Anda di halaman 1dari 8

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEGAGALAN KONVERSI

PASIEN TB PARU BTA POSITIF KATEGORI I PADA AKHIR MASA INTENSIF DI


PUSKESMAS KECAMATAN JATINEGARATAHUN 2017
(Factors Affecting Conversion Failure in Bacteriologically Confirmed Pulmonary TB at the end of
the intensive phase of treatment in Puskesmas Kecamatan Jatinegara 2017)
Ruci Prabawati1 Ns.Nana Supriyatna, M.Kep.SP.Kep.Kom,2
1. Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Jakarta Fakultas Ilmu Keperawatan Jln. Cempaka
Putih Tengah, Jakarta Pusat-10510
2. Dosen Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jakarta
E-Mail:Ruci.Prabawati@gmail.com

ABSTRAK
Mycobacterium tuberculosis merupakan salah satu masalah kesehatan dunia. Dimana Indonesia adalah
peringkat kedua dunia. Hal ini menjadi latar belakang penelitian ini untuk mengetahui faktor yang
berhubungan dengan gagal konversi pasien TB paru Kategori I pada pengobatan akhir intensif di
Kecamatan Jatinegara, dimana metode penelitian kuantitatif dengan desain study korelatif dan teknik
pengambilan sampel total sampling. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara
faktor internal dan eksternal dengan kegagalan konversi. Jumlah sampel sebanyak 54 sampel, hasil dari
penelitian ini 18 orang terjadi gagal konversi (33,3%). Sepuluh faktor berhubungan gagal konversi
berdasarkan uji chi Square yaitu jenis kelamin (p value 0,009), usia (p value 0,01), status gizi (p value
0,006), tingkat pendidikan (p value 0,01), tingkat pendapatan (p value 0,005), keteraturan berobat
(0,005), merokok (p value 0,004),penyakit penyerta (p value 0,005), kesehatan lingkungan (p value
0,001), aspek mikroba (p value 0,005) sedangkan faktor pelayanan kesehatan tidak ada hubungan
dengan gagal konversi (p value 0,343). Saran peneliti jika ingin melanjutkan penelitian ini bisa
menambahkan faktor yang lain seperti efek samping obat,dukungan psikologis,dukungan pendamping
minum obat, pengetahuan tentang TB,sehingga lebih banyak lagi diketahui faktor yang menyebabkan
gagal konversi.

Kata kunci : faktor resiko, gagal konversi, TB paru, akhir intensif.


Daftar Pustaka : 21 Sumber

ABSTRACK
TB has long remained a global public health issue. Indonesia, a country with the second highest burden
of TB, have to maintain sufficient successful treatment outcome in order to make progress in its effort
to control TB. This study was done to help understand the factors which affect treatment outcome in
patients on TB treatment, specifically looking at conversion failure at the end of the 2 months intensive
phase of treatment in East Jakarta’s Puskesmas Kecamatan Jatinegara. The study was carried out using
a quantitative correlative research design and samples identified through total sampling technique. A
total of 54 samples were identified; 18 out of 54 (33,3%) experienced conversion failure; 9 out of 10
factors tested using chi square test proved to have a significant correlation to the event of conversion
failure i.e. sex (p value 0.009), age (p value 0.01), nutritional status (p value 0.006), education (p value
0.01), level of income (p value 0.005), adherence to treatment (p value 0.005), smoking (p value
0.004), sanitation (p value 0.001), microbial factor (p value 0.005) and comorbidity (p value 0.005).

Skripsi Tuberculosis
Whereas the study found that, health facility prove to have no significant correlation to conversion
failure. Further studies are needed to fully understand more of the factors affecting treatment success.

Key Word : risk factor, failed conversition, pulmonary tuberculosis,end of intensive.


