Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I

TENTANG APENDIKSITIS

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 6

ANGGOTA :

1. MERISA RAHMA PUTRI


2. ANGGI YULIA PUTRI
3. INDAH ANJELITA
4. FANNY MAULIA RAHMA

DOSEN PEMBIMBING :

Ns.Dedi Adha, S.Kep.M.Kep

STIkes MERCUBAKTIJAYA PADANG

Tahun Akademik

2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT karena dengan ridho-Nya kami dapat
menyusun dan menyelesaikan makalah ini.

Dalam penyusunan makalah ini kami menyadari masih jauh dari kesempurnaan dan
banyak kekurangan dari isi materinya, serta mohon maaf apabila ada kesalahan dalam
makalah makalah yang telah kami buat ini. Oleh karena itu dengan dengan penuh
kerendahan hati kami mengharapkan saran serta kritik yang bersifat membangun demi
perbaikan makalah ini untuk kedepannya.

Dalam makalah keperawatan medikal bedah ini kami membahas materi tentang
apendiksitis, sehingga nanti hendaknya dapat menambah pengetahuan kami dalam belajar
keperawatan medikal bedah.

Akhir kata kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan
makalah ini. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran serta kritik dalam menambah
kelengkapan makalah ini. Mudah-mudahan makalah yang telah kami buat ini dapat
memberikan manfaat bagi kita semua.

Padang, Oktober 2018

Kelompok 6
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang................................................................................

1.2 Rumusan Masalah...........................................................................

1.3 Tujuan Masalah...............................................................................

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Definisi Apendisitis.........................................................................

2.2 Etiologi Apendisitis.........................................................................

2.3 Manifestasi Klinis............................................................................

2.4 Anatomi dan Fisiologi.....................................................................

2.5 Klasifikasi........................................................................................

2.6 Patofisiologi.....................................................................................

2.7 WOC................................................................................................

2.8 Penatalaksanaan...............................................................................

2.9 Komplikasi.......................................................................................

3.0 Askep Teoritis................................................................................

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan......................................................................................

3.2 Saran................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Apendisitis merupakan salah satu penyakit akut abdomen dimana terjadi inflamasi
pada apendiks vermiforis. Insiden apendisits di negara maju lebih tinggi dibandingkan di
negara berkembang. Di Amerika Serikat berdasarkan data survei dari National Hospital
Discharge sekitar 250.000 kasus apendiktomi terjadi di setiap tahunnya.
Apendisitis sering terjadi pada anak-anak maupun orang dewasa. Insiden tertinggi
apendisitis yaitu pada laki-laki berumur 10-14 tahun dengan angka kejadian 27,6% kasus
per 10.000 populasi. Sedangkan usia 15-19 tahun dengan angka kejadian 20,5% kasus
per 10.000 populasi dan insiden terendah terjadi pada bayi. Berdasarkan World Health
Organization (WHO) 2004, angka mortalitas akibat apendisitis adalah 22.000 jiwa,
dimana populasi laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan. Angka mortalitas
apendisitis sekitar 12.000 jiwa pada laki-laki dan pada perempuan sekitar 10.000 jiwa.
Penyakit apendisitis umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri, namun faktor
pencetusnya ada beberapa kemungkinan yang sampai sekarang belum dapat diketahui
secara pasti, diantaranya faktor penyumbatan (obstruksi), pada lapisan saluran (lumen)
apendiks oleh timbunan tinja/feses yang keras (fekalit), hyperplasia (pembesaran)
jaringan limfoid, erosi mukosa oleh cacing askaris dan E.histolytica, parasit, benda asing
dalam tubuh, kanker primer dan struktur. Penelitian epiemiologi menunjukkan peran
kebiasaan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendiks.
Apendisitis dapat diklasifikasi menjadi apendisitis akut dan kronik. Dimana apendisitis
akut jauh lebih sering dijumpai dari pada apendisitis kronik.
Apendisitis memilik potensi untuk terjadinya komplikasi parah jika tidak segera
diobati, seperti perforasi atau sepsis, bahkan dapat menimbulkan kematian. Dalam hal
ini perlu dilakukan tindakan bedah sebagai terapi apendisitis yang disebut apendiktomi,
merupakan satu-satunya terapi kuratif apendisitis. Apendiktomi merupakan tindakan
bedah abdomen akut yang paling banyak dilakukan di dunia.

