Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tuberculosis Paru (TB Paru) ialah penyakit infeksi menular langsung
yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini sangat kerap
melanda organ paru dengan sumber penularan merupakan penderita TB Paru
BTA Positif. Sampai saat ini TB Paru masih menjadi penyakit yang parah di
berbagai Negara di dunia. WHO memperkirakan antara tahun 2002-2020
terdapat sekitar satu miliyar manusia terinfeksi TB Paru, apabila dihitung
pertambahan jumlah penderita TB Paru, akan meninggal setiap tahun.WHO
juga melaporkan bahwa 1/3 penduduk dunia sudah terinfeksi bakteri
tuberkulosis serta 9,6 juta orang sakit karena TB Paru, 1,5 Juta orang
meninggal disebabkan oleh TB Paru (World Health Organization, 2015).
Hasil studi Kementrian Kesehatan Repubik Indonesia tahun 2018,
menyebutkan bahwa sebesar 1,0% prevalensi Tuberculosis paru klinis yang
tersebar diseluruh Indonesia. Beberapa Provinsi yang di antaranya memiliki
angka Prevalensi di atas angka Nasional yaitu: Provinsi Aceh, DKI Jakarta,
Nusa Tengara Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta, Kepulauan Riau, Sumatra
Barat, Kepulauan Riau, Nusa Tengara Timur, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi
Tengah dan wilayah timur Indonesia (Riskesdas, 2018). Angka keberhasilan
penyembuhan seluruh permasalahan TB (success rate) sebesar 89% dari
sasaran 85%. Dengan bertambah lebih dari 90% menggambarkan semakin
banyak masyarakat yang mengidap TB Paru yang menyelesaikan pengobatan
sampai tuntas.
Kalimantan Barat pula ialah salah satu Provinsi yang turut ikut serta
dalam pencapaian Indonesia bebas TBC di tahun 2030. Sudah banyak
program dijalankan baik di tingkatan Provinsi maupun di tingkatan Kabupaten
Kota, termasuk perluasan kerjasama dengan berbagai sektor. Angka peristiwa
di Kota

1
2

Pontianak pada tahun 2018 ada 263 orang yang terinfeksi. Hingga saat ini TB
paru masih jadi permasalahan di Kota Pontianak yang utama di kecamatan
Pontianak Barat (Dinkes kota Pontianak 2018). Salah satu kota yang ikut
andil menyumbangkan data permasalahan TBC adalah Kota Pontianak. Data
ulangan tahun 2018 menunjukkan sebesar 1340 kasus dan pada tahun 2019
sebesar 750 kasus permasalahan TBC yang terjadi (Dinkes Provinsi, 2018;
2019).
Bersumber pada data tahun 2019 yang peneliti dapatkan di Pukesmas
Perum 2, pasien penderita penyakit (TB paru) pada tahun 2019-2020 sekitar
93 orang dengan jumlah pasien berulang yaitu 6 orang. Orang yang terinfeksi
bakteri TB memiliki resiko 5-15% seumur hidup jatuh sakit.
Penderita TB juga biasanya akan menyebabkan kurangnya nafsu makan dan
mengalami penyusutan berat badan yang disertai dengan demam, kelelahan
dan keringat malam hari. Jika infeksi tuberkulosis pada paru telah
menimbulkan kerusakan pada paru, akan timbul gejala sesak napas (Data
Puskesmas Perum 2, 2019).
Keberhasilan penyembuhan TB Paru sangat dipengaruhi akan
kepatuhan dalam berobat dan permasalahan kepatuhan pasien penyakit TB
Paru banyak dipengaruhi oleh beberapa aspek. Aspek yang bisa memengaruhi
tingkat kepatuhan seseorang untuk meminum obat, yaitu: usia, pekerjaan,
waktu luang, pengawasan, jenis obat, dosis obat, pengetahuan, sikap serta
penyuluhan dari petugas kesehatan (Danusantoso, H., 2012).
Yulianti, (2019) menempatkan kepatuhan minum obat pengidap
tuberkulosis dipengaruhi oleh diri serta dukungan keluarga. Penyakit
tuberkulosis memerlukan pengobatan jangka panjang untuk mencapai
kesembuhan, dengan tujuan mengenali hubungan efikasi diri, dukungan
keluarga dengan kepatuhan minum obat pada pengidap tuberkulosis di
Wilayah Kerja.
Penyembuhan TB paru yang lama kerap membuat penderita bosan serta
memunculkan ketidakpatuhan penderita dalam minum obat (Siswanto, dkk
2015). Pengidap TB yang menempuh pengobatan baik patuh maupun tidak
3

patuh dapat mengalami penurunan bermacam fungsi fisik, sosial, psikologi,


maupun lingkungan yang akan berdampak pada penurunan kualitas hidup
kepatuhan penyembuhan, serta untuk mengetahui kepatuhan penyembuhan
tuberculosis (Azalla, dkk 2020).
Tujuan pengobatan pada pengidap tubercolusis tidaklah hanya
memberikan obat saja, akan tetapi pengawasan dan memberikan pengetahuan
tentang kepatuham dalam minum obat sebab pada penyakit TB membutuhkan
waktu yang tidak sebentar yaitu minimal 6 bulan dan dalam 6 bulan tidak
boleh putus minum obat dalam 1 hari. Keberhasilan penyembuhan
tuberkulosis tergantung pada pengetahuan penderita dan dukungan dari
keluarga. Kurangnya upaya dari diri sendiri dan motivasi dari keluarga untuk
memberikan dukungan untuk berobat secara tuntas akan mempengaruhi
kepatuhan penderita untuk mengkonsumsi obat. Apabila ini dibiarkan, akibat
yang akan muncul jika penderita berhenti minum obat ialah timbulnya bakteri
tuberkolosis yang resisten terhadap obat, jika ini terus menerus terjadi bakteri
tersebut terus menyebar pengendalian obat tuberkulosis akan semakin sulit
dilaksanakan dan angka kematian terus meningkat akibat penyakit
tuberculosis (Depkes RI, 2018).
Salah satu srategi pengobatan TB Paru ialah dengan DOTS. Secara
harfiah DOTS diartikan sebagai "pengawasan langsung menelan obat jangka
pendek oleh pengawas pengobatan" setiap hari. Sejak 2006 WHO menetapkan
6 program Stop TB paru bersumber pada keberhasilan strategi DOTS.
Program kesembuhan TB paru DOTS menekankan pentingnya mengamati
individu pengidap TB paru supaya mereka mengkonsumsi obat secara teratur
sesuai ketentuan hingga mereka pulih. WHO merekomendasikan Strategi
DOTS secara global untuk menangani TB paru, karena menghasilkan angka
kesembuhan yang tinggi yaitu 95% (Sari, 2017).
Oleh sebab itu peran perawat sangat berarti dalam penanganan kasus
TB paru, salah satunya peran perawat selaku edukator dan care giver. Peran
perawat educator membantu pasien meningkatkan kesehatannya dengan
memberikan informasi tentang perawatan dan tindakan medis yang diterima
4

sehingga pasien atau keluarga dapat mengetahui pengetahuan yang penting


bagi pasien atau keluarga. Tidak hanya itu, perawat juga dapat membagikan
pembelajaran kesehatan kepada kelompok keluarga yang berisiko, kader
kesehatan, dan masyarakat (Suryadi, 2013).
Peran perawat care giver dapat diartikan sebagai seperangkat perilaku
yang diharapkan oleh individu sesuai dengan status sosialnya. Peran yang
dijalankan oleh seorang perawat haruslah sesuai dengan lingkup kewenangan
seorang perawat agar bisa memberikan kepuasan pasien yang bisa dinilai dari
keahlian perawat dalam perihal responsiveness (cepat tanggap), assurance
(sikap dalam memberikan pelayanan), reliability (pelayanan tepat waktu),
emphaty (kepedulian dan perhatian dalam memberikan peran pelayanan) dan
tangible (mutu jasa pelayanan) dari perawat kepada pasien. Peran sebagai
pemberi asuhan keperawatan (care giver) merupakan peran yang paling utama
bagi seorang perawat. Perawat diharapkan sanggup memberikan asuhan
keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan untuk
mengidentifikasi masalah keperawatan mulai dari permasalahan fisik,
psikologis, sosial, spiritual (Yuniarti & Julaikah, 2014).
Perawat sebagai bagian dari tenaga kesehatan juga harus membangun
keterampilan dalam pelaksanaan perawatan medis. Perawat juga dituntut
untuk menyelenggarakan asuhan keperawatan sesuai dengan standar profesi,
yang terdiri atas: pengkajian, perencanaan, penetapan diagnosa keperawatan,
evaluasi keperawatan dan melaksanakan tindakan keperawatan. Tindakan
keperawatan yang dimaksud meliputi: pelatihan dan pengarahan keperawatan,
intervensi keperawatan, observasi keperawatan, sesuai dengan norma asuhan
keperawatan yang diformalkan oleh organisasi profesi (Siswari Yuniarti &
Julaikah, 2014).
Sampai saat ini TB paru masih jadi permasalahan yang belum teratasasi
sepenuhnya di Kota Pontianak yang utama di Kecamatan Pontianak Barat.
Sehingga peneliti tertarik untuk meneliti hubungan peran perawat dalam
penanganan TB Paru di Puskesmas Perum 2 peran perawat sebagai care giver
dan edukator.
5

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang, rumusan masalah pada penelitian ini
adalah: apakah ada hubungan peran perawat sebagai care giver dan edukator
dengan kepatuhan minum obat penderita TB paru di Puskesmas Perum 2?’’
C. Tujuan Penelitian
D. Tujuan Umum
Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara peran perawat sebagai
care giver dan edukator dengan kepatuhan minum obat penderita TB paru
di Puskesmas Perum 2.

E. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi karakteristik demografi pasien TB paru di Wilayah
Pukesmas Perum 2
b. Mengidentifikasi peran perawat sebagai care giver dalam mengontrol
kepatuhan pasien TB paru dalam mengkonsumsi Obat TB paru?
c. Mengidentifikasi peran perawat educator dalam mengontrol kepatuhan
pasien dalam mengkonsumsi Obat TB paru?
d. Membandingkan peran perawat sebagai care giver dan edukator yang
lebih efektif dalam mengontrol kepatuhan pasien TB paru
mengkonsumsi obat?
F. Manfaat Penelitian
1. Bagi Institusi Pendidikan Kesehatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi tambahan
bagi institusi dan di harapkan dapat dijadikan sebagai bahan bacaan dalam
peningkatan ilmu pengetahuan khusus di keperawatan Keperawatan
Medical Bedah.
6

2. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi pengetahuan kepada
masyarakat tentang pentingnya kepatuhan minum obat pada penderita TB
Paru. Sehingga masyarakat dapat mengerti dan memahami pentingnya
mengkonsumsi obat pada pasien yang terkena TB Paru.
C. Manfaat Bagi Peneliti
Dari hasil penelitian ini, penelitian berharap dapat menambah ilmu
pengetahuan tentang Kepatuhan Minum Obat Penderita TB Paru,
sehinggah dapat memberikan wawasan kepada masyarakat dan juga
peneliti tentang Kepatuhan Minum Obat.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tuberkulosis Paru
1. Definisi Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis (TB) paru ialah penyakit menular yang tidak dapat
dicegah dan masih menjadi masalah kesehatan yang signifikan di
Indonesia karena berdampak signifikan terhadap penurunan efisiensi
kerja. Penyakit TB paru ialah permasalahan yang perlu dicermati
penanggulangan serta pengobatannya, sehingga untuk meningkatkannya
dibuatlah suatu standar nasional oleh Departement Kesehatan Republik
Indonesia yang kemudian menjadi acuan bagi para tenaga Kesehatan
dalam pengendalian dan pengobatan penyakit TB paru di unit-unit
pelayanan kesehatan masyarakat (puskesmas) di Indonesia (Kemenkes
RI, 2016).
Tuberkulosis (TB) merupakan suatu penyakit infeksi menular
yang dapat menyerang berbagai organ, terutama paru-paru yang
disebabkan bakteri Mycrobacterium Tuberculosis. Apabila penyakit ini
tidak segera diobati ataupun pencegahannya tidak tuntas dapat
menimbulkan komplikasi berbahaya hingga kematian (Pusdatin, 2015).
Penyakit Tuberkulosis paru (TBC) ialah penyakit infeksi kronik menular.
Tuberkulosis paru merupakan penyakit yang menyerang parenkim paru
yang disebabkan oleh M. tuberculosis (Irman, 2019).
B. Etiologi Tuberkulosis paru
Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular yang disebabkan
oleh bakteri Mycobacterium tuberculosa yang memiliki sifat yang tidak
umum, khususnya perlindungan dari zat korosif pada pewarnaan (Acid
Resistant Basil) karena basil TB memiliki sel lipoid. Basil TB ini sangat
8

rentan dengan cahaya matahari sehingga dalam beberapa menit saja akan
mati. Basil TB juga akan mati dalam beberapa menit jika terkena
alcohol70% dan lisol 50%. Basil TB membutuhkan waktu 12-24 jam
untuk menyelesaikan mitosis, hal ini memungkinkan pemberian obat yang
tidak berkelanjutan setiap 2-3 hari (Darliana, 2011).
Dalam jaringan tubuh, organisme mikroskopis ini dapat menjadi
lamban dalam waktu yang cukup lama. Sifat dormant ini berarti bahwa
organisme mikroskopis dapat mundur kembali dan membuat tuberkulosis
kembali dinamis. Sifat lain kuman adalah bersifat aerob. Sifat ini
menunjukkan bahwa kuman condong ke jaringan yang kaya oksigen,
untuk situasi ini faktor penekanan pada bagian apikal paru-paru lebih
penting daripada jaringan lain sehingga bagian ini merupakan tempat
preferensi untuk tuberkulosis. Bakteri bisa menyebar dari korban TB paru
BTA positif ke individu di sekitarnya, terutama yang kontak dekat
(Darliana, 2011).
C. Manifestasi Klinis
Penderita TB paru akan menghadapi kondisi medis yang berbeda,
seperti batuk berdahak kronis, demam, berkeringat tanpa sebab di malam
hari, sesak napas, nyeri dada, dan penurunan nafsu makan. Semuanya itu
dapat menurunkan produktivitas penderita bahkan kematian. Pasien TB
paru juga sering melihat mata konjungtiva atau kulit putih karena pucat,
badan langsing atau berat badan berkurang (Darliana, 2011).
Manifestasi klinis serta penemuan patologi anatomi TB intestinal
sangat bervariasi. Manifestasinya bisa tidak spesifik serta menunjukkan
kemiripan dengan masalah gastrointestinal lain, semacam penyakit
Crohn, colitis ulseratif, limfoma, enteritis amuba, actinomikosis dan
enterokolitis Yersinia SP atau bahkan keganasan pada kolon (Larsson G,
dkk, 2014).
Pemberian imunosupresan pada kasus yang salah terkait dengan
penyakit dalam dapat menyebabkan penyebaran TB yang mendasar
dengan keterikatan yang mematikan (Mukewar S, 2012). Sebaliknya,
9

pemberian antituberkulosis empirik bisa menyebabkan penundaan


pengobatan penyakit Crohn sehingga meningkatkan risiko eksaserbasi
serta komplikasi (Larsson G, dkk, 2014).

Pada umumnya, penderita datang dengan keluhan sakit perut,


diare dan penurunan berat badan. Keluhan sakit perut dapat ditemukan
pada TB usus dan infeksi Crohn’s. Tetapi, jika pada anamnesis
didapatkan data pasien dari wilayah endemis TB, riwayat imunosupresi
serta terdapat keluarga yang terdiagnosis TB ataupun ditemui TB
ditempat lain, maka kecurigaan lebih mengarah ke TB (Farrill GZ, 2013).

D. Patofisiologi TB paru
Orang-orang tercemar melalui drop core dari penderita TB paru ketika
pasien batuk, bersin, tertawa. droplet nuclei ini mengandung basil TB dan
ukurannya kurang dari 5 mikron dan akan terlihat di sekelilingnya. Droplet
nuclei ini mengandung basil TB. ketika Mikobakterium tuberkulosa
berhasil menginfeksi paru-paru, maka akan terbentuk koloni bakteri yang
berbentuk globular. Biasanya melalui serangkaian reaksi imunologis
bakteri TB paru ini akan berusaha dihambat melalui pembentukan dinding
di sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru. Mekanisme pembentukan
dinding itu menyebabkan jaringan di sekitarnya menjadi jaringan parut
dan bakteri TB paru akan menjadi dormant (istirahat). Bentuk dormant
inilah yang sebenarnya terlihat sebagai tuberkel pada sinar-X (Darliana,
2011).
Sistem imun tubuh bereaksi dengan melakukan reaksi inflamasi.
Fagosit (neutrofil dan makrofag) menelan banyak bakteri; limpospesifik-
tubercolosis melisis (memusnahkan) basil dan jaringan biasa. Reaksi
jaringan ini menyembangkan perkembangan eksudat dalam alveoli,
menyebabkan bronkopneumonia dan infeksi awal terjadi dalam 2-10
minggu setelah pemajanan (Darliana, 2011).
10

