Anda di halaman 1dari 5

Diagnosa Keperawatan Yang Sering Ditegakkan Perawat Pada Pasien

Tuberkulosis Paru Di Rumah Sakit


Diah Dwi Lestari / 181101146
Lestaridiah985@gmail.com

Abstract
Penyakit tuberculosis merupakan salah satu masalah kesehatan yang paling besar di seluruh
dunia. Penyakit ini juga merupakan penyebab kematian dan morbiditas yang tertinggi pada
negara-negara berkembang, seperti Indonesia. Sebagian besar perawat tidak melakukan
rencana perawatan pada pasien tuberkulosis paru karena tidak ada standar struktur meskipun
ada pedoman bagi manajemen keperawatan pasien TB paru. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui diagnosa keperawatan yang sering ditegakkan perawat pada pasien
tuberkulosis paru. Penelitian dilaksanakan di ruang rawat inap Rumah Sakit. Penelitian ini
menggunakan pendekatan deskriptif observasional dan deskriptif eksploratif. Sampel adalah
dokumentasi askep pasien TBC dengan cara nonprobability sampling yaitu purposive
sampling jenuh. Analisis data dengan analisa univariat dengan distribusi frekuensi. Hasil
penelitian adalah perumusan diagnosa keperawatan adalah tidak efektif bersihan jalan nafas
(52%), penulisan 1 (satu) diagnosa tidak efektif bersihkan jalan nafas menjadi 13 bentuk
nama diagnosa yang berbeda. Perawat menuliskan diagnosa pola nafas tidak efektif terdapat
7 bentuk penulisan diagnosa. Perawat juga menuliskan diagnosa nyeri akut terdapat 5 bentuk
penulisan diagnosa keperawatan, dan menuliskan diagnosa hipertermi terdapat 2 bentuk
penulisan diagnosa keperawatan. Rekomendasi penelitian adalah manajemen rumah sakit
diharapkan untuk meningkatkan kemampuan skill perawat dalam penulisan diagnosa
keperawatan yang terkini, memonitoring dan mengevaluasi baik secara kualitatif maupun
kuantitatif penulisan diagnosis keperawatan, menerapkan standar diagnosa keperawatan yang
terkini. Perawat pengelola pasien diharapkan dapat menggunakan diagnosa keperawatan
terkini sesuai dengan penggunaan NANDA.

