Anda di halaman 1dari 6

DIFTERI

1. Pengertian

Difteri toksoid adalah toksin dari corynobakterium diptateriae yang toksitasnya


sudah dilemahkan toksoid ini sebagai antigen untuk meningkatkan anti bodi (kekebalan
tubuh) terhadap penyakit difteri disebut pula antibody humoral.
Corynebacterium diphtheriae adalah bakteri patogen yang menyebabkan difteri.
Difteri adalah suatu penyakit infeksi mudah menular dan menyerang saluran napas
bagian atas berupa pseudo membrane dan ekso toksin penularan melalui udara dan makanan
Terdapat 3 jenis basil yaitu gravis, mitis, dan intermedius. Basil dapat
membentuk :Pseudomembran yang sukar diangkat, mudah berdarah dan berwarna putih
keabu-abuan meliputi daerah yang terkena terdiri dari fibrin, leukosit, jaringan nekotik dan
basil.Eksotoksin yang snagat gnas dan dapat meracuni jaringan setelah beberapa jam
diabsorbsi dan memberikan gambaran perubahan jaringan yang khas teritama pada otot
jantung, ginjal dan jaringan saraf. Minuman Lethal dosea (MLD) toksin ini ialah 0,02 me
Bakteri ini dikenal juga sebagai basillus Klebs-Löffler karena ditemukan pada 1884 oleh
bakteriolog Jerman, Edwin Klebs (1834-1912) dan Friedrich Löffler (1852-1915). C.
diphtheriae adalah makhluk anaerobik fakultatif dan Gram positif, ditandai dengan tidak
berkapsul, tidak berspora, tak bergerak, dan berbentuk batang 1 hingga 8 µm dan lebar 0,3
hingga 0,8 µm. Pada kultur, kelompok bakteri ini akan berhubungan satu sama lain dan
membentuk seperti huruf Tionghoa. Gejala utama dari penyakit difteri yaitu adanya
bentukan pseudomembran yang merupakan hasil kerja dari kuman ini. Pseudomembran
sendiri merupakan lapisan tipis berwarna putih keabu abuan yang timbul terutama di daerah
mukosa hidung, mulut sampai tenggorokan. Disamping menghasilkan pseudomembran,
kuman ini juga menghasilkan sebuah racun yang disebut eksotoxin yang sangat berbahaya
karena menyerang otot jantung, ginjal dan jaringan syaraf. Bakteri gram-positif adalah
bakteri yang mempertahankan zat warna metil ungu sewaktu proses pewarnaan Gram.
Bakteri jenis ini akan berwarna biru atau ungu di bawah mikroskop, sedangkan bakteri
gram-negatif akan berwarna merah atau merah muda. Perbedaan klasifikasi antara kedua
jenis bakteri ini terutama didasarkan pada perbedaan struktur dinding sel bakteri.
Banyak strain C. diphtheriae yang memproduksi racun difteri, sebuah eksotoksin protein,
dengan berat molekul 62 kilodalton. Ketidakaktifan racun dengan serum antiracun
merupakan dasar dalam vaksinasi antidifteri. Tdiak semua strain berbahaya. Produksi racun
akan terjadi bila bakteri dinfeksi oleh sebuah bakteriofaga.
Terdapat tiga subspesies yang dikenal yakni: C. diphtheriae mitis, C. diphtheriae
intermedius, dan C. diphtheriae gravis. Ketiganya berbeda pada kemampuan untuk
mengolah zat gizi tertentu. Semuanya dapat menjadi berbahaya yang menyebabkan difteri
atau tidak berbahaya sama sekali pada manusia.
Bakteri ini peka pada sebagian besar antibiotika, seperti penisilin, ampisilin, sefalosporin,
kuinolon, kloramfenikol, tetrasiklin, sefuroksim dan trimetrofim
· .
Bentuk dari corynebacterioum ini seperti palu (mengalami pembesaran pada salah satu
ujung) diameter 0,1-1 mm dan panjang beberapa mm. basil ini hanya timbul pada medium
tertentu yaitu : medium loffler, medium telluritye, ferment glucose. Pada medium loffler ;
bakteri tumbuh dengan cepat membentuk koloni-koloni berwarna abu-abu.

Apda medium tellurite basil ini tumbuh lebih lambat membentuk koloni-koloni,
berwarna abu-abu kehitaman, menurut bentuk besar dan warna koloni yang terbentuk dapat
dibedakan 3 jenis basil.
a. Gravis : koloninya besar, kasar irregular, berwarna abu-abu dan tidak menimbulkan
hemolisis entrosit.
b. Mitis : koloninya kecil, halus, warna hutan konveks dan dapat menimbulkan hemolisis
entrosit.
c. Intermediate : koloninya kecil, halus, punya bentuk hitam ditengahnya dan dapat
menimbulkan hemolisis eritrosit.

