Anda di halaman 1dari 102

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tuberculosis Paru (TB Paru) penyakit infeksi kronis yang disebabkan

oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis dan dapat disembuhkan.Tuberculosis

dapat menyebar dari satu orang ke orang lain melalui tranmisi udara (droplet

dahak pasien tuberculosis). Pasien yang terinfeksi Tuberculosis akan

memproduksi droplet yang mengandung sejumlah basil kuman TB ketika mereka

batuk, bersin, atau berbicara. Orang yang menghirup basil kuman TB tersebut

dapat menjadi terinfeksi Tuberculosis. (Kemenkes, 2015).

Penyakit Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan utama di dunia.

Hal tersebut menyebabkan gangguan kesehatan jutaan orang pertahun dan

menduduki peringkat ke dua sebagai penyebab utama kematian akibat penyakit

menular di dunia setelah HIV. Pada tahun 2014, diperkirakan 9,6 juta kasus TB

baru yaitu 5,4 juta adalah laki-laki, 3,2 juta di kalangan perempuan dan 1,0 juta

anak-anak. Penyebab kematian akibat TB Paru pada tahun 2014 sangat tinggi

yaitu 1,5 juta kematian (WHO, 2017).

Menurut WHO dalam global Tuberculosis Paru (TB Paru) tahun 2017,

sebaran kasus TB pada tahun 2016 banyak terjadi di wilayah asia tenggara (45%),

Afrika (25%), timur mediaternia (7%), eropa (3%), dan yang terakhir adalah

wilayah Amerika (3%), laporan dari WHO juga menatakan bahwa terdapat 30

negara di dunia yang mempunyai status angka TB tertinggi didunia yang


menyumbang 87% dari semua perkiraan kasus insiden di seluruh dunia.

Berdasarkan tingkat insidennya terdapat tujuh negara yang menonjol memiliki

kasus insiden TB Paru tertinggi pada tahun 2016 yaitu india, china, filipina,

pakistan, nigeria, dan afrika selatan. Global Tuberculosis Paru tahun 2017 juga

menyatakan bahwa dari 10,4 juta kasus hanya 6,1 juta yang diobati dan 49% yang

berhasil diobati. Kematian akibat TB Paru terjadi di negara berpenghasilan

rendah dan menegah. TB dihubungkan secara klasik dengan kondisi kehidupan

yang buruk seperti kepadatan, urbanisasi dan ketiadaan tempat tinggal, pengguna

obat-obatan terlarang dan minuman keras, tingkat sosial ekonomi rendah,

pendapatan perbulan yang rendah, pengangguran, tingkat pendidikan yang

rendah, akses kesehatan yang buruk, nutrisi yang jelek dan status imun yang

lemah .Faktor yang mempengaruhi kejadian TB Paru meliputi adanya sumber

penularan penyakit yaitu kuman Mycobacterium Tuberculosis, faktor

karakteristik lingkungan (kondisi geografi, demografi dan iklim), faktor

kependudukan (sosial ekonomi, umur, jenis kelamin dan status gizi) serta

pelayanan kesehatan baik dari segi fasilitas ataupun dari segi tenaga kesehatannya

(Achmad, 2017).

Indonesia merupakan negara dengan penderita Tuberculosis Paru di dunia

yaitu sebanyak 10% dari total global kasus Tuberculosis paru di dunia.

Berdasarkan data profil kesehatan di indonesia yang dilaporkan oleh kemenkes

RI 2015 penderita Tuberculosis Paru yaitu sebanyak 188,405 kemudian tahun

2016 penderita Tuberculosis Paru sebanyak 227,804 dan menurut profil

kesehatan indonesia dari kemenkes RI 2017 jumlah penderita Tuberculosis Paru


sebanyak 360,770 jiwa penduduk di indonesia.(Aprilia,dkk 2018).

Sumatra barat merupakan salah satu angka kejadian Tuberculosis Paru

(TB Paru) yang cukup tinggi dari salah satu provinsi di indonesia. Yaitu angka

kejadiannya 10,2% dimana angka kejadian Tuberculosis Paru setiap tahun nya

menigkat. Dari data yang didapatkan jumlah kasus perderita Tuberculosis Paru

pada tahun 2016 sebanyak 6,706 kasus, 2017 Tuberculosa Paru sebanyak 7,277

kasus (RISKEDES 2018).

Berdasarkan data yang penulis dapatkan pada tanggal 07 februari 2020 di

rekam medic RS Islam Ibnu Sina Padamg, Tuberculosis Paru TB Paru yang

terjadi pada tahun 2017 sebanyak 950 orang. pada tahun 2018 terjadi sebanyak

1.200 orang. dan dan tahun 2019 sebanyak 1.413 orang.

Dampak pada pasien Tuberculosis Paru pada umumnya mengalami stres

yang termanifestasi baik secara fisik, psikologis, dan perilaku karena kondisi

yang dialaminya, seperti gejala-gejala penyakit Tuberculosis Paru, proses

pengobatan yang lama dengan jumlah obat yang banyak, gangguan aktivitas

sehari-hari, stigma di masyarakat, dan ancaman kematian. Pravalensi stres pada

pasien Tuberculosis Paru sebesar 90%, bervariasi sedang sampai berat. Stres

yang tidak dapat diatasi dengan baik dapat mengakibatkan mudah marah, cemas,

berfikir negatif, dan putus asa. Karena penyakit Tuberculosis Paru ini penyakit

menular dan perubahan sikap orang di sekitarnya terhadap penyakit yang

membuatnya menarik diri dari lingkungan. Dampak yang ditimbulkan oleh

penderita Tuberculosis Paru (TB Paru) secara fisik akan mengalami seperti

malnutrisi, empiema, efusi pleura dan pneumothorax terdapatnya udara di rongga


pleura. Malnutrisi merupakan komplikasi tersering dari Tuberculosis Paru (TB

Paru) dan prevelensinya berkisar 16-94%, ini terjadi karena aktivitas respon imun

selama infeksi akan meningkatkan konsumsi energi, dimana asam amino tidak

dapat dibangun menjadi protein yang lebih komples. Sedangkan dampak

psikologi klien merasakan cemas karna kurang pengetahuan akan penyakitnya.

Dan sedangkan dampak sosial yang dirasakan akibat Tuberculosis paru,

seseorang merasa terasingkan dari keluarganya karena anggota keluarga yang lain

menganggap penyakit tersebut tidak bisa menggunakan peralatan yang sama.

Sedangkan pada masyarakat dapat menjadikan seseorang jarang berinteraksi

dengan orang lain, karna penyakit Tuberculosis Paru ini penyakit menular dan

perubahan sikap orang disekitarnya terhadap penyakit yang membuatnya menarik

diri dari linkungan sekitarnya (Zulda, 2017).

Peran perawat salah satu tenaga kesehatan yang bertanggung jawab dalam

mensukseskan melaksanakan program penanggulangan yang bertujuan untuk

menurunkan angka kesakitan dan kematian dengan cara memutuskan rantai

penularan. Dalam pelaksanaannya tidak terlepas dari memberikan Asuhan

keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan, maka dari itu peran

perawat berperan penting dalam menangani pasien Tuberculosis Paru.

Peran perawat adalah peran sebagai pelaksana layanan keperawatan (care

giver) adalah peran sebagai pemberi asuhan keperawatan dilakukan dengan

pemenuhan kebutuhan dasar klien dengan pendekatan proses keperawatan.

(konsultan) adalah peran disini sebagai tempat konsultasi terhadap masalah yang

berkaitan dengan kesehatan. Peran ini dilakukan atas permintaan klien terhadap
informasi tentang tujuan pelayanan yang di berikan. pendidik (edukator ) peran

ini dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan dan kemampuan klien

mengatasi masalah kesehatannya. bagi individu, keluarga atau masyarakat serta

sebagai peneliti dan pengembang dan ilmu keperawatan proses perawatan tidak

hanya sekedar sembuh dari penyakit tertentu namun dengan keterampilan yang

dimiliki perawat, peran perawat pelaksana mampu meningkatkan kesehatan fisik

dan mengembalikan emosional dan spritual (Sari, 2018).

Di sini peran perawat sangat perlu untuk memasangkan oksigen supaya

meringankan sesak nafas pada pasien TB Paru dan mengatur posisi semi fowler

pada pasien supaya meringankan sesak nafas yang dirasakan oleh pasien.

Pemberian terapi oksigen adalah salah satu kemampuan untuk memasukkan

oksigen tambahan dari luar Paru melalui saluran pernafasan (Bachtiar, 2018)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah

bagaimana penerapan asuhan keperawatan pada pasien dengan

tuberculosisi paru.

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Menerapkan ilmu yang sudah didapat secara nyata dalam

memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan tuberculosis paru.

2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan

tuberculosis paru.

b. Mahasiswa mampu menentukan diagnosa keperawatan pada pasien

dengan tuberculosis paru.

c. Mahasiswa mampu merencanakan intervensi keperawatan pada

pasien dengan tuberculosis paru.

d. Mahasiswa mampu melakukan tindakan keperawatan pada pasien

dengan tuberculosis paru.

e. Mahasiswa mampu melaksanakan evaluasi asuhan keperawatan

pada pasien dengan tuberculosis paru.

f. Mahasiswa mampu membuat dokumentasi asuhan keperawatan

pada pasien dengan tuberculosis paru.

D. Manfaat

1. Bagi penulis

Sebagai wadah bagi penulis untuk menerapkan pengetahuan yang

diperoleh di pendidikan, menambah wawasan dan pengalaman dari

asuhan keperawatan pada pasien dengan tuberculosis paru.

2. Bagi Akademik/STIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG

Hasil studi kasus ini diharapkan dapat berguna dan dapat memperoleh

informasi tentang pelaksanaan studi kasus untuk bahan masukan bagi

mahasiswa/mahasiswi yang melaksanakan pendidikan di STIKes

MERCUBAKTIJAYA Padang dalam penerapan pada pasien dengan

tuberculosis paru.
3. Bagi rumah sakit

Membantu meningkatkan status kesehatan klien tuberculosis paru

melalui pendekatan praktek keperawatan dan sebagai masukan dan

evaluasi untuk meningkatkan pelayanan dan menangani penyakit

tuberculosis paru.
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Tuberculosis Paru (TB Paru)

1. Defenisi

Tuberculosis Paru (TB Paru)merupakan penyakit infeksi yang

disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis, Kuman batang tahan asam

ini dapat merupakan organisme patogen maupun saprofit. Ada berapa

mikrobakteria patogen, tetapi hanya strain bovin dan human yang patogenik

terhadap manusia. Basil tuberkel ini berukuran 0,3x2 sampai 4, ukuran ini

lebih kecil dari satu sel darah merah (Jauhar, 2016).

Tuberculosis Paru (TB Paru)adalah penyakit infeksius, yang

terutama menyerang parenkim Paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan

kebagian tubuh lainnya. Termasuk meninges, ginjal, tulang dan nodus limfe.

Agnes infeksius utama, Mycobacterium Tuberculosis, adalah batang aerobic

tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap panas dan

sinar ultraviolet. M.bovis dan M.Avium pernah pada kejadian yang jarang,

berkaitan dengan terjadinya infeksi tuberculosis.