E. Pathway TB Paru

Skema 2.1 Pathway TB Paru

F. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi dapat di sebabkan oleh fokus primer di
kelenjar getah bening regional. Fokus primer di paru bisa berkembang.dan
akan memicu terjadinya pneumonitis serta pleuritis fokal. Jika itu terjadi.
nekrosis perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan. keluar
melalui bronkus sehingga. menciptakan rongga di jaringan paru (kavitas).
Kelenjar getah bening atau. Paratrakeal yang biasanya berukuran normal
di awal infeksi, akan membesar karna infeksi inflamasi yang berlanjut.
Bronkus bisa terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus. akibat tekanan
luar menyebabkan inflasi yang berlebihan di segmen distal paru. Obstruksi
total dapat menyebabkan atelectasis. Kelenjar yang mengalami inflamasi
11

dan nekrosis dapat merusak dan menyebabkan area sekat dinding bronkus
terkikis, sehingga menyebabkan TB endobronkial atau membentuk fistula.
Massa dapat menyebabkan gangguan total pada bronkus sehingga
menyebabkan gabungan pneumonitis dan atelektasis, yang juga dapat
disebut sebagai kombinasi kerusakan segmental. Penyebaran limfogen dan
hematogen dapat terjadi selama masa inkubasi, sebelum perkembangan
imunitas seluler. Saat penyebaran limfogen, bakteri menyebar ke pusat
kelenjar getah bening local untuk membentuk kompleks primer.
Sedangkan pada penyebaran hematogen, bakteri TB masuk kedalam
sirkulasi darah kemudian menyebar ke seluruh tubuh. Penyebaran
hematogen penyebab TB ini disebut sebagai penyakit mendasar
(Suegijanto 2016).
Pasien TB yang mengandung kuman TB dalam dahaknya merupakan
Sumber penularan. Pada waktu bersin atau batuk, pasien menyebarkan
kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei/percikan
renik). Apabila seseorang menghirup udara yang mengandung percikan
dahak yang infeksius maka akan terjadi Infeksi. 3000 semburan dahak
akan mengandung kuman sebanyak 0-3500 M.tuberculosis untuk sekali
batuk. Sementara itu jika bersin dapat mengeluarkan sebanyak 4500-
1.000.000 M. Tuberculosis (Menkes RI,2016).
Daya penularan. dari seorang penderita ditentukan oleh jumlah kuman
yang di keluarkan dari parunya. Semakin tinggi tingkat hasil positif hasil
pemeriksaan dahak, maka makin menular penderita tersebut. Bila hasil
pemeriksaan dahak negatif maka penderita tersebut dianggap tidak
menular. Kemungkinan seseorang tercemar TB dikendalikan oleh
sentralisasi tetesan yang terlihat di sekitar dan rentang pernapasan yang
terlihat di sekeliling (Depkes RI, 2003). Spesialis yang berbeda
mengatakan bahwa penularan mikroba penyebab TB dari satu orang ke
orang lain kecuali M. Bovis. Bentuk.kontaminasi lain yang lebih jarang
terjadi adalah kontaminasi pada petugas laboratorium yang berhubungan
dengan kumpulan bakteri dahak pasien, selain itu dalam beberapa kasus
12

juga telah diperhitungkan. kehadiran kekotoran melalui makanan untuk


jenis M. bovis (Varaine, et al, 2010).

Selain menginfeksi orang dewasa, infeksi tuberkulosis dapat


menginfeksi bayi dan anak (TB milier ). TB anak adalah.Penyakit TB yang
terjadi pada.usia 0-14 tahun (Kemenkes, 2013). TB pada anak-anak adalah
yang paling baru dan berlanjut dengan penularan mikroorganisme TB.
Anak-anak paling.sering terinfeksi TB oleh.kontak terdekat, seperti
kerabat. Anak-anak dapat menularkan.penyakit TB pada semua.tingkat
usia. Usia yang .paling sering terjangkit.penyakit TB adalah antara 1
hingga.4 tahun. Anak bisa mengalami.sakit TB segera.setelah tercemar
bakteri.TB atau di.kemudian hari ketika terjadi.pelemahan sistem.imunitas
sehingga.bakteri TB.kembali aktif dan.berkembangbiak di.dalam tubuh.
Jika tidak diobati.kuman TB akan terus.menetap di dalam.tubuh seumur
hidup dan.memungkinkan untuk menginfeksi.anak-anak mereka.kelak
(CDC: TB in Children, 2013).
Komplikasi tuberculosis. dapat dikelompokkan menjadi dua
khususnya keterikatan awal dan kebingungan akhir. Masalah yang diingat
untuk kebingungan awal meliputi: pleurutis, emanasi pleura, empiema,
radang tenggorokan, saluran pencernaan, artropati Poncet.. Sedangkan
Gangguan yang.termasuk dalam komplikasi.akhir diantaranya yaitu:
hambatan jalan. napas hingga sindrom gagal. napas dewasa (ARDS),
Sindrom Obstruksi Pasca Tuberkulosis, kerusakan parenkim. yang sudah
berat, fibrosis paru, kor pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru, dan.
komplikasi pada beberapa organ yang berbeda akibat TBC milier (Sudoyo
et al., 2014).
Komplikasi penderita. yang termasuk stadium lanjut
adalah.hemoptisis berat atau. perdarahan dari saluran napas. bagian bawah.
Dikatakan. stadium lanjut karena dapat. menyebabkankematian. yang
disebabkan oleh. adanya syok, kolaps spontan akibat. kerusakan jaringan.
paru, serta penyebaran. Penyakit ke berbagai organ tubuh lain. seperti otak,
tulang, persendian, ginjal, dan lain sebagainya. (Zulkoni, 2010)
13

7. Penelitian penunjang
Diagnosis TB. dapat ditegakkan. dari gejala klinis, pemeriksaan
fisik, tes laboratorium, pemeriksaan radiologi.dan pemeriksaan
pendukung. lainnya (Fitria, dkk, 2017).
Gejala klinis TB paru terdiri dari gejala respiratorik berupa:
a. Batuk ≥2 minggu.
b. Batuk disertai darah.
c. Nyeri dada.
d. Sesak napas.
Sedangkan gejala sistemik terdiri dari:
a. Demam.
b. Keringat malam.
c. Malaise.
d. Anoreksia.
e. Penurunan berat badan.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi. kejadian Tuberkulosis
Paru, Sosioekonomi, lingkungan. fisik rumah, dan akses pelayanan
kesehatan. Karakteristik pekerjaan.seseorang dapat
mempengaruhi.tingkat gaji, kesejahteraan ekonomi, pendidikan
dan.kepemilikan rumah (Patiro, dkk, 2017).
H. Peran perawat
Peran perawat adalah tingkah. laku yang di harapkan oleh seseorang
terhadapat orang lain, sebagai penyelenggara dalam pelayanan ini perawat
memiliki peran untuk memberikan asuhan keperawatan, melakukan
pembelaan kepada klien, sebagai pendidik untuk tenaga perawat.dan
masyarakat. Tugas itu sendiri adalah suatu pekerjaan yang dikerjakan sesuai
dengan perannya yang dapat berubah sesuai dengan kondisi yang ada
(Nurhidayah, 2014). Fungsi perawat dalam melakukan pengkajian pada
individu sehat maupun sakit dimanan segala aktivitas yang dilakukan berguna
untuk memulihkan Kesehatan.berdasarkan pengetahuan yang dimiliki, seperti
mengidentifikasi masalah. (diagnose keperawatan), perencanaan,
14

implementasi dan evaluas, aktivitas ini di lakukan dengan berbagai cara untuk
mengembalikan kemandirian pasien secepat mungkin dalam bentuk proses
keperawatan. Peran perawat juga merupakan. tingkah laku yang diharapkan
oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukan dalam sistem, dimana
dapat dipengartuhi oleh keadaan sosial baik dari profesi maupun diluar profesi
keperawatan yang bersifat konstan (Amalia, 2015).
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan, perawat mempunyai peran.dan
fungsi sebagai pendamping termasuk sebagai pemberi perawatan, sebagai
figur orang tua, pencegahan penyakit, pendidikan, konseling, kerjasama,
pengambil keputusan etik dan peneliti (Hidayat, 2012).
Upaya penanggulangan penyakit TB sudah di lakukan melalui berbagai
program kesehatan salah satunya strategi Directly.observed treatment short
course (DOTS). Keberhasilan pengobatan ini tergantung pada informasi
pasien tentang dukungan keluarga serta tidak bisa lepas dari peran tenaga
kesehatan. Setiap tenaga kesehatan harus mampu melaksanakan pelayanan
yang prima yaitu memberikan kepada pasien apa yang memang mereka
butuhkan. Pelayanan prima hanya dapat dicapai dengan pelaksanaan yang
mencakup komponen praktik bersifat disiplin, inisiatif, respons, komunikasi
dan Kerjasama.yang baik dengan pasien (Pongoh, dkk, 2015).
Tenaga kesehatan di rumah sakit/puskesmas sebagai lini terdepan dalam
pelayanan kesehatan dasar merupakan ujung tombak dalam penemuan kasus
TB paru yang juga berperan sebagai fasilitator dan memonitor pengawas
minum obat dalam melaksanakan pengobatan TB paru kepada penderita.
Namun pada kenyataannya masih banyak kasus TB yang belum tertangani
dengan maksimal. Buruknya keteraturan penderita berobat, akses diagnosis
dan pengobatan yang masih terbatas serta tingkat pengetahuan masyarakat
yang masih rendah dikarenakan kurangnya sosialisasi dari tenaga kesehatan
merupakan.fakor-faktor penyebabnya (Pongoh, dkk, 2015).
Saat ini perawat memiliki peran yang lebih luas dengan penekanan pada
peningkatan Kesehatan.dan pencegahan penyakit, juga memandang klien
secara komprehensif. Berdasarkan ketentuan undang-undang nomor 38 tahun
15

