Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Difteri merupakan salah satu penyakit yang sangat menular (contagious
disease). Penyakit ini  disebabkan oleh infeksi bakteri Corynebacterium
diphtheriae, yaitu kuman yang menginfeksi saluran pernafasan, terutama
bagian tonsil, nasofaring (bagian antara hidung dan faring/ tenggorokan)
dan laring. Penularan difteri dapat melalui kontak hubungan dekat, melalui
udara yang tercemar oleh karier atau penderita yang akan sembuh, juga
melalui batuk dan bersin penderita.

Penderita difteri umumnya anak-anak, usia di bawah 15 tahun. Dilaporkan


10 % kasus difteri dapat berakibat fatal, yaitu sampai menimbulkan
kematian. Selama permulaan pertama dari abad ke-20, difteri merupakan
penyebab umum dari kematian bayi dan anak - anak muda. Penyakit ini
juga dijumpai pada daerah padat penduduk dengan tingkat sanitasi rendah.
Oleh karena itu, menjaga kebersihan sangatlah penting, karena berperan
dalam menunjang kesehatan kita.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Makalah ini dimaksudkan agar mahasiswa/i dapat memahami asuhan
keperawatan pada klien (anak) dengan gangguan difteri
2. Tujuan Khusus
a) Dapat memahami pengertian difteri
b) Dapat memahami etiologi difteri
c) Dapat memahami patofisiologi difteri
d) Dapat memahami manifestasi klinis dari difteri
e) Dapat memahami pemeriksaan medis dari difteri
f) Dapat memahami penatalaksanaan medis dari difteri
g) Dapat memahami komplikasi dari difteri
h) Dapat memahami dan menerapkan asuhan keperawatan anak
dengan gangguan difteri

C. Manfaat Penulisan
Dengan adanya makalah ini diharapkan bagi pendidikan bisa menambah
referensi dan pengetahuan, bagi tenaga medis khususnya keperawatan
bisa memahami dan menerapkan asuhan keperawatan pada anak dengan
gangguan difteri.
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

I. Konsep Dasar Medis


A. Definisi
Difteri adalah suatu infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri
penghasil toksik (racun) Corynebacterium diphteriae.
(Iwansain.2008). Difteri adalah infeksi saluran pernafasan yang
disebabkan oleh Corynebacterium diphteriae dengan bentuk basil
batang gram positif (Jauhari,nurudin. 2008). Difteri adalah suatu
infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri penghasil racun
Corynebacterium diphteriae. (Fuadi, Hasan. 2008).