Penyakit Tuberculosis Paru (TB Paru) merupakan penyakit

menular yang sebagian besar disebabkan oleh bacteri Mycobacterium

tuberculosis. Kuman tersebut biasanya masuk ke dalam tubuh manusia

melalui udara yang dihirup ke dadalam Paru, kemudian kuman tersebut

dapat menyebar dari Paru kebagian tubuh lain melalui system peredaran
darah, system saluran limfe, melalui saluran pernafasan (bronchus) atau

penyebaran langsung ke bagian-bagian lainnya (Notoatmojo, 2012)

2. Anatomi fisiologi

a . Anatomi sistem pernafasan

2.1 Gambar sistem pernafasan

( Syaifuddin, 2017)

1.) Hidung

Hidung adalah organ terluar yang langsung bersentuhan dengan

gas atau udara untuk bernafas. Fungsi hidung adalah menghirup

oksigen (O2) dan sebagai jalur keluarnya karbon dioksida (CO2).

Organ ini terletak tulang tenggorokan dan tersusun dari tulang rawan,
tulang otot, dan kulit. Di dalam hidung, terdapat rongga hidung yang

berperan penting dalam proses pernafasan.

2.) Faring

Tenggorokan, atau disebut faring, merupakan jalur terusan setelah

kita menghirup udara melalui hidung. Pada tenggorokan, organ

pernafasan dilanjutkan dengan pangkal tenggorokan (laring), trakea,

dan bronkus.

3.) Laring

Laring, yang dikenal sebagai kotak suara, adalah penghubung

untuk faring dan trakea. Di bagian ini, terdapat pita suara dan katup

epiglottis, yang memisahkan saluran makanan dengan udara.

4.) Trakea

Trakea menghubungkan laring dengan bronkus dan menjadi jalan

bagi udara dari leher ke bagian dada. Bentuknya seperti pipa. Fungsi

utamanya sebagai jalur udara untuk masuk dan keluar dari paru-paru.

Organ ini tersusun atas cincin tulang rawan dan terdapat di depan

kerongkongan.

5.) Bronkus

Bronkus merupakan percabangan dari trakea. Organ ini memiliki 2

percabangan menuju paru-paru kanan dan kiri. Setelah melewati

bronkus,percabangan akan diteruskan oleh bronkiolus dan berakhir di

alveolus atau gelombang udara. Brokus dan bronkiolus berfungsi

sebagai jalur udara dari trakea menuju paru-paru.


6.) Bronkiolus

Menyalurkan udara dari bronkus ke alveoli. Selain itu bronkiolus

juga berfungsi untuk mengontrol jumlah udara yang masuk dan keluar

saat proses Bronkiolus adalah cabang dari bronkus yang berfungsi

untuk bernafas berlangsung.

7.) Alveoli

Alveoli adalah kantung-kantung kecil dalam paru yang terletak

di ujung bronkiolus, alveoli berfungsi sebagai tempat pertukakan

oksigen dan karbon dioksida . pada alveoli juga ada kapiler pembuluh

darah. Nantinya, darah akan melewati kapiler dan dibawa oleh

pembuluh darah vena dan arteri.

8.) Paru-paru

Paru- paru merupakan organ vital pernafasan yang dibungkus

oleh lapisan bernama pleura. Letaknya berada di rongga dada atas

diafragma. Bentuknya mirip seperti spons dan terdiri dari 2 bagian,

yaitu kiri dan kanan. Paru-paru kiri hanya memiliki 2 segmen.

Sementara paru-paru kanan mempunyai 3 segmen.

9.) Pleura

Paru-paru dilapisi oleh jaringan tipis disebut pleura yang juga

melapisi bagian dalam rongga dada. Lapisan pleura bertindak sebagai

pelumas yang memungkinkan paru-paru untuk mengembang dan

mengempis dengan lancar setiap kali bernafas.


B. Fisiologi Sistem Pernafasan

Situasi fatal pada seseorang dikatakan normal jika hasil kerja proses

ventilasi,distribusi ,perfusi difusi serta hubungan antara ventilasi dengan

perfusi pada orang tersebut.Dalam keadaan santai menghasilkan tekanan

persial gas darah arteri (PaO2 dan PaCO2) yang normal.yang dimaksud dengan

keadaan santai adalah keadaan ketika jantung dan paru-paru tampa beban kerja

berat .

Tekanan persial gas darah arteri yang normal adalah PaO2sekitar 96

mmhg (dibaca 96 mm merkuri atau 96 terricelin) dan PaCO2 sekitar 40

mmhg .Tekanan persiel ini dioertahankan tampa memandang kebutuhan

oksigen yang berbeda-beda. Yaitu saat tidur kebutuhan oksigen 100 ml/menit

dibandingkan saat ada beban kerja (exercise), 200-300 ml/menit. Respirasi

adalah suatu proses pertukaran gas antara organisme dengan lingkungan , yaitu

pengambilan oksigen dan eliminasi karbondioksida.

Respirasi eksternal adalah proses pertukaran gas (O2 dan CO2)

antara darah dan atmosfer , sedangkan respirasibinternal adalah proses

pertukaran gas (O2 dan CO2 ) antara darah sirkulasi dan sel jaringan.

3. Etiologi

Tuberculosis paru (TB) penyebabnya adalah kuman mikroorganisme

yaitu mycobacterium sejenis kuman berbentuk batang dengan berukuran panjang

1-4/um, dan dan tebal 0,3-0,6/um, termasuk golongan bakteri aerob gram positif

serta tahan asam atau basil tahan asam . (Bararah, 2015)

Penyakit Tuberculosis ini disebabkan oleh bakteri mycobakterium


tuberculosis. Bakteri atau kuman ini berbentuk batang, dengan ukuran panjang 1-

4um, dan tebal 0,3-0,6um. Sebagian besar kuman berupa lemah/lipit , sehingga

kuman tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap kimia atau fisik .sifat lain

dari kuman ini Adalah aerob yang menyukai daerah dengan banyak oksigen, dan

daerah yang memiliki kandungan oksigen tinggi yaitu apikal/apeks paru .daerah

ini menjadi predileksi pada penyakit tuberculosis (Somantri, 2013).

Terdapat beberapa faktor resiko yang memicu berkembangnya penyakit

Tuberculosis Paru pada kelompok masyarakat yaitu :

a. Umur

Umur merupakan faktor resiko terhadap kejadian Tuberculosis Paru.

Sekitar 75% pasien Tuberculosis Paru adalah kelompok usia yang

paling produktif secara ekonomis yaitu pada umur 15-50 tahun.

b. jenis kelamin

pada umumnya penderita Tuberculosis Paru lebih banyak terjadi pada

laki-laki dibandingkan pada perempuan. Berdasarkan hasil survei yang

dilakukan pada seluruh penderita Tuberculosis Paru terdapat laki-laki

sebanyak 60,4% sedangkan perempuan sebanyak 22%.

c. Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan sebagai faktor predisposisi terhadap kejadian

Tuberculosis Paru di kelompok masyarakat. Tingkat pendidikan dapat

mempengaruhi perilaku. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang,

maka semakin mudah menerima informasi Tuberculosis Paru.

d. Sosial ekonomi
Kejadian Tuberculosis Paru biasanya berkaitan dengan faktor sosisl

ekonomi. Menurut WHO (2012), 90% penderita Tuberculosis Paru di

dunia menyerang kelompok sosial ekonomi rendah atau miskin.

Kemiskinan (sosial ekonomi rendah) merupakan keadaaan yang paling

mengarah pada kondisi kerja yang buruk, perumahan terlalu padat,

lingkungan yang buruk serta malnutrisi (gizi buruk) karena kurangnya

kemampuan utuk memenuhi kebutuhan hidup.

e. Kepadatan (crowding)

Kepadatan penghuni rumah sangat mempengaruhi terjadinya penularan

penyakit terutama penyakit menular melalui udara seperti Tuberculosis

Paru. Semakin padat penghuni di dalam rumah maka perpindahan

penyakit akan semakin mudah dan cepat, apalagi terdapat anggota

keluarga yang menderita Tuberculosis Paru dengan BTA positif.

4. Manifestasi Klinis

Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2golongan, gejala respiratori

dan gejala sistemik:

a. Gejala respiratorik meliputi:

1) Batuk: gejala batuk timbul paling dini dan merupakan

gangguan yang paling sering dikeluarkan. Mula-mula

bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan

bercampur darah bila ada kerusakan jaringan .


2) Batuk berdarah: darah yang dikeluarkan dalam dahak

berfariasi,mungkin tampak berbentuk garis bercak darah,

gumpalan darah atau darah segar dengan jumlah sangat

banyak, batuk darah terjadi karena pecahnya pembuluh

darah.berat ringannya batuk darah tergantung dari besar

dan kecilnya pembuluh darah yang pecah.

3) Sesak nafas : gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim

paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai

seperti efusi plura,pneumothorak,anemia dan lain-lain.

4) Nyeri dada: nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri

pleritik yang ringan. Gejala ini timbul apabila system

pernafasan dan pleura tertekan

b. Gejala sistemik, meliputi:

1) Demam “merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya

timbul pada sore haridan malam hari mirip demam

imfluenza,hilang timbul dan makin lama makin panjang

serangannya sedang masa bebas serangan makin pendek.

2) Gejala sistemik lain: Gejala sistemik lain ialah keringat

malam ,anoreksia ,penurunan berat badan serta malaise.

3) Timbulnya gejala biasanya gradul dalam beberapa

minggu-bulan,akan tetapi penampilan akut dengan

batuk,panas,sesak nafas walaupun jarang dapat juga

timbul menyerupai gejala pneumonia.


Tuberculosis paru termasuk insidus. Sebagi besar pasien menunjukkan

demam tingkat rendah,keletihan ,anorexia,penurunan BB,berkeringat malam,nyeri

dada dan batuk menetap.batuk pada awalnya mungkin non produktif,tetapi dapat

berkembang ke arah pembentukan sputum mukopuluren dengan

hemoptisis.Tuberculosis dapat memo=punyai manifestasi atipikal pada lansia,

seperti perilaku tiada biasa dan perubahan status mental,demam,anorexia

dan penurunan BB.basil TB dapat bertahan lebih dari 50 tahun dalam keadaan

dorman. (Wijaya, 2013)

5. Patofisiologi

Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveoli biasanya diinhalasi sebagai

suatu unit yang terdiri sari satu sampai tiga basil karena gumpalan yang lebih

besar cenderung tertahan di rongga hidung dan tidak menyebabkan penyakit

(dannenberg,1981 dikutip dari price ,1995).setelah berada dalam ruang alveolus

(biasanya di bagian bawah lobus atas di bagian atas lobus bawah )basil

tuberkulosis ini membangkitkan reaksi peradangan.lekosit polimorfonuklear

tampak pada tempat pada tempat tersebut dan mefagosit bakteri tetapi tidak

membunuh organisme tersebut. Sesudah hari-hari pertama maka leukosit diganti

oleh makrofag.Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul

gejala-gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan

sendirinya tampa menimbulkan kerusakan jaringan paru atau proses dapat berjalan

terus dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak di dalam sel . basil juga

menyebar melalui kelenjer limfe regional.makrofag yang mengalami

infiltrasimenjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel


tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit.reaksi ini biasanya berlangsung

selama 10-20 hari.Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatih

padat seperti keju, lesi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang

mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi disekitarnya yang terdiri dari

sel epiteloid dan fibroblas menimbulkan respon berbeda .jaringan granulasi

menjadi lebih fibrosa,membentuk jaringan parut yang akhirnya membentuk suatu

kapsul yang mengelilingi tuberkel.