Bibliografi : 21 Source

Skripsi Tuberculosis
PENDAHULUAN METODE
Tuberkulosis (TB) sampai saat ini masih
Jenis penelitian yang digunakan dalam
merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia
penelitian ini adalah penelitian kuantitatif
walaupun upaya pengendalian dengan strategi
dengan desain deskriptif korelatif. Pendekatan
Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS)
yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
telah diterapkan dibanyak Negara sejak tahun
cross sectional.Tujuan dari penelitian ini
1995. Diperkirakan terdapat 8.6 juta kasus TB
adalah diketahuinya faktor-faktor yang
pada tahun 2012 dimana 1.1 juta orang (13%)
berhubungan dengan kegagalan konversi
diantaranya pasien TB dengan HIV positif sekitar
pasien TB Paru BTA positif katagori I pada
75% dari pasien tersebut berada di wilayah afrika.
akhir pengobatan fase intensif di Puskesmas
Sedangkan jumlah kasus TB anak sebanyak
Kecamatan Jatinegara serta melakukan
530.000 (6%) pasien TB anak per tahun dan
penilaian hubungan factor yang diobservasi
450.000 TB Multi Drug Resistance (MDR).Sekitar
atau diukur dalam waktu bersamaan. Populasi
75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling
dalam penelitian ini merupakan seluruh pasien
produktif secara ekonomis (WHO, 2013).
TB paru baru kategori 1 baru pada akhir
Sedangkan 10% dari penderita TB merupakan
pengobatan fase intensif usia diatas 14 tahun
penderita DM (Diabetes Mellitus), (Kemenkes,
keatas yang terdaftar di Puskesmas Kecamatan
2014).
Jatinegara Jumlah adalah 54 orang. Sampel
Indonesia adalah negara yang berada dikawasan
dalam penelitian ini dipilih dengan
Asia Tenggara dengan jumlah kasus TB peringkat
menggunakan metode total sampling.
ke dua terbanyak setelah India ini menunjukan
Faktor-faktor yang diteliti terdiri dari factor
peningkatan kasus TB di Indonesia (WHO 2015).
internal yaitu jenis kelamin, umur, status gizi,
Menurut data dari Kemenkes tahun 2017 lima
tingkat pendidikan, tingkat pendapatan,
provinsi kasus TB paru BTA positif tertinggi yaitu
keteraturan berobat, kebiasaan merokok,
Jawa Barat (23.774 kasus), Jawa Timur (21.606
penyakit penyerta dan faktor eksternal
kasus), Jawa Tengah (14.139 kasus), Sumatera
penderita yaitu aspek mikroba, aspek kesehatan
Utara (11.771 kasus), DKI Jakarta (9.516 kasus).
lingkungan, aspek pelayanan kesehatan
Ini menunjukan bahwa DKI Jakarta memiliki
terhadap kegagalan konversi pasien TB Paru
kasus TB Paru BTA Positif ke lima di Indonesia.
BTA positif katagori I pada akhir pengobatan
Puskesmas Jatinegara sendiri jumlah penduduknya
fase intensif. Instrumen yang digunakan untuk
adalah 268.211 jiwa (data Sudinkes Jaktim),
Pengumpulan data primer pada penelitian ini
sedangkan untuk pencapian CDR di Puskesmas
dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan
Jatinegara dari tahun 2014-2016 berturut turut
observasi sebagai instrumen penelitian. Untuk
adalah 2014 (86.4%), 2015 (96%), 2016 (106%)
menguji ketepatan dan kecermatan data
menunjukan peningkatan dari tahun ke tahun.
menggunakan uji reabilitas dan validitas,data
Untuk pencapaian angka Convertion Rate dari
yang terkumpul kemudian dilakukan
tahun 2014-2016 secara berturut turut adalah 2014
manajemen data seperti
(64%), 2015 (65.5%), 2016 (65%). Hal ini
editing,coding,tabulating,entry,cleaning. Untuk
menunjukan bahwa angka konversi belum
analisa data menggunakan univariat dan
mencapai target yang ditetapkan yaitu 80% dan
bivariat.
mengalami penurunan dari tahun ketahun
(Laporan tahunan TB PKC Jatinegara 2016).