2014.tentang keperawatan penelitian ini membahas tentang peran dan


wewenang perawat dalam menjalankan tugasnya (Honda dkk, 2014). 
Menurut Undang-Undang Nomor. 38 Tahun 2014 tentang
Keperawatan, kualifikasi. perawat di Indonesia dibedakan menjadi dua
berdasarkan pendidikan yang dilaluinya. Pertama adalah perawat vokasi yang
dinyatakan lulus dari D3 Keperawatan, kedua adalah perawat profesi dengan
gelar Sarjana. Keperawatan. Peran perawat identic..dalam membantu dokter
yang bekerja.di rumah sakit. Padahal, perawat memiliki.hak untuk
memberikan layanan keperawatan secara mandiri dan.tidak harus bekerja di
rumah sakit, klinik, maupun pusat.kesehatan lainnya (Nazirah, Riska, 2017).
Peran yang paling utama bagi seorang perawat merupakan sebagai.
pemberi asuhan keperawatan (CareGiver). Perawat diharapkan mampu
memberikan asuhan keperawatan dengan. menggunakan proses keperawatan
untuk mengidentifikasi masalah keperawatan mulai dari masalah fisik,
psikologis, sosial, spiritual. (Lele, dkk, 2020).
Pelayanan keperawatan tidak terlepas. dari interaksi. antara perawat dan
pasien. Komunikasi interpersonal biasanya.lebih akurat dan tepat, serta juga
merupakan komunikasi yang berlangsung dalam hal memecahkan masalah
pasien dan juga membuat perawat memahami kebutuhan pasien (Lele, dkk,
2020).
1. Peran perawat care giver
Care Giver merupakan peran perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan secara langsung atau tidak.langsung kepada pasien, keluarga
dan masyarakat dengan metoda pendekatan pemecahan masalah yang
disebut proses keperawatan (Wulang, 2013).
Peran perawat sebagai care giver memberikan peran yang sangat
penting dalam proses pengobatan, karena.perawat bisa memberikan
pelayanan asuhan.keperawatan secara langsung kepada pasien, keluarga
dan masyarakat dengan metode pendekatan pemecahan.masalah yang
disebut proses keperawatan (Appolo dan Cahyadi, 2012:261).
16

Peran ini dapat dilakukan perawat dengan berfokus pada keadaan


kebutuhan dasar manusia yang diperlukan melalui pemberian pelayanan
keperawatan dengan. menggunakan proses keperawatan. Perawat
memberikan asuhan keperawatan profesional kepada pasien meliputi
pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi hingga evaluasi. Selain
itu, perawat melakukan observasi yang kontinu terhadap.kondisi pasien,
melakukan Pendidikan..kesehatan, memberikan informasi yang terkait
dengan kebutuhan pasien sehingga masalah..pasien dapat terselesaikan
(Susanto, 2012);
Peran perawat disini.dibagi menjadi beberapa.peran salah satunya
adalah peran perawat.sebagai care giver atau.pemberi asuhan
keperawatan. Perawat sebagai care giver harus mempunyai pengetahuan
yang luas dan tanggap terhadap kebutuhan dari pasien sehingga..pasien
dapat merasa aman. Sampai saat ini perawat.identik dengan seorang
perempuan karena perawat.perempuan umumnya lebih telaten dan.sabar
dalam melaksanakan tugasnya. Menurut Friedman (2012) menyatakan
bahwa.laki-laki memiliki sifat agresif..sedangkan perempuan mempunyai
sifat..pengasuh dan penyayang. Kondisi ini.sesuai dengan fakta yang
ditemukan..dilapangan dalam penelitian ini, bahwa perawat.wanita
memiliki insting dan.memiliki sifat kelembutan..karena yang mendasari
ide keperawatan..dalam sejarahnya adalah mother.insting, oleh karena itu
perawat.perempuan cenderung lebih memiliki peran dan dapat
diterima..dengan baik dalam melakukan..asuhan keperawatan.
Kepuasaan adalah perasaan senang seseorang yang berasal dari
perbandingan antara kesenangan terhadap aktivitas dan suatu produk
dengan harapannya. Pasien sebagai klien pelayanan keperawatan
menuntut pelayanan keperawatan yang sesuai dengan haknya, yakni
pelayanan keperawatan yang bermutu dan paripurna. Pasien akan
mengeluh jika perilaku mindful yang dirasakan tidak memberikan nilai
kepuasan bagi diri mereka (Nursalam, 2016).
17

Menurut Friedman (2012) menyatakan bahwa.laki-laki memiliki


sifat agresif..sedangkan perempuan mempunyai.sifat pengasuh dan
penyayang. Kondisi ini..sesuai dengan fakta yang..ditemukan dilapangan
dalam. penelitian ini, bahwa perawat wanita memiliki insting dan
memiliki sifat kelembutan karena konsep..awal keperawatan dalam
sejarahnya..adalah mother..insting, oleh karena itu perawat
perempuan..cenderung lebih memiliki peran..dan caring yang baik dalam
melakukan..asuhan keperawatan.
Peran perawat sebagai care..giver diharapkan dapat memberikan
asuhan keperawatan..baik bio, psiko, sosio, spiritual..yang baik kepada
pasien TB Paru. Melalui peran..perawat sebagai care..giver yang baik
pasien TB Paru akan..merasa diperdulikan, diperhatikan, dan dihargai.
Sehingga dapat mengalihkan..fokus perhatian pasien kusta untuk tidak
terlalu mengkhuatirkan..keadaannya dan menurunkan..stressor penyebab
depresi, sehingga..tingkat kejadian depresi lebih.rendah (Hidayat, 2012).
Salah satu peran perawat yaitu sebagai pemberi asuhan keperawatan
.(caregiver), karena didalam memberikan asuhan..keperawatan seorang
perawat bukan saja..membantu pasien mendapatkan kembali kesehatannya
melalui proses..penyembuhan, namun berfokus..pada kebutuhan kesehatan
pasien secara.holistik . Dalam pelaksanaannya, pelayanan keperawatan
tidak terlepas dari hubungan antara perawat dan pasien. Komunikasi
interpersonal biasanya..lebih akurat dan tepat, serta juga merupakan
komunikasi..yang berlangsung dalam hal memecahkan masalah pasien.
Seorang perawat tidak akan dapat melaksanakan.proses keperawatan
dengan baik bila tidak terjalin komunikasi..yang baik antara
perawat..dengan klien, perawat dengan. keluarga atau orang yang
berpengaruh bagi.klien dan perawat dengan tenaga kesehatan lainnya
(Jernal Sarco, 2020).

Dalam menjalankan tugas nya sebagai pemberi asuhan, maka


perawat berperan untuk:
18

a. Memberikan pelayanan keperawatan kepada individu, keluarga,


kelompok, atau masyarakat sesuai diagnosis masalah yang terjadi.
b. Memperhatikan individu dalam konteks sesuai kehidupan klien.
c. Perawat menggunakan proses..keperawatan untuk mengidenfikasi
diagnosis..keperawatan (Kozier, 2011).
B. Peran perawat edukator
Salah satu peran perawat dalam memberikan dukungan motivasi
kepada pasien adalah peran perawat sebagai pendidik (edukator). Peran
perawat sebagai edukator ditujukan untuk memberikan penjelasan
informasi penyakit, kondisi klien maupun rencana pengobatan, memberi
nasehat dan memfasilitasi klien dalam pengajaran, mengajarkan perilaku
sehat dan mendukung kemampuan klien, serta memberikan contoh
perilaku terkait kesehatan, hal ini bertujuan agar klien mendapat
pengetahuan dan mampu merubah perilakunya kearah yang lebih sehat
(Sari, Patria, dkk, 2020).
Perawat dalam menjalankan peran edukator membantu pasien untuk
meningkatkan kesehatannya melalui pemberian informasi terkait dengan
keperawatan dan tindakan medis yang diterima sehingga pasien atau
keluarganya dapat mengakui tanggung jawab mengenai hal-hal yang
diketahuinya (Doheny dalam Suryadi, 2013).
Perawat juga harus dapat membantu pasien, keluarga atau komunitas
untuk meningkatkan pengetahuan dalam hal kesehatan, gejala penyakit
hingga tindakan yang akan diberikan sesuai dengan kondisi. Dalam hal ini
perawat juga dapat disebut dengan seorang pendidik, penyampaian
informasi ditujukan kepada kepada pasien, keluarga atau komunitas
melalui pengetahuan yang terkait dengan keperawatan dan tindakan medis
yang diterima.
Edukator adalah peran perawat dalam membantu pasien
meningkatkan kesehatannya melalui pemberian informasi tentang
perawatan dan tindakan medis yang didapat sehingga pasien atau keluarga
mendapat informasi yang penting. Dalam menjalankan tugasnya sebagai
19