Lesi primer paru-paru disebut fokus ghon dan gabungan terserangnya

kelenjer limfe regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon .kompleks ghon

yang mengalami perkapuran ini dapat di lihat pada orang sehat yang kebetulan

menjalani pemeriksaan radiogram rutin. Respon lain yang terjadi pada daerah

nekrosis adalah pencairan dimana bahan cair lepas ke dalam bronkus dan

menimbulkan kavitas. Materi tuberkulosis yang dilepaskan dari dinding kavitas

akan masuk ke percabangan trakeobronkial .proses ini dapat terulang kembali

pada bagian lain dari paru atau basil dapat terbawa ke laring,telingah tengah atau

usus.kavitas kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan

jaringan parut fibrosa. Bila peradangan merada lumen bronkus dapat menyempit

dan tertutup oleh jaringan parutyang terdapat dekat dengan perbatasan

bronkus.bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui

saluran yang ada dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas .

keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk

lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan alktif,penyakit

dapat menyebar melalui saluran limfe atau pembuluh darah


(limfehematogen ).organisme yang lolos dari kelenjer limfe akan mencapai aliran

darah dalam jumlah yang lebih kecil yang kadang-kadang dapat menimbulkan lesi

pada berbagai organ lain (ekstrapulmoner).penyebaran hematogen merupakan

suatu fenomina akut yang biasanya menyebabkan tuberkulosis milier.ini terjadi

bila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk

ke dalam vaskuler dan tersebar ke dalam sistem vaskuler ke organ-organ tubuh.

(Wijaya, 2013)
6. WOC

M. Tuberculosis Tertiup melalui M. Bovis


Udara

Menempel pada bronchiole


Atau alveolus

Proliferasi sel epitel disekeliling basil dan membentuk


Dinding antara basil dan organ yang terinfeksi (tuberkel)

Basil menyebar melalui kelenjar getah bening menuju


Kelenjar regional

Inflamasi/ infeksi  lesi primer menyebabkan


Kerusakan jaringan
Demam, Anoreksia
Malaise, BB turun
Meluas keseluruh paru – paru (bronkiolus atau pleura) batuk,
Nyeri
Dada,
Erosi pembuluh darah
haemaptue

Basil menyebar ke daerah MK : 1. Nyeri akut


Yang dekat dan jauh 2. Hambatan pertukaran gas
3. Pola nafas tidak efektif
MK : perubahan
nutrisi
Pohon masalah klien dengan TB Paru (Wijaya, 2013)

7. Klasifikasi

Klasifikasi TB paru dibuat berdasarkan gejala

kilik ,bakteriologik ,radiologi dan riwayat pengobatan sebelumnya,

klasifikasi ini penting karena merupakan salah satu faktor determinan untuk

menetapkan strategi terapi

Sesuai dengan program Gerdunas P2TB klasifikasi TB paru dibagi sebagai

berikut :

a. TB paru BTA positif dengan kriteria:

1. Dengan atau tanpa gejala klinik

2. BTA positif: mikroskopik positif 1 kali disokong biakan positif 1 kali

atau di sokong radiologik positif 1 kali.

3. Gambaran radiologik sesuai dengan TB paru.

b. TB paru BTA negatif dengan kriteria :

4. Gejala klinik dan gambaran radiologik sesuai dengan TB paru aktif

5. BTA negatif biakan negatif tetapi radiolik positif

c. Bekas TB paru dengan kriteria:

6. Bakteriologik (mikroskopi dan biakan ) negatif

7. Gejala klinik tidak ada atau gejala sisa akibat kelainan paru.

8. Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif ,menunjukkan

sertai foto yang tidak berubah.


9. Ada riwayat pengobatan OAT yang adekuat(lebih mendukung)

(Wijaya, 2013)

8. Komplikasi

Komplikasi yang mungkin terjadi pada klien TB paru dapat berupa :

a. Malnutrisi

Malnutrisi adalah dimana klien keadaan tubuh tidak mendapat

asupan gizi yang cukup, malnutrisi dapat juga disebabkan oleh

ketidakseimbangan pengambilan makanan dengan kebutuhan gizi

untuk mempertahankan kesehatan.

b. Empiema

Empiema adalah kondisi dimana terdapatnya udara dan nanah

dalam pleura, yang dapat timbul sebagai akibat traumatik mauoun

proses penyakit lainnya.

c. Efusi pleura

Efusi plaura merupakan suatu keadan terdapat penumpukan cairan

dalam pleura berupa transudut atau eksudat yang diakibatkan

terjadinya ketidak seimbangan antara produksi dan absopsi dikapiler

dan plura viseralis.

d. Hepatitis

Hepatitis merupakan adanya peradangan (pembenkakan)pada

hati/liver, hati/liver adalah organ yang penting berfungsi untuk


mengatur metabolisme, membuat protein,penyimpan vitamin dan

zat besi,mengeluarkan racun dan memproduksi empedu.jika hati

mengalami peradangan maka hati tidak berfungsi dengan baik dan

akan menyebabkan penyakit yang serius bahkan kematian.

e. Pneumothorak

Pneumothorak merupakan suatu kejadian terdepan di rongga pleura,

pada keadaan normal rongga pleura tidak tidak berisi udara

sehingga paru-paru dapat leluasa mengembangkan rongga dada.

(Muttaqin, 2012)

9. Penatalaksanaan

Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif

(2-3 bulan ) dan fase lanjutan 4-7 bulan, panduan obat yang di gunakan

terdiri dari panduan obat utama dan tambahan.

a. Obat anti tuberculosis (OAT)

1) Jenis obat utama yang digunakan adalah

A) Rifampisin

Dosis 10 mg/kg BB, maksimal 600mg 2-3x/minggu

Atau

BB>60 kg: mg

BB 40-60 kg:450 mg

BB<40 kg : 300 mg

Dosis intermitan 600 mg/kali


b) INH

Dosis 5 mg/kg BB, maksimal 300mg, 10 mg/kg BB 3 kali

seminggu , 15 mg/kg BB 2 kali seminggu atau 300 mg/hari

untuk dewasa.

Intermitan : 600 mg/X

c) Pirazinamid dosis fase intersif 25 mg/kg BB, 35 mg/kg BB 3

kali seminggu, 50 mg/kg BB 2 kali seminggu

Atau

BB >60 kg : 1500 mg

BB 40-60 kg : 100 mg

BB<40 kg : 750 mg

d) Streptomisin

Dosis 15 mg/kg BB

Atau

BB >60 kg : 1000 mg

BB 40-60 : 750 mg

BB <40 kg : sesuai BB

e) Etambutol

Dosis fase intensif 20 mg/kg BB , fase lnjutan 15 mg/kg BB,

30 mg/kg B 3 kali seminngu , 45 mg/kg BB 2 kali seminggu

Atau

BB >60 kg: 1500 mg

BB 40-60 : 1000 mg
BB <40 kg : 750 mg/kg BB / kali

Dosis intermitan 40 mg/kg BB / kali

2) Kombinasi dosis tetap ( fixed dose combination) , kombinasi

dosis tetapi ini dari :

a) Empat obat anti tuberkulosis dalam satu tablet, yaitu

rifampisisn 150 mg, isoniazid 75 mg, pirazinamid 400

mg san etabutol 275 mg

b) Tiga obat anti tuberkulosis dalam satu tablet, yaitu

rifampisin 150 mg,isoniazid 75 mg, dan pirazinamid 400

mg.

c) Kombinasi dosis tetap rekomendasi WHO 1999 untuk

kombinasi dosis tetap, penderita hanya minum obat 3-4

tablet sehari selama fase intensif, sedangkan fase lanjutan

dapat menggunakan kombinasi dosis dua obat anti

tuberkulosis seperti yang selama ini telah di gunakan

sesuai dengan pedoman pengobatan (Wijaya, 2013)

10. Pemeriksaan penunjang

Untuk menakkan diagnosa TB Paru yang sering dilakukan pada klien adalah:

a. Pemeriksaan radiologi : foto rontgen toraks

Tuberculosis Paru dapat memberikan gambaran yang bermacam-macam

pada foto rontgen thoraks, akan tetapi terdapat gambaran yang

karakteristik untuk teberculosis paru yaitu:

1) Apabila lesi terdapat terutama dilapangan atas paru


2) Bayangan berwarna atau bercak

3) Terdapat tunggal atau multiple

4) Terdapat klasifikasi

5) Apabila lesi bilateral terutama terdapat pada lapangan atas paru

6) Bayangan abnormal yang menetap pada foto thoraks setelah foto

ulang beberapa minggu kemudian.

Lesi pada orang dewasa mempunyai predileksi disegemen apikel dan

posterior lobus atas serta segmen apikel lobus bawah. Umumnya lesi

tuberculosis paru bersifat pada saat yang sama misalnya terdapat

infiltrate.

b. Pemeriksaan laboratorium

1) Darah

Pada TB paru aktif biasanya ditemukan peningkatan leukosit dan laju

endap darah ( LED)

2) Sputum BTA

Pemeriksaan bacteriologi dilakukan untuk menemukan ku an

Tuberculosis Paru. Diagnosa pasti ditegakkan bila pada biakan

ditemukan kuman Tuberculosis Paru. Pemeriksaan penting untuk

diagnosa definitive dan menilai kemajuan klien. Dilakukan tiga kali

berturut-turut dan biakan/kultur BTA selama 4-8 minggu.

c. Test Tuberculin (mantoux test)

Pemeriksaan ini banyak digunakan untuk menegakkan diagnosa terutama

pada anak-anak. Biasanya diberikan suntikan PPD (protein perifed


derivation) secara intra cutan 0,1 cc. Lokasi suntikan umumnya ½ bagian

atas lengan bawah sebelah kiri bagian depan. Penelitian test tuberculosis

dilakukan setelah 48-72 jam penyuntikan dengan mengukur diameter dari

pembekakan (indurasi) yang terjadi pada lokasi penyuntikan. Indurasi

berupa kemerahan dengan hasil sebagai berikut:

1) Indurasi 0-5 mm : negative

2) Industri 6-9 mm : meragukan

3) Indurasi >10 mm : positive

Test tuberculin negatif berarti bahwa secara klinis tidak ada infeksi

mikrobakterium tuberculosa dan bila hasil meragukan dapat disebabkan

karna kesalahan teknik reaksi silang.

Biopsi jarum pada jaringan paru : positif untuk granula TB : adanya sel

raksasa menunjukkan nekrosis.

d. Elektrolit, dapat tidak normal tergantung lokasi dan bertanya infeksi

misalnya :

Hyponaremia , karena retensi air tidak normal, da dapat pada TB Paru

luas, GDA dapat tidak normal tergantung lokasi, berat dan kerusakan sisa

pada paru.

e. Pemeriksaan fungsi pada paru : penurunan kapasitas viral, peningkatan

ruang mati, peningkatan rasio udara resido dan kapasitas paru total dan

penurunan strurasi oksigen skunder terhadap infiltrasi

pharenkim/fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit pleural( TB

Paru krinis luas) (Bararah, 2013).


B. Asuhan keperawatan teoritis

1. Pengkajian

A. Identitas pasien

Pengkajian identitas klien dalam proses keperawatan meliputi : nama,

jenis kelamin, umur , alamt, tanggal lahir, pekerjaan ,NO MR , dan lain –

lain .

B Riwayat kesehatan

1. Riwayat kesehatan sekarang

Biasanya klien datang ke RS dengan keluhan batuk mula-mula

bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah

bila sudah ada kerusakan jaringan, sesak nafas dan nyeri pada dada.

Serta demam pada sore hari dan malam hari dengan gejala hilang

timbul.

