ARTIKEL RISET
URL artikel: http://jurnal.fk.umi.ac.id/index.php/umimedicaljournal/index
Hubungan Efek Samping Obat Anti Tuberkulosis (OAT) dengan Kepatuhan Berobat Pada
Pasien Tuberkulosis di Puskesmas Jongaya Makassar
Besse Putri Andira1, dr. Dahliah, M.Kes 2, dr. Edward Pandu Wiriansya, Sp.P (K) 3, dr. A. Alamanda Irwan,
M.Biomed4, dr. Pratiwi Nasir Hamzah, Sp.PD5
1. Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran UMI
2. Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran UMI
3. Departemen Histologi Fakultas Kedokteran UMI
4. Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran UMI
5.Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UMI
Email : putandira@gmail.com
(No Telepon : 081257456656)
ABSTRAK
Tuberkulosis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberkulosis merupakan penyakit menular yang terutama
menyerang paru-paru. Pada kebanyakan kasus, tuberkulosis menular melalui inhalasi droplet di udara (droplet
nuklei) atau melalui kontak dengan dahak orang yang terinfeksi yang hasil tes basil tahan asam (BTA) positif.
Kekhawatiran terhadap mortalitas dan morbiditas terkait tuberkulosis memang diperlukan, terutama mengingat
risiko yang melekat pada obat anti tuberkulosis (OAT). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan
efek samping OAT dengan kepatuhan pengobatan pada pasien tuberkulosis paru di Puskesmas Jongaya Makassar.
Metode kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan desain cross-sectional. Rumus Slovin
digunakan untuk melakukan pengambilan sampel, dan 49 orang dimasukkan dalam sampel akhir. Penilaiannya
mencakup Kuesioner Kepatuhan Pengobatan Tuberkulosis dan Kuesioner Efek Samping Obat Antituberkulosis. Uji
chi-square digunakan untuk analisis data secara univariat dan bivariat. Peserta di Puskesmas Jongaya Makassar
melaporkan sedikit efek samping dari obat anti tuberkulosis (OAT), menurut temuan penelitian. Namun, dalam hal
meminum obat sesuai resep, sebagian besar responden mendapat nilai sangat baik. Penderita tuberkulosis di
Puskesmas Jongaya Makassar ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara efek samping OAT dengan
kepatuhan pengobatan. Insiden efek samping ditemukan menurun seiring dengan kemajuan pengobatan, dan
korelasi ini ditemukan meningkatkan kepatuhan.
Kata Kunci: Efek Samping, Obat Anti Tuberkulosis, Kepatuhan Berobat , Tuberkulosis Paru
1
ABSTRACT
Tuberculosis caused by the bacteria Mycobacterium tuberculosis is an infectious disease that mainly
attacks the lungs. In most cases, tuberculosis is transmitted through inhalation of droplets in the air
(droplet nuclei) or through contact with the sputum of an infected person whose acid-fast bacillus (BTA)
test results are positive. Concern about mortality and morbidity related to tuberculosis is warranted,
especially considering the risks inherent in anti-tuberculosis drugs (OAT). The aim of this study was to
determine the relationship between OAT side effects and treatment compliance in pulmonary tuberculosis
patients at the Jongaya Makassar Community Health Center. The quantitative method used in this research
is based on a cross-sectional design. The Slovin formula was used to conduct sampling, and 49 people
were included in the final sample. The assessment includes the Tuberculosis Treatment Adherence
Questionnaire and the Antituberculosis Drug Side Effects Questionnaire. The chi-square test was used for
univariate and bivariate data analysis. Participants at the Jongaya Makassar Community Health Center
reported few side effects from anti-tuberculosis drugs (OAT), according to research findings. However, in
terms of taking medication as prescribed, the majority of respondents scored very well. Tuberculosis
sufferers at the Jongaya Makassar Community Health Center found a significant relationship between
OAT side effects and treatment compliance. The incidence of side effects was found to decrease as
treatment progressed, and this correlation was found to improve compliance.
