PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Difteri merupakan salah satu penyakit yang sangat menular (contagious
disease). Penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri Corynebacterium
diphtheriae, yaitu kuman yang menginfeksi saluran pernafasan, terutama
bagian tonsil, nasofaring (bagian antara hidung dan faring/ tenggorokan)
dan laring. Penularan difteri dapat melalui kontak hubungan dekat, melalui
udara yang tercemar oleh karier atau penderita yang akan sembuh, juga
melalui batuk dan bersin penderita.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Makalah ini dimaksudkan agar mahasiswa/i dapat memahami asuhan
keperawatan pada klien (anak) dengan gangguan difteri
2. Tujuan Khusus
a) Dapat memahami pengertian difteri
b) Dapat memahami etiologi difteri
c) Dapat memahami patofisiologi difteri
d) Dapat memahami manifestasi klinis dari difteri
e) Dapat memahami pemeriksaan medis dari difteri
f) Dapat memahami penatalaksanaan medis dari difteri
g) Dapat memahami komplikasi dari difteri
h) Dapat memahami dan menerapkan asuhan keperawatan anak
dengan gangguan difteri
C. Manfaat Penulisan
Dengan adanya makalah ini diharapkan bagi pendidikan bisa menambah
referensi dan pengetahuan, bagi tenaga medis khususnya keperawatan
bisa memahami dan menerapkan asuhan keperawatan pada anak dengan
gangguan difteri.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Bakteriologik, preparat apusan kuman difteri dari bahan asupan
mukosa hidung dan tenggorokan (nasofaringeal swab)
2. Darah rutin : Hb, leukosit, hitung jenis, eritrosit, albumin
3. Urin lengkap : aspek, protein, dan sidimen
4. Enzim CPK, segera saat masuk RS
5. Ureum dan kreatinin (Bila dicurigai ada komplikasi ginjal)
6. EKG (Endo Kardio Gram)
7. Pemeriksaan radiografi torak untuk mengecek adanya hiperinflasi
8. Schick Tes: tes kulit untuk menentukan status imunitas penderita,
suatu pemeriksaan swab untuk mengetahui apakah seseorang telah
mengandung antitoksin.
G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medis
Pengobatan umum dengan perawatan yang baik, isolasi dan
pengawasan EKG yang dilakukan pada permulan dirawat satu
minggu kemudian dan minggu berikutnya sampai keadaan EKG 2
kali berturut-turut normal dan pengobatan spesifik. Pengobatan
spesifik untuk difteri :
a. ADS (Antidifteri serum), 20.000 U/hari selama 2 hari
berturut-turut dengan sebelumnya harus dilakukan uji kulit dan
mata.
1) TEST ADS
ADS 0,05 CC murni dioplos dengan aquades 1 CC.
Diberikan 0,05 CC intracutan Tunggu 15 menit
indurasi dengan garis tengah 1 cm (+)
2) CARA PEMBERIAN
Test Positif BESREDKA
Test Negatif secara DRIP/IV
3) Drip/IV
200 CC cairan D5% 0,225 salin. Ditambah ADS sesuai
kebutuhan. Diberikan selama 4 sampai 6 jam observasi
gejala cardinal.
b. Antibiotik, diberikan penisillin prokain 5000U/kgBB/hari
sampai 3 hari bebas demam. Pada pasien yang dilakukan
trakeostomi ditambahkan kloramfenikol 75mg/kgBB/hari
dibagi 4 dosis.
c. Kortikosteroid, untuk mencegah timbulnya komplikasi
miokarditis yang sangat membahayakan, dengan memberikan
predison 2mg/kgBB/hari selama 3-4 minggu. Bila terjadi
sumbatan jalan nafas yang berat dipertimbangkan untuk
tindakan trakeostomi. Bila pada pasien difteri terjadi
komplikasi paralisis atau paresis otot, dapat diberikan strikin ¼
mg dan vitamin B1 100 mg tiap hari selama 10 hari.
2. Penatalaksanaan keperawatan
Pasien difteri harus dirawat di kamar isolasi yang tertutup. Petugas
harus memakai gaun khusus (celemek) dan masker yang harus
diganti tiap pergantian tugas atau sewaktu-waktu bila kotor (jangan
dari pagi sampai malam hari). Sebaiknya penunggu pasien juga
harus memakai celemek tersebut untuk mencegah penularan ke luar
ruangan. Harus disediakan perlengkapan cuci tangan: desinfektan,
sabun, lap, atau handuk yang selallu kering (bila ada tisu) air bersih
jika ada kran juuga tempat untuk merendam alat makan yang diisi
dengan desinfektan.