1.2 Rumusan Masalah


1. Jelaskan definisi Apendisitis
2. Bagaimana etiologi dari Apendisitis
3. Bagaimana manifestasi klinis dari Apendisitis
4. Jelaskan anatomi dan fisiologi Apendisitis
5. Jelaskan klasifikasi Apendisitis
6. Bagaimana dengan patofisiologi Apendisitis
7. Jelaskan WOC dari Apendisitis
8. Bagaimana dengan penatalaksanaan Apendisitis
9. Apa saja komplikasi yang terjadi pada Apendisitis
10. Bagaimana dengan konsep asuhan keperawatan teoritis Apendisitis
1.3 Tujuan Masalah
1. Mengetahui definisi dari Apendisitis
2. Mengetahui etiologi dari Apendisitis
3. Mengetahui manifestasi klinis dari Apendisitis
4. Mengetahui anatomi dan fisiologi Apendisitis
5. Mengetahui klasifikasi dari Apendisitis
6. Mengetahui patofisiologi Apendisitis
7. Mengetahui WOC dari Apendisitis
8. Mengetahui penatalaksanaan Apendisitis
9. Mengetahui komplikasi dari Apendisitis
10. Mengetahui konsep asuhan keperawatan teoritis Apendisitis
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Apendisitis
 Apendisitis adalah peradangan dari apendiks dan merupakan penyebab abdomen
akut yang paling sering (Mnasjoer,2001)
 Apendisitis merupakan suatu tambahan seperti kantung yang tak berfungsi terletak
pada bagian inferior dari sekum. Penyebab yang paling umum dari apendisitis adalah
obstruksi lumen oleh feses yang akhirnya merusak suplai aliran darah dan mengikis
mukosa menyebabkan inflamasi (Wilson dan Goldman,1989)
 Apendisitis merupakan penyakit prototip yang berlanjut melalui peradangan,
obstruksi dan iskemia dalam jangka waktu bervariasi (Sabiston,1995)
 Apendisitis merupakan peradangan pada apendiks yang berbahaya dan jika tidak
ditangani dengan secara akan terjadi infeksi berat yang bisa menyebabkan pecahnya
lumen usus (Williams dan Wilkins dalam Indri dkk., 2014)

Jadi Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering.

2.2 Etiologi Apendisitis


Apendisitis umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Berbagai hal berperan sebagai faktor
pencetusnya, diantaranya adalah obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks. Obstruksi ini
biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras (fekalit), hiperplasia jaringan
limfoid, tumor apendiks, struktur, benda asing dalam tubuh dan cacing askaris. Penelitian
epidemiologi menunjukkan peranan kebiasaan mengkonsumi makanan rendah serat dan
pengaruh konstipasi terhadap timbulnya penyakit apendisitis.

2.3 Manifestasi Klinis


Tanda awal : nyeri mulai dari epigastrium/region umbilikus disertai mual dan anoreksia.
a) Nyeri pindah ke kanan bawah (yang akan menetap dan diperberat jika berjalan atau
batuk) dan menunjukkan tanda rangsangan peritoneum lokal titik Mc. Burney : nyeri
tekan, nyeri lepas, defans muskuler.
b) Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung
c) Nyeri pada kuadran kanan bawah saat kuadran kiri bawah ditekan (Rovsing Sign)
d) Nyeri kanan bawah bila tekanan disebalah kiri dilepas (Blumberg)
e) Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti napas dalam, berjalan,batuk
dan mengedan
f) Nafsu makan menurun
g) Demam yang tidak terlalu tinggi
h) Biasanya terdapat konstipasi, kadang-kadang terjadi diare