PENDAHULUAN
Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberkulosis,
dengan paru-paru menjadi tempat infeksi utama pada sekitar 80% kasus. Penularan penyakit ini biasanya
terjadi melalui tetesan udara, khususnya tetesan inti, atau melalui dahak penderita tuberkulosis yang hasil
tesnya positif basil tahan asam (BTA). Individu dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah dan gizi yang
tidak memadai mungkin rentan terhadap infeksi.1
Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2019, tuberkulosis (TB) menempati
peringkat penyakit menular teratas dalam hal kematian global. Berdasarkan data yang diberikan oleh
Organisasi Kesehatan Dunia, tuberkulosis (TB) menempati peringkat sepuluh besar penyebab kematian
utama secara global. Prevalensi tuberkulosis global diperkirakan mencapai sekitar 10 juta orang pada
tahun 2018. Mayoritas kasus dan kematian tuberkulosis (TB), melebihi 95%, terkonsentrasi di negara-
negara berkembang. Indonesia merupakan negara penyumbang terbesar ketiga beban TBC global, dan
bertanggung jawab atas sekitar dua pertiga dari seluruh kasus TBC yang dilaporkan di seluruh dunia. 2
Pengobatan tuberkulosis melibatkan pemberian obat anti tuberkulosis (OAT), dengan isoniazid
(H), rifampisin (R), pirazinamid (Z), streptomisin (S), dan etambutol (E) sebagai obat pilihan.
Penggunaan terapi agonis opioid (OAT) yang tidak tepat, termasuk dosis yang tidak memadai atau
berlebihan, pendekatan pengobatan yang tidak tepat, dan faktor-faktor terkait, dapat mengakibatkan hasil
pengobatan yang kurang optimal, potensi kambuh, dan berkembangnya resistensi obat pada pasien
tuberkulosis yang menjalani OAT.3
Permasalahan kesakitan dan kematian akibat tuberkulosis menimbulkan kekhawatiran yang cukup
besar, terutama mengingat dampak buruk yang ditimbulkan dari pemberian obat anti tuberkulosis yang
biasa disebut OAT. Penelitian yang dilakukan oleh Abbas mengungkapkan bahwa pasien mengalami
2
berbagai efek samping, dengan nyeri sendi dilaporkan oleh 81% partisipan. Efek samping lain yang sering
dilaporkan termasuk mual (79,3%), gatal (77,6%), kehilangan nafsu makan (75,9%), pusing (67,2%),
kesemutan (50%), muntah (41,4%), sakit perut (34,5%) , gangguan penglihatan (27,6%), sakit kepala
(24,1%), dan gangguan pendengaran (6,9%). Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa individu yang
menjalani terapi agonis opioid (OAT) umumnya mengalami efek samping. Teks pengguna terlalu pendek
untuk ditulis ulang secara akademis. Mengingat konteks yang disebutkan di atas, para peneliti bertujuan
untuk menyelidiki korelasi potensial antara efek samping yang terkait dengan penggunaan obat
antituberkulosis (OAT) dan kepatuhan terhadap pengobatan di antara individu yang menunjukkan gejala
dan kasus penyakit yang dikonfirmasi. Individu tersebut mengalami efek tuberkulosis.
METODE
Sebuah penelitian dilakukan peneliti untuk mengetahui hubungan antara efek samping obat anti
tuberkulosis (OAT) dengan kepatuhan berobat pada pasien tuberkulosis di Puskesmas Jongaya
Makassar. Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross-sectional dan menggunakan metodologi
kuantitatif untuk pengumpulan dan analisis data. Rumus Slovin digunakan oleh peneliti untuk
melakukan prosedur pengambilan sampel, yang menghasilkan jumlah sampel total 49 partisipan. Data
dikumpulkan melalui pemberian dua kuesioner yang secara khusus dikembangkan untuk mengevaluasi
efek samping obat anti-TB dan kepatuhan terhadap pengobatan TB. Data yang diperoleh dimasukkan ke
dalam tabel utama dengan menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel. Data tersebut selanjutnya
dianalisis menggunakan perangkat lunak SPSS 24 for windows. Selanjutnya, gunakan uji chi-kuadrat
untuk membuat tabel frekuensi dan cross table.
HASIL
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan mulai Oktober – November 2022. Responden
pada penelitian ini berjumlah 49 orang.
