Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN DIFTERI

Makalah ini di buat untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah 1

Dosen Pengampu : Fakhriatul Falah, S.Kep.,Ns.,M.Kep

Di Susun Oleh

Mohamad Sodiqin R Puasa 751440121106

Magfira Putri Lakoro 751440121103

Kasma Abdullah 751440121101

Kelas : II C Keperawatan

Kelompok 9

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

JURUSAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMEBKKES GORONTALO


2022

A. Definisi
Difteri adalah penyakit yang diakibatkan oleh serangan bakteri yang bersumber dari
Corynebacterium Diphtheriae. Difteri merupakan penyakit yang mengerikan dimana telah
menyebabkan ribuan kematian, dan masih mewabah di daerah-daerah dunia yang belum
berkembang. Orang yang selamat dari penyakit ini menderita kelumpuhan otot-otot
tertentu dan kerusakan permanen pada jantung dan ginjal. Anak-anak yang berumur satu
sampai sepuluh tahun sangat peka terhadap penyakit ini.
Penyakit difteri didefinisikan sebagai penyakit yang menyerang saluran pernafasan
terutama pada bagian laring, amandel, atau tonsil, dan tenggorokan. Ketika saluran
pernafasan terinfeksi oleh virus ini, membran atau lapisan lengket yang berwarna abu-abu
akan berkembang di area tenggorokan sehingga menyebabkan batuk disertai sesak nafas
akut yang akan berujung kepada kematian. Kemudian ada juga resiko langsung berupa
kerusakan jantung dan syaraf (neuro-damage). Bakteri induk Difteri ini juga
menghasilkan racun yang berbahaya jika menyebar ke bagian tubuh yang lain.
B. Etiologi
Penyebab penyakit difteri adalah jenis bakteri yang diberi nama Cornyebacterium
Diphteriae. Bakteri ini bersifat polimorf, tidak bergerak dan tidak membentuk spora,
aerobik dan dapat memproduksi eksotoksin (Sudoyo, 2009). Uji schick merupakan
pemeriksaan untuk mengetahui apakah seseorang telah memiliki antitoksin (Mansjoer,
Suprohaita, Wardhani, & Setiowulan, 2007).
Terdapat tiga jenis basil, yaitu bentuk gravis, mitis, dan intermedius. Basil dapat
membentuk (Mansjoer et al., 2007) :
1. Pseudomembrane yang sulit diangkat, mudah berdarah, dan berwarna putih keabu-
abuan yang meliputi daerah yang terkena; terdiri dari fibrin, leukosit, jaringan
nekrotik, dan basil
2. Eksotoksin yang sangat ganas dan dapat meracuni jaringan setelah beberapa jam
diabsorbsi dan memberikan gambaran perubahan jaringan yang khas terutama pada
otot jantung, ginjal, dan jaringan saraf. Minimum Lethal Dose (MLD) toksin ini
adalah 0,02 ml.

Klasifikasi difteri secara klinis menurut lokasinya (Sudoyo, 2009):


1. Difteri nasal anterior
2. Difteri nasal posterior
3. Difteri fausial (farinks)
4. Difteri laryngeal
5. Difteri konjungtiva
6. Difteri kulit
7. Difteri vulva/vagina

Klasifikasi difteri secara klinis menurut lokasinya (Sudoyo, 2009):