Vaksin adalah suatu obat yang diberikan untuk membantu mencegah suatu penyakit. Vaksin
membantu tubuh untuk menghasilkan antibodi. Antibodi ini berfungsi melindungi terhadap
penyakit. Vaksin tidak hanya menjaga agar anak tetap sehat, tetapi juga membantu
membasmi penyakit yang serius yang timbul pada masa kanak-kanak. Vaksin secara umum
cukup aman. Keuntungan perlindungan yang diberikan vaksin jauh lebih besar daripada efek
samping yang mungkin timbul. Dengan adanya vaksin maka banyak penyakit masa kanak-
kanak yang serius, yang sekarang ini sudah jarang ditemukan.

2. GEJALA PENYAKIT :

Setelah terinfeksi bacteri ini 1-4 hari gejala mulai timbul. Diawali dengan myeri tenggorokan
yang ringan dan nyeri ketika menelan. selanjutnya si penderita (anak) mengalami demam
ringan,denyut jantung cepat,di sertai muntah,menggigil dan sakit kepala.
Hal ini mungkin di karenakan telah terjadi pembengkakan kelenjar getah bening di leher. Jika
bacteri menyerang sampai ke hidung,hidung akan mengalami rhinorhea (meler) biasanya
hanya satu dari sakah satu lubang hidungnya.Peradangan ini bisa menyebar dari tenggorokan
ke pita suara (laring) dan menyebabkan pembengkakan tenggorokan sehingga saluran udara
menyempit dan terjadi gangguan pernafasan.
Bacteri dapat membentuk suatu pseudomembran ( lapisan selaput yang terdiri dari sel darah
putih yang mati dan bahan lainya ) di dekat amandel dan pada bagian tenggorokan yang lain.
Pseudomembran ini tidak mudah pecah,robek dan berwarna abu-abu.Pseudomembran jika di
lepaskan secara paksa,maka lapisan lendir di bawahnya akan berdarah atau terluka.
Pseudomembran dapat menyebabkan penyempitan saluran udara dan menyumbat saluran
udara sehingga penderita difteri mengalami apneu ( sesak napas ) dan kulit terlihat pucat dan
berwarna biru hal ini di akibatkan pasokan oksigen dalam tubuh kurang.Pada hari ke 10-
14,bacteri difteri melepaskan toksin melalui peredaran darah dan bisa menyebabkan
kerusakan jaringan di seluruh tubuh termasuk saraf dan jantung,sehingga Badan terasa lemah
tidak bisa di gerakkan ( terutama lengan dan tungkai ),denyut jantung cepat, ,kesulitan
menelan pada tenggorokan ( toksin menyerang saraf tenggorokan )akan tetapi hal ini bisa
berlangsung dari minggu pertama hingga ke 6.

3. KOMPLIKASI

Racun difteri bisa menyebabkan kerusakan pada jantung,ginjal,system saraf ataupun organ
lainnya :
a. Myokarditis (peradangan dinding otot jantung ) bisa menyebabkan gagal jantung.
b. Kelumpuhan saraf atau neuritis perifer menyebabkan gerakan menjadi tidak
terkoordinasi
c. Dapat menyebabkan kelumpuhan jika terjadi kerusakan saraf yang berat
d. Kerusakan ginjal.
4. DIAGNOSIS :
Pengujian secara fisik boleh mengungkapkan karakteristik selaput ( pseudomembrane) di
(dalam) kerongkongan, memperbesar kelenjar getah bening, dan bengkak menyangkut
pangkal tenggorokan atau leher. Jika dipteri dicurigai, perawatan harus dimulai dengan
seketika,
Test yang digunakan untuk mendeteksi penyakit Difteri boleh meliputi:
a. gram Noda kultur kerongkongan atau selaput untuk mengidentifikasi
Corynebacterium diphtheriae.
b. Untuk melihat ada tidaknya myocarditis (peradangan dinding otot jantung) dapat di
lakuka dengan electrocardiogram (ECG).