Skripsi Tuberculosis
3
HASIL penyerta lain yang menyebabkan TB Paru yaitu
Distribusi pasien TB paru BTA positif kategori Diabetes Melitus dan HIV.
I pada akhir pengobatan fase intensif sebanyak Untuk factor eksternal yang terdiri dari pelayanan
66.7% mengalami konversi dan 33.3% kesehatan adalah dengan kriteria baik sebanyak
mengalami kegagalan konversi.Berdasarkan 46 orang (85,2%).Hal ini menunjukan bahwa
factor internal sebagaian besar pasien TB paru pelayanan kesehatan di Pusksmas Kecamatan
BTA positif kategori I di puskesmas kecamatan Jatinegara adalah baik karena di di dukung oleh
Jatinegara sebagian besar berjenis kelamin laki- adanya Pendamping Minum Obat (PMO), adanya
laki 30 orang (56,6%) Hal ini sesuai dengan perjanjian awal minum obat, adanya ketersediaan
hasil penelitian Ditjen Binkesmas tahun 2010 obat OAT TB dan adanya konseling yang
bahwa proporsi berdasarkan jenis kelamin dilakukan oleh perawat sebelum pasien memulai
penderita TB adalah laki-laki lebih banyak dari pengobatan TB Paru.Dari segi kesehatan
pada perempuan. Dari segi umur sebagian lingkungan adalah dengan kriteria kurang sehat
besar produktif (15 - 50 tahun) 41 orang yaitu sebanyak 48 orang (88,9%) hal ini
(75,9%) menurut pernyataan Kemenkes (2014), dikarenakan kebanyakan penduduk di Puskesmas
bahwa insidensi pasien TB Paru adalah usia Kecamatan Jatinegara tinggal didaerah dengan
produktif. populasi sangat padat dan bukan rumah sendiri.
Atmosukarto (2010) mengemukakan bahwa,
Dari aspek status gizi responden terbanyak adalah
lingkungan rumah yang buruk dan sanitasi
gizi normal ( IMT 18,5-22,9) sebanyak 47 orang
lingkungan yang buruk akan berpengaruh pada
(87 %),%). Hal ini menunjukan bahwa dilapangan
penyebaran penyakit menular termasuk TB. Dan
pasien TB Paru tidak selalu dalam keadaan status
yang terakhir aspek mikroba responden adalah
gizi kurang menurut Helena (2013) penelitian
dengan golongan tidak resisten sebanyak 49 orang
yang dilkukan di RS Adam Malik Medan bahwa
(90,7%) tetapi ada yang mengalami resistan juga
pasien TB terbanyak dengan status gizi normal.
hal ini menunjukan bahwa aspek mikroba menjadi
Pada umumnya pendidikan sebagian besar rendah
salah satu factor kegagalan konversi yang
37 orang (68,5%), hal ini sesuai dengan hasil
dikuatkan oleh pernyataan kemenkes (2014)
Riskesdas tahun 2013 bahwa prevalensi TB paru
Bahwa salah satu penyebab kegagalan konversi
terjadi pada kelompok dengan status pendidikan
adalah TB MDR (Multy Drug Resistance).
rendah. Dari segi tingkat pendapatan adalah
tingkat pendapatan kurang dari UMP
Tabel. 1 Distribusi responden berdsarka factor
(≤Rp3.300.000) sebanyak 32 orang (59,3%) ,
internal
menurut Kurniawan dkk (2013) bahwa status
Variabel independen Jumlah Prosentase
ekonomi mempengaruhi tingkat kesehatan pasien
dengan meningkatkan resiko penyakit dan (%)
mempengaruhi cara atau tempat dimana pasien
Jenis kelamin
memasuki sistem layanan kesehatan.
Laki-laki 30 56.6
Kemudian segi keteraturan berobat adalah minum
Perempuan 24 44.4
obat teratur sebanyak 49 orang (90,7%)Angka ini Usia
menunjukan bahwa keteraturan minum obat TidakProduktif (> 13 24,1
tinggi dikarenakan adanya Pengawas minum obat 50th) 41 75,9
pada setiap pasien baru dan adanya follow up Produktif (15-50 th)
kasus yang dilakukan petugas TB terhadap pasien Status Gizi
TB paru BTA positif. Menurut Taufan (2008), Kurang ( < 18,5) 7 13
peranan keteraturan obat sangat penting dalam Normal 47 87
pengobatan TB Paru. Dari segi kebiasaan (18,5 -22,9) 0 0
merokok adalah merokok sebanyak 34 orang Lebih (> 23 )
Tingkat
(63%) , hasil penelitian Wahyuni dkk (2015) di
Pendidikan
Rumah Sakit Adam Malik bahwa jumlah rokok
Rendah 37 68,5
dan lama rokok mempunyai hubungan dengan (Tidak Sekolah, SD, 17 31,5
kegagalan konversi. Hasil penelitian ini SMP)
menunjukan distribusi responden adalah tidak Tinggi
ada penyakit penyerta (DM dan HIV) sebanyak 41 (SMA, PT)
orang (75,9%) dapat dikuatkan oleh pernyataan Tingkat Pendapatan
organisasi PPTI 2012 bahwa ada penyakit

