Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK PRA-SEKOLAH (4-6 TAHUN) DENGAN


CAMPAK

Oleh :

1. Dimas Kumambang Rochmat Vianto (20170660015)


2. Farchatul Islamia (20170660003)
3. Syahnia (20170660014)
4. Noor Fadhila Farhana (20170660038)
5. Santi Utami (20170660039)

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA

2019
Kata Pengantar

Puji syukur atas kehadirat ALLAH SWT atas rahmat serta hidayahnya maka kami bisa
menyelesaikan makalah dalam mata kuliah Keperawatan Anak, meskipun dalam makalah ini
banyak kekurangan di dalamnya dan juga kami sekelompok mengucapkan terimakasih kepada
ibu pengajar. Yang telah memberikan tugas ini.

Kami berharap dari apa yang kami buat bias memberikan manfaat khususnya kepada
kami selaku pembuat makalah ini,jika di temukan adanya kesalahan kami mohon maaf dan kami
selaku pembuat menginginkan kritik dan saran.

Cukup itu yang dapat kami katakan kepada kalian selaku pembaca dan ibu pengajar
kami,sekian terimakasih.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Difteri merupakan salah satu penyakit yang sangat menular. Penyakit ini disebabkan oleh
infeksi bakteri Corynrbacterium diphtheriase, yaitu kuman yang menginfeksi saluran
pernafasan, terutama bagian tonsil, nasofaring ( bagian antara hidung dan
faring/tenggorokan) dan laring. Penularan difteri dapat melalui kontak hubungan dekat,
melalui udara yang tercemar oleh karier atau penderita yang akan sembuh, juga melalui
batuk dan bersin penderita.
Penderita difteri umumnya anak-anak, usia dibawah 15 tahun. Dialporkan 10% kasus
difteri dapat berakibat fatal, yaitu sampai menimbulak kematian. Selama permulaan pertama
dari abad ke 20, difteri merupakan penyebab umu dari kematian bayidan anak-anak muda.
Penyakit ini juga dijumpai pada daerah padat penduduk dengan tingat sanitasi rendah. Oleh
karena itu, menjaga kebersihan sangatlah penting, karena berperan dalam menunjang
kesehatan kita. Lingkungan buruk merupakan sumber dan penularan penyakit.

B. Rumusan masalah
Bagaimana Asuhan Keperawatan anak pada pasien yang mengalami Difteri ?

C. Tujuan
Tujuan Umum

Untuk melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien difteri

Tujuan Khusus
1. Melaksanakan pengkajian keperawatan pada pasien Difteri
2. Merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien Difteri
3. Menetapkan perencanaan keperawatan Difteri
4. Melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien Difteri
5. Melakukan evaluasi pada pasien Difteri