Risiko terjadi komplikasi obstruksi jalan napas, miokarditis,
pneumonia menjadi sangat besar bagi penderita difteri sehingga
diperlukan pemantauan secara ketat terutama pada bagian saluran
pernapasan pasien.
Pasien difteri walaupun penyakitnya ringan perlu dirawat di rumah
sakit karena potensial terjadi komplikasi yang membahayakan
jiwanya yang disebabkan adanya pseudomembran dan eksotosin
yang dikeluarkan oleh basil difteri tersebut.
Sumbatan jalan napas.
Kelainan ini terjadi karena adanya edema pada laring dan trakea
serta adanya pseudomembran. Gejala sumbatan adalah suara serak
dan stridor inspiratoir. Bila makin berat terjadi sesak napas,
sianosis, tampak retraksi otot, kedengaran stridor:
a. Berikan O2
b. Baringkan setengah duduk
c. Hubungi dokter.
d. Pasang infus (bila belum dipasang)
H. Komplikasi
Racun difteri bisa menyebabkan kerusakan pada jantung, sistem saraf,
ginjal ataupun organ lainnya:
1. Infeksi tumpangan oleh kuman lain
Infeksi ini dapat disebabkan oleh kuman streptokokus dan
staphilokokus. Panas tinggi terutama didapatkan pada penderita
difteri dengan infeksi tumpangan dengan kuman streptokokus.
2. Obstruksi jalan napas akibat membrane atau oedem jalan napas
Obstruksi ini dapat terjadi akibat membaran atau oedem jalan
nafas. Obstruksi jalan nafas dengan sengaja akibatnya,
bronkopneumoni dan atelektasis
3. Miokarditis
Sering timbul akibat komplikasi difteri berat tetapi juga dapat
terjadi pada bentuk ringan. Komplikasi terhadap jantung pada anak
diperkirakan 10-20%. Faktor yang
mempengaruhi terhadap niokarditis adalah virulensi kuman.
Virulensi makin tinggi komplikasi jantung. Miokarditis dapat
terjadi cepat pada minggu pertama atau lambat pada minggu
keenam.
4. Neuritis
Terjadi 5-10% pada penderita difteri yang biasanya merupakan
komplikasi dari difteri berat. Manifestasi klinik ditandai dengan:
a. Timbul setelah masa laten
b. Lesi biasanya bilateral dimana motorik kena lebih dominan
dari pada sensorik
c. Biasanya sembuh sempurna.
5. Susunan saraf
Kira-kira 10% penderita difteri akan mengalami komplikasi yang
mengenai sistem susunan saraf terutama sistem motorik. Paralysis
ini dapat berupa:
a. Paralysis palatum molle
1) Manifestasi saraf yang paling sering
2) Timbul pada minggu ketiga dan khas dengan adanya suara
dan regurgitasi hidung, tetapi ada yang mengatakan suara
ini timbul pada minggu 1-2
Kelainan ini biasanya hilang sama sekali dalam 1-2 minggu.
b. Ocular palsy
Biasanya timbul pada minggu kelima atau khas ditandai oleh
paralysis dari otot akomodasi yang menyebabkan penglihatan
menjadi kabur. Otot yang kena ialah m. rectus externus.
c. Paralysis diafragma
1) Dapat terjadi pada minus 5-7
2) Paralisis ini disebabkan neuritis n. phrenicus dan bila tidak
segera diatasi penderita akan meninggal.
d. Paralysis anggota gerak
1) Dapat terjadi pada minggu 6-10
2) Pada pemeriksaan didapati lesi bilateral, refleks tendon
menghilang, cairan cerebrospinal menunjukan
peningkatan protein yang mirip dengan sindrom guillian
barre.