2. Riwayat kesehatan dahulu

Biasanya pasien tuberculosis paru memiliki gangguan pernafasan

sebelumnya, biasanya pasien TB paru di sebabkan oleh

mycobacterim tuberculosis .biasanya pasien mengalami batuk yang

berkepanjangan dan ada riwayat obat-obat yang biasa diminum

oleh pasien pada masa lalu yaitu OAT , dan pernah kontak dengan

pasien tuberculosis paru aktif.

3. Riwayat penyakit keluarga


Biasanya tuberculosis paru tidak merupakan penyakit keturunan

dan adanya penyakit tuberculosis paru yang pernah di alami oleh

anggota keluarga lain sebagai factor predisposisi penularan dalam

rumah

C. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum klien

Kesadaran : biasanya kesadaran klien composmentis,

apatis somnolen, sopor, separuhkoma

atau koma .

Berat badan : biasanya berat badan klien menurun,

karna terjadinya anoreksia

2) Tanda tanda vital

Tekanan darah : biasanya normal/tidak, sesuai dengan

adanya peningkatan penyakit seperti

hipertensi.

Nadi : biasanya meningkat/tidak

Suhu : biasanya terjadi peningkatann suhu

secara signifikan.

Pernafasan : biasanya meningkat apabila disertai

dengan sesak nafas

3) Kepala

Inspeksi : biasanya mata simeyris kiri dan kanan,


kulit kepala kotor, rambut berwarna

hitam

Palpasi : biasanya dilakukan gerakan rotasi

dengan ujung jari, tidak ada

benjolan

4) Mata

Inspeksi : biasanya mata simetris kiri dan

kanan, kongjungtiva enemis, reflek

pupil terhadap cahaya baik,

dan sklera ikterik pada TB paru

dengan gangguan fungsi hati.

Palpasi : tidak ada pembengkakan pada bola

mata

5) Telinga

Inspeksi : telinga simetris kiri dan kanan

tidak ada perdarahan peradangan, dan

serumen

Tes pendengaran : biasanyan klien bisa tuli jika

menggunakan obat OAT streptomisin

yang berkepanjang.

6) Hidung
Inspeksi : lobang hidung simetris kiri dan

kanan klien menggunakan cuping

hidung saat bernafas karna nafas

sesak

Palpasi : biasanya tidak ada benjolan atau

pembengkakan pada batang hidung

dan nyeri saat dilakukan palpasi

lembut pada batang hidung.

7) Mulut

a) Bibir

Biasanya mulkosa bibir kering, pucat,tidak adanya lesi.

b) Gigi

Tidak ada caries pada gigi, dan gigi lengkap tergantung pada

usia

c) Lidah

Biasanya lidah kotor

8) Leher

Inspeksi : simetris dari garis tengah sisi

depan,samping dan belakang

Palpasi : biasanya tidak ada pembesaran pada

kelenjer tiroid, dan getah bening , reflek

menelan baik
9) Dada / thoraks

Inspeksi : biasanya tidak simetris kiri dan kanan

penyimpanan atau pelebaran ICTUS pada

sisi sakit,klien tampak kurus sehingga

terlihat adanya penurunan propsi

diameter perbentukan dada antero-

posterior dibandingan propsi diameter

lateral

Palpasi : biasanya primitus kiri dan kanan tidak

sama lebih cenderung melemah dibagian

yang sakit

Perkusi : biasanya TB paru tanpa komplikasi

bunyinya resonan atau sonor pada seluruh

lapangan paru,jika TB paru disertai

komplikasi efussi pleura bunyinya redup

sampai pekak pada sisi yang sakit sesuai

banyak akumulasi cairan dirongga pleura.

apabila disertai Pneumothorak maka

didapatkan bunyi hiperresonaan terutama

jika pneumothorak pentil yang mendorong

posisi paru yang kesisi yang sakit.

Auskultrasi : biasanya terdapat bunyi whezing pada

sisi yang sakit karena ada kerusakan di


paru-paru

10) jantung

inspeksi : biasanya ictus cordis tidak terlihat stenum

iga ke-2

palpasi : biasanya ictus cordis teraba pada spasium

interkostal ke-2 kanan untuk menentukan

area aorta dan spasium interkosal ke-2 kiri

untuk menentukan area pulmonal .

perkusi : biasanya perkusi jantung pekak pada leteral

kiri kemedial

auskultrasi : bunyi jantung S1 dan S2 bunyinya

terdengar jelas seperti lip dup

11) Abdomen

Inspeksi : biasanya tidak ada pembesaran pada

abdomen, tidak ada jaringan perut.

Auskultrasi : bising usus normal

Palpasi : tidak ada pembesaran hepar

Perkusi : biasanya bunyi tympani

12) Genitalia

Biasanya genitalia bersih, tidak ada lesi , dan biasanya klien

menggunakan alat bantu eliminasi bantu eliminasi jika

kesadarannya menurun
13) Kulit/integumen

Inspeksi : biasanya kulit kering, bersisik biasanya

turgor kulit tampak jelas

Palpasi : kapillary refill time kurang 2 detik

E. Pola kebiasaan sehari-hari

Tabel 2.1 Pola kebiasaan sehari hari

No Kegiatan Sehat Sakit

1. A.) Nutrisi Biasanya klien makan 3x Biasanya nafsu makan

sehari, tidak ada gangguan, klien hilang, mual dan

a) Makan biasanya jenis makanan muntah. Kehilangan

nsi, daging, sayur sensari rasa dan susah

menelan

b) Minum Biasanya klien minum 3 Biasanya klien minum

botol aqua besar paling kurang

sedikit 6-8 gelas/hari


B. Eliminasi

a) BAB Biasanya klien BAB Biasanya klien BAB

1-2x/hari konsisten padat, dengan frekuensi tidak

dengan warna kekuningan, teratur, warna

dan bau khas. kekuningan berbau

khas, konsisten

lembek

b) BAK Biasanya klien BAK

5x/hari warna kuning jernih Biasanya klien jarang

berbau khas buang air kecil, urine

berwarna kuning

berbau khas.

4. C. Istirahat dan Biasanya klien tidur 7-8 Biasanya klien susah

tidur jam/hari pada malam hari tidur karena semua

badan terasa lemah.


f. Data sosial dan ekonomi

Biasanya klien penderita Tuberculosis Paru kebanyakan terjadi di

masyarakat menegah kebawah karna pendapat yang kecil membuat orang

tidak dapat layak memenuhi syarat-syarat kesehatan. Dan juga tidak dapat

memenuhi status gizi dimana keadaan malnutrisi atau kekurangan kalori,

Zat besi dan lain-lainnya. Akan mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang

sehingga rentan terhadap penyakit termasuk Tuberculosis Paru.

g. Data psikososial

Biasanya klien dengan penderita Tuburculosis Paru akan mengalami

perubahan psikososial seperti klien merasa malu dan merasa dikucilkan

dengan penyakit yang dideritanya penyakit menular.

h. Data spritual

Biasanya klien dengan penderita Tuberculosis Paru mengalami kesulitan

dalam melakukan ibadah karna adanya nyeri dan kelemahan fisik yang

dirasakan oleh klien.

2. Kemungkinan Diagnosa keperawatan

1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran

alveolar kapiler

2. Kebersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang

tertahan

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan asupan diet kurang


4. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis

5. Cemas berhubungan dengan ancaman pada status terkini

(NANDA 2013)

3. Intervensi keperawatan

Tabel 2.2 Intervensi Keperawatan

N Diagnosa NOC NIC

1 Gangguan NOC : NIC :

pertukaran gas Status pernafasan : Terapi oksigen 3320

berhubungan Pertukaran gas 0402 Defenisi : pemberian

dengan perubahan Defenisi : pertukaran oksigen dan pemantauan

membran alveolar karbon dioksida dan mengenai efektivitasnya

Kapiler 00030 oksigen di alveoli Aktivitas-aktivitas :

Defenisi : untuk 1. Bersihkan mulut

Kelebihan atau mempertahankan hidung dan sekresi

defisit oksigen dan / konsentrasi darah arteri trakea dengan tepat

eliminasi Indikator : 2. Batasi (aktivitas)

karbodioksida pada 1. (040211) merokok

membran alveolar Saturasi 3. Pertahankan

kapiler oksigen kepatenan jalan nafas

Skala :3 4. Berikan oksigen

2. (040212) seperti yang


Tidal diperintahkan

karbondioksida 5. Monitor aliran

akhir oksigen

Skala : 4 6. Monitor perangkat

3. (040213) (alat) pemberian

Hasil rongen oksigen

dada 7. Anjurkan pasien

Skala : 3 mengenai pentingnya

peninggalankan

4. ( 040214) (alat) pengirim

Keseimbangan oksigen dalam

ventilasi dan keadaan siap pakai

perfusi 8. Periksa perangkat

Skala : 3 alat secara berkala

untuk memastikan

bahwa konsentrasi

( yang telah

ditentukan yang telah

di berikan)

9. Monitor efektivitas

10. Terapi

oksigen(misalnya,

tekanan oksimetri,
ABGS) dengan tepat

11. Pastikan

penggantianmasker

oksigen/kanul nasal

setiap kali perangkat

diganti

12. Monitor kemampuan

pasien untuk

mentolerir

pengangkatan

oksigen ketika

makan

13. Rubah perangkat

pemberian oksigen

dan masker kanul

saat makan

14. Amati tanda-tanda

hipoventilasi oksigen

15. Pantau adanya tanda-

tanda keracunan

oksigen dan kejadian

atelectasis

16. Monitor peralatan


oksigen untuk

memastikan bahwa

alat tersebut

menggangu upaya

pasien untuk

bernafas

17. Monitor kecemasan

pasien berkaitan

dengan kebutuhan

mendapat trapi

oksigen

18. Monitor kerusakan

kulit berkaitan

dengan geseran

perangkat oksigen

19. Sediakan oksigen

ketika pasien dibawa

pindah

20. Anjurkan pasien

untuk mendapat

oksigen tambahan

sebelum perjalanan

dengan cara yang


tepat

21. Konsultasi dengan

tenaga kesehatan

lainnya mengeanai

penggunaan oksigen

tambahan selama

kegiatan

22. Anjurkan pasien dan

keluarga mengenai

penggunaan oksigen

dirumah

2. Ketidakefektifan NOC : NIC :

bersihkan jalan Status pernafasan Manajemen jalan

nafas Ventilasi : 0403 nafas 3140

berhubungan Defenisi : Defenisi :

dengan sekresi Keluar masuknya Fasilitasi kepatenan

yang tertahan udara dari luar ke jalan nafas

00002 dalam paru Aktivitas-aktivitas :

Defenisi : Indikator : 1. Buka jalan nafas

Rentan terhadap 1. (040301) dengan chin lift atau

kegagalan Frekuensi jawtrust, sebahgai

temoreguler pernafasan mana mestinya

yangdapat Skala :3 2. Posisikan pasien


mengakibatkan 2. (040302) untuk

suhu tubuh di Irama memaksimalkan

bawah rentang pernafasan ventilasi

normal diurnal, Skala : 4 3. Identivikasi

yang dapat 3. (040303) kebutuhan actual

menggangu Kealaman atau potensi pasien

kesehatan. inspirasi 4. Untuk memasukkan

Skala : 4 alat membuka jalan

4. (040326) nafas

Hasil rongen 5. Lakukan fisioterapi

dada dada sebagai mana

Skala : 4 mestinya

5. (040309) 6. Buang secret dengan

Penggunaan motivasi pasien

otot bantu nafas untuk melakukan

Skala : 3 batuk dan penyedot

6. (040310) lendir

Suara nafas 7. Motivasi pasien

tambah untuk bernafas

Skala : 3 pelan , dalam

7. (040312) berputar dan batuk

Pernafasan 8. Instruksikan

dengan bibir bagaimana agar bisa


mengerucut melakukan batuk

Skala : 2 efektif

8. (040331) 9. Gunakan teknik yang

Akumulasi menyenangkan untuk

sputum motivasi bernafas

Skala : 3 10. Auskultrasi

9. (040332) suaranafas, catat

Gangguan area ventilasinya

ekspirasi menurun atau tidak

Skala : 3 dan tidak adanya

suara tambahan

11. Lakukan

penyedotan

endotrakea atau

nasotrakea

bagaimana

semestinya

12. Kelola pemberian

bronkodilator

13. Ajarkan pasien

menggunakan

inhaler sesuai

resep, sebagaimana
mestinya

14. Kelola nebulizer

ultrasonik atau

sebagaimana

mestinya

15. Kelola udara atau

oksigen yang

dilembabkan

16. Regulasi asupan

cairan untuk

mengoptimalkan

keseimbangan

cairan

17. Posisikan untuk

meringankan sesak

nafas

18. Monitor status

pernafasan dan

oksigenasi

sebagaimana

mestinya

19. Monitor secara

ketat pasien yang


beresiko tinggi

yang mengalami

gangguan respirasi

(seperti pasien

dengan terapi

opoid)

20. Buka jalan nafas

dengan

menggunakan

maneuverchin lift

dengan tepat.