Jadi kesimpulannya difteri adalah penyakit infeksi mendadak yang


disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphteriae.
B. Etiologi
Penyebabnya adalah Corynebacterium diphteriae. Bakteri ini
ditularkan melalui percikan ludah yang berasal dari batuk penderita
atau benda maupun makanan yang telah terkontaminasi  oleh bakteri.
Biasanya bakteri ini berkembangbiak pada atau disekitar selaput lendir
mulut atau tenggorokan dan menyebabkan peradangan. Pewarnaan
sediaan langsung dapat dilakukan dengan biru metilen atau biru
toluidin. Basil ini dapat ditemukan dengan sediaan langsung dari lesi.
C. Tanda dan gejala
Tergantung pada berbagai faktor, maka manifestasi penyakit ini bisa
bervariasi dari tanpa gejala sampai suatu keadaan/penyakit yang
hipertoksik serta fatal. Sebagai faktor primer adalah imunitas
penderita terhadap toksin diphtheria, virulensi serta toksinogenesitas
(kemampuan membentuk toksin) Corynebacterium diphtheriae, dan
lokasi penyakit secara anatomis. Faktor-faktor lain termasuk umur,
penyakit sistemik penyerta dan penyakit-penyakit pada daerah
nasofaring yang sudah ada sebelumnya. Masa tunas 2-6 hari.
Penderita pada umumnya datang untuk berobat setelah beberapa hari
menderita keluhan sistemik. Demam jarang melebihi 38,9o C dan
keluhan serta gejala lain tergantung pada lokasi penyakit diphtheria.
1. Diphtheria Hidung
Pada permulaan mirip common cold, yaitu pilek ringan tanpa
atau disertai gejala sistemik ringan. Sekret hidung berangsur
menjadi serosanguinous dan kemudian mukopurulen
mengadakan lecet pada nares dan bibir atas. Pada pemeriksaan
tampak membran putih pada daerah septum nasi.
2. Diphtheria Tonsil-Faring
Gejala anoroksia, malaise, demam ringan, nyeri menelan. dalam
1-2 hari timbul membran yang melekat, berwarna putih-kelabu
dapat menutup tonsil dan dinding faring, meluas ke uvula dan
palatum molle atau ke distal ke laring dan trachea.
3. Diphtheria Laring
Pada diphtheria laring primer gejala toksik kurang nyata, tetapi
lebih berupa gejala obstruksi saluran nafas atas.
4. Diphtheria Kulit, Konjungtiva, Telinga
Diphtheria kulit berupa tukak di kulit, tepi jelas dan terdapat
membran pada dasarnya. Kelainan cenderung menahun.
Diphtheria pada mata dengan lesi pada konjungtiva berupa
kemerahan, edema dan membran pada konjungtiva palpebra. Pada
telinga berupa otitis eksterna dengan sekret purulen dan berbau.
D. Patofisiologi
Basil hidup dan berkembangbiak pada traktus respiratorius bagian atas
terutama bila terdapat  peradangan kronis pada tonsil, sinus, dan lain-
lain. Selain itu dapat juga pada vulva, kulit, mata, walaupun jarang
terjadi. Pada tempat-tempat tersebut basil membentuk
pseudomembran dan melepaskan eksotoksin. Pseudomembran timbul
lokal kemudian menjalar kefaring, tonsil, laring, dan saluran nafas
atas. Kelenjar getah bening sekitarnya akan membengkak dan
mengandung toksin. Eksotoksin bila mengenai otot jantung akan
menyebabkan miokarditis toksik atau jika mengenai jaringan saraf
perifer sehingga timbul paralysis terutama otot-otot pernafasan.
Toksin juga dapat menimbulkan nekrosis fokal pada hati dan ginjal,
yang dapat menimbulkan nefritis interstitialis. Kematian pasien
difteria pada umumnya disebabkan  oleh terjadinya sumbatan jalan
nafas akibat pseudomembran pada laring dan trakea, gagal jantung
karena miokardititis, atau gagal nafas akibat terjadinya
bronkopneumonia.
Penularan penyakit difteria adalah melalui udara (droplet infection),
tetapi dapat juga melalui perantaraan alat atau benda yang 
terkontaminasi oleh kuman difteria. Penyakit dapat mengenai bayi tapi
kebanyakan pada anak usia balita. Penyakit Difteria dapat berat atau
ringan bergantung dari virulensi, banyaknya basil, dan daya tahan
tubuh anak. Bila ringan hanya berupa keluhan sakit menelan dan akan
sembuh sendiri serta dapat menimbulkan kekebalan pada anak jika
daya tahan tubuhnya baik.
Pathway
E. Manifestasi Klinis
1. Demam, suhu tubuh meningkat sampai 38,9 derjat Celcius,
2. Batuk dan pilek yang ringan.
3. Sakit dan pembengkakan pada tenggorokan
4. Mual, muntah , sakit kepala.
5. Adanya pembentukan selaput di tenggorokan berwarna putih ke abu
abuan kotor.
6. Kaku leher