Kata kunci :Kualitas; Proses keperawatan; TB Paru

PENDAHULUAN dan masalah sosial, faktor-faktor seperti


sosial ekonomi dan status nutrisi, persepsi
Penyakit tuberculosis merupakan salah satu
tentang penyakit, perilaku kesehatan dan
masalah kesehatan yang paling besar di
akses pelayanan kesehatan mempengaruhi
seluruh dunia. Penyakit ini juga merupakan
frekuensi dan prognosis penyakit
penyebab kematian dan morbiditas yang
tuberkulosis (Abd, Mohamed, Rabo, &
tertinggi pada negara-negara berkembang,
Elzeftawy, 2015). Salah satu alasan
seperti Indonesia. Tuberkulosis (TB) adalah
terjadinya peningkatan TB secara umum
sebuah penyakit infeksi yang terjadi di
adalah kurang baiknya pelayanan kesehatan
seluruh dunia, menginfeksi 9,4 juta pasien
dan pengelolaan pasien yang tidak
pada tahun 2009 dan hampir 14 juta orang
tepat.Penyakit TBC berhubungan dengan
hidup dengan penyakit TBC(WHO,
stigma negatif dari
2010).Tuberkulosis adalah masalah medis
perilaku perawat yang menjauhi atau (65%),beragama Islam paling banyak yaitu
menghindari pasien TB untuk mencegah 98 orang (98%) dan pasien asal dari
penularan TB. Perawat berperan sangat Grobogan adalah yang terbesar sebanyak
penting pada program pengawasan TB. 27 orang (27%).Hasil penelitian
Pengobatan di rumah sakit paling baik menunjukkan bahwa karakteristik
diawasi oleh perawat, karena perawat responden pada pasien TBparu untuk umur
secara rutin bertemu dengan pasien. Upaya paling banyak pada usia 51 sampai dengan
untuk mengatasi hambatan yang terjadi 60 tahun sebanyak 34 orang (34%),
pada kepatuhan pasien TB terfokus pada sedangkan jenis kelamin Laki-laki lebih
sistem pelayanan kesehatan dan pada banyak sebanyak 65 orang
pasien itu sendiri. Kegiatan ini meliputi (65%),beragama Islam paling banyak yaitu
program peningkatan terapi langsung yang 98 orang (98%) dan pasien asal dari
bisa diamati dan terapi pencegahan. Pada Grobogan adalah yang terbesar sebanyak
pasien TB, upaya yang harus dilakukan 27 orang (27%).
adalah mengembangkan pengetahuan
bersama dan rencana perawatan untuk TB,
yang meliputi keyakinan terhadap dan PEMBAHASAN
praktek kesehatan. Kualitas hubungan
antara pemberi layanan kesehatan dan Diagnosa Keperawatan Hasil penelitian
pasien sangat penting untuk upaya menunjukkan bahwa diagnosa keperawatan
pendidikan yang mendukung pada pasien TB paru yang paling banyak
kepatuhan(Orr, 2011). muncul adalah bersihan jalan nafas tidak
efektif sebanyak 52 pasien (52%). Urutan
METODE kedua adalah pola nafas tidak efektif
sebanyak 31 pasien (31%).Menurut
Penelitian dilaksanakan di ruang rawat
(Doenges, 1999), diagnosa keperawatan
inap Rumah Sakit. Penelitian ini
yang muncul pada pasien tuberculosis paru
menggunakan desain kuantitatif dan
adalah resiko tinggi infeksi
kualitatif dengan menggunakan
(penyebaran/aktivasi ulang), Bersihan jalan
pendekatan deskriptif observasional dan
nafas tidak efektif, resiko tinggi terhadap
deskriptif eksploratif.Variabel penelitian
kerusakan pertukaran gas, perubahan nutrisi
adalah kualitas diagnosa keperawatan pada
kurang dari kebutuhan tubuh, kurang
pasien TB Paru. Populasi penelitian ini
pengetahuan mengenai kondisi, aturan
adalah dokumentasi asuhan keperawatan
tindakan dan pencegahan. Sedangkan
pasien TB paru. Teknik pengambilan
menurut (Tucker S.M, Cannobio M.M.,
sampel perawat penelitian adalah dengan
Paqquete E.V, 1998) diagnosa keperawatan
cara nonprobability sampling yaitu
pada tuberculosis pulmoner adalah
purposive sampling jenuh.
ketidakefektifan pola nafas, potensial
HASIL terhadap penyebaran infeksi, perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, dan
Hasil penelitian didapatkan data sesuai
kurang pengetahuan. Diagnosa keperawatan
dengan tujuan penelitian. Berikut ini
menurut NANDA 2015-2017 yang terkait
adalah hasil penelitian. Hasil penelitian
pada sistem pernafasan ada 6 diagnosis yaitu
menunjukkan bahwa karakteristik
Pertukaran gas terganggu, Pola nafas tidak
responden pada pasien TB paru untuk
efektif, Ventilasi spontan terganggu,
umur paling banyak pada usia 51 sampai
Disfungsi respon penyapihan ventilator,
