Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK

ASUHAN KEPEWATAN PADA DIFTERI

KELOMPOK IV
1. INDAH PUTRI RAMADHANI
2. MUTIARA PUTRI ZULRI
3. PUTRI AYU
4. RIFQA YULFI
5. RIZKA AYU DYA

STIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG


PRODI DIII KEPERAWATAN
2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Difteri merupakan salah satu penyakit yang sangat menular (contagious

disease). Penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri Corynebacterium

diphtheriae, yaitu kuman yang menginfeksi saluran pernafasan, terutama bagian

tonsil, nasofaring (bagian antara hidung dan faring/ tenggorokan) dan laring.

Penularan difteri dapat melalui kontak hubungan dekat, melalui udara yang

tercemar oleh karier atau penderita yang akan sembuh, juga melalui batuk dan

bersin penderita.

Penderita difteri umumnya anak-anak, usia di bawah 15 tahun. Dilaporkan 10 %

kasus difteri dapat berakibat fatal, yaitu sampai menimbulkan kematian. Selama

permulaan pertama dari abad ke-20, difteri merupakan penyebab umum dari

kematian bayi dan anak – anak muda. Penyakit ini juga dijumpai pada daerah padat

penduduk dengan tingkat sanitasi rendah.

Oleh karena itu, menjaga kebersihan sangatlah penting, karena berperan dalam

menunjang kesehatan kita.


B. Rumusan Masalah

1. Apa yang di maksud dengan penyakit difteri.?

2. Apa saja etiologi/penyebab dari penyakit difteri.?

3. Apa saja manifestasi klinis/gejala orang yang terkena difteri.?

4. Bagaimana patofisiologi penyakit difteri.?

5. Bagaimana komplikasi penyakit difteri.?

6. Bagaimanakah penatalaksanaan orang yang menderita difteri.?

7. Apa saja macam pemeriksaan penunjang yang di lakukan pada klien dengan

difteri.?

8. Apa saja yang tercantum dalam pengkajian klien dengan difteri.?

9. Bagaimanakah diagnosa dan intervensi keperawatan kepada klien dengan

difteri.?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui secara menyeluruh mengenai konsep teori dan konsep

asuhan keperawatan dengan difteri

2. Tujuan Khusus

a) Mengetahui tentang pengertian penyakit difteri

b) Mengetahui etiologi/penyebab dari penyakit difteri

c) Mengetahui manifestasi klinis/gejala orang yang terkena difteri

d) Mengetahui patofisiologi penyakit difteri

e) Mengetahui kompilkasi penyakit difteri

f) Mengetahui penatalaksanaan orang yang menderita penyakit difteri


g) Mengetahui macam-macam pemeriksaan penunjang yang di lakukan

pada klien dengan difteri.

h) Mengetahui hal-hal yang terkaji dalam pengkajian klien dengan difteri

i) Mengetahui diagnosa dan intervensi keperawatan kepada klien dengan

difteri.
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Definisi

Difteri adalah penyakit yang diakibatkan oleh serangan bakteri

yang bersumber dari Corynebacterium Diphtheriae. Difteri merupakan penyakit

yang mengerikan dimana telah menyebabkan ribuan kematian, dan masih

mewabah di daerah-daerah dunia yang belum berkembang. Orang yang selamat

dari penyakit ini menderita kelumpuhan otot-otot tertentu dan kerusakan permanen

pada jantung dan ginjal. Anak-anak yang berumur satu sampai sepuluh tahun

sangat peka terhadap penyakit ini (Jurnal Pediatri, 2017).

Dalam Jurnal Pasarpolis (2017) Penyakit difteri didefinisikan

sebagai penyakit yang menyerang saluran pernafasan terutama pada bagian laring,

amandel, atau tonsil, dan tenggorokan. Ketika saluran pernafasan terinfeksi oleh

virus ini, membran atau lapisan lengket yang berwarna abu-abu akan berkembang

di area tenggorokan sehingga menyebabkan batuk disertai sesak nafas akut yang

akan berujung kepada kematian. Kemudian ada juga resiko langsung berupa

kerusakan jantung dan syaraf (neuro-damage). Bakteri induk Difteri ini juga

menghasilkan racun yang berbahaya jika menyebar ke bagian tubuh yang lain.

Sudoyo (2009) mendefinisikan difteri sebagai suatu penyakit infeksi yang

sangat menular yang terjadi secara lokal pada mukosa saluran pernapasan atau kulit,

yang disebabkan oleh basil gram positif Corynebacterium Diphtheriae, ditandai

oleh terbentuknya eksudat yang berbentuk membran pada tempat infeksi, dan

diikuti oleh gejala-gejala umum yang ditimbulkan oleh eksotoksin yang diproduksi

oleh basil. Ciri yang khusus pada difteri ialah terbentuknya lapisan yang khas
selaput lendir pada saluran nafas, serta adanya kerusakan otot jantung dan saraf.