Gejala-gejala permulaan pada apendisitis yaitu nyeri atau perasaan tidak enak sekitar
umbilikus diikuti oleh anoreksia, nausea dan muntah. Gejala ini umumnya berlangsung lebih
dari 1 atau 2 hari. Dalam beberapa jam nyeri bergeser ke kuadran kanan bawah dan
mungkin terdapat nyeri tekan sekitar titik Mc.Burney, kemudian dapat timbul spasme otot
dan nyeri lepas. Biasanya ditemukan demam ringan dan leukosit meningkat bila rupture
apendiks terjadi nyeri sering sekali hilang secara dramatis untuk sementara.
2.4 Anatomi dan Fisiologi
a) Anatomi apendiks
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung panjang nya kira-kira 10 cm dan
berpangkal di sekum. Lumen nya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal.
Namun demikian, pada bayi apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan
menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendah nya insiden pada
usia itu (Departemen Bedah UGM, 2010).
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri
mesentrika superior dan arteri apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari
nervus torakalis 10. Oleh karena itu, nyeri viseral pada apendisitis bermula di sekitar
umbilikus (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).
Pendarahan apendiks berasal dari arteri apendikularis yang merupakan arteri tanpa
kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infeksi, apendiks akan
mengalami gangren (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).

b) Fisiologi apendiks
Secara fisiologis apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir tersebut
normalnya dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran
lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada patogenesis apendisitis.
Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT)
yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks adalah IgA, imunoglobulin
tersebut sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi.
Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh
karena jumlah jaringan limfe disini sangat kecil jika dibandingkan dengan jumlahnya di
saluran cerna dan di seluruh tubuh. Istilah usus buntu yang dikenal di masyarakat awam
adalah kurang tepat karena usus yang buntu sebenarnya adalah sekum. Apendiks
diperkirakan ikut serta dalam sistem imun sektorik saluran pencernaan, namun pengangkatan
apendiks tidak menimbulkan defek fungsi sistem imun yang jelas (Schwartz, 2000)

2.5 Klasifikasi
1) Apendisitis Akut
Peradangan pada apendisitis dengan gejala khas yang memberikan tanda setempat.
Gejala apendisitis akut antara lain : nyeri samar dan tumpul merupakan nyeri visceral di
daerah epigastrium di sekitar umbilikus. Keluhan ini disertai rasa mual, muntah dan
penurunan nafsu makan. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke titik McBurney. Pada
titik ini, nyeri yang dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri
somatik setempat (Hidayat, 2005).
2) Apendisitis Kronis
Diagnosis apendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ditemukan 3 hal yaitu:
 Pertama : Pasien memiliki riwayat penyakit nyeri pada kuadran kanan bawah
abdomen selama paling sedikit 3 minggu tanpa alternatif diagnosis lain.
 Kedua : Setelah dilakukan apendiktomi, gejala yang dialami pasien akan
hilang.
 Ketiga : Secara hispatologik gejala dibuktikan sebagai akibat dari inflamasi
kronis yang aktif atau fibrosis pada apendiks (Santacroce dan Craig, 2006).
2.6 Patofisiologi
Tanda patogenik primer diduga karena obstruksi lumen dan ulserasi mukosa menjadi
langkah awal terjadinya apendisitis. Obstruksi lumen yang tertutup disebabkan oleh
hambatan pada bagian proksimal. Selanjutnya terjadi peningkatan sekresi normal dari
mukosa apendiks yang distensi secara terus menerus karena multiplikasi cepat dari bakteri.
Obstruksi juga menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa terbendung. Makin lama
mukus tersebut makin banyak , namun elastisitas dinding apendiks terbatas sehingga
meningkatkan tekanan intralumen.
Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami hipoksia,
hambatan aliran limfe, ulserasi mukosa dan invasi bakteri. Infeksi memperberat
pembengkakan apendiks (edema) dan trombosis pada pembuluh darah intramural (dinding
apendiks) menyebabkan iskemik. Pada tahap ini mungkin terjadi apendisitis akut fokal yang
di tandai oleh nyeri epigastrium. Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus
meningkat dan dan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah serta bakteri akan
menembus dinding. Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang
diikuti gangren.