3. Ketidakseimbanga NOC : NIC :

n nutrisi kurang Status nutrisi 1009 Manajemen Nutrisi

dari kebutuhan Defenisi : Asupan gizi 1100

tubuh untuk memenuhi Aktivitas-aktivitas :

berhubungan kebutuhan-kebutuhan 1. Tentukan status gizi

dengan Asupan metabolik pasien dan

diet kurang 00002 Indikator : kemampuan pasien

Defenisi : 1. (100401) untuk memenuhi

Asupan nutrisi tidak Asupan gizi kebutuhan gizi

cukup untuk Skala : 3 2. Identifikasi adanya

memenuhi 2. (100402) alergi atau

kebutuhan Asupan intoleransi


metabolik makanan makanan yang

Skala :3 dimiliki pasien

3. (100408) 3. Intruksikan pasien

Asupan cairan mengenai

Skala : 4 kebutuhan nutrisi

4. (100403) yaitu yaitu

Energi membahas

Skala : 3 pedoman diet dan

5. (100411) piramida makanan

Hidrasi 4. Bantu pasien dalam

Skala : 3 menentukan

Status nutrisi : pedoman dan

Asupan piramida makanan

makanan dan yang paling cocok

cairan 1008 dalam memenuhi

Defenisi : nutrisi dan referensi

jumlah misalnya, piramida

makanan dan makanan

cairan yang 5. Tentukan jumlah

masuk kalori dan jenis

kedalam nutrisi yang

tubuh lebih dibutuhkan untuk

dari satu memenuhi


periode 24 jam persyaratan gizi

Indikator : 6. Berikan pilihan

1) (010801) makanan sambil

Asupan menawarkan

makanan bimbingan terhadap

secara oral pilihan makanan

Skala : 4 yang lebih sehat

2) (010802) 7. Ciptakan

Asupan lingkungan yang

makanan optimal pada saat

secara tubr mengkonsumsi

feeding makan misalnya,

Skala : 4 bersih, berventilasi,

3) (010803) santai

Asupan 8. Lakukan atau bantu

cairan pasien terkait

secara oral dengan perawatan

Skala : 3 mulut sebelum

4) (010804) makan

Asupan 9. Anjurkan psien

cairan terkait dengan

intravena kebutuhan makanan

Skala : 4 tertentu
5) (010805) berdasarkan

Asupan perkembangan

nutrisi misalnya,

parenteral peningkatan

Skala : 3 kalsium, protein

dan kalori

10. Tagarkan makanan

ringan yang padat

gizi

11. Monitor kalori dan

asupan makanan

12. Monitor kenaikan

berat badan

13. Anjurkan pasien

untuk memantau

kalori dan intake

makanan

14. Bantu pasien untuk

megakses program-

program gizi yang

benar.

Aktivitas-aktivitas :
1. Jika diperlukan

lakukan

pemeriksaan

diagnostic untuk

mengetahui

penyebab penurunan

berat badan

2. Timbang pasien

pada jam yang sama

setiap hari

3. Diskusikan

kemungkinan

penyebab berat

badan berkurang

4. Monitor

mual ,muntah

5. Kaji penyebab mual

muntah dan tangani

dengan tepat

6. Berikan obat-obatan

untuk merendahkan

mual dan nyeri

sebelum makan
7. Monitor asupan

makanan setiap hari

8. Dukung

peningkatan asupan

kalori

9. Instruksikan cara

meningkatkan

asupan kalori

10. Sediakan variasi

makanan yang

tinggi kalori dan

bernutrisi tinggi

4. Nyeri akut NOC: NIC :

berhubungan Kontrol nyeri 1605 Manajemen nyeri 1400

dengan agen Defenisi : tindakan Defenisi: pengurangan

cidera biologis pribadi untuk reduksi nyeri sampai

00132 mengontrol nyeri pada tingkat

Defenisi : Indikator : kenyamanan yang dapat

Penggalam sensori 1. (160502) di terima oleh pasien

dan emosional tidak Mengenali Aktivitas-aktivitas :

menyenangkan kapan nyeri

yang muncul akibat terjadi 1. Lakukan pengkajian

kerusakan jaringan Skala :4 nyeri meliputi lokasi,


actual atau potensi 2. (160501) karekkritik,

yang gambarkan Menggambarka onset/durasi,frekuens

sebagai kerusakan n faktor i, kualitas ,intensitas,

(internasional penyebab dan beratnya nyeri

association for pain) Skala :3 dan faktor pencetus

3. (160503) 2. Observasi adanya

Tindakan petunjuk nonverbal

pencegahan mengenai

Skala : 3 ketidaknyamanan

4. (160504) terutama pada

Menggunakan mereka yang

tindakan berkomunikasi

pengurangan secara efektif

nyeri tanpa 3. Pastikan perawatan

analgetic analgegesik bagi

Skala : 3 pasien dilakukan

5. (160509) dengan pemantauan

Mengenali apa yang ketat

yang terkait 4. Gali pengetahuan

dengan gejala dan kepercayaan

nyeri pasien mengenai

Skala : 3 nyeri

6. (160509) 5. Pertimbangkan
Melaporkan pengaruh budaya

nyeri yang terhadap respon

terkontrol nyeri

Skala : 4 6. Tentukan akibat dari

pengalaman nyeri

terhadap kualitas

hidup

7. Gali bersama pasien

faktor penyebab

nyeri

8. Evaluasi pengalaman

nyeri dimasa lalu

yang meliputi

riwayat nyeri kronik

9. Bantu keluarga untuk

memberi dukungan

10.Gunakan metode

penelitian untuk

menentukan tahap

perkembangan yang

memungkinkan akan

perubahan nyeri

11.Tentukan kebutuhan
frekuensi untuk

melakukan

pengkajian

ketidaknyamanan

pasien

12.Berikan informasi

mengenai nyeri

13.Kendalikan faktor

lingkungan yang

dapat menyebabkan

nyeri

14.Kurangi atau

eliminasi faktor

pencetus atau

penyebab nyeri

15.Pertimbangkan

keinginan pasien

untuk melakukan

kegiatan

16.Pilih dan

implementasikan

tindak yang beragam

misalnya ,
farmakologi, non

farmakologi, untuk

memfasilitasi

penurunan nyeri

17.Ajarkan prinsip-

prinsip manajemen

nyeri

18.Pertimbangkan tipe

dan sumber nyeri

ketika memilih

strategi penurunan

nyeri

19.Dorong pasien untuk

memonitor nyeri dan

menangani nyeri

dengan tepat

20.Ajarkan metode

farmakologi untuk

menurunkan nyeri

21.Dorong pasien untuk

menggunakan nyeri

22.Kolaborasikan

dengan pasien, dan


tim kesehatan lainya

untuk menurunkan

nyeri

23.Pastikan pemberian

analgetik atau

strateginon

farmakologi sebelum

melakukan prosedur

yang menimbulkan

nyeri

24.Pemeriksaan tingkat

kenyamanan bersama

pasien

5. Cemas NOC : NIC :

berhubungan Tingkat kecemasan Pengurangan

dengan ancaman 1211 kecemasan 5820

status terkini Defenisi : keparahan Defenisi : mengurangi

00146 dari tanda-tanda tekanan, ketakutan,

Defenisi : perasaan ketakutan, firasat maupun

tidak nyaman atau ketergantungan, atau kekhawatiran terkait

kekhawatiran yang kegelisaan yang dengan sumber-sumber

samar disertai berasal dari sumber yang tidak

respons otonom yang tidak dapat teridentifikasi


(sumber sering kali diidentifikasi Aktivitas-aktivitas :

tidak spesifik atau Indikator : 1. Gunakan pendekatan

tidak diketahui oleh 1. (121101) yang tenang dan dan

individu) Tidak dapat meyakinkan

beristirahat 2. Nyatakan dengan

Skala : 3 jelas harapan

2. (121103) terhadap perilaku

Meremas- klien

remas tangan 3. Jelaskan semua

Skala : 3 prosedur termasuk

3. (121104) sensasi yang akan

Distres dirasakan yang

Skala : 2 mungkin akan

4. (121105) dialami klien selama

Perasaan prosedur

gelisah 4. Pahami krisis yang

Skala : 3 terjadi dari perspektif

5. (121110) klien

Mengeluarkan 5. Berikan informasi

rasa marah faktual terkait

secara diagnosis, perawatan

berlebihan dan prognosis

Skala : 2 6. Dorong keluarga


6. (121129) untuk mendampingi

Gangguan tidur klien dengan cara

Skala : 3 yang tepat

7. Berikan objek yang

menunjukkan

perasaan aman

8. Puji/kuatkan perilaku

yang baik secara

tepat

9. Dorong verbalisasi

perasaan, persepsi

dari ketakutan

10. Identifikasi pada

saat terjadi

perubahan tingkat

kecemasan

11. Berikan aktifitas

pengganti yang

bertujuan untuk

mengurangi tekanan

12. Bantu klien

mengidentifikasi

situasi yang memicu


kecemasan

13. Kontrol stimulus

untuk kebutuhan

klien secara tepat

14. Dukung

penggunaan

mekanisme koping

yang sesuai

15. Bantu klien

untuk

mengartikulasikan

deskripsi yang

realistis mengenai

kejadian yang akan

datang

16. Pertimbangkan

kemampuan klien

dalam mengambil

keputusan

17. Instruksikan

klien untuk

menggunakan teknik

relaksasi
18. Atur penggunaan

obat-obatan untuk

mengurangi

kecemasan

19. Kaji untuk tanda

verbal dan non

verbal kecemasan

4. Implementasi

Tahap ini merupakan pengelolaan, perwujudan, serta bentuk

tindakan nyata dari rencana keperawatan yang telah disusun secara

iskemik. Selanjutnya rencana tindakan tersebut diterapkan dalam bentuk

kegiatan yang nyata dan terpadu guna memenuhi kebutuhan dan mencapai

tujuan yang diharapkan.

5. Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan

mekanisme umpan balik untuk mencapai atau menilai pencapaian tujuan

yang diharapkan apakah sesuai dengan rancangan keperawan yang telah di

buat tercantum dalam :

S : Data subjektif merupakan berhubungan masalah dari sudut pandang

pasien seperti kekhawatiran terhadap masalah keluhannya

O : Data objektif merupakan data dari hasil observasi melalui pemeriksaan

fisik
A : Analisa merupakan data yang terkumpul kemudian dibuat kesimpulan

yang meliputi diagnosa, antisipasi, diagnosis atau masalah potensial, serta

perlu tidaknya dilakukan tindakan segera

P : Planning atau perencanaan merupakan dari tindakan yang akan

diberikan termasuk asuhan mandiri, kolaborasi, diagnosis atau

laboratorium, serta konseling untuk tindak lanjut.

6. Dokumentasi keperawatan

Secara keseluruhan asuhan keperawatan dapat dievaluasi sesuai

dengan tujuan yang diharapkan dan dapat di dokumentasikan secara tepat

dan benar, dalam status klien sebagai pertanggung jawaban atau tindakan

yang selalu dilakukan dalanm studi kasus untuk perkembangan ilmu

pengetahuan selanjutnya.
BAB III

TINJAUAN KASUS

I. Pengkajian

1. Identitas

Pasien adalah seorang anak laki – laki bernama An. C usia 13

tahun beragama Islam, Bahasa yang digunakan adalah bahasa

Indonesia. Pasien adalah anak pertama dari Tn. E usia 40 tahun dan Ny.

S usia 39 tahun, pasien mempunyai saudara perempuan bernama An. T.

Pasien tinggal bersama orang tuanya di daerah Padang, orang tua pasien

beragama Islam, pekerjaan ayah swasta dan pekerjaan ibu sebagai ibu

rumah tangga. Pasien MRS tanggal 13 Agustus 2020 pukul 11.00 WIB.

2. Riwayat Keperawatan

a) Keluhan Utama

Pasien mengatakan sesak nafas, batuk dan dada sebelah kanan terasa

sakit.
47

b) Riwayat penyakit saat ini

Ibu pasien mengatakan pada tanggal 13 Agustus 2020 pukul

11.00 WIB pasien datang kontrol ke poli anak dengan keluhan

batuk berdahak dan sesak nafas sejak 1 bulan yang lalu. Pasien

didiagnosa tuberkulosis paru oleh dokter dan dianjurkan untuk

opname. Lalu pada pukul 12.30 WIB pasien dipindahkan ke

ruangan Marwah untuk di observasi lebih lanjut. Pada saat

pengkajian pasien batuk dan terdapat sekret. Dan selama

dirumah pasien diberi OBH oleh ibunya.

c) Riwayat penyakit sebelumnya

(1) Penyakit yang pernah di derita

Ibu pasien mengatakan pada usia 4 tahun pasien pernah kejang

dan mimisan.

(2) Kecelakaan yang pernah di alami

Ibu pasien mengatakan pasien pernah jatuh pada tanggal 15

Januari 2020 di depan rumah.

(3) Operasi

Ibu pasien mengatakan pasien tidak pernah operasi.

(4) Alergi

Ibu pasien mengatakan pasien tidak mempunyai riwayat alergi


48

d)Riwayat Kesehatan Keluarga

Penyakit yang pernah diderita oleh anggota keluarga

Ibu pasien mengatakan bahwa anggota keluarganya tidak pernah

mempunyai riwayat penyakit tuberkulosis paru, akan tetapi

ayahnya merupakan perokok aktif..

e) Riwayat Tumbuh Kembang

Ibu pasien mengatakan berat badan pasien sebelum sakit 23 kg

dan saat MRS 20 kg, tinggi badan 121 cm. Erupsi gigi pertama

umur 6 bulan dan jumlah gigi sekarang 24 buah.

Berat Badan Ideal : (umur(tahun)x7-5:2 = (13x7)-5:2

= (91:2)-5 = 40 kg
49

f) Genogram

Keterangan :

: laki – laki

: perempuan

: meninggal

: meninggal

: Pasien

------- : tinggal satu rumah

g) Riwayat Nutrisi

(1) Pemberian ASI

Ibu pasien mengatakan pertama kali anaknya di susui saat

setelah lahir, cara pemberian ASI setiap 2 jam sekali. Lama

pemberian selama tiga tahun, ibu pasien mengatakan ASI yang

diberikan pada anaknya sangat baik untuk pertumbuhan yang


50

diserap sebagai sumber makannya.

(2) Pemberian susu formula

Ibu pasien mengatakan pasien di beri susu formula pada saat pasien

berumur 4 bulan karena anak laki-laki daya menyerap susu lebih

kuat jadi diberikan tambahan susu formula. Frekuensi pemberian

susu formula +450cc/3 jam, sehari 2 botol/dot dan cara

pemberiannya memakai dot.


51

h)Pola nutrisi sehari-hari

Ibu pasien mengatakan sebelum MRS pasien makan 3x sehari

dan menghabiskan satu porsi menu nasi, sayur dan lauk. Dan

selama MRS pasien makan 3x sehari 5 sendok makan, jenis

makanannya nasi, sayur dan lauk. Jenis minuman yang

dikonsumsi sebelum MRS yaitu air putih kurang lebih

1800cc/hari, selama MRS susu dan air putih kurang lebih

400cc/hari.

i) Riwayat Psikososial

(1) Tempat tinggal anak

Ibu pasien mengatakan sebelum MRS pasien tinggal bersama

ayah, ibu, dan adeknya, selama MRS pasien berada di ruang

Asoka bersama orang tua dan petugas kesehatan.

(2) Pengasuh Anak

Ibu pasien mengatakan bahwa ibu pasien langsung merawat

anak- anaknya sendiri.

(3) Hubungan dengan anggota keluarga

Ibu pasien mengatakan bahwa hubungan pasien dengan anggota

keluarganya baik dan juga harmonis


52

(4) Persepsi keluarga terhadap penyakit anaknya

Ibu pasien mengatakan bahwa penyakit yang diderita anaknya

merupakan penyakit yang berbahaya jika tidak bisa membatasi

hubungan antara pasien dengan adik dan lingkungan sekitar

terhadap penularannya, dan ibu yakin bahwa pasien bisa sembuh

yang didukung dengan perawatan. Ibu pasien mengatakan tidak

tahu tentang penyakit anaknya. Terbukti ketika peneliti

menanyakan tentang penyebab dan cara pencegahan

Tuberkulosis Paru, ibu pasien mengatakan tidak tahu pada saat

pengkajian ibu pasien terus menerus menanyakan tentang

kondisi, penyebab, cara pencegahan kepada petugas kesehatan.

II. Pengkajian Fisik

a. Keadaan umun

Keadaan pasien lemah, kesadaran composmentis.

b. Tanda-tanda vital

Suhu: 36,8˚C, Nadi: 90x/menit, RR: 28x/menit, Tekanan Darah

110/70 mmHg.

c. Antropometri

Tinggi badan pasien 121 cm, berat badan sebelum sakit 23 kg (3

minggu sebelum sakit) dan saat masuk rumah sakit BB 20 kg.


53

1. Sistem Pengindraan

a. Mata:

Pada pemeriksaan fisik mata gerakan mata kanan dan kiri

normal dengan cara pasien disuruh mengikuti arah benda

yang telah diarahkan oleh peneliti, konjungtiva tidak

anemis kanan dan kiri, sklera mata tidak ikterus kanan dan

kiri, pupil isokor kanan dan kiri, reflek terhadap cahaya

positif kanan dan kiri, palpebra tidak odema kanan dan

kiri, tidak terdapat alat bantu penglihatan dan ketajaman

penglihatan normal dengan menggunakan snellen chart.


54

b. Hidung:

Pada hidung pasien mukosa hidung lembab, tidak ada

sekret, dan ketajaman penciuman normal dengan cara

pasien disuruh menyebutkan bau dari benda yang diberikan

oleh peneliti (misalnya jeruk dan kopi) dengan mata ditutup.

c. Telinga:

Kedua telinga pasien simetris kanan dan kiri, tidak ada

serumen kanan dan kiri, ketajaman pendengaran kanan dan

kiri normal menggunakan tes pendengaran detik jarum jam

tangan.

d. Perasa:

Indra perasa pasien normal: manis, asam, pahit, asin, pedas

dengan cara pasien disuruh menyebutkan rasa dari

makanan yang diberikan oleh peneliti (misalnya permen,

garam, dan jeruk) dengan mata ditutup


55

2. Leher

Pada pemeriksaan ini tidak ada pembesaran kelenjar tyroid dan

kelenjar parotis, serta tidak ada hiperglikemia dan hipoglikemia.

3. Dada/ Thorax

Pada inspeksi ditemukan data pasien batuk grok-grok dan

terdapat sekret, bentuk dada simetris, terjadi peningkatan

pergerakan dinding dada, RR = 28x/menit, terdapat retraksi otot

bantu nafas(retraksi intercosta dan retraksi suprasternal), pola

nafas tidak teratur, terdapat alat bantu nafas nasal kanul 3 Lpm.

Pada palpasi vokal fremitus sama antara kanan dan kiri. Pada

perkusi thorak di dapatkan suara pekak/redup pada bagian paru

yang terdapat sekret. Pada auskultasi di temukan suara nafas

tambahan yaitu ronkhi ( grok-grok ) di bagian dada sebelah

kanan ( lobus dextra bagian atas ). Terdapat pernafasan cuping

hidung.

4. Jantung

Pada inspeksi pasien tidak terdapat sianosis, tidak ada

pembengkakan jari tangan dan kaki. Pada palpasi ictus cordis

tidak teraba, CRT< 2 detik, tidak terdapat nyeri dada, nadi

90x/menit. Pada perkusi suara sonor. Pada askultasi di dapatkan

bunyi S1 S2 tunggal.

5. Sistem Persyarafan
56

Kesadaran pasien composmentis GCS 15, tidak ada kaku kuduk,

tidak ada nyeri kepala, dan tidak ada kejang. Ibu pasien

mengatakan anaknya istirahat tidur siang saat di rumah kurang

lebih 2 jam, di RS kurang lebih 1/2 jam, dan istirahat malam

kurang lebih dirumah 8 jam, di RS 4 jam


57

6. Sistem Perkemihan

Bentuk alat kelamin pasien normal dan bersih, frekuensi

berkemih 3- 4x/hari warna kuning, bau khas, produksi urine

kurang lebih 600cc/hari dikamar mandi.

7. Abdomen

Keadaan mukosa mulut pasien kering dan terlihat pecah- pecah,

tidak ada sianosis, lidah bersih, rongga mulut bersih, kebiasaan

gosok gigi 1x/hari keadaan gigi bersih, tenggorokan tidak ada

pembesaran tonsil dan tidak ada nyeri telan. Pada abdomen tidak

ada asites dan nyeri tekan dan tidak ada masalah eliminasi alvi.

Saat di RS dan di rumah pasien BAB 1x/hari konsistensi padat

warna kuning bau khas. Pada palpasi tidak terdapat benjolan,

pada perkusi tidak di dapatkan kembung, pada auskultasi bising

usus dalam batas normal 12x/menit.

8. Sistem Muskuluskeletal Dan Integument

Pada pengkajian tidak di dapatkan fraktur, kemampuan

pergerakan sendi dan tungkai bebas kekuatan otot tangan kanan

dan kiri, kaki kanan dan kiri maksimal, turgor elastis, tidak ada

odem, akral hangat. Kelembapan kulit lembab.