educator juga menjadi bagian dalam perencanaan pulang/discharge


planning. Discharge planning adalah suatu kegiatan perawat dalam asuhan
keperawatan untuk memberikan pelatihan dari pasien masuk rumah sakit
hingga kepulangan pasien. Perawat mempunyai tanggung jawab penting
untuk memberi informasi kepada pasien tentang masalah kesehatan, hal-
hal yang harus dihindari, penggunaan obat-obatan di rumah, jenis
komplikasi, dan sumber bantuan yang tersedia. Discharge planning
merupakan salah satu komponen penting dalam pelayanan keperawatan.
Tujuan Discharge Planning Discharge planning merupakan upaya bersama
antara keperawatan, pasien dan keluarga setelah dirawat di rumah sakit,
yang bertujuan untuk menyiapkan kemandirian pasien dan keluarga secara
fisik, mental, sosial, pengetahuan, keterampilan perawatan dan sistim
rujukan berkelanjutan. Hal tersebut dilakukan untuk mengurangi ke
kambuhan, seperti halnya pertukaran data antara pasien sebagai penerima
layanan dengan perawat selama rawat inap sampai keluar dari rumah sakit
(Nursalam, 2016).
Perawat tidak menggunakan aturan khusus saat memberikan pelatihan

dan edukasi kesehatan kepada pasien, namun cukup dengan


memanfaatkan pamflet. Pihak rumah sakit sendiri menyediakan editor
penerbitan majalah untuk perawat dan tim kesehatan lainnya untuk berbagi
wawasan terkait kesehatan. Dalam memberikan edukasi kesehatan,
perawat juga merasakan ada kendala dalam penyampaiannya terkait
dengan waktu penyampaian, bahasa yang dipahami pasien, maupun tingkat
pendidikan pasien sehingga sebagai solusinya perawat menggunakan
bahasa yang sederhana serta perawat memberikan edukasi ke anggota
keluarga yang lain dengan harapan keluarga menyampaikan ulang
mengenai edukasi kesehatan yang diberikan. Berdasarkan hasil studi
pendahuluan yang dilakukan peneliti, menunjukkan bahwa peran perawat
belum maksimal karena adanya kendala dari pasien maupun perawat
sehingga perlu dilakukan perbaikan (Sari, dkk, 2020).
20

Sebagai pendidik klien, perawat membantu klien meningkatkan


kesehatannya melalui pemberian informasi yang terkait dengan
keperawatan dan tindakan medik yang diterima sehingga klien/keluarga
dapat mengakui kewajiban terhadap hal-hal yang mereka ketahui. Sebagai
pendidik, perawat juga dapat memberikan intruksi kesehatan kepada
keluarga yang beresiko tinggi, kader kesehatan, dan lain sebagainya
(Doheny, 2013)
Kemampuan yang Harus Dimiliki Perawat Sebagai Edukator, perawat
sebagai pendidik harus memiliki kemampuan sebagai syarat utama antara
lain:
a. Ilmu pengetahuan yang luas. Pendidikan kesehatan adalah upaya yang
dilakukan oleh seorang pendidik dengan sengaja untuk meyakinkan
orang lain agar dapat berperilaku dan mempunyai informasi dan
pemahaman yang tepat. Ketika pendidik melaksanakan tugasnya,
maka terdapat pertukara informasi dan pengetahuan yang mendukung
agar perannya sebagai edukator dapat terlaksana dengan tepat dan
efektif.
b. Komunikasi. Keberhasilan proses pendidikan pada pasien dan keluarga
dipengaruhi oleh kemampuan perawat dalam berkomunikasi.
Kemampuan berkomunikasi ini merupakan aspek yang penting dalam
asuhan keperawatan. Perawat berinteraksi dengan pasien selama 24
jam dan akan selalu berkomunikasi dengan pasien. Interaksi yang
terjadi antara perawat dengan pasien merupakan bagian dari
komunikasi. Perawat dapat memberikan penjelasan kepada pasien,
memberi motivasi, menghibur pasien, dan menjalankan tugas lainnya
dengan komunikasi. Komunikasi perawat yang baik secara verbal dan
non verbal akan meningkatkan pula citra profesionalisme yang baik
pada perawat.
c. Pemahaman psikologis. Perawat harus mampu memahami psikologis
seseorang agar dapat meyakinkan orang lain untuk berperilaku sesuai
yang diharapkan. Perawat harus meningkatkan kepeduliannya dan
21

mempengaruhi hatinya. Apabila perawat dapat memahami hati dan


perasaan pasien maka informasi yang diberikan oleh perawat akan
dapat langsung diterima oleh pasien sehingga tujuan pendidikan
kesehatan dapat tercapai.
d. Menjadi model/contoh. Upaya yang dapat dilakukan perawat untuk
meningkatkan profesionalisme perawat dilakukan melalui pembuktian
langsung yaitu perawat dapat memberikan contoh dalam pengajaran.
C. Kepatuhan Minum Obat

Dalam rangka mencapai tujuan kepatuhan minum obat TB tersebut,penting untuk

membiasakan mereka dengan standar hidup dan budaya penderita TB agar mereka

tahu dan mandiri untuk hidup sehat. Meskipun demikian, mengemukakan masalah

dalam membuat obat TB memerlukan langkah yang dapat memberi inspirasi

secara akurat dan andal. Penanggulangan TBC secara luas dengan Obat Anti

Tuberculosis (OAT) diberikan kepada penderita secara gratis dan dijamin

aksesibilitasnya. Waktu yang di gunakan untuk pengobatan adalah 6-8 bulan. Hal

tersebut sering menyebabkan pasien menjadi kurang konsisten dalam

mengkonsumsi yang tidak teratur. Pengobatan yang tidak teratur dan kombinasi

yang tidak lengkap diduga telah menyebabkan kehilangan dua kali lipat kuman

TBC terhadap Obat Anti Tuberkulosis. Oleh karena itu penting sekali bagi

penderita untuk menyelesaikan program pengobatan dengan baik, dengan kata

lain, kepatuhan kepatuhan penderita bagi kesembuhan penyakit TB

(Wulandari,2015).

Salah satu penyebab tingginya prevalensi TB adalah Ketidakteraturan


penderita dalam pengobatan TB paru menyebabkan penularan TB paru secara
terus menerus. Ketidakpatuhan terhadap pengobatan akan mengakibatkan
22

tingginya angka kegagalan pengobatan bagi penderita TB paru, meningkatkan


resiko kesakitan, kematian, dan menyebabkan semakin banyak penderita TB paru
dengan BTA yang menolak pengobatan standar. Pasien yang resisten akan
menjadi sumber penularan kuman yang resisten di masyarakat. Hal ini tentunya
akan mempersulit (Fadhila, Gustin, 2019).
Pengobatan TB paru dalam waktu yang lama biasanya berlangsung
selama 6–9 bulan rentan terjadi drop out, yang berdampak pada rendahnya
angka kesembuhan penderita TB paru, sesuai data Dinas Kesehatan Kota
Bima pada tahun 2016 bahwa angka kesembuhan penderita TB paru sebesar
89,87% (Dinas Kesehatan Kota Bima, 2017).
Upaya mengedalikan penyakit TB dibantu melalui berbagai program
kesehatan di tingkat Puskesmas, dengan memangun strategi pengendalian TB
yang dikenal dengan strategi DOTS (directly observed treatment, short course
= pengawasan langsung menelan obat jangka pendek), yang telah terbukti
dapat menahan penularan, sama seperti mencegah perkembanggannya MDR
(multi drugs resistance = kekebalan ganda terhadap obat) TB, namun hasilnya
masih dirasakan belum sesuai dengan yang diharapkan. Oleh karena itu
diharapkan adanya perhatian dari pihak-pihak terkait dalam usaha
meningkatkan peran pelayanan penanganan TB paru selanjutnya. Oleh karena
itu tulisan ini dibuat untuk mengungkap faktor-faktor yang berdampak dan
upaya yang harus dilakukan dalam penanggulangan penyakit TB paru
(Wikurendra, 2019).
Teori ini berdasarkan aktivitas seseorang yang berdampak pada perilaku
yang diidentifikasi dengan kepatuhan minum obat dipengaruhi oleh 3 faktor
yaitu:

1) Faktor predisposisi (predisposing factors), faktor-faktor yang mendahului


perilaku individu yang akan mndukung perilaku yaitu pengetahuan, sikap,
kepercayaan, keyakinan, nilai dan persepsi yang mendorong seseorang atau
kelompok untuk melakukan tindakan.
23

2) Faktor pendukung atau pendorong (enabling faktors), faktor yang


menginpirasi individu atau kelompok untuk melakukan tindakan yang
berwujud lingkungan fisik, tersedianya fasilitas dan sarana kesehatan,
kemudahan mencapai sarana kesehatan, waktu pelayanan, dan kemudahan
transportasi.