Dari beberapa definisi di atas dapat diartikan bahwa difteri adalah penyakit infeksi

menular berbahaya pada saluran pernafasan yang disebabkan oleh bakteri

Corynebacterium Diphtheriae.

B. Etiologi

Penyebabnya adalah Corynebacterium diphteriae. Bakteri ini ditularkan

melalui percikan ludah yang berasal dari batuk penderita atau benda maupun

makanan yang telah terkontaminasi oleh bakteri. Biasanya bakteri ini

berkembangbiak pada atau disekitar selaput lender mulut atau tenggorokan dan

menyebabkan peradangan.

Pewarnaan sediaan langsung dapat dilakukan dengan biru metilen atau biru

toluidin. Basil ini dapat ditemukan dengan sediaan langsung dari lesi.

Menurut Staf Ilmu Kesehatan Anak FKUI dalam buku kuliah ilmu kesehatan

anak, sifat bakteri Corynebacterium diphteriae :

1. Gram positif

2. Aerob

3. Polimorf

4. Tidak bergerak

5. Tidak berspora

Disamping itu, bakeri ini dapat mati pada pemanasan 60º C selama 10 menit,

tahan beberapa minggu dalam es, air, susu dan lendir yang telah mengering.

Terdapat tiga jenis basil yaitu bentuk gravis, mitis, dan intermedius atas dasar
perbedaan bentuk koloni dalam biakan agar darah yang mengandung kalium

telurit.

Basil Difteria mempunyai sifat:

a. Membentuk psedomembran yang sukar dianggkat, mudah berdarah,

dan berwarna putih keabu-abuan yang meliputi daerah yang

terkena.terdiri dari fibrin, leukosit, jaringan nekrotik dan kuman.

b. Mengeluarkan eksotoksin yang sangat ganas dan dapat meracuni

jaringan setelah beberapa jam diserap dan memberikan gambaran

perubahan jaringan yang khas terutama pada otot jantung, ginjal dan

jaringan saraf.

C. Anatomi Dan Fisiologi

1. Anatomi Sistem Pernapasan

Saluran pernapasan terdiri dari rongga hidung, faring, laring, trakea, broncus

dan paru. (Nelson, 2010)

1) Saluran pernafasan bagian atas :

a. Rongga hidung

Hidung berfungsi sebagai penyaring kotoran, melembabkan serta

menghangatkan udara yang dihirup ke dalam paru – paru


b. Faring

Faring adalah struktur yang menghubungkan hidung dengan rongga

mulut ke laring.. Fungsi utamanya adalah untuk menyediakan saluran

pada traktus respiratoriun dan digestif.

c. Laring

Laring adalah struktur epitel kartilago yang menghubungkan faring dan

trakhea. Fungsi utamanya adalah untuk memungkinkan terjadinya

lokalisasi. Laring juga melindungi jalan nafas bawah dari obstruksi

benda asing dan memudahkan batuk.

2) Saluran pernafasan bagian bawah :

a. Trakhea

Disokong oleh cincin tulang rawan yang berbentuk seperti sepatu kuda

yang panjangnya kurang lebih 5 inci, tempat dimana trakea bercabang

menjadi bronkus utama kiri dan kanan dikenal sebagai karina.

b. Bronkus

Terdiri atas 2 bagian yaitu broncus kanan dan kiri. Bronkus kanan lebih

pendek dan lebar, merupakan kelanjutan dari trakhea yang arahnya

hampir vertikal. Bronchus kiri lebih panjang dan lebih sempit,

merupakan kelanjutan dari trakhea dengan sudut yang lebih tajam.


c. Alveoli

Paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli. Terdapat tiga jenis sel –

selalveolar, sel alveolar tipe I adalah sel epitel yang membentuk dinding

alveolar. Sel alveolar tipe II sel–sel yang aktif secara

metabolik,mensekresi surfactan, suatu fosfolipid yang melapisi

permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak kolaps. Sel alveolar

tipe III adalah makrofag yang merupakan sel – sel fagositosis yang besar

yang memakan benda asing dan bekerja sebagai mekanisme pertahanan

penting.

d. Paru

Paru-paru merupakan organ elastic berbentuk kerucut yang terletak dalam

rongga torak atau dada. Kedua paru-paru saling terpisah oleh

mediasinum central yang mengandung jantung pembulu-pembulu

darah besar.

Letak paru-paru dirongga dada dibungkus oleh selaput yang bernama pleura.

Pleura dibagi menjadi dua:

1). Pleura Visceral (selaput dada pembungkus) yaitu selaput paru yang

langsung membungkus paru-paru;

2). Pleura Parietal yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar.

Antara kedua pleura ini terdapat rongga (kavum) yang disebut kavum pleura.
Pada keadaan normal, kavum pleura ini vakum (hampa udara) sehingga

paru-paru dapat berkembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan (eksudat)

yang berguna untuk meminyaki permukaannya (pleura), menghindarkan

gesekan antara paru-paru dan dinding dada sewaktu ada gerakan bernafas.