1. Infeksi ringan, jika pseudomembrane hanya terdapat pada mukosa hidung dengan
gejala hanya pilek dan nyeri waktu menelan.
2. Infeksi sedang, jika pseudomembrane telah menyerang sampai faring dan laring
sehingga keadaan pasien terlihat lesu dan agak sesak.
3. Infeksi berat, jika terjadi sumbatan nafas yang berat dan adanya gejala-gejala yang
ditimbulkan oleh eksotoksin seperti miokarditis, paralisis, dan nefritis.
C. Patofisiologi
Kuman masuk melalui mukosa/kulit, melekat serta berbiak pada permukaan mukosa
saluran nafas bagian atas dan mulai memproduksi toksin yang merembes ke sekeliling
serta selanjutnya menyebar ke seluruh tubuh melalui pembuluh limfe dan darah. Setelah
melalui masa inkubasi selama 2-4 hari kuman difteri membentuk racun atau toksin yang
mengakibatkan timbulnya panas dan sakit tenggorokan. Kemudian berlanjut dengan
terbentuknya selaput putih di tenggorokan akan menimbulkan gagal nafas, kerusakan
jantung dan saraf. Difteri ini akan berlanjut pada kerusakan kelenjar limfe, selaput putih
mata, vagina. Komplikasi lain adalah kerusakan otot jantung dan ginjal (Sudoyo, 2009).
D. Tanda dan gejala
Gejala diphtheria (Sudoyo, 2009):
1. Demam, suhu tubuh meningkat sampai 38o Celcius
2. Batuk dan pilek yang ringan
3. Sakit dan pembengkakan pada tenggorokan
4. Mual, muntah , sakit kepala
5. Adanya pembentukan selaput di tenggorokan berwarna putih ke abu abuan kotor
6. Rinorea, berlendir kadang-kadang bercampur darah

Keluhan serta gejala lain tergantung pada lokasi penyakit diphtheria (Sudoyo, 2009) :
1. Diphtheria Hidung Pada permulaan mirip common cold, yaitu pilek ringan tanpa atau
disertai gejala sistemik ringan. Sekret hidung berangsur menjadi serosanguinous dan
kemudian mukopurulen mengadakan lecet pada nares dan bibir atas. Pada
pemeriksaan tampak membran putih pada daerah septum nasi.
2. Diphtheria Tonsil-Faring Gejala anoroksia, malaise, demam ringan, nyeri menelan.
dalam 1-2 hari timbul membran yang melekat, berwarna putih-kelabu dapat menutup
tonsil dan dinding faring, meluas ke uvula dan palatum molle atau ke distal ke laring
dan trachea.
3. Diphtheria Laring Pada diphtheria laring primer gejala toksik kurang nyata, tetapi
lebih berupa gejala obstruksi saluran nafas atas.
4. Diphtheria Kulit, Konjungtiva, Telinga Diphtheria kulit berupa tukak di kulit, tepi
jelas dan terdapat membran pada dasarnya. Kelainan cenderung menahun. Diphtheria
pada mata dengan lesi pada konjungtiva berupa kemerahan, edema dan membran pada
konjungtiva palpebra. Pada telinga berupa otitis eksterna dengan sekret purulen dan
berbau.
E. Tes diagnostik
Kriteria konfirmasi laboratorium difteri adalah kultur atau PCR positif. Untuk
mengetahui toksigenisitas difteri, dilakukan pemeriksaan tes Elek. Pengambilan sampel
kultur dilakukan pada hari ke-1, ke-2, dan ke-7. Media yang digunakan saat ini adalah
Amies dan Stewart, dahulu Loeffler atau telurit. Keberhasilan kultur hidung tenggorok di
indonesia kurang dari 10%, sehingga diupayakan untuk menggunakan PCR untuk
diagnosis pasti. Sampel diambil dari jaringan di bawah atau sekitar pseudomembran.
Pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop atau pewarnaan Gram/Albert tidak
dapat dipercaya karena di rongga mulut banyak terdapat bakteri berbentuk mirip C.
diphtheriae (difteroid).
F. Penatalaksanaan
1. Antitoksin
Anti Diphtheria Serum (ADS) Antitoksin diberikan segera setelah ditegakkan
diagnosis difteri. Dengan pemberian antitoksin pada hari pertama, angka kematian
pada penderita kurang dari 1%, namun dengan penundaan lebih dari hari ke-6, angka
kematian ini bisa meningkat sampai 30%.
2. Antibiotik
Antibiotik diberikan untuk membunuh bakteri dan menghentikan produksi toksin.
Penisilin prokain 25.000 - 50.000 U/kgBB/hari (maksimum 1,2 juta U/hari) diberikan
secara intramuskular (IM) selama 14 hari. Bila terdapat riwayat hipersensitivitas
penisilin diberikan eritromisin 40 mg/kgBB/hari (maksimum 2 g/hari) dibagi 4 dosis,
interval 6 jam selama 14 hari.