F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Bakteriologik, preparat apusan kuman difteri dari bahan asupan
mukosa hidung dan tenggorokan (nasofaringeal swab)
2. Darah rutin : Hb, leukosit, hitung jenis, eritrosit, albumin
3. Urin lengkap : aspek, protein, dan sidimen
4. Enzim CPK, segera saat masuk RS
5. Ureum dan kreatinin (Bila dicurigai ada komplikasi ginjal)
6. EKG (Endo Kardio Gram)
7. Pemeriksaan radiografi torak untuk mengecek adanya hiperinflasi
8. Schick Tes: tes kulit untuk menentukan status imunitas penderita,
suatu pemeriksaan swab untuk mengetahui apakah seseorang telah
mengandung antitoksin.
G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medis
Pengobatan umum dengan perawatan yang baik, isolasi dan
pengawasan EKG yang dilakukan pada permulan dirawat satu
minggu kemudian dan minggu berikutnya sampai keadaan EKG 2
kali berturut-turut normal dan pengobatan spesifik. Pengobatan
spesifik untuk difteri :
a. ADS (Antidifteri serum), 20.000 U/hari selama 2 hari
berturut-turut dengan sebelumnya harus dilakukan uji kulit dan
mata.
1) TEST ADS
ADS 0,05 CC murni dioplos dengan aquades 1 CC.
Diberikan 0,05 CC  intracutan Tunggu 15 menit 
indurasi dengan garis tengah 1 cm  (+)
2) CARA PEMBERIAN
Test Positif  BESREDKA
Test Negatif  secara DRIP/IV
3) Drip/IV
200 CC cairan D5% 0,225 salin. Ditambah ADS sesuai
kebutuhan. Diberikan selama 4 sampai 6 jam  observasi
gejala cardinal.
b. Antibiotik, diberikan penisillin prokain 5000U/kgBB/hari
sampai 3 hari bebas demam. Pada pasien yang dilakukan
trakeostomi ditambahkan kloramfenikol 75mg/kgBB/hari
dibagi 4 dosis.
c. Kortikosteroid, untuk mencegah timbulnya komplikasi
miokarditis yang sangat membahayakan, dengan memberikan
predison 2mg/kgBB/hari selama 3-4 minggu. Bila terjadi
sumbatan jalan nafas yang berat dipertimbangkan untuk
tindakan trakeostomi. Bila pada pasien difteri terjadi
komplikasi paralisis atau paresis otot, dapat diberikan strikin ¼
mg dan vitamin B1 100 mg tiap hari selama 10 hari.
2. Penatalaksanaan keperawatan
Pasien difteri harus dirawat di kamar isolasi yang tertutup. Petugas
harus memakai gaun khusus (celemek) dan masker yang harus
diganti tiap pergantian tugas atau sewaktu-waktu bila kotor (jangan
dari pagi sampai malam hari). Sebaiknya penunggu pasien juga
harus memakai celemek tersebut untuk mencegah penularan ke luar
ruangan. Harus disediakan perlengkapan cuci tangan: desinfektan,
sabun, lap, atau handuk yang selallu kering (bila ada tisu) air bersih
jika ada kran juuga tempat untuk merendam alat makan yang diisi
dengan desinfektan.
Risiko terjadi komplikasi obstruksi jalan napas, miokarditis,
pneumonia menjadi sangat besar bagi penderita difteri sehingga
diperlukan pemantauan secara ketat terutama pada bagian saluran
pernapasan pasien.
Pasien difteri walaupun penyakitnya ringan perlu dirawat di rumah
sakit karena potensial terjadi komplikasi yang membahayakan
jiwanya yang disebabkan adanya pseudomembran dan eksotosin
yang dikeluarkan oleh basil difteri tersebut.
Sumbatan jalan napas.
Kelainan ini terjadi karena adanya edema pada laring dan trakea
serta adanya pseudomembran. Gejala sumbatan adalah suara serak
dan stridor inspiratoir. Bila makin berat terjadi sesak napas,
sianosis, tampak retraksi otot, kedengaran stridor:
a. Berikan O2
b. Baringkan setengah duduk
c. Hubungi dokter.
d. Pasang infus (bila belum dipasang)
H. Komplikasi
Racun difteri bisa menyebabkan kerusakan pada jantung, sistem saraf,
ginjal ataupun organ lainnya:
1. Infeksi tumpangan oleh kuman lain
Infeksi ini dapat disebabkan oleh kuman streptokokus dan
staphilokokus. Panas tinggi terutama didapatkan pada penderita
difteri dengan infeksi tumpangan dengan kuman streptokokus.
2. Obstruksi jalan napas akibat membrane atau oedem jalan napas
Obstruksi ini dapat terjadi akibat membaran atau oedem jalan
nafas. Obstruksi jalan nafas dengan sengaja akibatnya,
bronkopneumoni dan atelektasis
3. Miokarditis
Sering timbul akibat komplikasi difteri berat tetapi juga dapat
terjadi pada bentuk ringan. Komplikasi terhadap jantung pada anak
diperkirakan 10-20%. Faktor yang
mempengaruhi terhadap niokarditis adalah virulensi kuman.
Virulensi makin tinggi komplikasi jantung. Miokarditis dapat
terjadi cepat pada minggu pertama atau lambat pada minggu
keenam.
4. Neuritis
Terjadi 5-10% pada penderita difteri yang biasanya merupakan
komplikasi dari difteri berat. Manifestasi klinik ditandai dengan:
a. Timbul setelah masa laten
b. Lesi biasanya bilateral dimana motorik kena lebih dominan
dari pada sensorik
c. Biasanya sembuh sempurna.
5. Susunan saraf
Kira-kira 10% penderita difteri akan mengalami komplikasi yang
mengenai sistem susunan saraf terutama sistem motorik. Paralysis
ini dapat berupa:
a. Paralysis palatum molle
1) Manifestasi saraf yang paling sering
2) Timbul pada minggu ketiga dan khas dengan adanya suara
dan regurgitasi hidung, tetapi ada yang mengatakan suara
ini timbul pada minggu 1-2
Kelainan ini biasanya hilang sama sekali dalam 1-2 minggu.
b. Ocular palsy
Biasanya timbul pada minggu kelima atau khas ditandai oleh
paralysis dari otot akomodasi yang menyebabkan penglihatan
menjadi kabur. Otot yang kena ialah m. rectus externus.
c. Paralysis diafragma
1) Dapat terjadi pada minus 5-7
2) Paralisis ini disebabkan neuritis n. phrenicus dan bila tidak
segera diatasi penderita akan meninggal.
d. Paralysis anggota gerak
1) Dapat terjadi pada minggu 6-10
2) Pada pemeriksaan didapati lesi bilateral, refleks tendon
menghilang, cairan cerebrospinal menunjukan
peningkatan protein yang mirip dengan sindrom guillian
barre.
6. Kerusakan ginjal (nefritis).
II. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Anak dengan Gangguan Difteri
A. Pengkajian
1. Biodata
a. Umur : Biasanya terjadi pada anak-anak umur 2-10 tahun dan
jarang ditemukan pada bayi  berumur dibawah 6 bulan dari pada
orang dewasa diatas 15 tahun
b. Suku bangsa : Dapat terjadi diseluruh dunia terutama di negara-
negara miskin
c. Tempat tinggal :  Biasanya terjadi pada penduduk di tempat-tempat
pemukiman yang rapat-rapat, higine dan sanitasi jelek dan fasilitas
kesehatan yang kurang
2. Keluhan Utama
Klien marasakan demam yang tidak terlalau tinggi, lesu, pucat, sakit
kepala, anoreksia, lemah
3. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien mengalami demam yang tidak terlalu tinggi, lesu, pucat, sakit
kepala, anoreksia
4. Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien mengalami peradangan kronis pada tonsil, sinus, faring, laring,
dan saluran nafas atas dan mengalami pilek dengan sekret bercampur
darah
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Adanya keluarga yang mengalami difteri
6. Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola nutrisi dan metabolism
Jumlah asupan nutrisi kurang disebabkan oleh anoraksia
b. Pola aktivitas
Klien mengalami gangguan aktivitas karena malaise dan demam
c. Pola istirahat dan tidur
Klien mengalami sesak nafas sehingga mengganggu istirahat dan
tidur
d. Pola eliminasi
Klien mengalami penurunan jumlah urin dan feses karena jumlah
asupan nutrisi kurang disebabkan oleh anoreksia
7. Pemeriksaan fisik
a. Pada diptheria tonsil – faring
1) Malaise
2) Suhu tubuh < 38,9 º c
3) Pseudomembran ( putih kelabu ) melekat dan menutup tonsil
dan
4) dinding faring
5) Bulneck
b. Diptheriae laring
1) Stridor
2) Suara parau
3) Batuk kering
4) Pada obstruksi laring yang berat terdpt retraksi suprasternal,
sub costal dan supraclavicular
c. Diptheriae hidung
1) Ringan
2) Sekret hidung serosanguinus  mukopurulen
3) Lecet pada nares dan bibir atas
4) Membran putih pada septum nasi