58

III. Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium

Tabel 3.1 Data Hasil Pemeriksaan Laboratorium Pada An.C pada

tanggal 13 Agustus 2020

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Eusinofil % 0,2 % 0,600-7,30

Hemoglobin ( HGB ) 12,93 g/dl 13,5-18,0

MCV 71,40 µm3 81,1-96,0

MCH 22,18 pg 27,0-31,2

MCHC 31,07 g/dL 3,18-35,4

RDW 14,53 % 11,5-14,5

KIMIA KLINIK

FAAL HATI
59

AST/SGOT 132,35 U/L <35

ALT/SGPT 50,16 U/L <45

2. X-Ray

Photo torak: terdapat penumpukan cairan pada paru sebelah kanan

3. Therapy

Tanggal 13 Agustus 2020

Inf. Dx 1000 cc/24 jam (14 Tpm, untuk sebagai

pengganti cairan)

OBH 3 x sehari 1cth (untuk meredakan batuk)

Nebul Ventolin 3 x sehari 1resp (untuk membantu meredakan

sesak nafas dan mengencerkan sekret)

Nebul Pulmicort 3 x sehari 1resp + pz2cc (untuk meredakan

sesak nafas dan mengencerkan sekret)

Ranitidin oral 2x ½ tablet (untuk lambung)


60

IV. Analisa Data Keperawatan

Tabel 3.2 Analisa data pada An.C dengan diagnosa medis TB Paru

No. DATA MASALAH ETIOLOGI

1. Ds : Pasien mengatakan Ketidak efektifan Sekret kental

sesak nafas dan batuk. bersihan jalan nafas

Do : - RR : 28 x/mnt

- Terdapat ronkhi

(grok-grok) di
61

bagian dada

sebelah kanan

- Pasien tampak

lemas

- Pola nafas

irreguler

- Batuk (+)

- Terdapat

sputum

- Photo torak:

terdapat

penumpukan

cairan pada paru

sebelah kanan

- Oksigen nasal

kanul 3 Lpm

- Terdapat

pernafasan

cuping hidung

- Terdapat
62

retraksi otot

bantu nafas

2. Ds : Ibu pasien Ketidakseimbangan Intake nutisi kurang

mengatakan nafsu nutrisikurang dari

makan anaknya kebutuhan tubuh

menurun

Do : -BB sebelum sakit

23 kg

BB saat sakit 20

kg

- Porsi makan

sebelum sakit : 3

x sehari 1 porsi

habis

Porsi makan saat

sakit : 3 x sehari

5 sendok

- Mukosa bibir

kering
63

- Pasien tampak

lemas

- Bising usus =

12x/menit

- BBI = 40 kg

3. Ds : Ibu pasien Defisien pengetahuan Kurang

mengatakan tidak tahu (orang tua ) informasi

tentang penyakit

anaknya (tentang

penyebab dan cara

pencegahan

Tuberkulosis Paru).

Do : - Ibu pasien tidak

tahu tentang

penyakit

anaknya

- Ibu pasien tidak

mampu

menyebutkan

penyebab

Tuberkulosis

Paru
64

- Ibu pasien tidak

mampu

menyebutkan

pencegahan

Tuberkulosis

Paru

- Ibu pasien tidak

mampu

menyebutkan

tanda gejala

dan penyebab

TB
65

V. Daftar Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan

sekret kental (sputum)

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan intake nutisi kurang.

3. Defisiensi tingkat pengetahuan (orang tua)

berhubungan dengan kurangnya informasi.

VI. Rencana Tindakan Keperawatan

Tabel 3.3 Rencana Tindakan Keperawatan Pada An.C Dengan

Diagnosa Medis TB

No. Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi Rasional

1. Tujuan : Setelah 1) Jelaskan pada 1) Keluarga

dilakukan tindakan keluarga klien mengetahui tanda-

keperawatan selama 2 tentang sesak nafas tanda tuberculosis

x 24 jam diharapkan paru

bersihan jalan napas

kembali efektif 2) Anjurkan klien

dengan kriteria hasil: untuk tirah baring 2) Menurunkan

dalam posisi semi konsumsi

1) Keluarga mampu fowler dan batasi oksigen/kebutuhan

menjelaskan aktivitas selama periode

kembali tentang penurunan


66

sesak nafas pernafasan dan

dapat menurunkan

2) Keluarga beratnya gejala,

melaporkan sesak memaksimalkan

nafas berkurang ekspansi paru

3) Anak dapat

mengeluarkan 3) Berikan fisioterapi 3) Memudahkan

sekret tanpa dada dan ajarkan pengeluaran secret

bantuan. batuk efektif yang terdapat pada

paru

4) Dapat 4) Observasi tanda- 4) Untuk mengetahui

mempertahankan tanda vital, suara


67

jalan nafas anak. nafas, pola nafas, perkembangan

5) Suara nafas anak irama nafas kondisi pasien

vesikuler. selama dirawat

6) Irama nafas anak 5) Kolaborasi dengan 5) Untuk menentukan

teratur. tim medis dalam terapi yang

7) Tidak ada pemberian terapi diberikan kepada

peningkatan dalam (nebulizer) pasien

frekuensi

pernafasan 6) Monitor status

8) Tidak ada otot pernafasan dan

bantu bernafas oksigenasi

sebagaimana

mestinya

2. Tujuan:Setelah 1) Jelaskan tentang 1) Keluarga pasien

dilakukan tindakan nutrisi kepada mengetahui

keperawatan selama 2 keluarga pasien tentang

x 24 jam diharapkan pentingnya nutrisi

pasien ada dalam tubuh

peningkatan nutrisi 2) Anjurkan keluarga 2) Memungkinkan


68

dengan kriteria hasil: untuk memberikan saluran usus untuk

makan sedikit tapi memastikan

1) Keluarga mampu sering kembali proses

menjelaskan pencernaan dan

kembali tentang mencegah

nutrisi terjadinya mual

2) Keluarga 3) Anjurkan keluarga dan muntah

melaporkan memberikan 3) Memungkinkan

peningkatan nafsu makanan yang makanan yang

makan disukai pasien disukai pasien

3) Menunjukkan akan

berat badan memampukan

meningkat pasien untuk

4) Nafsu makan mempunyai

meningkat atau pilihan terhadap

porsi makan habis makanan yang

5) Melakukan 4) Observasi dapat di makan

perilaku untuk masukan atau dengan lahap

mempertahankan pengeluaran dan 4) Mengawasi

berat badan yang berat badan secara masukan kalori

tepat periodik atau kualitas

5) Kolaborasi dengan kekurangan

ahli gizi untuk konsumsi


69

makanan

5) Memperbaiki
70

menentukan nafsu makan dan

komposisi diit membantu proses

penyembuhan

3. Tujuan:Setelah 1) Menjelaskan pada 1) Untuk menambah

dilakukan tindakan keluarga klien pengetahuan

keperawatan selama 1 tentang proses keluarga pasien

x 30 menit diharapkan penyakit, definisi, tetang penyakit TB

orang tua pasien etiologi,

mengetahui tentang manifestasi klinis,

penyakit Tuberkulosis cara penularan,

Paru dengan kriteria komplikasi dan

hasil: cara pencegahan

1) Keluarga pasien TB

dapat 2) Menjelaskan 2) Agar keluarga

menjelaskan tentang program pasien paham

kembali tentang pengobatan tentang program

penyakit pengobatan yang

anaknya telah diberikan

2) Keluarga pasien 3) Menanyakan 3) Untuk mengetahui

mengenal kembali tentang pengetuhuan yang


71

kebutuhan apa yang sudah di didapatkan pasien

perawatan dan jelaskan

pengobatan

sesuai dengan

penyakitnya

3) Keluarga pasien

mampu

menyebutkan 3

dari 5

pencegahan TB

4) Keluarga pasien

mampu

menyebutkan

cara penularan

TB

5) Keluarga pasien

mampu

menyebutkan

tanda gejala dan

penyebab TB

VII. Implementasi dan Evaluasi

Tabel 3.4
No.

Dx Tanggal Jam Implementasi Evaluasi (SOAP)


72
1 14-08-2020 10.00 1) Menjelaskan pada keluarga S :

klien tentang sesak nafas dan Pasien mengatakan sesak

pentingnya nutrisi dan batuk berdahak

(Keluarga mampu menjelaskan O :

kembali tentang sesak nafas dan Ronkhii disebelah kanan

pentingnya nutrisi) atas (+), batuk berdahak

2) Menganjurkan klien untuk tirah (-), RR = 21x/mnt, tidak

10.10 baring dalam posisi semi fowler ada retraksi otot bantu

dan batasi aktivitas nafas, sesak(+)

(Pasien mengikuti intruksi yang A :

telah dianjurkan) Masalah bersihan jalan

3) Memberikan fisioterapi dada nafas tidak efektif belum

10.15 dan mengajarkan batuk efektif teratasi

(Pasien mampu mengikuti P :

intruksi yang diajarkan dengan Intervensi di lanjutkan

mandiri) nomer

4) Mengobservasi tanda-tanda ( 4,5 )

10.20 vital, suara nafas, pola nafas,

irama nafas

(Didapatkan TD=110/70

mmHg, N=90x/menit,

RR=28x/menit, S = 36,8˚C

suara nafas ronkhi di lobus

kanan, pola nafas teratur, ada

penggunaan otot bantu nafas )

10.25 5) Berkolaborasi dengan tim

medis dalam pemberian terapi

(Nebul ventolin dan pulmicort


73
yang diberikan) O:

10.35 2) Kolaborasi (pantau kepatenan Mukosa bibir kering,

jalan infus) pemberian infus pasien menghabiskan

dengan cairan dextrose makanan hanya 5 sdm,

3) Menganjurkan keluarga pasien tampak lemas,BB

memberikan makanan yang saat sakit 20 kg

disukai pasien

10.40 (Keluarga mengikuti intruksi A :

yang diberikan) Masalah kebutuhna

4) Mengobservasi masukan atau nutrisi kurang dari

pengeluaran dan berat badan kebutuhan tubuh belum

secara periodik teratasi

(Makan = 5 sendok, minum =

air putih 200cc dan susu 200 P : Intervensi di

11. 45 cc ; BB = 20 kg) lanjutkan nomer (2,4,5)

5) Berkolaborasi dengan ahli gizi

untuk menentukan komposisi

diit

(Diet TKTP)
BAB IV

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) TINDAKAN KASUS

1. Nebulizer

Terapi inhalasi adalah pemberian obat yang dilakukan secara

hirupan/inhalasi dalam bentuk aerosol ke dalam saluran napas. Terapi

inhalasi masih menjadi pilihan utama pemberian obat yang bekerja langsung

pada saluran napas terutama pada kasus asma dan PPOK.

Prinsip alat nebulizer adalah mengubah obat yang berbentuk larutan

menjadi aerosol sehingga dapat dihirup penderita dengan menggunakan

mouthpiece atau masker. Dengan nebulizer dapat dihasilkan partikel aerosol

berukuran antara 2-5 µ. Alat nebulizer terdiri dari beberapa bagian yang

terpisah yang terdiri dari generator aerosol, alat bantu inhalasi (kanul nasal,

masker, mouthpiece) dan cup (tempat obat cair).

Indikasi

1. Asma Bronkialis

2. Penyakit Paru Obstruksi Kronik

3. Sindroma Obstruksi Post TB

4. Mengeluarkan dahak

Kontraindikasi

1. Hipertensi

2. Takikardia

3. Riwayat alergi
4. Trakeostomi

5. Fraktur di daerah hidung, maxilla, palatum oris

6. Kontraindikasi dari obat yang digunakan untuk nebulisasi

Uraian dan sistematika tindakan

Tabel 4.1

No Langkah/Kegiatan

Medical Consent

1 Sapalah penderita atau keluarganya dengan ramah dan perkenalkan diri anda, serta

tanyakan keadaannya.