dengan 60 tahun sebanyak 34 orang
Bersihan jalan nafas tidak efektif, dan
(34%), sedangkan jenis kelamin laki-laki
Resiko aspirasi (NANDA
lebih banyak sebanyak 65 orang
International, 2014). Menurut SDKI, efektif bersihan jalan nafas b.d. Penumpukan
diagnosa keperawatan pada subkategori sputum. Diagnosa keperawatan “Bersihan
respirasi adalah Bersihan jalan napas tidak jalan nafas tidak efektif” menurut NANDA
efektif, Gangguan penyapihan ventilator, 2015-2017 ada diagnosa keperawatan
Gangguan pertukaran gas, gangguan dengan nama “Bersihan Jalan nafas tidak
ventilasi spontan, Pola napas tidak efektif, efektif”. Menurut NANDA 2015-2017 pada
dan Resiko aspirasi(Tim Pokja SDKI DPP Domain 11: Keamanan/Proteksi, Kelas 2:
PPNI, 2017).Hasil penelitian menunjukkan Trauma Fisik disebutkan bahwa terdapat
bahwa urutan kedua adalah pola nafas tidak diagnosa keperawatan: Bersihan jalan nafas
efektif sebanyak 31 pasien (31%). Menurut tidak efektif pola nafas dengan kode 00031
(Tucker S.M, Cannobio M.M., Paqquete (NANDA International, 2014). Menurut
E.V, 1998) diagnosa keperawatan pada (Tim Pokja SDKI DPP PPNI,
tuberculosis pulmoner adalah 2017)disebutkan bahwa pada kategori:
ketidakefektifan pola nafas. Sedangkan fisiologis, subkategori respirasi terdapat
diagnosa keperawatan menurut NANDA nama diagnosa keperawatan “Bersihan jalan
2015-2017 yang terkait pada sistem nafas tidak efektif” (D.0001). Menurut
pernafasan yaitu Pola nafas tidak efektif (Doenges, Moorhouse, 1999), salah satu
(NANDA International, 2014). Menurut diagnosa keperawatan yang muncul pada
SDKI, diagnosa keperawatan pada pasien tuberculosis paru adalah Bersihan
subkategori respirasi adalah Pola napas tidak jalan nafas tidak efektif. Perawat menuliskan
efektif (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, diagnosa Bersihan jalan nafas dan Bersihan
2017).Hasil penelitian menunjukkan bahwa jalan nafas kurang efektif adalah tidak tepat.
diagnosa “Bersihan jalan nafas tidak efektif” Penulisan diagnosa yang tepat adalah
terdapat 13 bentuk penulisan diagnosa untuk Bersihan jalan nafas tidak efektif. Penulisan
menyatakan 1 diagnosa keperawatan. ini sesuai menurut (NANDA
Menurut (Doenges, Moorhouse, 1999); International,2014), (Tim Pokja SDKI DPP
(NANDA International, 2014); (Tim Pokja PPNI, 2017), dan juga sesuai (Doenges,
SDKI DPP PPNI, 2017), menamakan Moorhouse, 1999).Perawat menuliskan
diagnosa keperawatan ini dengan nama“ diagnosa keperawatan Bersihan jalan nafas
Bersihan jalan nafas tidak efektif”. Perawat tidak efektif b.d. Obstruksi sputum. Jadi
menuliskan variasi diagnosa tentang penyebab diagnosa ini adalah Obstruksi
“Bersihan jalan nafas tidak efektif adalah sputum. Menurut (Tim Pokja SDKI DPP
sebagai berikut yaitu: Bersihan jalan nafas, PPNI, 2017) berbeda yaitu penyebab
Bersihan jalan nafas kurang efektif, fisiologis berupa hipersekresijalan nafas atau
Bersihan jalan nafas tidak efektif, Bersihan sekresi yang tertahan. Sedangkan menurut
jalan nafas tidak efektif b.d. Obstruksi NANDA 2015-2017 penyebabnya bisa
sputum, Bersihan jalan nafas tidak efektif berupa kelebihan mucus/lendir atau sekresi
b.d akumulasi sekret, Bersihan jalan nafas yang tertahan (NANDA International,
tidak efektif b.d. Penumpukan sekret di jalan 2014).Perawat menuliskan diagnosa
nafas, Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d. keperawatan Bersihan jalan nafas tidak
Penumpukan sputum yang banyak, Bersihan efektif b.d akumulasi sekret, Bersihan jalan
jalan nafas tidak efektif b.d. Produksi sekret nafas tidak efektif b.d. Penumpukan sekret
yang berlebihan, Tidak efektif bersihan jalan di jalan nafas, Tidak efektif bersihan jalan
nafas b.d. Patologi penyakit, nafas b.d. Penumpukkan sekret, Tidak
Ketidakbersihan jalan nafas b.d. Akumulasi efektif bersihan jalan nafas b.d. Akumulasi
sekret, Tidak efektif bersihan jalan nafas b.d. sekret. Susunan diagnosa keperawatan
Penumpukkan sekret, Tidak efektif bersihan berbeda, kata “Tidak efektif” ada yang
jalan nafas b.d. Akumulasi sekret, Tidak didepan ada yang dibelakang. Jadi kedua
