parah meliputi pruritus dan eritema pada dermis, gangguan

pendengaran, gangguan keseimbangan, gangguan penglihatan, penyakit kuning yang tidak dapat dijelaskan

12
penyebabnya, disorientasi kognitif, muntah, dan kemungkinan purpura dan syok.

Terjadinya efek samping yang berhubungan dengan OAT (obat anti tuberkulosis) menjadi salah satu faktor

penyebab kurang berhasilnya pengobatan tuberkulosis. Penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya

yang dilakukan di RS Panti Waluya Malang yang menemukan hubungan antara terjadinya efek samping

OAT dengan tingkat kepatuhan pasien tuberkulosis dalam pengobatan23.

Individu yang terjangkit suatu penyakit namun tetap tidak menunjukkan gejala menunjukkan kurangnya

tindakan proaktif dalam memerangi penyakit tersebut. Mengingat kondisi tersebut tidak menghambat

aktivitas mereka sehari-hari. Mereka yakin bahwa jika tidak ada intervensi, gejala yang mereka alami akan

hilang dengan sendirinya. Namun, jika individu merasa tidak sehat, mereka juga mengalami

ketidaknyamanan fisik. Selanjutnya, banyak perilaku dan upaya terkait untuk mengatasinya terwujud. 26

13
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan penelitian diatas, disimpulkan :

1. Karakteristik responden menunjukkan adanya ketidakseimbangan gender, dengan keterwakilan laki-

laki lebih tinggi dibandingkan perempuan. Kelompok usia 26-35 tahun, yang menunjukkan adanya

konsentrasi individu dalam kelompok usia tersebut. Terakhir, pencapaian pendidikan sebagian besar

pasien terbatas pada tingkat sekolah menengah atas.

2. Setelah memeriksa efek samping merugikan yang terkait dengan obat anti-tuberkulosis, ditemukan

bahwa sebagian besar peserta mengalami efek samping yang minimal.

3. Sehubungan dengan kepatuhan terhadap pengobatan, mayoritas individu menunjukkan tingkat

kepatuhan yang signifikan.

4. Penelitian di Puskesmas Jongaya Makassar menunjukkan adanya korelasi penting antara efek samping

obat anti tuberkulosis (OAT) dengan kepatuhan pengobatan pada pasien tuberkulosis bahwa

penurunan efek samping dikaitkan dengan peningkatan kepatuhan pasien terhadap pengobatannya..

Saran

1. Saran untuk peneliti selanjutnya agar melakukan penelitian pada pasien tuberkulosis ekstra paru

terhadap efek samping obat anti tuberkulosis.

2. Disarankan dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pemantauan mengambil obat pada pasien.

3. Disarankan kepada petugas kesehatan untuk memantau pasien tuberkulosis yang sedang menjalani

pengobatan.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Kemenkes RI. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis-Keputusan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 364. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2014;(Pengendalian

Tuberkulosis):200.

2. World Health Organization. 2019. Global Tuberculosis Report 2019. World Health Organization.

Geneva :Halm 27-206 World Health Organization.2019. Treatment of Tuberculosis, Fourth Edition.

World Health Organization. Geneva: halm 16-35

3. Harries and Dye.2016. Centennial Review Tuberculosis. Annals of Tropical Medicine &

Parasitology. Vol. 100. Nos. 5 and 6. 415–431

4. Abbas,2017,Monitoring Efek Samping Obat Anti-Tuberkulosis (OAT) Pada Pengobatan Tahap

Intensif Penderita TB Paru di Kota Makassar, Journal of Agromedicine and Medical Science, 3 (1) :

19-24.

5. Sari, ID Yuniar Y, dan syarifuddin M. “Studi Monitoring Efek Samping Obat Anti Tuberkulosis FDC

Kategori 1 di Provinsi Banten dan Provinsi Jawa Barat”, Jurnal Media Litbangkes vol 24 no 1 (2014):

h.28-35.

6. World Health Organization. 2017. Global Tuberculosis Report 2017.Jeneva : World Health

Organization.

7. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Tuberkulosis.

Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

8. Aditama. 2016. Pengobatan Tuberkulosis Diagnosis, Terapi dan Masalahnya. FKUI: Jakarta.

9. Setiati, S (2014). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna publishing

10. Djojodibroto, Darmanto (2014). Respirologi. Jakarta : EGC, hal. 151.

11. Giovanni, D., & M. Sali. (2013). The Biology of Mycobacterium tuberculosum Infection

12. Erwatyningsih & Erni dkk. (2019). Faktor- faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan, berobat

penderita tuberkulosis paru. Kedokteran Masyarakat, 25117-124

13. Narasiham,P. (2017) Risk Factor for Tuberculosis. Australia: hindawi publishing corporation.

14. Fauziyah, U. 2016. Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Minum Obat Pasien

Tuberkulosis paru berdasarkan 77 Health Belief Model di Wilayah Kerja Puskesmas Umbulsari

15
Kabupaten Jember

15. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2017.Pengobatan Pasien Tuberkulosis. Jakarta:

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

16. Yunansari, 2019. Evaluasi Penggunaan Obat Anti Tuberkulosis dan Kepatuhan Pada Pasien Dewasa

dengan Diagnosa Tuberkulosis Paru di Puskesmas Mantingan Ngawi. Fakultas Farmasi, Universitas

Muhammadiyah: Yogyakarta

17. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI). 2010.obat antituberkulosis.

http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-5-infeksi/52-tuberkulosis-dan-leprosi/521-antituberkulosis.Tanggal

akses. 20 juni 2021

18. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Tuberkulosis.

Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

19. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.2011. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis.

Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

20. Badan POM RI. 2016. Kepatuhan Pasien faktor Penting dalam Keberhasilan Therapy. Jakarta

21. Erwatyningsih & Erni dkk. (2019). Faktor- faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan, berobat

penderita tuberkulosis paru. Kedokteran Masyarakat, 25117-124

22. Seniatara, Dkk. Pengaruh efek samping (obat anti tuberkulosis) terhadap kepatuhan minum obat pada

pasien TBC di Puskesmas.

23. Cristy AB, Dkk. (2022). Hubungan Tingkat Kepatuhan Minum Obat Pasien Tuberkulosis Terhadap

Efek Samping Obat Anti Tuberkulosis (OAT). Journal Syifa Sciences and Clinical Research (JSSCR)

24. Kodoy, P. dkk (2015). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan berobat pasien

tuberkulosis paru di lima puskesmas di kota manado. Jurnal kedokteran komunitas dan tropic, II No.

1, 1-8

25. Annisa, Y. dkk (2017) studi deskriptif kepatuhan pengobatan dengan dukungan keluarga, status

bekerja, dan efek samping pada pasien koinfeksi Tb-Hiv di Semarang. Jurnal kesehatan masyarakat,

5(4). 2356-3346.

26. Notoatmodjo, S (2011). Promosi kesehatan dan perilaku kesehatan Jakarta: Rineka Cipta

16

Anda mungkin juga menyukai