1. Analisis Univariat
G. Distribusi Data Responden Berdasarkan Efek Samping Obat (Tidak nafsu makan).
5
J. Distribusi Data Responden Berdasarkan Efek Samping Obat (Kesemutan).
K. Distribusi Data Responden Berdasarkan Efek Samping Obat (Rasa kulit terbakar).
L. Distribusi Data Responden Berdasarkan Efek Samping Obat (Warna kemerahan pada air seni).
6
Mual Frekuensi (n) Persentase (%)
Jarang 10 20,4
Sering 5 10,2
Tabel 4 1 Distribusi Data Responden Berdasarkan Efek Samping Obat (Kemerahan di kulit).
Jarang 5 10,2
Sering 1 2,0
Tabel 4 2 Distribusi Data Responden Berdasarkan Efek Samping Obat (Gangguan pendengaran)
Jarang 5 10,2
Sering 2 4,1
Tabel 4 3 Distribusi Data Responden Berdasarkan Efek Samping Obat (Gangguan keseimbangan).
P. Distribusi Data Responden Berdasarkan Efek Samping Obat (Bingung dan muntah-muntah).
Jarang 5 10,2
Tabel 4 4 Distribusi Data Responden Berdasarkan Efek Samping Obat (Bingung dan muntah-muntah)
Jarang 1 2,0
Tabel 4 5 Distribusi Data Responden Berdasarkan Efek Samping Obat (Gangguan penglihatan).
Rendah 40 81,6
Sedang 7 14,3
Tinggi 2 4,1
2. Analisis Bivariat
Kepatuhan
Efek
P Value
samping
Rendah Sedang Tinggi
Rendah 0 3 37
Sedang 3 2 2 0,000
Tinggi 2 0 0
Tabel 4 8 Hubungan efek samping obat anti tuberkulosis (OAT) dengan kepatuhan berobat pada
8
Temuan yang disajikan pada Tabel 4.20 tidak ada responden yang menunjukkan efek
samping dan kepatuhan yang rendah. Namun, tiga responden menunjukkan efek samping rendah dan
kepatuhan sedang, sementara 37 responden menunjukkan efek samping rendah dan kepatuhan tinggi.
Selain itu, 37 responden melaporkan efek samping sedang, dan hanya tiga responden yang
menunjukkan kepatuhan rendah. Peserta penelitian dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan tingkat
efek samping dan kepatuhan yang dilaporkan. Dua peserta melaporkan efek samping sedang dan
kepatuhan sedang, sementara dua peserta lainnya melaporkan efek samping sedang dan kepatuhan
tinggi. Selain itu, dua peserta melaporkan efek samping yang tinggi dan kepatuhan yang rendah. Tidak
ada peserta yang melaporkan efek samping tinggi dan kepatuhan sedang, sedangkan dua peserta
melaporkan efek samping tinggi dan kepatuhan tinggi. Survei tersebut tidak mendapat tanggapan apa
pun.
Uji chi-square menghasilkan nilai p 0,000, adanya hubungan yang signifikan secara
statistik antara efek samping obat anti tuberkulosis (OAT) dan kepatuhan pengobatan pada pasien
tuberkulosis.
PEMBAHASAN
Pada penelitian yang dilakukan di Puskesmas Jongaya Makassar, data hasil dikategorikan menjadi dua jenis
yaitu data univariat dan data bivariat. Kategorisasi ini digunakan untuk menilai korelasi antara efek
samping obat anti tuberkulosis (OAT) dengan tingkat kepatuhan pengobatan pada pasien tuberkulosis (TB).
Berdasarkan analisis variabel tunggal, diketahui bahwa dari total responden, 30 orang (61,2%) berjenis
kelamin laki-laki, sedangkan 19 orang (38,8%) berjenis kelamin perempuan. Selain itu, jika dilihat dari usia
responden, proporsi terbesar terdapat pada kelompok usia 16-25 tahun yaitu sebanyak 10 orang (20,4%).