3) Faktor penguat (reinforce faktors), mencakup sikap dan dukungan


keluarga, teman, guru, majikan, penyedia layanan kesehatan, pemimpin serta
pengambil keputusan

D. Kerangka teori TB paru

Peran perawat
TB Paru
a. Care giver
 Care giver memberikan pelayanan
 Memperhatikan individu
 Perawat sebagai mengidenfikasi diagnosa
Manifestasi klinis keperawatan
b. Edukator
1. Batuk  Motivasi
2. Sesak  Pendidik
3. Nyeri dada  Komunikasi
(Darliana, 2011)

c. Konselor
d. Advokat
e. Chang agent
(Kozier, 2010)

Kepatuhan minum obat


 Rendah
 Sedang
 Tinggi
Wikurendra (2019)

Ket : Tidak di teliti


24

Di teliti

Skema 2.2 Kerangka Teori

E. Keaslian Penelitian
Tabel 2.1 keaslian penelitian

Nama Judul Hasil Perbedaan


25

Riza Firman Hubungan peran hasil tes statistik Perbandingan pada


Suryadi, 2013. edukator perawat dalam menghasilkan nilai P bagian fokus dan
discharge planning 0,001(α 0.05). Hal ini tempat penelitian,
dengan tingkat menunjukkan hubungan karna peneliti
kepatuhan pasien rawat yang signifikan antara terdahulu lebih
inap untuk kontrol di peran perawat pendidik membahas tentang
rumah sakit paru dalam perencanaan hubungan yang
kabupaten jember. pelepasan dan tingkat signifikan antara peran
kepatuhan pasien rawat perawat pendidik
inap untuk check up di dalam perencanaan
Jember rumah sakit paru- pelepasan dan tingkat
paru. Peran perawat kepatuhan pasien
pendidik dalam rawat inap untuk
perencanaan pelepasan check up di Jember
dengan poin yang baik rumah sakit paru-paru.
telah 23 orang (57,5%)
sementara itu pasien yang
mematuhi pemeriksaan
adalah 24 orang (60%).
Kesimpulannya adalah
bahwa peran perawat
pendidik dalam
perencanaan pelepasan
dapat membuat pasien
mematuhi pemeriksaan
karena pasien dapat
memahami kesehatan dan
ini dapat mencegah
terulangnya kembali.

Maria Goreti Efektifitas Edukasi TB Paru.Hasil: Pengetahuan Perbandingan pada


Owa, 2020. Paru melalui Booklet keluarga terjadi bagian fokus dan
Berbahasa Tetun peningkatan sebelum tempat penelitian,
Terhadap Pengetahuan diberikan booklet pada karna peneliti
dan Sikap Keluarga tingkatan pengetahuan terdahulu lebih
Dalam Pencegahan keluarga baik dengan skor membahas tentang
Penularan TB Paru di 92,1% menjadi 100% Efektifitas Edukasi TB
Centru Saude Comoro, setelah diberikan booklet. Paru melalui Booklet
26

Dili, Timor Leste. Sikap keluarga juga Berbahasa Tetun


terjadi peningkatan Terhadap Pengetahuan
sebelum diberikan booklet dan Sikap Keluarga
pada tingkatan sikap Dalam Pencegahan
keluarga yang cukup Penularan TB Paru
dengan skor 69,8% akan tetapi sama-sama
menjadi 76,2% setelah membahas tentang
diberikan booklet. Uji penyakit TB Paru.
Wilcoxon Signed Test
menunjukkan adanya
peningkatan signifikan
pada pengetahuan maupun
sikap keluarga dalam
pencegahan penularan TB
paru. Kesimpulan:
Edukasi TB melalui
media booklet berbahasa
Tetun efektif dalam
meningkatkan
pengetahuan serta
perubahan sikap keluarga
dalam pencegahan
penularan TB, dilihat pada
peningkatan nilai
pengetahuan keluarga
menjadi seluruhnya
berpengetahuan baik dan
juga sikap keluarga ada
peningkatan nilai pada
tingkata sikap cukup.
27

Hubungan Peran Diketahui sebagian Perbandingan pada


Sari, 2020 responden patuh minum
Perawat Sebagai bagian tempat
obat, yaitu sebanyak 42
Edukator Dan penelitian. Akan
(70,0%) responden dan
Motivator Dengan sebagian besar tidak patuh tetapi sama-sama
Kepatuhan Minum minum obat, yaitu Hubungan Peran
sebanyak 18 (30,0%)
Obat Penderita Tb Di Perawat Sebagai
responden. Diketahui
Poliklinik Mdr sebagian responden patuh Edukator Dan
Rumah Sakit Umum minum obat, yaitu Motivator Dengan
sebanyak 42 (70,0%)
Daerah Dr. H. Abdul Kepatuhan Minum
responden dan sebagian
Moeloek besar tidak patuh minum Obat Penderita Tb
obat, yaitu sebanyak 18 Paru. Cuma
(30,0%) responden. kurangnya peneliti
Diketahui sebagian
responden peran petugas terdahulu tidak
sebagai motivator yang membahas tentang
mendukung, yaitu peran perawat care
sebanyak 36 (60,0%)
giver.
responden dan sebagian
besar peran petugas
sebagai motivator yang
tidak mendukung, yaitu
sebanyak 24 (40,0%)
responden. Ada hubungan
peran perawat
sebagai edukator dengan
kepatuhan minum obat
penderita TB (p-
value 0,011 OR 5,688).
Ada hubungan peran
perawat
sebagai motivator dengan
kepatuhan minum obat
penderita TB (p-
value 0,002 OR 7,327).
Saran memberikan
edukasi dan penyuluhan
terhadap masyarakat
mengenai kepatuhan
minum oabat TB Paru.
28

F. Hipotesis

Hipotesa adalah pernyataan yang diperlukan sebagai jawaban sementara


atas pertanyaan penelitian, yang harus di uji kasahihannya secara empiris
(Nursalam, 2015). Hipotesis dapat dipandang sebagai kesimpulan yang sifatnya
sangat sementara. Sehubungan dengan pendapat itu penulis berkesimpulan
bahwa hipotesis adalah merupakan suatu jawaban atau dugaan sementara yang
bisa dianggap benar dan bisa dianggap salah, sehingga memerlukan
pembuktian dari kebenaran hipotesis tersebut melalui penelitian yang akan
dilakukan. Adapun hipotesis dari penelitian ini adalah :

1. Ha : ada hubungan antara peran perawat sebagai care giver dan edukator
dengan kepatuhan minum obat penderita TB paru di Pukesmas Perum 2.

2. Ho : Tidak ada hubungan antara peran perawat sebagai care giver dan
edukator dengan kepatuhan minum obat penderita TB paru di Pukesmas
Perum 2.

G. Intrumen penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan untuk mengukur faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja perawat dan asuhan keperawatan adalah kuesioner.
Peneliti menggunakan 4 jenis kuesioner yaitu kuesioner data demografi,
kuesioner educator, kuesioner kepatuhan minum obat, kuesioner care giver.
a. Kuesioner Demografi
Kuesioner ini berisi empat pernyataan dengan bentuk pernyataan
berupa pertanyaan closed ended question. Kuesioner ini meliputi inisial
nama, usia, jenis kelamin, Pendidikan, Pekerjaan.
b. Kuesioner Kepatuhan minum obat
Pada penelitian ini peneliti menggunakan kuesioner MMAS-8 (Modified
Morisky Adherence Scale-8) untuk mengetahui tingkat kepatuhan pasien
minum obat. Kuesioner MMAS-8 berisi 8 pertanyaan, dengan 7
pertanyaan dengan hasil jawaban “ya” atau “tidak”, yaitu dengan jawaban
“ya” memiliki skor 1 dan jawaban “tidak” memiliki skor 0. Sedangkan
29