3. Kortikosteroid
Kortikosteroid diberikan untuk kasus difteri yang disertai dengan gejala obstruksi
saluran napas bagian atas (dapat disertai atau tidak bullneck) dan bila terdapat
penyulit miokarditis. Prednison 2 mg/kgBB/hari selama 2 minggu kemudian
diturunkan bertahap.
G. Askep
1. Kasus
Seorang anak perempuan usia 6 tahun dirujuk dari Rumah Sakit Umum Daerah
(RSUD). Pasien demam dan batuk sejak tiga hari sebelumnya, pasien mengeluh sulit
menelan, batuk sebelum dan setelah makan sehingga tersedak. Porsi makanan tidak
habis dan pasien sering menolak untuk makan. Setelah dilakukan pemeriksaan
ditemukan ada pembengkakan pada leher
H. Program pemerintah dalam penanggulangan penyakit endemis difteri
Difteri merupakan jenis penyakit menular tertentu yang dapat menimbulkan
KLB/Wabah seperti tercantum dalam Permenkes 1501 tahun 2010. Kegiatan
penanggulangan KLB Difteri dilakukan dengan melibatkan program-program terkait
yaitu surveilans epidemiologi, program imunisasi, klinisi, laboratorium dan program
kesehatan lainnya serta lintas sektor terkait. Langkah-langkah penanggulangandifteri :
1. Setiap suspek Difteri dilakukan penyelidikan epidemiologi (PE) dan mencari kasus
tambahan dan kontak.
2. Dilakukan rujukan segera kasus Difteri ke Rumah Sakit untuk mendapatkan
pengobatan dan perawatan.
3. Pemberian profilaksis pada kontak dan karier.
4. Melaksanakan Outbreak Response Immunization (ORI) sesegera mungkin di lokasi
yang terjadi KLB Difteri dengan sasaran sesuai dengan kajian epidemiologi sebanyak
tiga putaran dengan interval waktu 0-1-6 bulan tanpa memandang status imunisasi.
5. Meningkatkan dan mempertahankan cakupan imunisasi rutin Difteri (baik imunisasi
dasar maupun lanjutan) agar mencapai minimal 95%.
6. Edukasi mengenai difteri, berupa penegakkan diagnosis, tatalaksana, dan pencegahan
kepada tenaga kesehatan dan pemerintah daerah, serta bekerjasama dengan media
masa untuk melakukan edukasi pada masyarakat mengenai difteri.
7. Edukasi kepada masyarakat untuk segera ke pelayanan kesehatan bila ada tanda dan
gejala nyeri tenggorok, serta menggunakan masker termasuk di tempat umum bila
mengalami tanda dan gejala infeksi saluran pernafasan.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN.P DENGAN DIFTERI

A. Pengkajian
1. Identitas
Nama : An. P
Umur : 6 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : jln kutai, Kel.Tamalate, Kota Timur
Status : Belum menikah
Agama : Islam
Suku : Gorontalo
Pendidikan : 1 SD
Diagnosa Medis : Difteri

2. Penanggung jawab
Nama : Tn. I.L
Umur : 40 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Wiraswasta
Hubungan dengan klien : Sebagai Ayah
B. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama : Demam dan batuk sejak 3 hari Pasien mengeluh sulit
menelan Pasien sering menolak untuk makan dan ada pembengkakan pada
leher
2. Keluhan Menyertai : -
3. Riwayat kesehatan keluarga
Genogram