D. Manfaat
Menambah wawasan dan pengetahuan tentang Asuhan keperawatan pada anak dengan
diagnosa difteri.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Disentri
Suatu penyakit infeksi akut yang sangat menular yang terjadi secara local pada mukosa
saluran pernapasan saluran pernapasan atau kulit, yang disebabkan oleh basil garam positif
Corynebacterium diphtheria, ditandai oleh gejala – gejala umum yang ditimbulkan oelh
eksotoksin yang diproduksi oleh basil ini.
Difteri adalah suatu infeksi, akut yang mudah menular dan yang sering diserang adalah
saluran pernafasam bagian atas dengan tanda khas timbulnya “pseudomembran”.
Diferi adalah penyakit akibat terjangkit bakteri yang bersumber dari corynebacterium
diphtheriae (c. diphtheriae). Penyakit ini menyerang bagian atas murosasaluran pernafasan
dan kulit yang terluka. Tanda-tanda yang dapat dirasakan ialah sakit letak dan demam secara
tiba-tiba disertai tumbuhnya membrane kelabu yang menutupi tansil serta bagian
saluran pernafasan.
Orang – orang yang beresiko penyakit ini:
1. Tidak mndapat imunisasi atau imunisasinya tidak lengkap
2. Immunocopromised, penderita HIV, diabetes mellitus, peandu alcohol dan narkotika
3. Tinggal pada tempat – tempat padat, seperti: rumah tahanan, tempapt penampungan
4. Sedang melakukan perjalanan (travel) kedaerah-daerah yang sebelumnya merupakan
daerah edemik difteri.
B. Etiologi
Penyebabnya adalah bakteri Corynebacterium diphtheriae. Bakteri ini ditularkan melalui
percikan ludah yang berasal dari batuk penderita atau benda maupun makanan yang telah
terkontaminasi oleh bakteri. Biasanya bakteri berkembangbiak pada atau di sekitar
permukaan selaput lendir mulut atau tenggorokan dan menyebabkan peradangan. Beberapa
jenis bakteri ini menghasilkan toksin yang sangat kuat, yang dapat menyebabkan kerusakan
pada jantung dan otak.
Klasifikasi penyakit difteri secara klinis adalah menurut lokasinya:
1. Difteri nasal Anterior 5. Difteri Konjungtiva
2. Difteri nasal Posterior 6. Difteri Kulit
3. Difteri fausial (farinks) 7. Difteri Vulva/Vagina
4. Difteri laryngeal
Menurut tingkatan keparahannya:
1. Infeksi ringan, apabila pseudomembrane hanya terdapat pada mukosa hidung denngan
gejala hanya pilek dan nyeri waktu menelan
2. Infeksi dedang, apabila pseudomembrane telah menyerang sampai faring dan laring
sehingga keadaan pasien terlihat lesu agak sesak.
3. Infeksi berat, apabila terjadi sumbatan nafas yang berat dan adanya gejala – gejala yang
ditimbulkan oleh eksotoksin seperti miokarditis, paralisis dan nefritis.
C. Manifestasi klinis
Tergantung pada berbagai faktor, maka manifestasi penyakit ini bisa bervariasi dari tanpa
gejala sampai suatu keadaan/penyakit yang hipertoksik serta fatal. Sebagai faktor primer
adalah imunitas penderita terhadap toksin diphtheria, virulensi serta toksinogenesitas
(kemampuan membentuk toksin) Corynebacterium diphtheriae, dan lokasi penyakit secara
anatomis. Faktor-faktor lain termasuk umur, penyakit sistemik penyerta dan penyakit-
penyakit pada daerah nasofaring yang sudah ada sebelumnya. Masa tunas 2-6 hari.
Penderita pada umumnya datang untuk berobat setelah beberapa hari menderita keluhan
sistemik. Demam jarang melebihi 38,9o C dan keluhan serta gejala lain tergantung pada
lokasi penyakit diphtheria.
a) Diphtheria Hidung
Pada permulaan mirip common cold, yaitu pilek ringan tanpa atau disertai gejala
sistemik ringan. Sekret hidung berangsur menjadi serosanguinous dan kemudian
mukopurulen mengadakan lecet pada nares dan bibir atas. Pada pemeriksaan tampak
membran putih pada daerah septum nasi.
b) Diphtheria Tonsil-Faring
Gejala anoroksia, malaise, demam ringan, nyeri menelan. dalam 1-2 hari timbul
membran yang melekat, berwarna putih-kelabu dapat menutup tonsil dan dinding faring,
meluas ke uvula dan palatum molle atau ke distal ke laring dan trachea.
c) Diphtheria Laring
Pada diphtheria laring primer gejala toksik kurang nyata, tetapi lebih berupa gejala
obstruksi saluran nafas atas.
d) Diphtheria Kulit, Konjungtiva, Telinga
Diphtheria kulit berupa tukak di kulit, tepi jelas dan terdapat membran pada dasarnya.
Kelainan cenderung menahun. Diphtheria pada mata dengan lesi pada konjungtiva berupa
kemerahan, edema dan membran pada konjungtiva palpebra. Pada telinga berupa otitis
eksterna dengan sekret purulen dan berbau.
D. Patofisiologi
Corynebacterium diphteriae masuk kehidung atau mulut dimana basil akan menempel di
mukosa saluran nafas bagian atas, kadang-kadang kulit, mata atau mukosa genital. Setelah 2-
4 jam hari masa inkubasi kuman dengan corynephage menghasilkan toksik yang mula-mula
diabsorbsi oleh membran sel, kemudian penetrasi dan interferensi dengan sintesa protein
bersama-sama dengan sel kuman mengeluarkan suatu enzim penghancur terhadap
Nicotinamide Adenine Dinucleotide (NAD). Sehingga sintesa protein terputus karena enzim
dibutuhkan untuk memindahkan asam amino dan RNA dengan memperpanjang rantai
polipeptida akibatnya terjadi nekrose sel yang menyatu dengan nekrosis jaringan dan