Skripsi Tuberculosis
4
Kurang dari UMP (≤ 32 59,3 18,5) %) 5,962
Rp. 3.300.000) Normal )
Lebih dari UMP ( > (18,5 -
Rp. 3.300.000) 22 22,9)

40,7 Tingkat
Pendidi
Keteraturan kan 17(45,9% 20(54,1 0.01 0,74
minum obat Rendah ) %) (0,00
Tidak Teratur 5 9,3 (Tidak 9-
Teratur 49 90,7 Sekola 0,613
h, SD, 1(5,9%) 16(94,1 )
Kebiasaan SMP) %)
Merokok Tinggi
Merokok 34 63,0 (SMA,
Tidak Merokok 20 37,0 PT)
Penyakit Penyerta (DM Tingkat
dan HIV) Pendap
Tidak ada 41 75,9 atan
Ada 13 24,1 16(50%) 16(50% 0,005 5.500
) (1,40
AspekPelayanan Kurang 2(9,1%) 3-
Kesehatan 8 14,8 dari 20(90,9 21,56
Kurang 46 85,2 UMP %) 0)
Baik (≤ Rp.
3.300.0
AspekKesehatan 00)
Lingkungan 48 88,9 Lebih
Kurang Sehat 6 11,1 dari
Sehat UMP (
Sifat Mikroba > Rp.
Resisten 5 9,3 3.300.0
Tidak Resisten 49 90,7 00)
Keterat
uran
Tabel 2. Hubungan antara variabel dengan minum 5(100%) 0(0%) 0,005 0,265
kegagalan konversi obat 13(26,5% 36(73,5 (0,16
Variab Status Konversi Nilai OR Tidak ) %) 6-
el Tidak konversi P (95% Teratur 0,423
Konversi CI) Teratur )
Jenis Kebias
kelami 5(16,7%) 25(83,3 0,009 5,909 aan
n 13(54,2% %) (1,69 Meroko 28 6 0,004 7,000
Laki- ) 11(45,8 0- k (82,4%) (17,6%) (1,99
laki %) 20,65 Meroko 12(60%) 8(40%) 3-
Peremp 9) k 24,58
uan Tidak 1)
Usia Meroko
TidakP 0(0%) 13(100 0,01 0,561 k
rodukti %) (0,42 Penyak
f (> 18(43,9% 8- it
50th) ) 23(56,1 0,735 Penyert 9(22%) 32(78%) 0,005 3,154
Produkt %) ) a (DM 9(69,2%) 4(30,8% (1,59
if (15- dan ) 5-
50 th) HIV) 6,235
Status Tidak )
Gizi 6(85,7%) 1(14,3% 0,006 3,357 ada
Kurang 12(25,5%) ) (1,89 Ada
( < 35(74,5 0- AspekP