B. Diagnosa Keperawatan (SDKI, SKI, SLKI)


1. Pola nafas tidak efektif
a. Definisi
Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi
adekuat
b. Penyebab
1) Depresi pusat pernapasan
2) Hambatan upaya napas ( mis. nyeri saat bernapas,
kelemahan otot pernapasan)
3) Deformitas dinding dada
4) Deformitas tulang dada
5) Gangguan neuromuskuler
6) Gangguan neurologis (mis. elektroensefalogram [EEG]
positif, cedera kepala, gangguan kejang)
7) Imaturitas neurologis
8) Penurunan energi
9) Obesitas
10) Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
11) Syndrome hipoventilasi
12) Kerusakan inervasi diafragma (kerusakan saraf C5 ke atas)
13) Cedera pada medulla spinalis
14) Efek agen farmakologis
15) kecemasan
c. Batasan karakteristik

Gejala dan tanda Subyektif Objektif


Mayor Dyspnea 1. Penggunaan otot
bantu pernapasan
2. Fase ekspirasi
memanjang
3. Pola napas
abnormal (mis.
takipnea,
bradypnea,
hiperventilasi,
kussmaul,
Cheyne-stokes)
Minor Ortopnea 1. Pernapasan
pursed-lip
2. Pernapasan
cuping hidung
3. Diameter thoraks
anterior-posterior
meningkat
4. Ventilasi semenit
menurun
5. Kapasitas vital
menurun
6. Tekanan
ekspirasi
menurun
7. Tekanan inspirasi
menurun
8. Ekskursi dada
berubah

2. Bersihan jalan napas tidak efektif


a. Definisi
Ketidakmampuan membersihkan secret atay obstruksi jalan
napas untuk mempertahankan jalan napas tetap paten
b. Penyebab
1) Spasme jalan napas
2) Hipersekresi jalan napas
3) Disfungsi neuromuskuler
4) Benda asing dalam jalan napas
5) Adanya jalan napas buatan
6) Sekresi yang tertahan
7) Hyperplasia dinding jalan napas
8) Proses infeksi
9) Respon alergi
10) Efek agen farmakologis (mis. anastesi)
c. Batasan karakteristik

Gejala dan tanda Subjektif Objektif


Mayor (tidak tersedia) 1. Batuk tidak efektif
2. Tidak mampu batuk
3. Sputum berlebih
4. Mengi, wheezing
dan/atau ronkhi
kering
5. Meconium dijalan
napas (pada
neonates)
Minor 1. Dyspnea 1. Gelisah
2. Sulit bicara 2. Sianosis
3. Ortopnea 3. Bunyi napas
menurun
4. Frekuensi napas
berubah
5. Pola napas berubah