2.7 WOC
2.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dilakukan sebaiknya konservatif dengan pemberian antibiotik
dan istirahat di tempat tidur. Penatalaksanaan pembedahan hanya dilakukan bila dalam
perawatan terjadi abses dengan atau tanpa peritonitis umum. Penatalaksanaan apendisitis
menurut Mansjoer (2001) antara lain:
1. Sebelum operasi :
 Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi
 Pemasangan kateter untuk kontrol produksi urine
 Rehidrasi
 Antibiotik dengan spektrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara intravena
 Obat-obatan penurun panas diberikan setelah rehidrasi tercapai
 Bila demam, harus diturunkan sebelum diberi anestesi
2. Operasi :
 Apendiktomi
 Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perforasi bebas, maka abdomen
dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika
 Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV, massanya mungkin mengecil
atau abses mungkin memerlukan drainase dalam jangka waktu beberapa hari
 Apendiktomi dilakukan bila abses dilakukan operasi elektif sesudah 6 minggu
sampai 3 bulan
3. Pasca operasi :
 Observasi TTV
 Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga aspirasi cairan
lambung dapat dicegah
 Baringkan pasien dalam posisi semi fowler
 Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama pasien
dipuasakan
 Bila ada tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi, puasa
dilanjutkan sampai fungsi usus kembali normal
 Berikan minum mulai 15ml/jam selama 4-5 jam, lalu naikkan menjadi
30ml/jam. Keesokan harinya berikan makanan saring dan hari berikutnya
diberikan makanan lunak
 Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak ditempat tidur
selama 2x30 menit
 Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar
 Hari ketujuh jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang

2.9 Komplikasi
Yang paling sering adalah :
 Perforasi
Insiden perforasi 10-32%, rata-rata 20% paling sering terjadi pada usia muda sekali
atau telalu tua, perforasi timbul 93% pada anak-anak dibawah 2 tahun antara 40-75%
kasus usia diatas 60 tahun ke atas. Perforasi jarang timbul dalam 12 jam pertama
sejak awal sakit, tetapi insiden meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi terjadi
70% pada kasus dengan peningkatan suhu 39,5 derajat C tampak toksik, nyeri
tekan seluruh perut dan leukositosit meningkat akibat perforasi dan pembentukan
abses.
 Peritonitis
Trombofebitis septik pada sistem vena porta ditandai dengan panas tinggi 39-40
derajat C menggigil dan ikterus merupakan penyakit yang relatif jarang.
 Tromboflebitis supuratif dari sistem portal, jarang terjadi tetapi merupakan
komplikasi yang letal.
 Abses subfrenikus dan fokal sepsis intraabdominal lain.
 Obstruksi intestinal juga dapat terjadi akibat perlengketan.

3.0 Askep Teoritis


a. Pengkajian
 Identitas diri pasien : Nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, alamat,
no Mr, pekerjaan, dll

b. Riwayat kesehatan
 Keluhan utama : pasien biasanya mengeluh nyeri di sekitar epigastrium menjalar
ke perut kanan bawah. Timbul keluhan nyeri perut kanan bawah mungkin
beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau epigastrium dirasakan dalam
beberapa waktu lalu. Sifat keluhan nyeri dirasakan terus-menerus, dapat hilang
atau timbul nyeri dalam waktu yang lama.
 Riwayat kesehatan sekarang : selain mengeluh nyeri pada daerah epigastrium
keluhan yang menyertai biasanya klien mengeluh rasa mual dan muntah, panas.
 Riwayat kesehatan masa lalu : biasanya berhubungan dengan masalah kesehatan
klien sekarang, bisa juga penyakit ini sudah pernah dialami oleh pasien
sebelumnya.
 Riwayat kesehatan keluarga : biasanya penyakit apendisitis ini bukan merupakan
penyakit keturunan, bisa dalam anggota keluarga ada yang pernah mengalami
sakit yang sama dengan pasien bisa juga tidak ada yang menderita penyakit yang
sama seperti yang dialami pasien sebelumnya.

