TENTANG APENDIKSITIS
ANGGOTA :
DOSEN PEMBIMBING :
Tahun Akademik
2018/2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT karena dengan ridho-Nya kami dapat
menyusun dan menyelesaikan makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini kami menyadari masih jauh dari kesempurnaan dan
banyak kekurangan dari isi materinya, serta mohon maaf apabila ada kesalahan dalam
makalah makalah yang telah kami buat ini. Oleh karena itu dengan dengan penuh
kerendahan hati kami mengharapkan saran serta kritik yang bersifat membangun demi
perbaikan makalah ini untuk kedepannya.
Dalam makalah keperawatan medikal bedah ini kami membahas materi tentang
apendiksitis, sehingga nanti hendaknya dapat menambah pengetahuan kami dalam belajar
keperawatan medikal bedah.
Akhir kata kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan
makalah ini. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran serta kritik dalam menambah
kelengkapan makalah ini. Mudah-mudahan makalah yang telah kami buat ini dapat
memberikan manfaat bagi kita semua.
Kelompok 6
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
2.5 Klasifikasi........................................................................................
2.6 Patofisiologi.....................................................................................
2.7 WOC................................................................................................
2.8 Penatalaksanaan...............................................................................
2.9 Komplikasi.......................................................................................
3.1 Kesimpulan......................................................................................
3.2 Saran................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Jadi Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering.
Gejala-gejala permulaan pada apendisitis yaitu nyeri atau perasaan tidak enak sekitar
umbilikus diikuti oleh anoreksia, nausea dan muntah. Gejala ini umumnya berlangsung lebih
dari 1 atau 2 hari. Dalam beberapa jam nyeri bergeser ke kuadran kanan bawah dan
mungkin terdapat nyeri tekan sekitar titik Mc.Burney, kemudian dapat timbul spasme otot
dan nyeri lepas. Biasanya ditemukan demam ringan dan leukosit meningkat bila rupture
apendiks terjadi nyeri sering sekali hilang secara dramatis untuk sementara.
2.4 Anatomi dan Fisiologi
a) Anatomi apendiks
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung panjang nya kira-kira 10 cm dan
berpangkal di sekum. Lumen nya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal.
Namun demikian, pada bayi apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan
menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendah nya insiden pada
usia itu (Departemen Bedah UGM, 2010).
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri
mesentrika superior dan arteri apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari
nervus torakalis 10. Oleh karena itu, nyeri viseral pada apendisitis bermula di sekitar
umbilikus (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).
Pendarahan apendiks berasal dari arteri apendikularis yang merupakan arteri tanpa
kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infeksi, apendiks akan
mengalami gangren (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).
b) Fisiologi apendiks
Secara fisiologis apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir tersebut
normalnya dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran
lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada patogenesis apendisitis.
Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT)
yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks adalah IgA, imunoglobulin
tersebut sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi.
Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh
karena jumlah jaringan limfe disini sangat kecil jika dibandingkan dengan jumlahnya di
saluran cerna dan di seluruh tubuh. Istilah usus buntu yang dikenal di masyarakat awam
adalah kurang tepat karena usus yang buntu sebenarnya adalah sekum. Apendiks
diperkirakan ikut serta dalam sistem imun sektorik saluran pencernaan, namun pengangkatan
apendiks tidak menimbulkan defek fungsi sistem imun yang jelas (Schwartz, 2000)
2.5 Klasifikasi
1) Apendisitis Akut
Peradangan pada apendisitis dengan gejala khas yang memberikan tanda setempat.
Gejala apendisitis akut antara lain : nyeri samar dan tumpul merupakan nyeri visceral di
daerah epigastrium di sekitar umbilikus. Keluhan ini disertai rasa mual, muntah dan
penurunan nafsu makan. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke titik McBurney. Pada
titik ini, nyeri yang dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri
somatik setempat (Hidayat, 2005).
2) Apendisitis Kronis
Diagnosis apendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ditemukan 3 hal yaitu:
Pertama : Pasien memiliki riwayat penyakit nyeri pada kuadran kanan bawah
abdomen selama paling sedikit 3 minggu tanpa alternatif diagnosis lain.
Kedua : Setelah dilakukan apendiktomi, gejala yang dialami pasien akan
hilang.
Ketiga : Secara hispatologik gejala dibuktikan sebagai akibat dari inflamasi
kronis yang aktif atau fibrosis pada apendiks (Santacroce dan Craig, 2006).