3. Nyeri akut
a. Definisi
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset
mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat
yang berlangsung kurang dari 3 bulan.
b. Penyebab
1) Agen pencedera fisiologis (mis. inflamasi, iskemia,
neoplasma)
2) Agen pencedera kimiawi (mis. terbakar, bahan kimia iritan)
3) Agen pencedera fisik (mis. abses, amputasi, terbakar,
terpotong, mengangkat berat, prosedur operasi, trauma,
latihan fisik berlebihan)
c. Batasan karakteristik

Gejala dan tanda Subyektif Objektif


Mayor Mengeluh nyeri 1. Tampak meringis
2. Bersikap protektif
(mis. waspada, posisi
menghindari nyeri)
3. Gelisah
4. Frekuensi nadi
meningkat
5. Sulit tidur
Minor Tidak tersedia 1. Tekanan darah
meningkat
2. Pola nafas berubah
3. Nafsu makan berubah
4. Proses berpikir
terganggu
5. Menarik diri
6. Berfokus pada diri
sendiri
7. Diaphoresis

4. Defisit nutrisi
a. Definisi
Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme
b. Penyebab
1) Ketidakmampuan menelan makanan
2) Ketidakmampuan mencerna makanan
3) Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient
4) Peningkatan kebutuhan metabolisme
5) Faktor ekonomi (mis finansial tidak mencukupi)
6) Faktor psikologis (mis stress, keengganan untuk makan)
c. Batasan karakteristik

Gejala dan tanda Subjektif Objektif


Mayor Tidak tersedia Berat badan menurun
minimal 10% di
bawah rentang ideal
Minor 1. Cepat kenyang 1. Bising usus
setelah makan hiperaktif
2. Kram/nyeri 2. Otot pengunyah
abdomen lemah
3. Nafsu makan 3. Otot menelan
menurun lemah
4. Membran mukosa
pucat
5. Sariawan
6. Serum albumin
turun
7. Rambut rontok
berlebihan
8. Diare

5. Hipertermi
d. Definisi
Suhu tubuh meningkat di atas rentang normal tubuh
e. Penyebab
1) Dehidrasi
2) Terpapar lingkungan panas
3) Ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan
4) Peningkatan laju metabolisme
f. Batasan karakteristik

Gejala dan tanda Subjektif Objektif


Mayor Tidak tersedia Suhu tubuh diatas
normal
Minor Tidak tersedia 1. Kulit merah
2. Kejang
3. Takikardi
4. Takipnea
5. Kulit terasa hangat

6. Resiko infeksi
a. Definisi
Beresiko mengalami peningkatan terserang organisme
patogenik
b. Faktor resiko
1) Penyakit kronis (mis. diabetes melitus)
2) Efek prosedur invasif
3) Malnutrisi
4) Peningkatan paparan organisme patogenik lingkungan
5) Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer :
a) Gangguan peristaltic
b) Kerusakan integritas kulit
c) Perubahan sekresi pH
d) Penurunan kerja siliaris
e) Ketuban pecah lama
f) Ketuban pecah sebelum waktunya
g) Merokok
h) Statis cairan tubuh
6) Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder :
a) Penurunan hemoglobin
b) Imunosupresi
c) Leukopenia
d) Supresi respon inflamasi
e) Vaksinasi tidak adekuat
7. Resiko hipovolemik
c. Definisi
Beresiko mengalami penurunan volume cairan intravaskuler,
interstisiel, dan/atau intraseluler.
d. Faktor resiko
1) Kehilangan cairan secara aktif
2) Gangguan absorbsi cairan
3) Usia lanjut
4) Kelebihan beraat badan
5) Status hipermetabolik
6) Kegagalan mekanisme regulasi
7) Evaporasi
8) Kekurangan intake cairan
9) Efek agen farmakologis
d. Intervensi keperawatan

