Anda di halaman 1dari 7

Hubungan Tingkat Pengetahuan Terhadap Kepatuhan Minum Obat Pada

Pasien Tuberkulosis Paru (TB) Di Puskesmas Malei

Disusun Oleh :

ZAITUN

202201286

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS WIDYA NUSANTARA

2023
BAB 1

PENDAHULUAN

1.2 Latar Belakang


Di masyarakat tentunya sering kita jumpai kasus Tuberculosis atau TB paru. Tuberculosis
(TBC) merupakan penyakit yang sudah dikenal sejak dahulu kala dan telah melibatkan
manusia sejak zaman purbakala, seperti terlihat pada peninggalan sejarah. TB paru adalah
suatu penyakit infeksi yang menyerang paru-paru yang secara khas ditandai oleh
pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosi jaringan. Penyakit ini bersifat menahun
dan dapat menular dari penderita kepada orang lain (Mariyana, 2019).

Tuberkulosis paru atau Tuberculosis (TB) paru merupakan penyakit infeksi pada paru-paru
yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. TB paru dapat menimbulkan
gejala seperti batuk berdahak lebih dari2 minggu, demam, berkeringat di malam hari,
kelelahan, dan penurunan berat badan. Penyakit TB paru dapat menyebar melalui udara
ketika seseorang yang terinfeksi membuka paru-paru saat batuk, bersin, atau berbicara. Itu
sebabnya, penyakit TB paru sangat mudah menular dan menjadi masalah kesehatan
masyarakat yang serius, terutama di negara berkembang seperti IndonesiaIndonesia
(Gasim, 2019)

Menurut Global Tuberculosis Control (WHO Report) tahun 2016, Indonesia merupakan
penyumbang Tuberkulosis Paru (TB) terbesar ke-3 di dunia setelah India dan Cina dengan
angka kematian sebanyak 275.729 per tahunnnya . Ketidakpatuhan penderita TB Paru
dalam minum obat menyebabkan angka kesembuhan penderita rendah, angka kematian
tinggi dan resiko kekambuhan meningkat. Pengetahuan mengenai TB Paru sangatlah
penting guna menyadarkan pasien agar patuh minum obat (WHO, 2016)

Pada tahun 2015 di Indonesia ditemukan kasus TB sebanyak 330.910 kasus, kasus tersebut
mengalami peningkatan dibandingkan kasus pada tahun 2014 dengan jumlah kasus
sebanyak 324.539 kasus. Jumlah kasus tertinggi yaitu berada pada provinsi Jawa Barat,
Jawa Timur dan Jawa Tengah, kasus TB pada ketiga provinsi tersebut yaitu sebesar 38%
dari seluruh jumlah kasus di Indonesia. Kasus berdasarkan jenis kelamin pada laki-laki
memiliki kasus lebih tinggi dibandingkan perempuan yaitu 1,5 kali lebih tinggi pada
seluruh provinsi di Indonesia. Jika dikelompokkan berdasarkan umur, pada tahun 2015
kasus TB paling banyak ditemukan pada kelompok umur 25-34 tahun yaitu sebesar
18,65%, disusul dengan kelompok umur 45-54 tahun yaitu sebesar 17,33% dan selanjutnya
pada kelompok umur 35-44 tahun yaitu sebesar 17,18% (Kemenkes, 2016).

Proporsi kasus TB setiap tahun memperlihatkan kecenderungan peningkatan, pada tahun