2.6 Patofisiologi
Tanda patogenik primer diduga karena obstruksi lumen dan ulserasi mukosa menjadi
langkah awal terjadinya apendisitis. Obstruksi lumen yang tertutup disebabkan oleh
hambatan pada bagian proksimal. Selanjutnya terjadi peningkatan sekresi normal dari
mukosa apendiks yang distensi secara terus menerus karena multiplikasi cepat dari bakteri.
Obstruksi juga menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa terbendung. Makin lama
mukus tersebut makin banyak , namun elastisitas dinding apendiks terbatas sehingga
meningkatkan tekanan intralumen.
Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami hipoksia,
hambatan aliran limfe, ulserasi mukosa dan invasi bakteri. Infeksi memperberat
pembengkakan apendiks (edema) dan trombosis pada pembuluh darah intramural (dinding
apendiks) menyebabkan iskemik. Pada tahap ini mungkin terjadi apendisitis akut fokal yang
di tandai oleh nyeri epigastrium. Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus
meningkat dan dan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah serta bakteri akan
menembus dinding. Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang
diikuti gangren.
2.7 WOC
2.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dilakukan sebaiknya konservatif dengan pemberian antibiotik
dan istirahat di tempat tidur. Penatalaksanaan pembedahan hanya dilakukan bila dalam
perawatan terjadi abses dengan atau tanpa peritonitis umum. Penatalaksanaan apendisitis
menurut Mansjoer (2001) antara lain:
1. Sebelum operasi :
Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi
Pemasangan kateter untuk kontrol produksi urine
Rehidrasi
Antibiotik dengan spektrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara intravena
Obat-obatan penurun panas diberikan setelah rehidrasi tercapai
Bila demam, harus diturunkan sebelum diberi anestesi
2. Operasi :
Apendiktomi
Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perforasi bebas, maka abdomen
dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika
Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV, massanya mungkin mengecil
atau abses mungkin memerlukan drainase dalam jangka waktu beberapa hari
Apendiktomi dilakukan bila abses dilakukan operasi elektif sesudah 6 minggu
sampai 3 bulan
3. Pasca operasi :
Observasi TTV
Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga aspirasi cairan
lambung dapat dicegah
Baringkan pasien dalam posisi semi fowler
Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama pasien
dipuasakan
Bila ada tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi, puasa
dilanjutkan sampai fungsi usus kembali normal
Berikan minum mulai 15ml/jam selama 4-5 jam, lalu naikkan menjadi
30ml/jam. Keesokan harinya berikan makanan saring dan hari berikutnya
diberikan makanan lunak
Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak ditempat tidur
selama 2x30 menit
Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar
Hari ketujuh jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang
2.9 Komplikasi
Yang paling sering adalah :
Perforasi
Insiden perforasi 10-32%, rata-rata 20% paling sering terjadi pada usia muda sekali
atau telalu tua, perforasi timbul 93% pada anak-anak dibawah 2 tahun antara 40-75%
kasus usia diatas 60 tahun ke atas. Perforasi jarang timbul dalam 12 jam pertama
sejak awal sakit, tetapi insiden meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi terjadi
70% pada kasus dengan peningkatan suhu 39,5 derajat C tampak toksik, nyeri
tekan seluruh perut dan leukositosit meningkat akibat perforasi dan pembentukan
abses.
Peritonitis
Trombofebitis septik pada sistem vena porta ditandai dengan panas tinggi 39-40
derajat C menggigil dan ikterus merupakan penyakit yang relatif jarang.
Tromboflebitis supuratif dari sistem portal, jarang terjadi tetapi merupakan
komplikasi yang letal.
Abses subfrenikus dan fokal sepsis intraabdominal lain.
Obstruksi intestinal juga dapat terjadi akibat perlengketan.
b. Riwayat kesehatan
Keluhan utama : pasien biasanya mengeluh nyeri di sekitar epigastrium menjalar
ke perut kanan bawah. Timbul keluhan nyeri perut kanan bawah mungkin
beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau epigastrium dirasakan dalam
beberapa waktu lalu. Sifat keluhan nyeri dirasakan terus-menerus, dapat hilang
atau timbul nyeri dalam waktu yang lama.
Riwayat kesehatan sekarang : selain mengeluh nyeri pada daerah epigastrium
keluhan yang menyertai biasanya klien mengeluh rasa mual dan muntah, panas.