No Diagnosa keperawatan Tujuan Intervensi


1 Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri (I.08238)
dengan agen cidera keperawatan selama 4 x 24 jam Observasi
fisiologis diharapkan tingkat nyeri 1. Identifikasi lokasi,
menurun (L.08066) karekteristik, durasi,
Kriteria hasil : frekuensi, kualitas,
1. Keluhan nyeri menurun intensitas nyeri
2. Meringis menurun 2. Identifikasi skala nyeri
3. Sikap protektif menurun 3. Identifikasi respons nyeri
4. Gelisah menurun non verbal
5. Kesulitan tidur menurun 4. Identifikasi faktor yang
6. Menarik diri menurun memperberat dan
7. Berfokus pada diri sendiri memperingan nyeri
menurun 5. Identifikasi pengetahuan
8. Diaforesis menurun dan keyakinan tentang
9. Perasaan depresi (tertekan) nyeri
menurun 6. Monitor keberhasilan
10. Perasaan takut mengalami terapi komplementer yang
cedera berulang menurun sudah diberikan
11. Anoreksia menurun 7. Monitor efek samping
12. Perineum terasa tertekan penggunaan analgesik
menurun Terapeutik
13. Uterus teraba membulat 1. Berikan teknik non
menurun farmakologis untuk
14. Ketegangan otot menurun mengurangi rasa nyeri
15. Pupil dilatasi menurun (mis. TENS, hypnosis,
16. Muntah menurun akupresur, terapi music,
17. Mual menurun biofeedback, terapi pijat,
18. Frekuensi nadi membaik aromaterapi, teknik
19. Pola napas membaik imajinasi terbimbing,
20. Tekanan darah membaik kompres hangat/dingin,
21. Proses berpikir membaik terapi bermain)
22. Fokus membaik 2. Kontrol lingkungan yang
23. Fungsi berkemih membaik memperberat rasa nyeri
24. Perilaku membaik (mis. suhu ruangan,
25. Nafsu makan membaik pencahayaan, kebisingan)
26. Pola tidur membaik 3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
2 Defisit nutrisi Setelah dilakukan tindakan Manajemen nutrisi (I.03119)
berhubungan dengan keperawatan selama 4 x 24 jam Observasi
kurangnya asupan diharapkan status nutrisi 1. Identifikasi status nutrisi
makanan, membaik (L.03030) Kriteria 2. Identifikasi alergi dan
ketidakmampuan hasil : intoleransi makanan
menelan makanan 1. Kekuatan otot pengunyah 3. Identifikasi makanan yang
meningkat disukai
2. Kekuatan otot menelan 4. Identifikasi kebutuhan
meningkat kalori dan jenis nutrien
3. Serum albumin meningkat 5. Identifikasi perlunya
4. Verbalisasi keinginan untk penggunaan selang
meningkatkan nutrisi nasogastrik
meningkat 6. Monitor asupan makanan
5. Pengetahuan tentang pilihan 7. Monitor berat badan
makanan yang sehat 8. Monitor hasil pemeriksaan
meningkat laboratorium
6. Pengetahuan tentang standar Terapeutik
asupan nutrisi yang tepat 1. Lakukan oral hygiene
meningkat sebelum makan, jika perlu
7. Penyiapan dam penyimpanan 2. Fasilitasi menentukan
minuman yang aman pedoman diet (mis.
meningkat piramida makanan)
8. Sikap terhadap 3. Sajikan makanan secara
makanan/minuman sesuai menarik dan suhu yang
dengan tujuan kesehatan sesuai
meningkat 4. Berikan makanan tinggi
9. Perasaan cepat kenyang serat untuk mencegah
menurun konstipasi
10. Nyeri abdomen menurun 5. Berikan makanan tinggi
11. Sariawan menurun kalori dan tinggi protein
12. Rambut rontok menurun 6. Berikan suplemen
13. Diare menurun makanan, jika perlu
14. Berat badan membaik 7. Hentikan pemberian
15. Indeks Massa Tubuh (IMT) makan melalui selang
membaik nasogastrik jika asupan
16. Frekuensi makan membaik oral dapat ditoleransi
17. Nafsu makan membaik Edukasi
18. Bising usus membaik 1. Anjurkan posisi duduk,
19. Tebal lipatan kulit trisep jika mampu
membaik 2. Anjurkan diet yang
20. Membran mukosa membaik diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
(mis. pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
2. Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan,
jika perlu
3 Pola napas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan Managemen jalan napas
berhubungan dengan keperawatan diharapkan (I.01011)
hambatan upaya jalan ventilasi adekuat (L.01004) Observasi
nafas (obstruksi) Kriteria hasil : 1. Monitor pola napas
1. Ventilasi semenit membaik (frekuensi, kedalaman,
2. Kapasitas vital dalam usaha napas)
rentang normal 2. Monitor bunyi napas
3. Tekanan ekspirasi membaik tambahan (mis. gurgling,
4. Tekanan inspirasi membaik mengi, wheezing, ronkhi
5. Dipnea berkurang kering
6. Tidak ada penggunaan oto 3. Monitor sputum (jumlah,
bantu pernapasan warna, aroma)
7. Tidak ada ortopnea Terapeutik
8. Frekuensi napas dalam 1. Pertahankan kepatenan
rentang nornmal jalan napas dengan head-
9. Kedalaman napas dalam tilt dan chin-lift (jaw-thrust
rentang normal jika curiga trauma
servikal)
2. Posisikan semi-fowler atau
fowler
3. Berikan minum hangat
4. Lakukan fisiotherapi dada.
Jika perlu
5. Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15 detik
6. Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
7. Keluarkan sumbatan benda
padat dengan forcep
McGill
8. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari, jika tidak
ada kontraindikasi
2. Ajarkan teknik batuk
efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik
4 Hipertermi berhubungan Setelah dilakukan tindakan Manajemen hipertermia
dengan peningkatan laju keperawatan diharapkan (I.15506)
metabolisme termoregulasi membaik Observasi
(L.14134) 1. Identifikasi penyebab
Kriteria hasil : hipertermia (mis.
1. Menggigil menurun dehidrasi, terpapar
2. Kulit merah menurun lingkungan panas,
3. Kejang menurun penggunaan incubator)
4. Akrosianosis menurun 2. Monitor suhu tubuh
5. Konsumsi oksigen menurun 3. Monitor kadar elektrolit
6. Piloereksi menurun 4. Monitor haluaran urine
7. Vasokontriksi perifer 5. Monitor komplikasi akibat
menurun hipertermia
8. Kutis memorata menurun Terapeutik
9. Pucat menurun 1. Sediakan lingkungan yang
10. Takikardi menurun dingin
11. Takipnea menurun 2. Longgarkan atau lepaskan
12. Bradikardi menurun pakaian
13. Dasar kuku sianotik menurun 3. Basahi dan kipasi
14. Hipoksia menurun permukaan tubuh
15. Suhu tubuh membaik 4. Berikan cairan oral
16. Suhu kulit membaik 5. Ganti linen setiap hari atau
17. Kadar glukosa darah lebih sering jika
membaik mengalami hiperhidrosis