pertanyaan nomor 8 memiliki beberapa pilihan, “tidak pernah” memiliki


skor 1; “sesekali” memiliki skor 0,75; “kadang-kadang” memiliki skor 0,5;
“biasanya” memiliki skor 0,25; dan “selalu” memiliki skor 0. Untuk
menentukan tingkat kepatuhan diperoleh dari total skor dapat berkisar 0-8,
yang dimasukkan ke dalam kategori “tinggi” total skor 8, kategori
“sedang” total skor 6-<8, dan kategori “rendah” total skor <6 ( Morisky et
al,2011).
c. Kuesioner Edukator
Kuesioner motivasi disusun berdasarkan tinjauan pustaka, kerangka
konsep dan dari penelitian sebelumnya. Kuesioner tersebut berisi 6
pertanyaan yang disusun dalam bentuk pertanyaan dengan 2 pilihan
alternatif jawaban yang terdiri dari sangat ya dan tidak. Bobot nilai yang
diberikan untuk setiap pertanyaan adalah 0 untuk jawaban tidak dan 1
untuk jawaban ya.
d. Kuesioner Care Giver
Kuesioner Penerapan Standar Asuhan Keperawatan disusun
berdasarkan tinjauan pustaka, kerangka konsep dan dari penelitian
sebelumnya. Kuesioner tersebut berisi 5 pertanyaan yang disusun dalam
bentuk pertanyaan dengan 2 pilihan alternatif jawaban yang terdiri dari ya
dan tidak. Bobot nilai yang diberikan untuk setiap pertanyaan adalah 0
untuk jawaban tidak dan 1 untuk jawaban ya.
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian ini disusun berdasarkan tinjauan pustaka yang
dihubungkan dengan fenomena yang menjadi fokus penelitian, kerangka
konsep akan menjelaskan tentang variabel-variabel yang dapat diukur dalam
penelitian ini. Variabel tersebut adalah sebagai berikut :
1. Variabel bebas (independen) dalam penelitian ini adalah peran perawat:
care giver dan edukator
2. Variabel terikat (dependen) dalam penelitian ini adalah kepatuhan minum
obat
Skema 3.1
Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Independen Variable dependen


Peran Perawat
Care Giver

Kepatuhan minum obat

Edukator

B. Desain Penelitian
Desain penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu jenis
penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross sectional. Penelitian cross
sectional salah satu desain penelitian analitik yang melibatkan beberapa
variabel untuk melihat pola hubungannya (Dharma, 2017).

29
31

C. Populasi dan sampel penelitian


1. Populasi
Populasi penelitian adalah seluruh subjek atau objek dengan karakteristik
tertentu yang akan diteliti, bukan hanya objek atau subjek yang dipelajari
saja tetapi seluruh karakteristik atau sifat yang dimiliki subjek atau objek
tersebut, atau kumpulan orang, individu, atau objek yang akan diamati sifat-
sifat atau karakteristiknya (Hidayat, 2018). Populasi dari tahun 2019 - 2020
dalam penelitian ini seluruh pasien TB paru yang berada di Puskesmas
Perum 2 dengan Sampel sebanyak 93 orang.
2. Sampel
Dalam penelitian ini yang diambil menjadi sampel adalah bagian dari
populasi terjangkau pada penelitian ini yaitu seluruh penderita TB Paru
yang ada di Puskesmas Perumnas 2 Kota Pontianak. Berikut dibawah ini
adalah langkah-langkah pengambilan sampel pada penelitian ini yang terdiri
dari beberapa langkah penentuan sampel yaitu:
a. Kriteria Sampel
1) Kriteria inklusi
a) Klien yang menderita TB di daerah perumnas 2
b) Klien yang dapat membaca dan menulis
2) Kriteria eksklusi
a) Klien yang sakit TB Paru.
b) Komplikasi
c) Penurunan kesadaran
d) Klien yang tidak bersedia menjadi responden.
b. Teknik sampling
Teknik sampling dalam penelitian ini menggunakan metode Probablity
Sampling, dengan teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel
dalam penelitian ini menggunakan metode Purposive Sampling, yaitu
suatu metode pemilahan sampel yang di lakukan berdasarkan tujuan
tertentu yang di tentukan oleh peneliti. Pada kondisi tertentu metode ini
sangat tepat diterapkan terutama jika informasi atau data yang di
32

inginkan hanya dimiliki oleh orang-orang tertentu saja dalam populasi


(Dharma, 2017).

c. Besar Sampel
Besar sampel pada penelitian ini dihitung dengan menggunakan
rumus sederhana untuk populasi kecil < 10.000 menggunakan rumus
Slovin (Nursalam, 2003 dalam Setiawan & Saryono, 2011).
N
n=
1+( N x e ²)
95
n=
1+(95.0 .05 .0 .05)
n= 77 orang
Keterangan:
n= jumlah sampel
N= jumlah keseluruhan
e= toleransi error (0.05)

D. Tempat dan waktu penelitian


1. Tempat penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Pukesmas perum 2.
2. Waktu penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juli 2021- Agustus 2021.
E. Definisi operasional
Mendeskripsikan faktor-faktor yang secara operasional mendukung
individual yang diamati, memungkinkan peneliti untuk membentuk observasi
atau perkiraan kepada suatu objek atau fenomena. Definisi Operasional
ditentukan berdasarkan parameter yang dijadikan ukuran dalam penelitian.
Sementara itu tekhnik estimasi merupakan cara dimana faktor-faktor dapat
diestimasi dan dikendalikan karakteristiknya (Hidayat, 2011). Berikut ini
adalah Definisi Operasional penelitian ini:
33

Tabel 3.1 Definisi Operasional

Indikator Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala


Peran Peran yang dilakukan Kuesioner Hasil Nominal
perawat perawat dalam dengan pilihan dikategorikan
care giver menjalankan tugas 1 jawaban ya, 0 berdasarkan cut of
memberikan asuhan jawaban tidak point (COP) data
keperawatan pada menjadi 2 yaitu :
pasien meliputi : a. Baik > mean/
a. Pengkajian median
b. Penetapan diagnosa b. Tidak baik <
c. Rencana tindakan mean / median
d.Implmentasi
e. Evaluasi.

Peran Perawat memberikan Kuesioner Hasil Nominal


perawat pengajaran, informasi, dengan pilihan dikategorikan
Edukator dan pengetahuan 1 jawaban ya, 0 berdasarkan cut of
kepada pasien. jawaban tidak point (COP) data
menjadi 2 yaitu :
a. Baik > mean/
median
b. Tidak baik <
mean / median
Dependen : Perilaku positif yang Kuesioner > 2 = rendah Ordinal
Kepatuhan dilakukan oleh MMAS dengan 1/2 = sedang
minum penderita dalam pilihan 1= ya, 0 0 = Tinggi
obat anti melaksanakan = tidak, ada 8
tuberculosis pengobatan atas pertanyaan
(OAT) anjuran yang
dilakukan oleh tenaga
kesehatan

F. Uji Validitas dan Reliabilitas


Pada penyusun kuesioner, salah satu standard kuesioner yang baik adalah
validitas dan reliabilitas kuesioner.
a. Uji validitas kuesioner
Memperlihatkan kinerja kuesioner dalam mengukur apa yang diukur.
Tujuan pengujian validitas kuesioner adalah untuk meyakinkan bahwa
34

kuesioner yang kita susun akan benar-benar baik dalam mengukur gejala
dan menghasilkan data yang valid.
1. Kuesioner Peran perawat care giver. Peneliti akan melakukan uji
validitas ulang di Puskesmas perum 1 dengan jumlah sampel 30. Uji
validitas akan di uji dengan menggunakan uji pearson product
moment jika nilai r hitung > dari r table maka tertanyaan itu valid.
2. Kuesioner Peran perawat educator. Peneliti akan melakukan uji
validitas ulang di Puskesmas perum 1 dengan jumlah sampel 30. Uji
validitas akan di uji dengan menggunakan uji pearson product
moment jika nilai r hitung > dari r table maka tertanyaan itu valid.
3. Kuesioner Kepatuhan minum obat. Kuesioner kepatuhan minum
obat disusun berdasarkan tinjauan pustaka, kerangka konsep dan dari
penelitian sebelumnya, dengan menggunakan skala guttman, yaitu
menyediakan 2 alternatif jawaban dan setiap jawaban sudah tersedia
nilainya. Pernyataan untuk variabel kepatuhan minum obat terdiri
dari 8 pertanyaan, dengan skor jawaban yaitu selalu, maka nilainya =
(0), sering, maka nilainya = (0,25), kadang-kadang, maka nilainya =
(0,50), Jarang, maka nilainya = (0,75) dan tidak pernah, maka
nilainya = 1.
Pada penelitian ini digunakan kuesioner MMAS-8 yang sudah
tervalidasi. Dari 8 pertanyaan didapatkan skala perhitungan memiliki
nilai R hitung > 0,3 (R tabel) dengan demikian maka nilai R hitung > R
tabel (Chaliks,2012).

b. Reliabilitas kuesioner menerangkan bahwa kuesioner tersebut stabil


ketika digunakan untuk mengukur gejala yang sama. Tujuan dari
reliabilitas kuesioner adalah untuk memastikan bahwa kuesioner yang
kami susun benar-benar sangat berpengaruh dalam mengukur gejala dan
menghasilkan data yang valid (Riwidikdo, 2013). Pengujian reliabilitas
dikatakan reliable apabila nilai uji cronbach alpha>0,6. Pada kuesioner
MMAS, didapatkan hasil cronbach alpha 0,795. Nilai ini menunjukkan
35

bahwa data primer yang didapatkan dari lapangan sudah reliable r hitung
> 0,6 (Chaliks, 2012).