Berdasarkan latar belakang pendidikan peserta, diketahui bahwa 5 orang (10,2%) pernah mengenyam
pendidikan setingkat SD, 11 orang (22,4%) pernah menyelesaikan pendidikan setingkat SMP, dan
mayoritas responden adalah 26 orang (10,2%) individu (53,1%), telah memperoleh pendidikan sekolah
menengah atas. Selain itu, proporsi responden yang lebih kecil, yaitu 7 orang (14,3%), telah memperoleh
gelar sarjana. Berdasarkan lama pengobatan, data dikumpulkan dari sampel 10 peserta (20,4%) yang
9
menjalani pengobatan selama jangka waktu satu bulan, dan 12 peserta (24,5%) Dari total jumlah sampel 40
kasus, 11 responden ( 22,4%) menjalani pengobatan selama 2 bulan, 4 responden (8,2%) menjalani
pengobatan selama 4 bulan, 7 responden (14,3%) menjalani pengobatan selama 5 bulan, dan 5 responden
(14,3%) menjalani pengobatan selama 6 bulan. Durasi pengobatan ini merupakan respons terhadap efek
samping obat, yang dilaporkan oleh 81,6% kasus. Dari total responden, 10,2% melaporkan mengalami efek
samping ringan, sementara 14,3% kasus menunjukkan efek samping sedang. Selain itu, sebagian kecil yaitu
4,1% melaporkan efek samping yang tinggi. Mengenai kepatuhan, ditemukan bahwa lima kasus
menunjukkan insiden efek samping yang rendah. Dari total ukuran sampel, 10,2% (n = 5) menunjukkan
a. Karakteristik responden
•Jenis Kelamin
Berdasarkan temuan survei, diketahui bahwa dari total pasien tuberkulosis, 30 orang (61,2%) berjenis
kelamin laki-laki, sedangkan 19 orang (38,8%) berjenis kelamin perempuan. Berbagai penelitian telah
menunjukkan prevalensi tuberkulosis yang lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan perempuan. Penyebab
utama dari fenomena ini adalah laki-laki mempunyai tingkat konsumsi tembakau dan alkohol yang lebih
tinggi, yang keduanya diketahui sebagai faktor risiko berbagai infeksi, termasuk tuberkulosis. 13
Tingginya prevalensi pasien laki-laki berkontribusi terhadap luasnya penularan. Fenomena ini disebabkan
oleh fakta bahwa sebagian besar laki-laki cenderung meninggalkan tempat tinggalnya untuk mencari
pekerjaan yang menguntungkan. Oleh karena itu, seringnya keluar rumah berpotensi berkontribusi terhadap
penyebaran tuberkulosis.
•Usia
Di negara-negara berkembang, sebagian besar orang yang menderita bakteri tuberkulosis (TB) berada pada
kelompok usia di bawah 50 tahun. Sekitar 75% penderita tuberkulosis (TB) di Indonesia berada pada
rentang usia reproduksi, khususnya antara usia 15 dan 50 tahun. Usia individu adalah 18 tahun. Paparan
terhadap lingkungan kerja dalam jumlah besar dan seringnya interaksi interpersonal diidentifikasi sebagai
faktor risiko potensial tuberkulosis (TB) di antara individu dalam kelompok usia reproduksi. Fenomena ini
disebabkan oleh semakin tingginya kemungkinan individu pada kelompok usia produktif terpapar
10
Mycobacterium tuberkulosis. Risiko tertular tuberkulosis dipengaruhi oleh luas dan lamanya kontak dengan
•Pendidikan
Berdasarkan temuan survei, sebagian besar peserta, khususnya 26 orang (53,1%), memiliki ijazah sekolah
menengah atas.
Tingkat pengetahuan seseorang mengenai tuberkulosis, pengobatannya, dan risiko yang terkait dengan
pengobatan yang tidak teratur sangat dipengaruhi oleh latar belakang pendidikannya.
Perolehan pendidikan formal berfungsi sebagai prasyarat mendasar bagi individu untuk meningkatkan
kemampuan, memperdalam pengetahuan dan pemahaman, serta mengambil keputusan yang tepat mengenai
penerimaan atau penolakan berbagai konsep atau gagasan. Variasi dalam pencapaian pendidikan juga
memfasilitasi kesenjangan dalam perolehan pengetahuan dan proses pengambilan keputusan. Kepemilikan
pengetahuan yang memadai mempunyai dampak yang signifikan terhadap penerapan perilaku yang
menunjukkan efek samping yang berbeda-beda. Mengenai efek samping obat, diamati bahwa 40 kasus
(81,6%) menunjukkan efek samping tingkat rendah, sementara 7 kasus (14,3%) mengalami efek samping
sedang. Selain itu, 2 kasus (4,1%) dikaitkan dengan efek samping tingkat tinggi.