2 Berikan informasi umum kepada penderita atau keluarganya tentang

indikasi/tujuan dan cara pemakaian alat.

Persiapan alat

4 Mempersiapkan alat sesuai yang dibutuhkan :

- Main unit

- Air hose (selang)

- Nebulizer kit (masker, mouthpiece, cup)

- Obat-obatan
Main unit Nebulizer cup Air hose (selang)

Masker Mouthpiece Obat bronkodilator

5 Memperhatikan jenis alat nebulizer yang akan digunakan (sumber tegangan,

tombol OFF/ON), memastikan masker ataupun mouthpiece terhubung dengan

baik, persiapan obat)

Persiapan Penderita

6 Meminta penderita untuk kumur terlebih dahulu.

7 Mempersilakan penderita untuk duduk, setengah duduk atau berbaring

(menggunakan bantal), posisi senyaman mungkin.

8 Meminta penderita untuk santai dan menjelaskan cara penggunaan masker (yaitu

menempatkan masker secara tepat sesuai bentuk dan mengenakan tali pengikat).

Bila menggunakan mouthpiece maka mouthpiece tersebut dimasukkan ke dalam

mulut dan mulut tetap tertutup

9 Menjelaskan kepada penderita agar penderita menghirup uap yang keluar secara

perlahan-lahan dan dalam hingga obat habis

10 Melatih penderita dalam penggunaan masker atau mouthpiece.

11 Memastikan penderita mengerti dan berikan kesempatan untuk bertanya.

Pelaksanaan Terapi Inhalasi

12 Menghubungkan nebulizer dengan sumber tegangan

13 Menghubungkan air hose, nebulizer dan masker/mouthpiece pada main kit


14 Buka tutup cup, masukkan cairan obat ke dalam alat penguap sesuai dosis yang

telah ditentukan.

15 Gunakan mouthpiece atau masker sesuai kondisi pasien

16 Mengaktifkan nebulizer dengan menekan tombol ON pada main kit. Perhatikan

jenis alat, pada nebulizer tertentu, pengeluaran uap harus menekan tombol

pengeluaran obat pada nebulizer kit.

17 Mengingatkan penderita, jika memakai masker atau mouthpiece, uap yang keluar

dihirup perlahan-lahan dan dalam secara berulang hingga obat habis (kurang lebih

10-15 menit)

Menggunakan mouthpiece Menggunakan masker

18 Tekan tombol OFF pada main kit, melepas masker/mouthpiece, nebulizer kit, dan
air hose

19 Menjelaskan kepada penderita bahwa pemakaian nebulizer telah selesai dan

mengevaluasi penderita apakah pengobatan yang dilakukan memberikan

perbaikan/mengurangi keluhan

20 Membersihkan mouthpiece dan nebulizer kit serta obat-obatan yang telah dipakai

2. Terapi Oksigenasi

Terapi Oksigen adalah satu tindakan untuk meningkatkan tekanan parsial

oksigen pasa inspirasi yang dapat dilakukan dengan menggunakan nasal

kanul, simple mask, RBM mask dan NRBM mask.

Tujuan :

1. Mengatasi hipoksemia/hipoksida

2. Untuk mempertahankan metabolism dan meningkatkan oksigen

3. Sebagai tindakan pengobatan

Persiapan alat:

1. Tabung

2. Humidifier

3. Nasal kanule

4. Flow meter

5. Handscoon

6. Plester

7. Gunting

8. Pinset
9. Kasa steril

10. Baki atau trolly yang berisi

Uraian dan sistematika tindakan

Tabel 4.2

A. PERSIAPAN PERAWAT

1. Mengkaji data-data mengenai kekurangan oksigen (sesak nafas,

nafas cuping hidung, penggunaan otot pernafasan tambahan,

takikardi, gelisah, bimbang dan sianosis).

2. Perawat mencuci tangan

3. Mamakai sarung tangan.

B. PERSIAPAN PASIEN

1. Menyapa pasien (ucapkan salam)

2. Jelaskan maksud dan tujuan tentang tindakan yang akan

dilakukan.

3. Pesien diatur dalam posisi aman dan nyaman (semi fowler)

C. PROSEDUR KERJA:

1. Cuci tangan

2. Gunakan handscoon

3. Memastikan volume air steril dalam tabung pelembab sesuai

ketentuan

4. Menghubungkan selang dari kanule nasal ke tabung pelembab

5. Memasang kaule pada hidung klien


6. Menetapkan kadar O2 sesuai dengan program medic

7. Fiksasi selang

3. Pemasangan infus

Pemasangan infus adalah salah satu cara atau bagian dari pengobatan

untuk memasukkan obat atau vitamin ke dalam tubuh pasien (Darmawan,

2008).

Menurut Hidayat (2008), tujuan utama terapi intravena adalah

mempertahankan atau mengganti cairan tubuh yang mengandung air,

elektrolit, vitamin, protein, lemak dan kalori yang tidak dapat dipertahankan

melalui oral, mengoreksi dan mencegah gangguan cairan dan elektrolit,

memperbaiki keseimbangan asam basa, memberikan tranfusi darah,

menyediakan medium untuk pemberian obat intravena, dan membantu

pemberian nutrisi parenteral.

Uraian dan sistematika tindakan

A. Pra interaksi

1. Mahasiswa mengetahui identitas pasien dan general

consent melalui dokumen

2. Mahasiswa mengucapkan salam (senyum,

assalamu’alaikum, selamat pagi/siang/sore/malam).

3. Mahasiswa melakukan identifikasi pasien

4. Mahasiswa memastikan keamanan dan kenyamanan


pasien

5. Mahasiswa menyiapkan alat :

a) Baki/troll :

Set infus

Cairan/obat sesuai kebutuhan

IV kateter sesuai kebutuhan

Kassa steril

Sarung tangan bersih

Alcohol swab

Pengalas

Karet pembendung (torniquet)

Spalak dan verban sesuai kebutuhan

Plester beserta label

Gunting

Bengkok

Jam tangan

Sharp box

B. Fase interaksi/kerja :

1. Mahasiswa melakukan kebersihan tangan.

2. Mahasiswa berdiri di sisi terdekat pada lokasi yang akan

diinsersi.

3. Mahasiswa menempatkan bahan dan alat – alat mudah


dijangkau saat bekerja.

4. Mamhasiswa menempatkan tiang infus disisi terdekat

ekstremitas (lokasi insersi) dengan tinggi 90cm dari tempat

tidur.

5. Mahasiwa mebuka set infuse periksa kelengkapan dan fungsi

bagian – bagiannya, letakkan roler clamp lebih kurang 5 cm

dari drip shamber dan tempatkan pada posisi terkunci.

6. Mehasisw amelakukan desinfeksi pada permukaan wadah

cairan.

7. Mahasiswa membuka penutup spike set infus dengan

mempertahankan teknik aseptic

8. Mahasiswa memasukkan spike entery site wadah cairan

dengan mempertahankan teknik aseptik

9. Gantungkan cairan pada tiang infus, isi cairan infuse

sebanyak ½ dari drip shamber, mengarahkan ujung selang

keatas saat mengalirkan cairan, memastikan tidak ada

gelembung udara disepajang selang, tutup roler clamp dan

kencangkan penutup infuse set.

10.Mahasiswa memilih vena yang akan dilakukan insersi : vena

besar dan lurus dan pilih mulai dari bawah/distal ke

atas/proksimal.

11.Mahasiswa memasang pengalas dibawah baguan tenpat


insersi

12.Mahasiswa memasang sarung tangan, lakukan desinfeksi

pada area penusukan (insersi) dengan alcohol swab dengan

gerakan scrubbing maju mundur 30 detik dengan area sekitar

5 cm sekeliling lokasi area akses vena

13.Mahasiswa memberikan aseptik dan dibiarkan kering sendiri.

14.Mahasiswa memasang karet pembendung/ torniquet sekitar

(10-15cm) diatas lokasi dri daerah penusukan

15.Mahasiswa menggunakan ibu jari pada tangan dominan untuk

menstabilkan vena

16.Mahasiswa menunjukkan IV Kateter pada vena pilihan

dengan suduh 10-30 derajat, lubang jarum menghadap ke

atas.

17.Mahasiswa memastikan darah terlihat pada pangkal IV Cat

sebagai prtunjuk IV Cath masuk vena, tarik mandrin 0.5 cm

sambil dorong iv cath perlahan ( tanpa diikuti mandrin )

hingga masuk ke dalam vena.

18.Mahasiswa membuka karet pembendung (torniquet)

19.Mahasiswa menghubungkan ujung infuse set ke IV Cath,

alirkan cairan/obat dengan cara mebuka dan mengatur roller

clamp

20.Mahasiswa membuka sarung tangan, tempatkan pasa


nearbeken.

21.Mahasiswa melakukan fiksasi IV Cath

22.Mahasiswa menutup lokasi insersi cateter menggunakan

kassa steril dna plester

23.Mahasiswa membuat lengkungan pada slang infuse

24.Mahasiswa memberi label pada lester meliputi : tanggal, jam

insersi, ukuran iv cath dan initial perawat

25.Mahasiswa memeriksa dan mengatur tetesan

26.Mahasiswa mengatakan pada pasien dan keluarga untuk

menjaga kebersihan dan keamanan program terapi yang

dilakukan

27.Mahasiswa membuanng peralatan bekas pakai pada tempat

yang dilakukan

28.Mahasiswa membereskan alat – alat, melepaskan APD dan

mencuci tangan

29.Mahasiswa mendokumentasikan tindakan yang telah

dilakukan

C. Fase terminasi

1. Mahasiswa merencanakan tindakan dan kunjungan berikutnya

2. Mahasiswa mengucapkan salam dan terima kasih atas

kerjasamanya.
DAFTAR PUSTAKA

Aprilia, dkk.2018.Uji aktivitas tumbuhan sebagai anti tuberculosis. Fakultas

Bararah.2013. Asuhan Keperawatan. Jakarta: Pustaka Jakarta

DE MAAR EW. Analisis faktor risiko kejadian tb paru di wilayah kerja


puskesmas kertapati palembang. Geneeskd Gids. 1955;33(17):339–48.

DepKes.2002. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Departemen


Kesehatan RI : Jakarta

Hapsari AR, Faridah F, Balwa AF, Saraswati LD. Analisis Kaitan Riwayat
Merokok Terhadap Pasien Tuberkulosis Paru (TB Paru) di Puskesmas
Srondol. 2013;3(2):47–50

Jauhar.2013.Asuhan Keperawatan.Medikal Bedah : Jakarta

Muttaqin, Arif. 2012. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Pernapasan.Jakarta : Salemba Medika

Misnadiarly. 2006. Penyakit Infeksi TB Paru dan Ekstra Paru.Jakarta : Pustaka


populer Obor

Sari.2016.Badan penerbit ikatan dokter. Bandung : Ilmu kedokteran

Somantri.2009. Asuhan keperawatanpada klien dengan gangguan sistem


pernafasan. Jakarta : Salemba medika

Syaifuddin. 2017. Anatomi dan fisiologi. Jakarta : Penerbit buku Kedokteran

Wahid, Abdul. 2013. Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Sistem Respirasi.


Jakarta Timur : CV Trans Info Media

Wijaya, Saferi.2013. Keperawatan Medikal Bedah 1. Nuha Medika : Yogyakarta

Zulda.2017.Perbandingan profil penderita tuberculosis paru antara perokok dan


non perokok di poliklinik paru RSUP. Dr. M. Djamil Padang. Jurnal
kesehatan andalas

Anda mungkin juga menyukai