Riwayat kesehatan masa lalu : biasanya berhubungan dengan masalah kesehatan
klien sekarang, bisa juga penyakit ini sudah pernah dialami oleh pasien
sebelumnya.
Riwayat kesehatan keluarga : biasanya penyakit apendisitis ini bukan merupakan
penyakit keturunan, bisa dalam anggota keluarga ada yang pernah mengalami
sakit yang sama dengan pasien bisa juga tidak ada yang menderita penyakit yang
sama seperti yang dialami pasien sebelumnya.
c. Pemeriksaan fisik
1. Kepala
Warna rambut hitam, kulit kepala bersih, tidak terdapat lesi, tidak ada tumor
2. Mata
Simetris kiri dan kanan, alis mata memanjang, kelopak mata menutupi pupil,
konjungtiva anemis, sclera putih dan pupil respon cahaya baik
3. Hidung
Bentuk hidung simetris, tidak ada sekret, tidak terdapat lesi, tidak ada
pernafasan cuping hidung, tidak ada cyanosis dan tidak ada deviasi septum
4. Mulut
Bibir tambah kering dengan gigi bersih, tidak ada perdarahan dan tidak ada
pembengkakan gusi
5. Telinga
Bentuk simetris, tidak menggunakan alat bantu pendengaran
6. Leher
Tidak terdapat pembesaran tiroid
7. Dada
Inspeksi : Bentuk simetris
Palpasi : Tidak ada benjolan dan nyeri tekan
Perkusi : Suara jantung pekak, suara paru sonor
Auskultasi : Bunyi paru vesikuler, bunyi jantung normal
8. Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihat pada sternum iga ke-2
Palpasi : Ictus teraba pada interkostal ke-2 kanan untuk menentukan area
aorta dan spasium interkostal ke-2 kiri untuk menentukan area pulmonal
Auskultasi : Irama (BJI/BJII), teratur, kekuatan kuat
9. Abdomen
Ada keluhan pada abdomen
Inspeksi :Bentuk simetris
Palpasi : Nyeri tekan di sekitar epigastrium menjalar ke perut kanan bawah
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Tidak ada bising usus
10. Genetalia
Tidak terpasang kateter, tidak ada keluhan dan berish
11. Ekstremitas
Ekstremitas atas : Tidak ada pembengkakan, rentang gerak bebas
Ekstremitas bawah : Tidak ada pembengkakan, rentang gerak bebas
d. Diagnosa keperawatan
Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan/insisi bedah
Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual, muntah,
anoreksia
Risiko infeksi berhubungan tidak adekuatnya pertahanan tubuh, prosedur
invasif (insisi bedah)
e. Intervensi keperawatan
N Diagnosa Keperawatan NOC NIC
O
1. Nyeri berhubungan dengan Kontrol Nyeri (1605) Manajemen Nyeri
terputunya kontinuitas (1400)
jaringan/insisi bedah Indikator :
(D.0077) Mengenali kapan Aktivitas-aktivitas :
nyeri terjadi Lakukan
(160502) pengkajian nyeri
Menggambarkan komprehensif
faktor penyebab yang meliputi
(160501) lokasi,
Menggunakan karakteristik,
tindakan onset/durasi,
pencegahan frekuensi,
(160503) kualitas,
Menggunakan intensitas atau
tindakan beratnya nyeri
pengurangan (nyeri) dan faktor
tanpa analgesik pencetus
(160504) Gunakan
Menggunakan strategi
analgesik yang komunikasi
direkomendasikan terapeutik
(160505) untuk
Melaporkan mengetahui
perubahan terhadap pengalaman
gejala nyeri pada nyeri dan
profesional sampaikan
kesehatan (160513) penerimaan
Melaporkan gejala pasien terhadap
yang tidak nyeri
terkontrol pada Gali
profesional pengetahuan
kesehatan (160507) dan
Mengenali apa yang kepercayaan
terkait dengan pasien
gejala nyeri mengenai nyeri
(160509) Berikan
Melaporkan nyeri informasi
yang terkontrol mengenai nyeri
(160511) seperti
penyebab nyeri,
berapa lama
nyeri dirasakan
dan
ketidaknyamana
n akibat
prosedur
Kurangi atau
ekiminasi faktor
yang dapat
mencetuskan
atau
meningkatkan
nyeri
Ajarkan prinsip
manajemen
nyeri
2. Resiko kekurangan volume Status Nutrisi : Asupan Manajemen Cairan