Efek buruk yang terkait dengan OAT (Obat anti tuberculosis) berkontribusi signifikan terhadap
kegagalan pengobatan tuberkulosis. Mitigasi keadaan ini dapat dicapai melalui pemberian edukasi kepada
pasien, sehingga memastikan bahwa pasien memiliki pemahaman komprehensif tentang potensi efek
samping yang terkait dengan pengobatan sebelum memulai pengobatan, sehingga mengurangi
kekhawatiran mengenai terjadinya efek samping tersebut. Berbagai penelitian telah membuktikan korelasi
positif antara intensitas efek samping obat dan tingkat kepatuhan pasien terhadap pengobatan. 12
c. Kepatuhan berobat
Berdasarkan temuan survei kepatuhan, terlihat bahwa dari total jumlah responden, 5 orang (setara dengan
10,2%) menunjukkan kepatuhan rendah, sementara 5 orang lainnya (juga mencakup 10,2%) menunjukkan
kepatuhan sedang. Mayoritas responden, khususnya 39 orang, menunjukkan kepatuhan yang tinggi, yaitu
11
sekitar 79,6% dari total sampel.
Mayoritas pasien tuberkulosis di Pusat Pelayanan Kesehatan Masyarakat Zonggu menunjukkan tingkat
kesadaran yang tinggi mengenai kepatuhan pengobatan, dan hanya sebagian kecil pasien yang
Kepatuhan pasien diamati ketika pasien menyadari pentingnya mematuhi rejimen pengobatan yang
ditentukan karena persepsi mereka tentang kerentanan, tingkat keparahan penyakit mereka, keuntungan
yang terkait dengan menerima pengobatan, dan hambatan minimal yang dihadapi dalam mengakses
pengobatan.25
Penderita tuberkulosis (TB) yang berobat ke Puskesmas Jongaya Makassar mempunyai hubungan yang
signifikan secara statistik antara efek samping OAT dengan kepatuhan pengobatan (Analisis data bivariat
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular persisten yang terus menimbulkan krisis di seluruh dunia dan
menjadi penyebab utama kematian setelah human immunodeficiency virus (HIV). Bukti dari klaim ini
dapat dilihat melalui penggabungan penekanan pada pengelolaan tuberkulosis dalam kerangka Tujuan
Pembangunan Milenium. Tujuan Pembangunan Milenium (MDG) keenam berfokus pada pengendalian
penularan tuberkulosis dan pengurangan kasus baru. Tujuan ini diukur dengan menilai angka kesakitan dan
kematian yang terkait dengan (Directly Observed Treatment Short Course Chemotherapy) (DOTS), serta
Terjadinya efek samping yang berhubungan dengan obat anti-tuberkulosis merupakan faktor yang
berkontribusi terhadap ketidakpatuhan pengobatan. Efek samping yang umumnya terkait dengan obat anti
tuberkulosis termasuk anoreksia, mual, rasa tidak nyaman pada perut, arthralgia, paresthesia, dan
hematuria. Efek samping yang lebih parah meliputi pruritus dan eritema pada dermis, gangguan
pendengaran, gangguan keseimbangan, gangguan penglihatan, penyakit kuning yang tidak dapat dijelaskan
12
penyebabnya, disorientasi kognitif, muntah, dan kemungkinan purpura dan syok.
Terjadinya efek samping yang berhubungan dengan OAT (obat anti tuberkulosis) menjadi salah satu faktor
penyebab kurang berhasilnya pengobatan tuberkulosis. Penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya
yang dilakukan di RS Panti Waluya Malang yang menemukan hubungan antara terjadinya efek samping
Individu yang terjangkit suatu penyakit namun tetap tidak menunjukkan gejala menunjukkan kurangnya
tindakan proaktif dalam memerangi penyakit tersebut. Mengingat kondisi tersebut tidak menghambat
aktivitas mereka sehari-hari. Mereka yakin bahwa jika tidak ada intervensi, gejala yang mereka alami akan
hilang dengan sendirinya. Namun, jika individu merasa tidak sehat, mereka juga mengalami
ketidaknyamanan fisik. Selanjutnya, banyak perilaku dan upaya terkait untuk mengatasinya terwujud. 26
13
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
laki lebih tinggi dibandingkan perempuan. Kelompok usia 26-35 tahun, yang menunjukkan adanya
konsentrasi individu dalam kelompok usia tersebut. Terakhir, pencapaian pendidikan sebagian besar
2. Setelah memeriksa efek samping merugikan yang terkait dengan obat anti-tuberkulosis, ditemukan
4. Penelitian di Puskesmas Jongaya Makassar menunjukkan adanya korelasi penting antara efek samping
obat anti tuberkulosis (OAT) dengan kepatuhan pengobatan pada pasien tuberkulosis bahwa
penurunan efek samping dikaitkan dengan peningkatan kepatuhan pasien terhadap pengobatannya..