2. Fisiologi Sistem Pernapasan

Ketika udara atmosfer mencapai alveoli, oksigen akan bergerak dari alveoli

melintasi membran alveolar kapiler dan menuju sel darah merah. Sistem sirkulasi

kemudian akan membawa oksigen yang telah berikatan dengan sel darah merah

menuju jaringan tubuh, dimana oksigen akan digunakan sebagai bahan bakar dalam

proses metabolisme. Pertukaran oksigen dan karbon dioksida pada membran

alveolar kapiler dikenal dengan istilah difusi pulmonal. Setelah proses pertukaran

gas selesai (kadar karbondioksida yang rendah) akan menuju sisi kiri jantung, dan

akan dipompakan ke seluruh sel dalam tubuh.

Saat mencapai jaringan, sel darah merah yang teroksigenasi ini akan

melepaskan ikatannya dengan oksigen dan oksigen tersebut digunakan untuk bahan

bakar metabolisme. Juga karbondioksida akan masuk sel darah merah. Sel darah

merah yang rendah oksigen dan tinggi karbondioksida akan menuju sisi kanan

jantung untuk kemudian dipompakan ke paru-paru. Hal yang sangat penting dalam

proses ini adalah bahwa alveoli harus terus menerus mengalami pengisian dengan

udara segar yang mengandung oksigen dalam jumlah yang cukup.


D. Manifestasi Klinis

1. Demam, suhu tubuh meningkat sampai 38,9 derjat Celcius,

2. Batuk dan pilek yang ringan.

3. Sakit dan pembengkakan pada tenggorokan

4. Mual, muntah , sakit kepala.

5. Adanya pembentukan selaput di tenggorokan berwarna putih ke abu abuan

kotor.

6. Kaku leher

Keluhan awal yang paling sering adalah nyeri tenggorokan, nausea, muntah,

dan disfagia. Selain itu ditandai dengan adanya membran semu di tonsil dan di

sekitarnya, serta pelepasan eksotoksin, yang dapat menimbulkan gejala umum

(seperti penyakit infeksi) atau local (seperti tampak keluhan nyeri).

E. Patofisiologi

Kuman masuk melalui mukosa/kulit, melekat serta berbiak pada permukaan

mukosa saluran nafas bagian atas dan mulai memproduksi toksin yang merembes

ke sekeliling serta selanjutnya menyebar ke seluruh tubuh melalui pembuluh limfe

dan darah. Setelah melalui masa inkubasi selama 2-4 hari kuman difteri

membentuk racun atau toksin yang mengakibatkan timbulnya panas dan sakit

tenggorokan. Kemudian berlanjut dengan terbentuknya selaput putih di

tenggorokan akan menimbulkan gagal nafas, kerusakan jantung dan saraf. Difteri

ini akan berlanjut pada kerusakan kelenjar limfe, selaput putih mata, vagina.

Komplikasi lain adalah kerusakan otot jantung dan ginjal (Sudoyo, 2009).
F. WOC
G. Klasifikasi

1. Infeksi ringan : pseudomembran terbatas pada mukosa hidung atau fasial dengan

gejala hanya nyeri menelan.

2. Infeksi sedang : pseudomembran menyebar lebih luas sampai ke dinding posterior

faring dengan edema ringan laring yang dapat diatasi dengan pengobatan

konservatif.

3. Infeksi berat : disertai gejala sumbatan jalan napas yang berat, yang hanya dapat

diatasi dengan trakeostomi. Juga gejala komplikasi miokarditis, paralisis tataupun

nefritis dapat menyertainya (Sudoyo, 2009).

H. Penatalaksanaan

Dilakukan bila klinis menyokong ke arah difteria tanpa menunggu hasil

pemeriksaan penunjang. Tata laksana umum dengan tirah baring, isolasi pasien,

pengawasan ketat atas kemungkinan komplikasi, antara lain pemeriksaan EKG

setiap minggu. Pasien dirawat selama3-4 minggu. Sedangkan secara khusus.

a. Anti-Diptheria Serum (ADS) diberikan dengan dosis 20.000-100.000 U

bergantung pada lokasi, adanya komplikasi dan durasi penyakit.

Sebelumnya lakukan uji kulit (pengenceran 1:100) atau mata (pengenceran

(1:10). Bila pasien sensitif, lakukan desensitisasi cara besredka.

b. Antibiotik. Penisilin prokain 50.000 U/kgBB/hari sampai 10 hari. Bila

alergi, berikan eritromisin 40 mg/kgBB/hari. Bila dilakukan trakeostomi,

tambahkan kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari dalam dosis.

c. Kortikosteroid. Digunakan untuk mengurangi edema laring dan mencegah

komplikasi miokarditis. Diberikan prednison 2 mg/kgBB/hari selama 3

minggu yang dihentikan secara bertahap.


d. Bila ada paresis otot dapat diberikan striknin ¼ mg dan vitamin B1 100 mg

setiap hari, 10 hari berturut-turut.

Anda mungkin juga menyukai