diagnosa tersebut penyebabnya adalah 2017) yaitu penyebab fisiologis berupa
penumpukan atau akumulasi sekret. Ini lebih hipersekresi jalan nafas atau sekresi yang
sesuai dengan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, tertahan. Dan menurut
NANDA 2015-2017 penyebabnya bisa
berupa kelebihan mucus/lendir atau sekresi REFERENSI
yang tertahan (NANDA International,
Abd, R., Mohamed, R., Rabo, A., & El-
2014).Perawat menuliskan diagnosa
zeftawy, A. M. A. (2015). Tuberculosis
keperawatan Ketidakbersihan jalan nafas
Patients ’ Perspective of Quality of Care
b.d. Akumulasi sekret. Ketidakbersihan
Provided By Nurses after Implementing
tidak ada dalam diagnosa keperawatan.
Nursing Intervention at Chest Governorate
Menurut NANDA 2015-2017 diagnosa
Hospitals in Gharbia, 3(6), 27–
keperawatan: Bersihan jalan nafas tidak
38.Doenges, Moorhouse, dan G. (1999).
efektif(NANDAInternational,2014);
Rencana Asuhan Keperawatan (Jakarta).
(TimPokjaSDKIDPPPPNI,2017) ,2017;
EGC.NANDA International. (2014).
(Doenges,Moor ouse, 1999). Penyebab
NANDA International Nursing Diagnosis:
diagnosa adalah akumulasi sekret. Ini lebih
Definitions & Classification 2015-2017.
sesuai dengan Tim Pokja SDKI DPP PPNI
(S. Herdman, T.H. and Kamitsuru, Ed.)
(2017) yaitu penyebab fisiologis berupa
(Tenth edit). Oxford: WILEY Blackwell.
hipersekresi jalan nafas atau sekresi yang
Orr, P. (2011). Adherence to tuberculosis
tertahan. Dan menurut NANDA 2015-
care in Canadian Aboriginal populations
2017 penyebabnya bisa berupa kelebihan
Part 2 : a comprehensive approach to
mucus/lendir atau sekresi yang tertahan
fostering adherent behaviour. International
(NANDA International, 2014).
Journal of Circumpolar Health, 70(2).Tim
Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar
SIMPULAN Diagnosis Keperawatan Indonesia (Edisi
2). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Perumusan diagnosa keperawatan yang Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
dilakukan perawat pada pasien TB paru Tucker S.M, Cannobio M.M., Paqquete
adalah diagnosa Bersihan jalan nafas tidak E.V, dan W. M. F. (1998). Standar
efektif (52%). Perawat dalam menuliskan 1 Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.WHO.
(satu) diagnosa keperawatan bersihan jalan (2010). Global Tuberculosis Control.
nafas tidak efektif, bisa menuliskan 13 Geneva.
bentuk nama diagnosa yang berbeda. Simamora, Roymond H. (2010).
Manajemen Rumah Sakit diharapkan selalu Komunikasi dalam Keperawatan. Jember
untuk meningkatkan kemampuan skill University Press.
perawat dalam merumuskan diagnosa
keperawatan dan juga memonitoring dan Simamora, Roymond H. (2009).
mengevaluasi baik secara kualitatif maupun Dokumentasi Proses Keperawatan. Jember
kuantitatif penyusunan diagnosa
University Press.
keperawatan, serta menetapkan standar Simamora, Roymond H. (2008). Peran
diagnosa keperawatan yang terkini. Perawat Manajer dalam Pembinaan Etika Perawat
pengelola pasien diharapkan dapat Pelaksana dalam Meningkatkan Kualitas
menggunakan diagnosa keperawatan dan Pelayanan Asuhan Keperawatan. Jurnal
perencanaan terkini sesuai dengan IKESMA.
penggunaan
NANDA. Sitorus, R. (2006). Model praktik
keperawatan profesional di rumah sakit.
Jakarta: EGC.
Sudarma, Momon. (2008). Sosiologi
kesehatan. Jakarta: Salemba Medika.
Suarli, S., & Bahtiar, Y. (2010).
Manajemen keperawatan. Jakarta:
Erlangga.
Sugiharto, A. S., Keliat, B. A., & Sri, T.
(2012). Manajemen keperawatan: aplikasi
MPKP di
rumah sakit. Jakarta: EGC.
Sumijatun. (2010). Konsep dasar menuju
keperawatan profesional. Jakarta: TIM.
Wahid, Abdul. (2012). Dokumentasi
Proses Keperawatan. Yogyakarta: PT.
Nuha Medika
Wahid, Nurul. (2012). Pengantar
Dokumentasi Proses Keperawatan.
Jakarta: Trans Media
Jakarta.
Wartonah, Tartowo. 2006. Kebutuhan
Dasar Keperawatan dan Proses
Keperawatan. Jakarta :
Salemba Medika
Yanti, R. I., & Warsito, B. E. (2013).
Hubungan karakteristik perawat, motivasi,
dan supervisi dengan kualitas dokumentasi
proses asuhan keperawatan. Jurnal
managemen keperawatan. Volume 1, No.
2; 107-114.

Anda mungkin juga menyukai