Skripsi Tuberculosis
5
elayana kelamin,usia,status gizi,tingkat pendidikan,tingkat
n 1(12,5%) 7(87,5 0,343 0,244 pendapatan,keteraturan minum obat,kebiasaan
Keseha 17(37%) %) (0,02 merokok,penyakit penyerta,kesehatan
tan 29(63% 8- lingkungan,factor mikroba.Jika dilihat dari jenis
Kurang ) 2,154
kelamin distribusi responden di puskesmas
Baik )
Jatinegara terbanyak adalah laki-laki yaitu 30
Aspek
orang (56,6%) dan perempuan sebanyak 24 orang
Keseha (44,4%). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
tan 12(25%) 36(75% 0,001 4,000 Ditjen Binkesmas tahun 2010 bahwa proporsi
Lingku 6(100%) ) (2,45 berdasarkan jenis kelamin adalah laki-laki lebih
ngan 0(0%) 1- banyak dari pada perempuan. Berdasarkan usia
Kurang 6,529 menunjukan bahwa distribusi responden terbanyak
Sehat ) adalah pada usia produktif (15-50 th) sebanyak 41
Sehat orang (75,9%) dan usia tidak produktif sebanyak
Sifat 13 orang (24,1 %). Hal ini sesuai dengan
Mikrob 5(100%) 0(0%) 0,005 3,769
pernyataan Kemenkes (2014), bahwa insidensi
a 13(26,5% 36(73,5 (2,36
pasien TB Paru adalah usia produktif, Pada usia
Resiste ) %) 5-
n 6,006 produktif tersebut, biasanya juga banyak yang
Tidak ) memiliki kebiasaan merokok yang merupakan
Resiste salah satu faktor resiko kejadian penyakit
n Tuberkulosis. Dilihat dari status gizi menunjukan
distribusi responden terbanyak adalah gizi normal
Dari hasil uji kai kuadrat didapatkan ada 6 ( IMT 18,5-22,9) sebanyak 47 orang (87 %),
hubungan variabel independen dan 1 tidak ada kurang (IMT<18,5) sebanyak 7 orang (13 %) dan
hubungan variabel independen terhadap kegagalan yang status gizi lebih tidak ada hasil atau 0 (0%).
konversi pasien TB paru kategori 1 BTA positif Hal ini menunjukan hasil yang sama oleh Helena
baru. Adapun yang mempunyai hubungan adalah (2013) penelitian yang sebelumnya dilkukan di RS
faktor jenis kelamin (nilai P value = 0,009),factor Adam Malik Medan bahwa pasien TB terbanyak
usia ( nilai P Value = 0,01), factor status gizi ( dengan status gizi normal.Berdasarkan tingkat
nilai P value = 0,006),factor tingkat pendidikan pendidikanpenelitian menunjukan distribusi
(nilai P value = 0,01),factor tingkat pendapatan responden adalah pendidikan rendah ( tidak
(nilai P value = 0,005),factor keteraturan minum sekolah, SD,SMP ) sebanyak 37 orang (68,5%)
obat (nilai P value =0,005),factor kebiasaan dan tinggi sebanyak 17 orang (31.5%) hal ini
merokok (nilai P value = 0,004),factor penyakit sesuai dengan hasil Riskesdas tahun 2013 bahwa
penyerta (nilai P value = 0,005),factor aspek prevalensi TB paru terjadi pada kelompok dengan
kesehatan lingkungan (nilai P value =0,001), status pendidikan rendah. Berdasarkan tingkat
factor sifat mikroba (nilai P pendapatan penelitian menunjukan distribusi
Value=0,005).Sedangkan untuk factor yang tidak responden adalah tingkat pendapatan kurang dari
ada hubungannya adalah factor aspek pelayanan UMP (≤Rp3.300.000) sebanyak 32 orang (59,3%)
kesehatan hal ini dikarenakan dipuskesmas dan yang lebih dari UMP (>Rp 3.300.000)
Kecamatan Jatinegara yang berkaitan dengan sebanyak 22 orang (40,7%). Menurut Hiswani dan
pelayanan TB adalah adanya pengawas minum Manalu (2011) pendapatan sangat erat juga untuk
obat atau PMO untuk pasien yang akan memulai kejadian TB Paru,karena pendapatan yang kecil
pengobatan, penandatangan inform concent pasien membuat orang tidak dapat layak memenuhi
berkaitan keteraturan dan kesanggupan menjalani syarat-syarat kesehatan.Berdasarkan keteraturan
pengobatan, konseling gizi, follow up kasus TB, minum obat Hasil penelitian menunjukan
screening awal TB dan HIV dan jejaring eksternal distribusi responden adalah minum obat teratur
dengan lab rumah sakit untuk pemeriksaan sebanyak 49 orang (90,7%) dan yang tidak teratur
resistensi sifat mikroba kuman. sebanyak 5 orang (9,3 %). Angka ini menunjukan
bahwa keteraturan minum obat tinggi dikarenakan
PEMBAHASAN adanya Pengawas minum obat pada setiap pasien
Banyak hal yang mempengaruhi kejadian baru dan adanya follow up kasus yang dilakukan
terjadinya kegagalan konversi pada pasien TB petugas TB terhadap pasien TB paru BTA positif.
paru BTA positif diantaranya adalah jenis Berdasarkan kebiasaan merokok menunjukan