membentuk eksudat yang mula-mula dapat diangkat, produksi toksin kian meningkat dan
daerah infeksi makin meluas akhirnya terjadi eksudat fibrin, perlengketan dan membentuk
membran yang berwarna dari abu-abu sampai hitam tergantung jumlah darah yang tercampur
dari pembentukan membran tersebut apabila diangkat maka akan terjadi perdarahan dan
akhirnya menimbulkan difteri. Hal tersebut dapat menimbulkan beberapa dampak antara lain
sesak nafas sehingga menyebabkan pola nafas tidak efektif, anoreksia sehingga penderita
tampak lemah sehingga terjadi intoleransi aktifitas.
E. Penatalaksanaan
a) Penatalaksanaan medis
Pengobatan umum dengan perawatan yang baik, isolasi dan pengawasan EKG yang
dilakukan pada permulan dirawat satu minggu kemudian dan minggu berikutnya sampai
keadaan EKG 2 kali berturut-turut normal dan pengobatan spesifik.
Pengobatan spesifik untuk difteri :
 ADS (Antidifteri serum), 20.000 U/hari selama 2 hari berturut-turut dengan sebelumnya
harus dilakukan uji kulit dan mata.
 Antibiotik, diberikan penisillin prokain 5000U/kgBB/hari sampai 3 hari bebas demam.
Pada pasien yang dilakukan trakeostomi ditambahkan kloramfenikol 75mg/kgBB/hari
dibagi 4 dosis.
 Kortikosteroid, untuk mencegah timbulnya komplikasi miokarditis yang sangat
membahayakan, dengan memberikan predison 2mg/kgBB/hari selama 3-4 minggu. Bila
terjadi sumbatan jalan nafas yang berat dipertimbangkan untuk tindakan trakeostomi.
Bila pada pasien difteri terjadi komplikasi paralisis atau paresis otot, dapat diberikan
strikin ¼ mg dan vitamin B1 100 mg tiap hari selama 10 hari.
Pengobatan spesifik: Jika diduga kuat bahwa seseorang menderita difteria didasarkan
kepada gejala klinis maka antitoksin harus diberikan setelah sampel untuk pemeriksaan
bakteriologis diambil tanpa harus menunggu hasil pemeriksaan bakteriologis tersebut.
(Saat ini yang tersedia adalah antitoksin yang berasal dari kuda). Diphtheria Antitoxin
(DAT) tersedia di CD-Atlanta sebagai “investigational product”. Program imunisasi
(Amerika Serikat) melayani permintaan DAT pada waktu jam kerja (pukul 08.00 am –
04.30 pm. EST; Senin – Jum’at dengan menghubungi nomor telepon 404-639-8255).
Diluar jam kerja dan pada waktu hari libur menghubungi petugas jaga CDC pada nomor
404-639-2888. DAT disimpan di stasiun karantina yang tersebar di seluruh negara
bagian di Amerika Serikat. Sebelum diberikan lakukan terlebih dahulu skin test untuk
mengetahui adanya hypersensivitas terhadap serum kuda. Jika hasilnya negative, DAT
diberikan IM dengan dosis tunggal 20.000 – 100.000 unit tergantung berat ringan serta
luasnya penyakit. Untuk kasus berat pemberian IM dan IV dilakukan bersama-sama.
Pemberian antibiotika tidak dapat menggantikan pemberian antitoksin. Procain
Penicillin G (IM) diberikan sebanyak 25.000 – 50.000 unit/kg BB untuk anak-anak dan
1,2 juta unit/kg BB untuk orang dewasa per hari. Dibagi dalam dua dosis. Penderita
dapat juga diberikan erythromycin 40-50 mg/kg BB per hari maksimum 2 g per hari
secara parenteral. Jika penderita sudah bisa menelan dengan baik maka erythromycin
dapat diberikan per oral dibagi dalam 4 dosis per hari atau penicillin V per oral sebesar
125-250 mg empat kali sehari, selama 14 hari. Pernah ditemukan adanya strain yang
resisten terhadap erythromycin namun sangat jarang. Antibiotik golongan macrolide
generasi baru seperti azythromycin dan chlarithromycin juga efektif untuk strain yang
sensitif terhadap erythromycin tetapi tidak sebaik erythromycin.
Terapi profilaktik bagi carrier: untuk tujuan profilaktik dosis tunggal penicillin G
sebesar 600.000 unit untuk anak usia dibawah 6 tahun dan 1,2 juta unit untuk usia 6
tahun ke atas. Atau dapat juga diberikan erythromycin oral selama 7-10 hari dengan
dosis 40 mg/kg BB per hari untuk anak-anak dan 1 gram per hari untuk orang dewasa.
b) Penatalaksanaan keperawatan
c) Pasien difteri harus dirawat di kamar isolasi yang tertutup. Petugas harus memakai gaun
khusus (celemek) dan masker yang harus diganti tiap pergantian tugas atau sewaktu-
waktu bila kotor (jangan dari pagi sampai malam hari). Sebaiknya penunggu pasien juga
harus memakai celemek tersebut untuk mencegah penularan ke luar ruangan. Harus
disediakan perlengkapan cuci tangan: desinfektan, sabun, lap, atau handuk yang selallu
kering (bila ada tisu) air bersih jika ada kran juuga tempat untuk merendam alat makan
yang diisi dengan desinfektan.
d) Risiko terjadi komplikasi obstruksi jalan napas, miokarditis, pneumonia.
Pasien difteri walaupun penyakitnya ringan perlu dirawat di rumah sakit karena potensial
terjadi komplikasi yang membahayakan jiwanya yang disebabkan adanya
pseudomembran dan eksotosin yang dikeluarkan oleh basil difteri tersebut.
õ Sumbatan jalan napas.
Kelainan ini terjadi karena adanya edema pada laring dan trakea serta adanya
pseudomembran. Gejala sumbatan adalah suara serak dan stridor inspiratoir. Bila makin
berat terjadi sesak napas, sianosis, tampak retraksi otot, kedengaran stridor:
a. Berikan O2
b. Baringkan setengah duduk
c. Hubungi dokter.
d. Pasang infus (bila belum dipasang)
F. Komplikasi Difteri