2011 1,82, pada tahun 2012 1,95, tahun 2013 2,62, tahun 2014 naik menjadi 3,71, pada
tahun 2015 naik lagi menjadi 5,18 dan pada tahun 2016 turun menjadi 3, namun masih
belum memenuhi standar 10-15%. Beberapa penyebabnya karena TB anak tidak tercatat
dalam pencatatan program walaupun kasus anak tersebut diobati yakni kasus anak rumah
sakit, penegakan diagnosis yang belum tersosialisasi dengan baik di fasilitas kesehatan
tingkat pertama, serta kekurangan tenaga medis di Puskesmas untuk mendiagnosis TB
anak. Beberapa upaya telah dilakukan antara lain: melakukan seminar TB anak kerjasama
dengan organisasi profesi IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) wilayah Sulawesi Tengah,
Sosialisasi diagnosis TB anak dengan sistem skoring pada fasilitas pelayanan kesehatan
tingkat pertama, Distribusi serum tuberkulin pada rumah sakit yang telah menjalankan
program TB anak dengan optimal. Angka Kesembuhan dan Keberhasilan Pengobatan TB
pada tahun 2009 s.d. tahun 2013 berkisar pada 87–88 %, sudah memenuhi target nasional >
85%. Angka kesembuhan pada tahun 2014 belum memenuhi standar > 85%, ada penurunan
jika dibandingkan tahun sebelumnya(Dinkes sulteng, 2015).

Angka Keberhasilan pengobatan TB sudah memenuhi target >85%, namun jika dilihat per
kabupaten, beberapa kabupaten belum memenuhi target seperti Kab Morowali tahun
2015 ,159 kasus dan tahun 2016 meningkat menjadi 195 kasus, Kab. Tolitoli dari 167 kasus
di tahun 2015 naik menjadi 174 kasus di tahun 2016, Kabupaten Donggala mesti tidak
signifikan dari 87 kasus 2016 naik menjadi 108 kasus pada tahun 2016. Penguatan jejaring
eksternal dalam penatalaksanaan pasien TB sangat diperlukan( Dinkes sulteng, 2015).

Adapun data di puskesmas Malei Kecamatan Balaesang Tanjung pada Tahun 2021 telah
ditemukan penderita suspek TB sebanyak 59 penderita klinis dan BTA positif ditemukan
sebanyak 42 penderita. Cakupan penderita BTA positif yang diobati sebanyak 40 dengan
kesembuhan.
Perawat memiliki peranan yang cukup penting dalam tugasnya dalam penatalaksaan dan
juga pengelolaan pasien TB sebagai edukator, konselor dan fasilitator dalam memberikan
asuhan keperawatan kepada pasien TB. Sebagai edukator, perawat memiliki tugas untuk
meningkatkan pengetahuan pasien TB mengenai penyebab, gejala dan juga program
pengobatan yang harus dilakukan dan juga menjelaskan mengenai tujuan alasan mengapa
pengobatan tersebut harus dilaksanakan secara teratur. Tujuan dari peran perawat sebagai
edukator di sisi lain juga untuk mengubah perilaku dari klien agar dapat menjalankan
pengobatan secara teratur sehingga akan meningkatan kesehatan klien dan mempercepat
penyembuhan klien dari TB (Kemenkes, 2011). Selain itu upaya untuk mengantisipasi
ketidakpatuhan dalam minum obat adalah dengan meningkatkan motivasi klien, untuk
meningkatkan motivasi klien perlu dilakukan penyampaian informasi seakurat mungkin
dengan cara melakukan komunikasi secara terapeutik oleh perawat dan juga memberikan
penjelasan bahwa penyakit TB dapat disembuhkan dengan pengobatan yang rutin sesuai
program tanpa putus (Prasetya, 2009).

Salah satu cara pengobatan TB paru adalah dengan memberikan obat-obatan antibiotik. Di
Indonesia, program nasional pengendalian TB (PNPT) telah dilaksanakan untuk
menurunkan angka penyebaran TB paru. Program ini dijalankan dengan memberikan
antibiotik gratis kepada pasien TB paru, tetapi pengetahuan dan kepatuhan pasien minum
obat sangat penting untuk mendapatkan hasil yang efektif.

Kepatuhan minum obat TB paru menjadi hal yang krusial dalam kesembuhan pasien.
Kepatuhan minum obat yang baik akan mempercepat proses penyembuhan, mencegah
resistensi obat, dan menurunkan kemungkinan terjadinya kematian akibat TB paru. Namun,
masih banyak pasien TB paru yang tidak patuh minum obat dengan benar dan tepat waktu.
Hal ini dapat mengakibatkan penyakit TB paru tidak sembuh dan menyebar ke pihak lain.