6. Kerusakan ginjal (nefritis).
II. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Anak dengan Gangguan Difteri
A. Pengkajian
1. Biodata
a. Umur : Biasanya terjadi pada anak-anak umur 2-10 tahun dan
jarang ditemukan pada bayi berumur dibawah 6 bulan dari pada
orang dewasa diatas 15 tahun
b. Suku bangsa : Dapat terjadi diseluruh dunia terutama di negara-
negara miskin
c. Tempat tinggal : Biasanya terjadi pada penduduk di tempat-tempat
pemukiman yang rapat-rapat, higine dan sanitasi jelek dan fasilitas
kesehatan yang kurang
2. Keluhan Utama
Klien marasakan demam yang tidak terlalau tinggi, lesu, pucat, sakit
kepala, anoreksia, lemah
3. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien mengalami demam yang tidak terlalu tinggi, lesu, pucat, sakit
kepala, anoreksia
4. Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien mengalami peradangan kronis pada tonsil, sinus, faring, laring,
dan saluran nafas atas dan mengalami pilek dengan sekret bercampur
darah
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Adanya keluarga yang mengalami difteri
6. Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola nutrisi dan metabolism
Jumlah asupan nutrisi kurang disebabkan oleh anoraksia
b. Pola aktivitas
Klien mengalami gangguan aktivitas karena malaise dan demam
c. Pola istirahat dan tidur
Klien mengalami sesak nafas sehingga mengganggu istirahat dan
tidur
d. Pola eliminasi
Klien mengalami penurunan jumlah urin dan feses karena jumlah
asupan nutrisi kurang disebabkan oleh anoreksia
7. Pemeriksaan fisik
a. Pada diptheria tonsil – faring
1) Malaise
2) Suhu tubuh < 38,9 º c
3) Pseudomembran ( putih kelabu ) melekat dan menutup tonsil
dan
4) dinding faring
5) Bulneck
b. Diptheriae laring
1) Stridor
2) Suara parau
3) Batuk kering
4) Pada obstruksi laring yang berat terdpt retraksi suprasternal,
sub costal dan supraclavicular
c. Diptheriae hidung
1) Ringan
2) Sekret hidung serosanguinus mukopurulen
3) Lecet pada nares dan bibir atas
4) Membran putih pada septum nasi
3. Nyeri akut
a. Definisi
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset
mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat
yang berlangsung kurang dari 3 bulan.
b. Penyebab
1) Agen pencedera fisiologis (mis. inflamasi, iskemia,
neoplasma)
2) Agen pencedera kimiawi (mis. terbakar, bahan kimia iritan)
3) Agen pencedera fisik (mis. abses, amputasi, terbakar,
terpotong, mengangkat berat, prosedur operasi, trauma,
latihan fisik berlebihan)
c. Batasan karakteristik
4. Defisit nutrisi
a. Definisi
Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme
b. Penyebab
1) Ketidakmampuan menelan makanan
2) Ketidakmampuan mencerna makanan
3) Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient
4) Peningkatan kebutuhan metabolisme
5) Faktor ekonomi (mis finansial tidak mencukupi)
6) Faktor psikologis (mis stress, keengganan untuk makan)
c. Batasan karakteristik
5. Hipertermi
d. Definisi
Suhu tubuh meningkat di atas rentang normal tubuh
e. Penyebab
1) Dehidrasi
2) Terpapar lingkungan panas
3) Ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan
4) Peningkatan laju metabolisme
f. Batasan karakteristik
6. Resiko infeksi
a. Definisi
Beresiko mengalami peningkatan terserang organisme
patogenik
b. Faktor resiko
1) Penyakit kronis (mis. diabetes melitus)
2) Efek prosedur invasif
3) Malnutrisi
4) Peningkatan paparan organisme patogenik lingkungan
5) Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer :
a) Gangguan peristaltic
b) Kerusakan integritas kulit
c) Perubahan sekresi pH
d) Penurunan kerja siliaris
e) Ketuban pecah lama
f) Ketuban pecah sebelum waktunya
g) Merokok
h) Statis cairan tubuh
6) Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder :
a) Penurunan hemoglobin
b) Imunosupresi
c) Leukopenia
d) Supresi respon inflamasi
e) Vaksinasi tidak adekuat
7. Resiko hipovolemik
c. Definisi
Beresiko mengalami penurunan volume cairan intravaskuler,
interstisiel, dan/atau intraseluler.
d. Faktor resiko
1) Kehilangan cairan secara aktif
2) Gangguan absorbsi cairan
3) Usia lanjut
4) Kelebihan beraat badan
5) Status hipermetabolik
6) Kegagalan mekanisme regulasi
7) Evaporasi
8) Kekurangan intake cairan
9) Efek agen farmakologis
d. Intervensi keperawatan