c. Pemeriksaan fisik
1. Kepala
Warna rambut hitam, kulit kepala bersih, tidak terdapat lesi, tidak ada tumor
2. Mata
Simetris kiri dan kanan, alis mata memanjang, kelopak mata menutupi pupil,
konjungtiva anemis, sclera putih dan pupil respon cahaya baik
3. Hidung
Bentuk hidung simetris, tidak ada sekret, tidak terdapat lesi, tidak ada
pernafasan cuping hidung, tidak ada cyanosis dan tidak ada deviasi septum
4. Mulut
Bibir tambah kering dengan gigi bersih, tidak ada perdarahan dan tidak ada
pembengkakan gusi
5. Telinga
Bentuk simetris, tidak menggunakan alat bantu pendengaran
6. Leher
Tidak terdapat pembesaran tiroid
7. Dada
Inspeksi : Bentuk simetris
Palpasi : Tidak ada benjolan dan nyeri tekan
Perkusi : Suara jantung pekak, suara paru sonor
Auskultasi : Bunyi paru vesikuler, bunyi jantung normal
8. Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihat pada sternum iga ke-2
Palpasi : Ictus teraba pada interkostal ke-2 kanan untuk menentukan area
aorta dan spasium interkostal ke-2 kiri untuk menentukan area pulmonal
Auskultasi : Irama (BJI/BJII), teratur, kekuatan kuat
9. Abdomen
Ada keluhan pada abdomen
Inspeksi :Bentuk simetris
Palpasi : Nyeri tekan di sekitar epigastrium menjalar ke perut kanan bawah
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Tidak ada bising usus
10. Genetalia
Tidak terpasang kateter, tidak ada keluhan dan berish
11. Ekstremitas
 Ekstremitas atas : Tidak ada pembengkakan, rentang gerak bebas
 Ekstremitas bawah : Tidak ada pembengkakan, rentang gerak bebas

d. Diagnosa keperawatan
 Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan/insisi bedah
 Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual, muntah,
anoreksia
 Risiko infeksi berhubungan tidak adekuatnya pertahanan tubuh, prosedur
invasif (insisi bedah)