18. Ventilasi membaik (keringat berlebih)
19. Tekanan darah membaik 6. Lakukan pendinginan
eksternal (mis. selimut
hipotermia atau kompres
dingin pada dahi, leher,
dada, abdomen, aksila)
7. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu
5 Bersihan jalan napas Setelah dilakukan tindakan Pemantauan respirasi (I.01014)
tidak efektif keperawatan diharapkan dapat Observasi
berhubungan dengan mempertahankan kepatenan 1. Monitor frekuensi, irama,
hipersekresi jalan napas jalan napas (L.01001) kedalaman, dan upaya
Kriteria hasil : napas
1. Batuk efektif 2. Monitor pola napas
2. Produksi sputum menurun (seperti bradypnea,
3. Tidak ada suara nafas takipnea, hiperventilasi,
tambahan (mengi, kussmaul, cheyne-stokes,
wheezing) biot, ataksik)
4. Tidak ada dyspnea 3. Monitor kemampuan batuk
5. Tidak ada ortopnea efektif
6. Tidak ada sianosis 4. Moonitor adanya produksi
7. Tidak ada gelisah sputum
8. Frekuensi napas dalam 5. Monitor adanya sumbatan
rentang normal jalan napas
9. Pola napas dalam rentang 6. Palpasi kesimetrisan
normal ekspansi paru
7. Auskultasi bunyi napas
8. Monitor saturasi oksigen
9. Monitor AGD
10. Monitor hasil x-ray thorax
Terapeutik
1. Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi
pasien
2. Dokumentasi hasil
pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat
bronkodilator, mukolitik
6 Resiko hypovolemia Setelah dilakukan tindakan Manajemen hipovolemia
ditandai dengan keperawatan diharapkan status (I.03116)
kehilangan cairan aktif, cairan membaik (L.03028) Observasi
kekurangan intake cairan Kriteria hasil : 1. Periksa tanda dan gejala
1. Kekuatan nadi meningkat hipovolemia (mis.
2. Turgor kulit meningkat frekuensi nadi meningkat,
3. Output urine meningkat nadi teraba lemah, tekanan
4. Pengisian vena meningkat darah menurun, tekanan
5. Ortopnea menurun nadi menyempit, turgor
6. Dispnea menurun kulit menurun, membran
7. Paradoxymal Nocturnal mukosa kering, volume
Dyspnea (PND) menurun urine menurun, hematocrit
8. Edema anasarka menurun meningkat, haus, lemah)
9. Edema perifer menurun 2. Monitor intake dan output
10. Berat badan meningkat cairan
11. Distensi vena jugularis Terapeutik
menurun 1. Hitung kebutuhan cairan
12. Suara napas tambahan 2. Berikan posisi modified
menurun Trendelenburg
13. Kongesti paru menurun 3. Berikan asupan cairan oral
14. Perasaan lemah menurun Edukasi
15. Keluhan haus menurun 1. Anjurkan memperbanyak
16. Konsentrasi urine menurun asupan cairan oral
17. Frekuensi nadi membaik 2. Anjurkan menghindari
18. Tekanan darah membaik perubahan posisi
19. Tekanan nadi membaik mendadak
20. Membran mukosa membaik Kolaborasi
21. Jugular Venous Pressure 1. Kolaborasi pemberian
(JVP) membaik cairan IV isotonis (mis.
22. Kadar Hb membaik NaCl, RL)
23. Kadar Ht membaik 2. Kolaborasi pemberian
24. Central Venous Pressure cairan IV hipotonis (mis.
membaik glukosa 2,5%, NaCl 0,4%)
25. Refluks hepatojugular 10) Kolaborasi pemberian
membaik cairan koloid (mis.
26. Berat badan membaik albumin, Plasmanate)
27. Hepatomegali membaik 3. Kolaborasi pemberian
28. Oliguria membaik produk darah
29. Intake cairan membaik
30. Status mental membaik
31. Suhu tubuh membaik
7 Resiko infeksi dibuktikan Setelah dilakukan tindakan Pencegahan infeksi (I.14539)
dengan Peningkatan keperawatan selama 4 x 24 jam Observasi
paparan organisme diharapkan infeksi tidak terjadi 1. Monitor tanda dan gejala
patogenik lingkungan (L.14137) infeksi lokal dan sistemik
Kriteria hasil : Terapeutik
1. Mampu mempertahankan 1. Batasi jumlah pengunjung
kebersihan tangan 2. Berikan perawatan kulit
2. Mampu mempertahankan pada area edema
kebersihan badan 3. Cuci tangan sebelum dan
3. Nafsu makan meningkat sesudah kontak dengan
4. Tidak terjadi demam pasien dan lingkungan
5. Tidak ada kemerahan pasien
6. Tidak ada bengkak 4. Pertahankan teknik aseptic
7. Tidak ada cairan berbau pada pasien beresiko
busuk tinggi
8. Tidak ada sputum berwarna Edukasi
hijau 1. Jelaskan tanda dan gejala
9. Tidak ada drainase purulent infeksi
10. Tidak ada periode malaise 2. Ajarkan cara mencuci
11. Tidak ada periode tangan dengan benar
menggigil 3. Ajarkan etika batuk
12. Tidak ada letargi 4. Ajarkan cara memeriksa
13. Tidak ada gangguan kondisi luka atau luka
kognitif operasi
14. Kadar sel darah putih dalam 5. Anjurkan meningkatkan
rentang normal asupan nutrisi
6. Anjurkan meningkatkan
asupan cairan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu
e. Pelaksanaan Keperawatan
Pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai dengan
rencana yang telah ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan dapat bersifat
mandiri dan kolaboratif. Selama melaksanakan kegiatan perlu diawasi dan
dimonitor kemajuan kesehatan klien
f. Evaluasi Keperawatan
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan
terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan,
dilakukan dengan cara bersambungan dengan melibatkan klien, keluarga dan
tenaga kesehatannya. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien
mencapai tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada psserencanaan
(Sri Wahyuni, 2016)
Teknik penulisan SOAP menurut (Zaidin Ali, 2010) sebagai berikut:
1. S (Subjective) : bagian ini meliputi data subjektif atau informasi yang
didapatkan dari klien setelah mendapatkan tindakan,
sepertiklienmenguraikan gejala sakit atau menyatakan keinginannya
untuk mengetahui tentang pengobatan. Ada tidaknya data subjektif dalam
catatan perkembangan tergantung pada keakutan penyakit klien.
2. O (Objective) : Informasi yang didapatkan berdasarkan hasil
pengamatan, penilaian, pengukuran yang dilakukan perawat setelah
tindakan. Misalnya pemeriksaan fisik, hasil laboratorium, observasi atau
hasil radiologi.
3. A (Assesment) : Membandingkan antara informasi subjektif & objektif
dengan tujuan & kriteria hasil yang kemudian dapat ditarik kesimpulan
bahwa masalah teratasi, masalah teratasi sebagian, atau masalah
tidakteratasi
4. P (Planning) : Perencanaan bergantung pada pengkajian situasi yang
dilakukan oleh tenaga ksehatan.