Skripsi Tuberculosis
6
distribusi responden adalah merokok sebanyak 34 sebagian besar teratur 49 orang (90,7%),
orang (63%) dan yang tidak merokok adalah 20 kebiasaan merokok sebagian besar merokok 34
orang (37%). Hasil penelitian Wahyuni dkk (2015) orang (63%), penyakit penyerta sebagian besar
di Rumah Sakit Adam Malik bahwa jumlah rokok tidak ada penyakit penyerta 41 orang (75,9%),
dan lama rokok mempunyai hubungan dengan aspek pelayanan kesehatan sebagian besar baik 46
kegagalan konversi. Berdasarkan penyakit (85,2%), aspek kesehatan lingkungan sebagian
penyerta penelitian menunjukan distribusi besar kurang sehat 48 orang (88,9%) dan yang
responden adalah tidak ada penyakit penyerta terakhir aspek mikroba dimana sebagian besar
(DM dan HIV) sebanyak 41 orang (75,9%) dan tidak resisten 49 orang (90,7%).
yang ada penyakit penyerta (DM dan HIV) adalah Berdasarkan hubungan dari 54 responden terdapat
sebanyak 13 orang (24,1%). Orang dengan HIV hubungan antara factor jenis kelamin,usia,status
mempunyai kemungkinan 30 kali lebih beresiko gizi,tingkatpendidikan,tingkat
untuk sakit TB dibandingkan dengan orang yang pendapatan,keteraturan minum obat,kebiasaan
tidak terinfeksi HIV (Kemenkes,2014). merokok,penyakit penyerta,kesehatan lingkungan
Berdasarkan pelayanan kesehatan menunjukan dan aspek mikroba sedangkan untuk tidak ada
distribusi responden adalah dengan kriteria baik hubungan adalah faktor pelayanan kesehatan.Dari
sebanyak 46 orang (85,2%) dan kriteria kurang semua hubungan faktor yang paling dominan
adalah 8 orang (14,8 %).Hal ini menunjukan adalah faktor kebiasaan merokokok.
bahwa pelayanan kesehatan di Pusksmas
Kecamatan Jatinegara adalah baik karena di di DAFTAR PUSTAKA
dukung oleh adanya Pendamping Minum Obat 1. Amirudin, Tahitu (2006). Faktor resiko
(PMO), adanya perjanjian awal minum obat, kegagalan konversi dahak penderita TB
adanya ketersediaan obat OAT TB dan adanya Paru baru setelah pengobatan fase
konseling yang dilakukan oleh perawat sebelum intensif.Diunduh pada tanggal 06 Desember
pasien memulai pengobatan TB Paru.Berdasarkan 2017.
aspek kesehatan lingkungan distribusi responden https://ridwanamiruddin.wordpress.com/200
adalah dengan kriteria kurang sehat yaitu sebanyak 7/04/26/faktor-risiko-kegagalan-konfersi-tb/
48 orang (88,9%) dan dengan kriteria
2. Astuti (2010). Hubungan keteraturan
sehat menunjukan sebanyak 6 orang (11,1%). Hal
berobat dengan konversi dahak penderita
ini dikarenakan kebanyakan penduduk di TB Paru kasus baru setelah pengobatan
Puskesmas Kecamatan Jatinegara tinggal didaerah fase intensif. Diunduh pada tanggal 06
dengan populasi sangat padat dan bukan rumah Desember 2017.
sendiri.Sedangkan factor aspek mikroba file:///C:/Users/DERAP-
menunjukan distribusi responden adalah dengan BW01/Downloads/Microsoft%20Word%20
golongan tidak resisten sebanyak 49 orang -%20notariana.pdf.
3. Dinkes RI, (2016). Profil DinKes. Jakarta.
(90,7%) dan yang resisten sebanyak 5 orang 4. Donsu, T,D., Jenita, (2016). Metodologi
(9,3%) ini menunjukan bahwa terdapat pasien Penelitian Keperawatan. Yogyakarta:
yang resisten terhadap obat anti tuberculosis yang Pustaka Baru Express.
berarti responden tersebut masuk dalam golongan 5. Donsu, T,D., Jenita, (2017). Psikologi
TB Paru kebal terhadap obat TB atau sering Keperawatan. Yogyakarta: Pustaka Baru
disebut dengan TB MDR (Multi Drug Resistence). Express.
6. Ikatan Dokter Indonesia (2015).
Bahwa salah satu penyebab kegagalan konversi
Penanganan TB ISTC Edisi 3 . Jakarta.
adalah TB MDR (Kemenkes, 2014). Diunduh pada tanggal 06 Desember 2017.
http://www.tbindonesia.or.id/tbidcnt/upload
KESIMPULAN s/2017/02/BUKU-TB-IDI-Standard-
Berdasarkan Karakteristik dari 54 responden yang Internasional-Untuk-Penanganan-TB-ISTC-
berobat TB di Puskesmas Jatinegara sebagian Edisi-3.pdf.
besar berjenis kelamin laki-laki 30 orang (56,6%), 7. Kementrian Kesehatan RI (2014). Pedoman
Nasional Pengendalian Tuberculosis.
usia sebagian besar produktif (15 - 50 tahun) 41
Jakarta
orang (75,9%) , status gizi sebagian besar normal 8. Kementrian Kesehatan RI (2015). Petunjuk
sebanyak 47 orang (87%), tingkat pendidikan Teknis Penerapan Pendekatan Praktis Paru
sebagian besar rendah 37 orang (68,5%), tingkat Pada Kesehatan Paru Di Indonesia .
pendapatan sebagian besar kurang dari UMP Jakarta.Diiunduh pada tanggal 06
sebanyak 32 orang (59,3%), keteraturan berobat November 2017.