Racun difteri bisa menyebabkan kerusakan pada jantung, sistem saraf, ginjal ataupun
organ lainnya:
1) Infeksi tumpangan oleh kuman lain
Infeksi ini dapat disebabkan oleh kuman streptokokus dan staphilokokus. Panas tinggi
terutama didapatkan pada penderita difteri dengan infeksi tumpangan dengan kuman
streptokokus.
2) Obstruksi jalan napas akibat membran atau oedem jalan nafas
Obstruksi ini dapat terjadi akibat membaran atau oedem jalan nafas. Obstruksi jalan nafas
dengan sengaja akibatnya, bronkopneumoni dan atelektasis.
3) Sistemik
 Miokarditis
Sering timbul akibat komplikasi difteri berat tetapi juga dapat terjadi pada bentuk ringan.
Komplikasi terhadap jantung pada anak diperkirakan 10-20%. Faktor yang
mempengaruhi terhadap niokarditis adalah virulensi kuman. Virulensi makin tinggi
komplikasi jantung. Miokarditis dapat terjadi cepat pada minggu pertama atau lambat
pada minggu keenam
 Neuritis
Terjadi 5-10% pada penderita difteri yang biasanya merupakan komplikasi dari difteri
berat. Manifestasi klinik ditandai dengan:
§ Timbul setelah masa laten
§ Lesi biasanya bilateral dimana motorik kena lebih dominan dari pada sensorik
§ Biasanya sembuh sempurna.
G. Pencegahan Difteri
Cara terbaik mencegah difteri adalah dengan vaksin. Di Indonesia, vaksin difteri biasanya
diberikan lewat imunisasi DPT (Difteri, Tetanus, Pertusis), sebanyak lima kali semenjak bayi
berusia 2 bulan. Anak harus mendapat vaksinasi DTP lima kali pada usia 2 bulan, 3 bulan, 4
bulan, 18 bulan, dan usia 4-6 tahun. Untuk anak usia di atas 7 tahun diberikan vaksinasi Td
atau Tdap. Vaksin Td/Tdap akan melindungi terhadap tetanus, difteri, dan pertusis harus
diulang setiap 10 tahun sekali. Ini juga termasuk untuk orang dewasa.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DIFTERI
A. Pengkajian
1. Biodata
a) Umur :Biasanya terjadi pada anak-anak umur 2-10 tahun dan jarang
a. ditemukan pada bayi berumur dibawah 6 bulan dari pada orang dewasa diatas 15
tahun
b) Suku bangsa : Dapat terjadi diseluruh dunia terutama di negara-negara miskin
c) Tempat tinggal : Biasanya terjadi pada penduduk di tempat-tempat pemukiman
yang rapat-rapat, higine dan sanitasi jelek dan fasilitas kesehatan
yang kurang
2. Keluhan Utama