e. Intervensi keperawatan
N Diagnosa Keperawatan NOC NIC
O
1. Nyeri berhubungan dengan Kontrol Nyeri (1605) Manajemen Nyeri
terputunya kontinuitas (1400)
jaringan/insisi bedah Indikator :
(D.0077)  Mengenali kapan Aktivitas-aktivitas :
nyeri terjadi  Lakukan
(160502) pengkajian nyeri
 Menggambarkan komprehensif
faktor penyebab yang meliputi
(160501) lokasi,
 Menggunakan karakteristik,
tindakan onset/durasi,
pencegahan frekuensi,
(160503) kualitas,
 Menggunakan intensitas atau
tindakan beratnya nyeri
pengurangan (nyeri) dan faktor
tanpa analgesik pencetus
(160504)  Gunakan
 Menggunakan strategi
analgesik yang komunikasi
direkomendasikan terapeutik
(160505) untuk
 Melaporkan mengetahui
perubahan terhadap pengalaman
gejala nyeri pada nyeri dan
profesional sampaikan
kesehatan (160513) penerimaan
 Melaporkan gejala pasien terhadap
yang tidak nyeri
terkontrol pada  Gali
profesional pengetahuan
kesehatan (160507) dan
 Mengenali apa yang kepercayaan
terkait dengan pasien
gejala nyeri mengenai nyeri
(160509)  Berikan
 Melaporkan nyeri informasi
yang terkontrol mengenai nyeri
(160511) seperti
penyebab nyeri,
berapa lama
nyeri dirasakan
dan
ketidaknyamana
n akibat
prosedur
 Kurangi atau
ekiminasi faktor
yang dapat
mencetuskan
atau
meningkatkan
nyeri
 Ajarkan prinsip
manajemen
nyeri
2. Resiko kekurangan volume Status Nutrisi : Asupan Manajemen Cairan
cairan berhubungan makanan dan cairan (1008) (4120)
dengan mual, muntah dan
anoreksia (00028) Indikator : Aktivitas-aktivitas :
 Asupan makanan  Timbang berat
secara oral (100801) badan setiap
 Asupan makan hari dan
secara tube feeding monitor status
(100802) paien
 Asupan cairan  Jaga
secara oral (100803) intake/asupan
 Asupan cairan yang akurat dan
intravena (100804) catat output
 Asupan nutrisi (pasien)
parental (100805)  Monitor status
hidrasi
(misalnya
membran
mukosa lembab,
denyut nadi
adekuat dan
tekanan darah
ortostatik)
 Monitor TTV
pasien
 Monitor
perubahan
berat badan
pasien sebelum
dan setelah
dianalisis
 Kaji lokasi
luasnya edema
(jika ada)
 Monitor
makanan/cairan
yang dikonsumsi
dan hitung
asupan kalori
cairan
 Monitor status
gizi
 Distribusikan
asupan cairan
selama 24 jam
3. Risiko infeksi berhubungan Pemulihan Pembedahan : Kontrol Infeksi :
dengan tidak adekuatnya Penyembuhan (2304)  Alokasikan
pertahanan tubuh,  Granulasi jaringan kesesuaian luas
prosedur invasif (insisi (110701) ruang per
bedah) (0142)  Keseimbangan pasien seperti
cairan (110706) yang di
 Stabilitas elektrolit indikasikan oleh
(110705) pedoman pusat
 Kemampuan pengendalian
keperawatan diri dan pencegahan
(110707) penyakit
 Bersihkan
Kontrol infeksi : lingkungan
 Mencari informasi dengan baik
tentang resiko setelah
kesehatan (190219) digunakan
 Mengidentifikasi untuk setiap
faktor resiko pasien
(190220)  Ganti peralatan
 Mengenali faktor per pasien
resiko individu sesuai protokol
(190203) instituasi
 Menyesuaikan  Isolasi orang
strategi kontrol yang terkena
resiko (190205) penyakit
menular
 Tempatkan
isolasi tindakan
pencegahan
yang sesuai
 Pertahankan
teknik isolasi
yang sesuai
 Batasi jumlah
pengunjung
 Ajarkan cara
cuci tangan bagi
tenaga
kesehatan
 Anjurkan pasien
mengenai teknik
mencuci tangan
dengan cepat
 Lakukan
tindakan
pencegahan
yang bersifat
universal
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Apendisitis merupakan peradangan pada apendiks yang berbahaya dan jika tidak
ditangani dengan segera akan terjadi infeksi berat yang bisa menyebabkan pecahnya lumen
usus. Apendisitis umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Berbagai hal berperan sebagai
faktor pencetusnya, diantaranya adalah : obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks.
Obstruksi ini biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras (fekalit),
hiperplasia jaringan limfoid, tumor apendiks, struktur, benda asing dalam tubuh dan cacing
askaris. Penelitian epidemiologi menunjukkan peranan kebiasaan mengkonsumsi makanan
rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya penyakit apendisitis.

3.2 Saran
Bagi mahasiswa keperawatan diharapkan dapat memahami konsep dasar penyakit
apendisitis serta asuhan keperawatan pada pasien apendisitis yang berguna bagi profesi dan
orang disekitar.
Bagi masyarakat diharapkan dapat memanfaatkan makalah ini untuk menambah
pengetahuan tentang penyakit apendisitis.
DAFTAR PUSTAKA

Wijaya, Andra Saferi dan Yessie Mariza Putri. 2013. KMB I KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH.
Yogyakarta : Nuha Medika

Mardalena, Ida. 2017. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN


PENCERNAAN. Yogyakarta : Pustaka Baru Press

Zulfikar, Fandy. 2015. STUDI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA KASUS BEDAH APENDIKS. Vol 3
(No.1). e-Jurnal Pustaka Kesehatan

Thomas, Gloria A. dkk. 2016. ANGKA KEJADIAN APENDISITIS DI RSUP PROF. DR. R. D.
KANDOU MANADO. Vol 4, Nomor 1. Manado : Jurnal e-Clinic (eCI)

C, Windi S dan M.Sabir. 2016. PERBANDINGAN ANTARA SUHU TUBUH, KADAR LEUKOSIT
DAN PLATELET DISTRIBUTION WIDTH (PDW) PADA APENDISITIS AKUT DAN APENDISITIS
PERFORASI DIRUMAH SAKIT UMUM ANUTAPURA PALU. Vol 2, No. 2. Jurnal Kesehatan
Tadulako

Anda mungkin juga menyukai