Skripsi Tuberculosis
7
http://www.tbindonesia.or.id/tbidcnt/upload 16. Notoatmodjo, Soekidjo, (2012). Promosi
s/2017/02/Buku-Petunjuk-Teknis- Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta
Pendekatan-Praktis-Kesehatan-Paru- : Rineka Cipta.
PAL.pdf. 17. Sari, (2016). Analisis faktor yang
9. Kementrian Kesehatan RI (2015). Rencana berhubungan dengan kegagalan konversi
Aksi Nasional Kolaborasi TB-HIV . Jakarta. pasien
Diunduh pada tanggal 06 November 2017. TB paru BTA Positif pada akhir pengobatan
http://www.tbindonesia.or.id/2017/02/03/bu fase intensif.
ku-rencana-aksi-nasional-kolaborasi-tbhiv- http://repository.unair.ac.id/46064/. diunduh
2015-2019/. pada tanggal 03 Oktober 2017
10. Kementrian Kesehatan RI dan KemenKet 18. Setiawati,& Ayuningtyas, (2017).Faktor-
(2015). Pedoman Pengendalian Faktor Kegagalan Konversi Pada Pasien
Tuberculosis di Tempat Kerja . Jakarta. TB Paru BTA Positif Kat 1 Pada Akhir
Diunduh pada tanggal 06 November 2017. Pengobatan Fase Intensif. Skripsi tidak di
http://www.tbindonesia.or.id/tbidcnt/upload publikasi. Universitas Indonesia. Jakarta.
s/2017/02/Buku-Panduan-Pengendalian- hhttp://jurnalrespirologi.org/wp-
TB-di-Tempat-Kerja.pdf. content/uploads/2017/08/JRI-2017-37-1-
11. KemenKes, RI. (2013). Infodatin. Jakarta 47.pdf .diunduh pada tanggal 03 Oktober
12. Kurniawan, dkk (2015). Faktor-faktor yang 2017.
mempengaruhi keberhasilan 19. Sofia N, (2016).Analisi Faktor yang
tuberculosis paru. Diunduh pada tanggal 06 berhubungan dengan kegagalan konversi
Desember 2017. pasien TB Paru BTA Positif pada akhir
https://media.neliti.com/media/publications/ pengobatan fase intensif Kat 1 di Kota
188864-ID-faktor-faktor-yang- Surabaya. Skripsi tidak di publikasi.
mempengaruhi-keberhas.pdf. Universitas Airlangga. Jawa Timur.
13. LPPM UMJ (2017). Buku Panduan http://repository.unair.ac.id/46064/13/FKM
Penulisan Skripsi Universitas %20302-16%20ABSTRAK.pdf.
Muhammadiyah diunduh pada tanggal 03 Oktober 2017.
Jakarta. Universitas Muhammadiyah 20. USAID dan Cepat(2014). Buku Pintar
Jakarta. Penanggulangan Tuberculosis kupasan
14. Noorhizmaz, Rekawati, (2014).Hubungan para Kyai . Jakarta.
Tingkat Pengetahuan Klien Tuberkulosis 21. Wahyuni, dkk, (2016). Pengaruh Merokok
Dengan Kepatuhan Minum Obat Anti Terhadap Konversi Sputum Pada Penderita
Tuberkulosis. Diunduh pada tanggal 06 Tuberculosis Paru Kat 1. Skripsi tidak di
Desember 2017. publikasi. Universitas sumatra utara.
http://lib.ui.ac.id/naskahringkas/2016- Sumatra. http://jurnalrespirologi.org/wp-
08/S55659- content/uploads/2016/09/JRI-2016-36-2-
Rini%20Hardiani%20Noorhizmah 106-12.pdf. diunduh pada tanggal 03
15. Notoatmodjo, Soekidjo, (2012). Metodologi Oktober 2017.
Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka
Cipta

Skripsi Tuberculosis
8

Anda mungkin juga menyukai