Pengetahuan yang cukup mengenai penyakit dan terapi penyembuhan TB paru dapat
meningkatkan kepatuhan pasien minum obat. Namun, masih banyak pasien TB paru yang
kurang memahami pengobatan TB paru, termasuk tentang penggunaan obat dan efek
sampingnya. Oleh karena itu, perlunya penelitian tentang hubungan tingkat pengetahuan
pasien TB paru terhadap kepatuhan minum obat.
Namun hubungan tingkat pengetahuan dengan kepatuhan minum obat anti tuberkulosis
perlu diteliti lebih lanjut, maka dari itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitan
mengenai “Hubungan Tingkat Pengetahuan Terhadap Kepatuhan Minum Obat Anti
Tuberkulosis Pada Pasien TB”

1.2 Rumusan Masalah


Apakah tingkat pengetahuan berhubungan dengan kepatuhan minum obat anti tuberkulosis
pada pasien TB di Puskesmas Malei?

1.4 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan
pasien TB paru terhadap kepatuhan minum obat. Pengetahuan yang baik tentang penyakit
TB paru dan pengobatannya diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan pasien dalam
minum obat dan akhirnya menuju kesembuhan

1.4 Manfaat
1.4.1 Teoritis
Memperkuat teori dan penelitian keperawatan yang sudah ada untuk pengembangan
keilmuan keperawatan dalam bidang keperawatan komunitas dan keperawatan
medikal bedah.
1.4.2 Praktis
1. Bagi responden
Dengan mengikuti penelitian ini responden dapat terukur seberapa besar tingkat
pengetahuan pengobatan tuberkulosis paru. Sehingga dapat ditingkatkan
pengetahuan agar responden patuh dalam minum obat dan mencapai kesembuhan.

2. Bagi Perawat Puskesmas


Dalam penelitian ini, perawat puskesmas bisa mendapatkan data mengenai tingkat
pengetahuan para pasien TB. Sehingga dapat dilakukan promosi kesehatan kepada
klien sebagai upaya perawat dalam meningkatkan kepatuhan pengobatan pada
klien.
3. Bagi Puskesmas
Pemberian pendidikan kesehatan kepada pasien dapat dikembangkan lebih
komprehensif pada intervensi keperawatan di lingkup keperawatan komunitas.
DAFTAR PUSTAKA

Dinkes Sulteng. 2015. Dinas kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah. Buku Profil Kesehatan
Sulawesi Tengah 2015 ini disajikan dalam bentuk cetakan dan soft copy

Gasim, T., & Teka, A. (2019). Adherence to Anti-tuberculosis Treatment and Associated Factors
among Tuberculosis Patients in Alamata District, Northeast Ethiopia: A Cross-sectional
Study. BMC Research Notes, 12(1), 705.

Kemenkes RI. (2019). Buku Saku Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Kementerian
Kesehatan RI.

Kemenkes. (2011). Pedoman nasional pengendalian tuberkulosis.

Manurung, Santa, dkk. 2009. Gangguan Sistem Pernafasan Akibat Infeksi,Cetakan Pertama
CV. Trans Info Media : Jakarta

Mariyana, R. R. (2019). Hubungan Antara Pengetahuan Pasien Tuberkulosis Paru dengan


Kepatuhan Minum Obat di Puskesmas Cipayung Kota Depok. Jurnal Ilmiah Kesehatan
Vanguard, 4(1), 44-50.

Prasetya, J. (2009). Hubungan Motivasi Pasien TB Paru dengan Kepatuhan dalam Mengikuti
Program Pengobatan Sistem DOTS di Wilayah Puskesmas Genuk, 46–53.

Viet, H. N., Kethely, M., Lounici, H., & Pinsky, I. (2020). Tuberculosis and the Importance of
Patient Adherence to Treatment in the Current Pandemic Context. International Journal
of Tuberculosis and Lung Disease, 24(7), 685-687.

WHO. (2016). Global Tuberculosis Report. Geneva: WHO Library Cataloguing

WHO. (2021). Tuberculosis. Dipetik Mei 24, 2021, dari


https://www.who.int/health-topics/tuberculosis#tab=tab_1.

Anda mungkin juga menyukai