Rencana dapat meliputi instruksi untuk mengatasi masalah klien,


mengumpulkan data tambahan tentang masalah klien, pendidikan bagi
individu atau keluarga, dan tujuan asuhan. Rencana yang terdapat dalam
evaluasi atau catatan SOAP dibandingkan dengan rencana pada catatan
terdahulu, kemudian dapat ditarik keputusan untuk merevisi, memodifikasi,
atau meneruskan tindakan yanglalu.Menurut Olfah (2016) ada 3
kemungkinan keputusan pada tahap evaluasi :
1. Klien telah mencapai hasil yang ditentukan dalam tujuan, sehingga
rencana mungkindihentikan.
2. Klien masih dalam proses mencapai hasil yang ditentukan, sehingga pada
penambahan waktu, resources, dan intervensi sebelum tujuan berhasil.
3. Klien tidak dapat mencapai hasil yang telah ditentukan sehingga perlu:
a) Mengkaji ulang masalah atau respon yang lebih akurat
b) Membuat outcome yang baru, mungkin autcome pertama tidak
realistis atau mungkin keluarga tidak menghendaki terhadap tujuan
yang disusun olehperawat.
c) Intervensi keperawatan harus dievaluasi dalam hal ketepatan untuk
mencapai tujuansebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA

Stephen S. tetanus edited by.Behrman, dkk. Dalam Ilmu Kesehatan Anak


Nelson Hal.1004-07. Edisi 15-Jakarta : EGC, 2000
Merdjani, A., dkk. 2003. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis.Badan Penerbit
IDAI, Jakarta.
Dr. Rusepno Hasan, dkk. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jilid II. Hal 568-72.. Cetakan
kesebelas Jakarta: 2005

Anda mungkin juga menyukai