cairan berhubungan makanan dan cairan (1008) (4120)
dengan mual, muntah dan
anoreksia (00028) Indikator : Aktivitas-aktivitas :
Asupan makanan Timbang berat
secara oral (100801) badan setiap
Asupan makan hari dan
secara tube feeding monitor status
(100802) paien
Asupan cairan Jaga
secara oral (100803) intake/asupan
Asupan cairan yang akurat dan
intravena (100804) catat output
Asupan nutrisi (pasien)
parental (100805) Monitor status
hidrasi
(misalnya
membran
mukosa lembab,
denyut nadi
adekuat dan
tekanan darah
ortostatik)
Monitor TTV
pasien
Monitor
perubahan
berat badan
pasien sebelum
dan setelah
dianalisis
Kaji lokasi
luasnya edema
(jika ada)
Monitor
makanan/cairan
yang dikonsumsi
dan hitung
asupan kalori
cairan
Monitor status
gizi
Distribusikan
asupan cairan
selama 24 jam
3. Risiko infeksi berhubungan Pemulihan Pembedahan : Kontrol Infeksi :
dengan tidak adekuatnya Penyembuhan (2304) Alokasikan
pertahanan tubuh, Granulasi jaringan kesesuaian luas
prosedur invasif (insisi (110701) ruang per
bedah) (0142) Keseimbangan pasien seperti
cairan (110706) yang di
Stabilitas elektrolit indikasikan oleh
(110705) pedoman pusat
Kemampuan pengendalian
keperawatan diri dan pencegahan
(110707) penyakit
Bersihkan
Kontrol infeksi : lingkungan
Mencari informasi dengan baik
tentang resiko setelah
kesehatan (190219) digunakan
Mengidentifikasi untuk setiap
faktor resiko pasien
(190220) Ganti peralatan
Mengenali faktor per pasien
resiko individu sesuai protokol
(190203) instituasi
Menyesuaikan Isolasi orang
strategi kontrol yang terkena
resiko (190205) penyakit
menular
Tempatkan
isolasi tindakan
pencegahan
yang sesuai
Pertahankan
teknik isolasi
yang sesuai
Batasi jumlah
pengunjung
Ajarkan cara
cuci tangan bagi
tenaga
kesehatan
Anjurkan pasien
mengenai teknik
mencuci tangan
dengan cepat
Lakukan
tindakan
pencegahan
yang bersifat
universal
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Apendisitis merupakan peradangan pada apendiks yang berbahaya dan jika tidak
ditangani dengan segera akan terjadi infeksi berat yang bisa menyebabkan pecahnya lumen
usus. Apendisitis umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Berbagai hal berperan sebagai
faktor pencetusnya, diantaranya adalah : obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks.
Obstruksi ini biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras (fekalit),
hiperplasia jaringan limfoid, tumor apendiks, struktur, benda asing dalam tubuh dan cacing
askaris. Penelitian epidemiologi menunjukkan peranan kebiasaan mengkonsumsi makanan
rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya penyakit apendisitis.
3.2 Saran
Bagi mahasiswa keperawatan diharapkan dapat memahami konsep dasar penyakit
apendisitis serta asuhan keperawatan pada pasien apendisitis yang berguna bagi profesi dan
orang disekitar.
Bagi masyarakat diharapkan dapat memanfaatkan makalah ini untuk menambah
pengetahuan tentang penyakit apendisitis.
DAFTAR PUSTAKA
Wijaya, Andra Saferi dan Yessie Mariza Putri. 2013. KMB I KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH.
Yogyakarta : Nuha Medika
Zulfikar, Fandy. 2015. STUDI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA KASUS BEDAH APENDIKS. Vol 3
(No.1). e-Jurnal Pustaka Kesehatan
Thomas, Gloria A. dkk. 2016. ANGKA KEJADIAN APENDISITIS DI RSUP PROF. DR. R. D.
KANDOU MANADO. Vol 4, Nomor 1. Manado : Jurnal e-Clinic (eCI)
C, Windi S dan M.Sabir. 2016. PERBANDINGAN ANTARA SUHU TUBUH, KADAR LEUKOSIT
DAN PLATELET DISTRIBUTION WIDTH (PDW) PADA APENDISITIS AKUT DAN APENDISITIS
PERFORASI DIRUMAH SAKIT UMUM ANUTAPURA PALU. Vol 2, No. 2. Jurnal Kesehatan
Tadulako