Saran
1. Saran untuk peneliti selanjutnya agar melakukan penelitian pada pasien tuberkulosis ekstra paru
2. Disarankan dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pemantauan mengambil obat pada pasien.
3. Disarankan kepada petugas kesehatan untuk memantau pasien tuberkulosis yang sedang menjalani
pengobatan.
14
DAFTAR PUSTAKA
Tuberkulosis):200.
2. World Health Organization. 2019. Global Tuberculosis Report 2019. World Health Organization.
Geneva :Halm 27-206 World Health Organization.2019. Treatment of Tuberculosis, Fourth Edition.
3. Harries and Dye.2016. Centennial Review Tuberculosis. Annals of Tropical Medicine &
Intensif Penderita TB Paru di Kota Makassar, Journal of Agromedicine and Medical Science, 3 (1) :
19-24.
5. Sari, ID Yuniar Y, dan syarifuddin M. “Studi Monitoring Efek Samping Obat Anti Tuberkulosis FDC
Kategori 1 di Provinsi Banten dan Provinsi Jawa Barat”, Jurnal Media Litbangkes vol 24 no 1 (2014):
h.28-35.
6. World Health Organization. 2017. Global Tuberculosis Report 2017.Jeneva : World Health
Organization.
7. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Tuberkulosis.
8. Aditama. 2016. Pengobatan Tuberkulosis Diagnosis, Terapi dan Masalahnya. FKUI: Jakarta.
9. Setiati, S (2014). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna publishing
11. Giovanni, D., & M. Sali. (2013). The Biology of Mycobacterium tuberculosum Infection
12. Erwatyningsih & Erni dkk. (2019). Faktor- faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan, berobat
13. Narasiham,P. (2017) Risk Factor for Tuberculosis. Australia: hindawi publishing corporation.
14. Fauziyah, U. 2016. Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Minum Obat Pasien
Tuberkulosis paru berdasarkan 77 Health Belief Model di Wilayah Kerja Puskesmas Umbulsari
15
Kabupaten Jember
16. Yunansari, 2019. Evaluasi Penggunaan Obat Anti Tuberkulosis dan Kepatuhan Pada Pasien Dewasa
dengan Diagnosa Tuberkulosis Paru di Puskesmas Mantingan Ngawi. Fakultas Farmasi, Universitas
Muhammadiyah: Yogyakarta
17. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI). 2010.obat antituberkulosis.
http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-5-infeksi/52-tuberkulosis-dan-leprosi/521-antituberkulosis.Tanggal
18. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Tuberkulosis.
20. Badan POM RI. 2016. Kepatuhan Pasien faktor Penting dalam Keberhasilan Therapy. Jakarta
21. Erwatyningsih & Erni dkk. (2019). Faktor- faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan, berobat
22. Seniatara, Dkk. Pengaruh efek samping (obat anti tuberkulosis) terhadap kepatuhan minum obat pada
23. Cristy AB, Dkk. (2022). Hubungan Tingkat Kepatuhan Minum Obat Pasien Tuberkulosis Terhadap
Efek Samping Obat Anti Tuberkulosis (OAT). Journal Syifa Sciences and Clinical Research (JSSCR)
24. Kodoy, P. dkk (2015). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan berobat pasien
tuberkulosis paru di lima puskesmas di kota manado. Jurnal kedokteran komunitas dan tropic, II No.
1, 1-8
25. Annisa, Y. dkk (2017) studi deskriptif kepatuhan pengobatan dengan dukungan keluarga, status
bekerja, dan efek samping pada pasien koinfeksi Tb-Hiv di Semarang. Jurnal kesehatan masyarakat,
5(4). 2356-3346.
26. Notoatmodjo, S (2011). Promosi kesehatan dan perilaku kesehatan Jakarta: Rineka Cipta
16