G. Prosedur pengumpulan data


Cara pengumpulan data yang dilakukan untuk penelitian ini adalah :
1. Mengajukan surat izin permohonan penelitian dan surat pengambilan
data yang dibutuhkan dari STIK Muhammadiyah Pontianak yang akan
ditujukan kepada pihak rumah sakit yang akan dilakukan penelitian.
2. Setelah mendapatkan surat pengambilan data yang dibutuhkan dan surat
persetujuan dari STIK Muhammadiyah Pontianak peneliti menyerahkan
surat tersebut kepada pihak Pukesmas Perum 2 yang akan dilakukan
penelitian.
3. Setelah mendapatkan data dari Pukesmas Perum 2, peneliti melakukan
identifikasi responden yang masuk dalam kriteria inklusi.
4. Memberikan waktu kepada responden untuk bertanya jika ada hal yang
belum dimengerti.
5. Responden yang bersedia harus menandatangani lembar Inform consent.
6. Responden mengisi kuisioner yang telah dibagikan.
7. Terakhir, peneliti mengambil kuesioner yang telah di isi oleh responden.

H. Rencana analisa data


1. Pengolaan data
Proses pengolahan dan analisa adalah penelitian ini melalui beberapa
tahapan yaitu sebagai berikut:
a. Editing
Merupakan pengeditan dan pengumpulan kuesioner yang telah
dikumpulkan, pengeditan dilakukan di tempat penelitian jika terdapat
kekeliruan atau kekurangan bisa segera dilengkapi.
b. Coding
36

Merupakan mengklasifikasikan jawaban responden dengan


menandai dan memberikan kode angka sehingga bisa diolah dan
dimasukan dalam lembar kerja untuk bias dilakukan pengolahan dan
dilakukan analisa data (Arikunto, 2011). Setelah dilakukan editing
maka peneliti langsung melakukan coding pada lembar kuesioner
tersebut agar mudah dilakukan pengolahan dan analisa.
c. Entry
Setelah dilakukan pengkodean pada masing- masing jawaban maka
selanjutnya data tersebutdimasukan kedalam program computer. Data
primer diolah setelah dilakukan coding dan entry data dengan bantuan
program komputer. Setelah itu dilakukan scoring terhadap pertanyaan
yang berhubungan dengan variable penelitian.
d. Tabulating
Tabulating merupakan menyusun data yang sudah diolah kedalam
table distribusi frekuensi, sehingga bisa dihitung mean, median dan
modusnya.
2. Analisa data
a. Analisa Univariat
Penelitian analisis univariat adalah analisis yang menganalisis
setiap variable dari hasil penelitian (Notoadmodjo, 2012). Tujuan
analisis univariat untuk meringkas kumpulan informasi dari hasil
pengukuran hingga kumpulan data tersebut berubah menjadi informasi
yang berguna. Peringkat seringkali berupa ukuran statistik, tabel,
grafik. Analisa univariat dilakukan masing- masing variabel yang
diteliti. Untuk menggambarkan distribusi frekuensi usia responden,
jenis kelamin,suku bangsa, Pendidikan, pekerjaan peran perawat care
giver, edukator dan kepatuhan minum obat.
b. Analisis bivariat
Analisis bivariat adalah analisa yang dilakukan terhadap dua
varibel yang diduga berhubungan atau berpengaruh. Uji chi-
square disebut juga dengan kai kuadrat. Uji chi-square merupakan
37

salah satu uji statistik non-parametik (distribusi yang jumlah


populasinya tidak diketahui) yang sering digunakan dalam penelitian
yang menggunakan dua variabel, dimana skala data dari kedua
variabel tersebut adalah ordinal atau untuk menguji pengaruh antara
dua atau lebih proporsi sampel.
Analisis bivariat menggunakan uji chi-square dalam penelitian ini
berfungsi untuk mengetahui adanya hubungan peran perawat care
giver dan edukator dalam kepatuhan minum obat pada pasien
penderita TB paru.

I. Etika Penelitian
Mengingat bahwa manusia menjadi salah satu objek penelitian
keperawatan, maka penelitian yang melibatkan manusia sebagai objek
penelitian harus memperhatikan hak asasi manusia. Bentuk umum
perlindungan bagi manusia sebagai objek penelitian adalah informed consent
yang berisi bukti hak dan kewajiban sebagai objek penelitian serta
perlindungan yang diberikan oleh peneliti (Suryanto, 2011).
Menurut Hidayat (2012), masalah etika yang harus diperhatikan antara
lain sebagai berikut :
1. Informend consent
Informed consent merupakan suatu persetujuan antara peneliti dan
responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Peneliti
memperkenalkan diri serta menjelaskan tujuan penelitian yang akan
dilakukan terhadap calon responden sebelum memberikan lembar
persetujuan. Kemudian peneliti memberikan pernyataan kuesioner kepada
calon responden, dan peneliti memberikan lembar persetujuan untuk
menjadi responden. Apabila calon responden setuju maka peneliti
memberikan pernyataan-pernyataan kuesioner, sebaliknya apabila calon
responden tidak bersedia menjadi responden maka peneliti tidak melanjut
ke tahap pemberian pernyataan kuesioner kepada calon responden yang
38

tidak mau berpartisipasi dalam penelitian ini. Jika subjek bersedia, maka
peneliti harus menghormati hak pasien.
2. Anonimity (tanpa nama)
Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan
jaminan dalam penggunaan subyek penelitian caranya dengan tidak
memberikan atau mengancam nama responden pada lembar alat ukur dan
cukup menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil
penelitian yang akan dikaji.
3. Kerahasian (confidentiality)
Masalah ini adalah masalah etika dengan memberikan jaminan
kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah
lainnya. Peneliti harus menjamin kerahasiaan semua informasi yang telah
dikumpulkan atau diberikan oleh responden, hanya kelompok data tertentu
yang akan dilaporkan pada hasil riset.
Nursalam (2015) menjelaskan bahwa dalam melakukan penelitian
menekankan prinsip etika penelitian yang meliputi:

1. Prinsip Manfaat
a. Bebas dari penderitaan
Penelitian yang dilaksanakan hanya mengisi kuesioner sehingga
responden bebas dari bahaya.
b. Bebas dari Eksploitasi
Penelitian yang dilaksanakan ini hanya untuk kepentingan ilmu
pengetahuan sehingga nama responden disembunyikan.
c. Risiko (benefits ratio)
Peneliti harus mempertimbangkan keuntungan dan risiko yang akan
terjadi kepada subjek pada setiap tindakan.
2. Prinsip menghargai hak asasi manusia (respect human dignity)
a. Hak untuk ikut/tidak menjadi responden (righ to self determination)
Responden mempunyai hak memutuskan bersedia menjadi subjek
ataupun tidak, tanpa adanya sangsi apapun.
39

b. Hak untuk mendapatkan jaminan dari perawatan yang diberikan (right to full
disclosure)
Peneliti akan memberikan penjelasan rinci dan bertanggung jawab atas segala
operasi tentang subjek tersebut

c. Informed Consent
Responden akan diberikan informasi lengkap tentang tujuan penelitian
yang akan dilakukan, dan orang yang diwawancarai berhak untuk
berpartisipasi secara bebas atau menolak menjadi orang yang
diwawancarai. Data yang diperoleh hanya akan digunakan untuk
pengembangan ilmu pengetahuan, ini juga harus tertulis dalam formulir
informed consent.

3. Prinsip keadilan (right to justice)


a. Hak untuk mendapatkan pengobatan yang adil (right in fair treatment)
Responden diperlakukan secara adil dan tanpa diskriminasi sebelum,
selama dan setelah berpartisipasi dalam penelitian.
b. Hak dijaga kerahasiaanya (right to privacy)
Subjek mempunyai hak untuk meminta bahwa data yang diberikan
harus dirahasiakan, untuk itu perlu adanya tanpa nama (anonymity) dan
rahasia (confidentiality).

J. Jadwal penelitian
Tabel 3.3
Jadwal penelitian

No Januari Februari Maret April


Uraian Minggu ke
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Pembuatan Proposal
penelitian
2. Seminar proposal
3. Pelaksanaan penelitian
40

4. Pengolahan data,
analisis dan penyusunan
laporan
5. Seminar hasil

Anda mungkin juga menyukai