Klien marasakan demam yang tidak terlalau tinggi, lesu, pucat, sakit kepala, anoreksia,
lemah

3. Riwayat Kesehatan Sekarang

Klien mengalami demam yang tidak terlalu tinggi, lesu, pucat, sakit kepala, anoreksia

4. Riwayat Kesehatan Dahulu

Klien mengalami peradangan kronis pada tonsil, sinus, faring, laring, dan saluran nafas
atas dan mengalami pilek dengan sekret bercampur darah

5. Riwayat Penyakit Keluarga

Adanya keluarga yang mengalami difteri

B. Pola Fungsi Kesehatan


1. Pola nutrisi dan metabolism
Jumlah asupan nutrisi kurang disebabkan oleh anoraksia
2. Pola aktivitas
Klien mengalami gangguan aktivitas karena malaise dan demam
3. Pola istirahat dan tidur
Klien mengalami sesak nafas sehingga mengganggu istirahat dan tidur
4. Pola eliminasi
Klien mengalami penurunan jumlah urin dan feses karena jumlah asupan nutrisi kurang
disebabkan oleh anoreksia

C. Diagnosa keperawatan
 Pola nafas tidak efektif b/d sesak nafas
 Defisit nutrisi b/d intake nutrisi yang kurang
D. Intervensi

NO DX TUJUAN INTERVENSI RASIONAL


1 I Setelah dilakukan 1. Observasi tanda – 1. untuk mengetahui
tindakan keperawatan tanda vital. keadaan umum pasien.
tentang Oxygen theraphy2. Posisikan pasien 2.Agar pasien merasa lebih
selama 1X24 jam semi fowler. nyaman
diharapkan pola nafas 3. Anjurkan pasien 3.Agar sesak tidak
pasien kembali normal. agar tidak terlalu bertambah.
Kriteria hasil : banyak bergerak. 4.Mempertahankan
a. Frekuensi pernafasan 4. Kolaborasi dengan kebutuhan oksigen yang
dbn tim medis dalam maksimal bagi pasien
b. Irama nafas sesuai pemberian terapi
dengan yang diharapkan. Oxygen
c. Pengeluaran sputum
pada jalan nafas
d. Tidak ada suara nafas
tambahan
e. Bernafas mudah
f. Tidak ada dyspnea

Setelah dilakukan 1. Untuk mengetahui


tindakan keperawatan pemasukan atau intake
selama 1x24 jam nutrisi makanan.
klien dapat terpenuhi. 2. Makanan dalam porsi
2 II Kriteria hasil : 1. Monitor intake kecil mudah dikonsumsi oleh
a. Klien dapat mengetahui kalori dan kualitas klien dan mencegah
tentang penyakit yang konsumsi makanan. terjadinya anoreksia.
dideritanya. 2. Berikan porsi 3. Meningkatkan intake
b. Adanya minat dan kecil dan makanan makanan.
selera makan. lunak/lembek.
c. Porsi makan sesuai 3. Berikan makan 4. Mengetahui kurangnya
kebutuhan sesuai dengan selera. BB dan efektifitas nutrisi
d. BB meningkat. 4. Timbang BB yang diberikan.
tiap hari
BAB IV
A. Kesimpulan
Difteri sangat rentang pada usia bayi dan anak. Seperti yang sudah di
jelaskan pada makalah ini.penularan penyakit ini diakibatkan oleh infeksi bakteri
corynebacterium diphtheriae, yaitu

Anda mungkin juga menyukai