= Laki-lak

= Perempuan

= Tinggal Serumah
= Klien

= Meninggal Dunia

Pemeriksaan Fisik
a. Tanda-tanda Vital
Nadi
: meningkat
Respirasi rate : meningkat
Suhu
S: ≤ 38,5°C
N:125×/m
Rr:20 ×/m
b. Inspeksi :
Lidah kotor, anoreksia, ditemukan
Pseudomembran
c. Palpasi: Terdapat pembengkakan pada leher (massa 1)
d. Auskultasi :
Napas cepat dan dangkal
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan terhadap apus
tenggorokan dan uji schick di
laboratorium.
b. Untuk melihat kelainan jantung, bisa
dilakukan pemeriksaan EKG.
Analisis Data

No Data Diagnosa

1. Ds: Klien mengatakan demam Dx: Hipertermi

Do: Klien tampak merah dengan Ttv


S: 38,5 °c
N: 125 ×/m
Rr: 20 x/m
2 Ds: -Klien mengatakan sulit menelan Dx: Gangguan Menelan
Klien mengatakan sering
tersedak saat makan

Do: - Reflek menelan masih lemah


Klien tampak masih tersedak saat
makan
No Diagnosa Hari/tgl Jam Implementasi Evaluasi
Keperawatan
1. Hipertermi Minggu, 08:10  Melakukan S:klien
14/08/2022 pemeriksaan mengatakan
ttv pada pasien masih demam
Hasil: O: suhu tubuh
S:38,5 °c masih sama
N: 125 ×/m s:38,5°c
Rr: 20 ×/m A:masalah
 Melakuka belum teratasi
pengompresan P:intervensi dan
hangat pada implementasi
dahi dilanjutkan
Hasil: pasien
Senin, 09:00 tampak lebih baik
15/08/2022 S:klien
 Mengukur
mengatakan
suhu tubuh
demam mulai
Hasil:
S: 37,2 °c berkurang
O: Suhu tubuh
pasien menurun
s:37,2°c
A:masalah
teratasi
P: intervensi
dan
implementasi di
lanjutkan

2. Gangguan Minggu,14 08:15  Melakukan S:klien


menelan Agustus pemeriksaan mengatakan
2022 fisik pada masih sulit
leher di menelan
temukan A: Masalah
adanya belum teratasi
pembengkakak P: Intervensi
n1 dan
Hasi: implementasi di
-Di temukan lanjutkan
massa 1
- pasien masih
sulit menelan
- pasien makan
hanya 4-5
Senin,15/08/2022
sendok
S:klien
 Melakukan
mengatakan sdh
palpasi pada
bisa menelan
bagian leher
O:
Hasil:
pembengkakan
-
berkurang
pembengkakan
A: masalah
berkurang teratasi
Pasien sdh P: Intervensi
bisa menelan dan
Pasien bisa implementasi d
menghabiskan hentikan
porsi makanan

No Hari/tgl Diagnosa Ujuan dan kriteria hasil Intervensi Keperawatan


Jam Keperawatan

1. Minggu,14/08/202 Hipertermi  Setelah  Memonior Ttv klien


2 dilakukan  Menyeimbangkan
10:10 Intervensi 1×24 kebutuhan cairan klien
jam  Menurunkan suhu dengan
Suhu badan teknik non famakologis
klien menurun  Meminimalisir jumlah
– kegiatan klien
38,5-37,2 °c yg  Membantu terkenal suhu
ditandai dengan tubuh klien
 Bibir lembab  Antipiretik berguna
Senin,15/08/2022
14:15  Kulit merah menurunkan panas
tidak ada
2. Minggu, Gangguan  Setelah  Memantau tingkat
14/08/2022 menelan dilakukan kemampuan menelan
09:00 intervensi 1×24  Menyuapkan.makanan
jam dlm jumlah yg kecil
 Klien tampak  Lunakan makanan
sudah bisa sebelum memberikan
menalan pada klien

Anda mungkin juga menyukai