5. PENGOBATAN ( TREATMENT ) :

Pengobatan terhadap pasien dipteri.dapat menggunakan obat Penolak dipteri (antitoksin


corynebacterium ) bisa diberi sebagai suatu intramuscular atau suntikan kedalam pembuluh
darah secepat hasil diagnosa dicurigai. Infeksi/Peradangan kemudian adalah bermufakat
dengan zat pembunuh kuman, seperti penisilin atau erythromycin.
Orang-Orang dengan dipteri boleh memerlukan opname untuk perawatan yang yang
mendukung dan sepanjang administrasi penolak bisa. Penyisipan dari suatu endotracheal
tabung dan/atau kepindahan menyangkut selaput halangan mungkin (adalah) diperlukan jika
trayek udara penghalang ada. Cairan kedalam pembuluh darah, oksigen, tempat tidur/alas
istirahat, dan berhubungan dengan jantung yang monitoring ( dalam kaitan dengan
kemungkinan myocarditis) pada umumnya ditandai.Suntikan serum tambahan atau
Pengebalan/Imuniasi untuk semua kontak menyangkut orang yang terkena infeksi/tersebar,
mencakup pelayanan kesehatan personil, harus diberi. Individu menemukan untuk;menjadi
pengangkut dipteri diperlakukan dengan zat pembunuh kuman juga.
Imunitas bersifat melindungi bertahan/berlangsung hanya 10 tahun dari waktu vaksinasi,
maka adalah penting bagi orang dewasa untuk mendapat/kan suatu pendorong tetanus-
diphtheria ( Td) vaksin tiap-tiap 10 tahun.HARAPAN :
Angka kematian adalah 10%. Kesembuhan dari penyakit lambat; oleh karena itu, aktivitas
harus dilanjutkan pelan-pelan.dan anak harus banyak istirahat tidak boleh banyak gerak
karena bisa melukai jantung yang meradang.
6. PENCEGAHAN :

Dalam pencegahan difteri ini dapat dilakukan dengan melakukan imunisasi rutin pada anak-
anak (DPT) dan Booster setelah dewasa (DT).Dan semua orang yang berhubungan dengan
penderita difteri termasuk perawat atau pegawai rumah sakit harus menjalani apus
tenggorokan.Dan di berikan antibiotic selama 7 hari.
Jika belum pernah mendapatkan vaksinasi atau belum mendapatkan booster dalam 5 tahun
terakhir, maka diberikan dosis vaksinasi atau dosis booster.Seorang karier (hasil biakan
positif, tetapi tidak menunjukkan gejala) dapat menularkan difteri, karena itu diberikan
antibiotik dan dilakukan pembiakan ulang pada apus tenggorokannya. Kekebalan hanya
diiperoleh selama 10 tahun setelah mendapatkan imunisasi, karena itu orang dewasa
sebaiknya menjalani vaksinasi booster setiap 10 tahun.

Vaksin DT adalah vaksin yang mengandung toksoid Difteri dan Tetanus yang telah
dimurnikan yang teradsorbsi ke dalam 3 mg/ml aluminium fosfat. Thimerosal 0,1 mg/ml
digunakan sebagai pengawet. Potensi komponen vaksin per dosis sedikitnya 30 IU
(International Unit) untuk potensi toksoid Difteri dan sedikitnya 40 IU untuk potensi toksoid
Tetanus.

7. Indikasi

Untuk Imunisasi secara simultan terhadap difteri dan tetanus


Komposisi
Tiap ml mengandung : Toksoid difteri yang dimurnikan 40 Lf.Toksoid tetanus yang
dimurnikan 15 Lf.Aluminium fosfat 3 mgThimerosal 0,1 mg
Dosis dan Cara Pemberian
Vaksin harus dikocok dulu sebelum digunakan untuk menghomogenkan suspensi. Vaksin
harus disuntikkan secara intramuskuler atau subkutan yang dalam. Jarum suntik dan syringe
yang steril harus digunakan pada setiap penyuntikkan. Vaksin DT dianjurkan untuk anak
usia di bawah 8 tahun.
Untuk individu usia 8 tahun atau lebih dianjurkan imunisasi dengan vaksin jerap Td.
Vaksin DT lebih dianjurkan untuk diberikan pada usia anak-anak daripada vaksin DTP jika
terjadi kontraindikasi terhadap komponen pertussis. Untuk anak-anak sedikitnya 3 kali
penyuntikan secara intramuskuler dengan dosis 0,5 ml dengan interval 4 minggu. Vaksin
DT dapat diberikan secara bersamaan dengan vaksin BCG, Campak, Rubella, Mumps, Polio
(OPV dan IPV), Hepatitis B, Hib. dan Yellow Fever.

Vaksin DTP Deskripsi


DPT
Merupakan vbaksin untuk penyakit difteri, peruses dan tetanus, diberikan sebanyak 6 kali
yaitu pada saat si kecil berusia 2,4, 6, 18 bulan serta 5 dan 12 tahun.

Vaksin Jerap DTP adalah vaksin yang terdiri dari toksoid difteri dan tetanus yang
dimurnikan, serta bakteri pertusis yang telah diinaktivasi yang teradsorbsi ke dalam 3 mg /
ml Aluminium fosfat. Thimerosal 0,1 mg/ml digunakan sebagai pengawet. Potensi vaksin
per dosis tunggal sedikitnya 4 IU pertussis, 30 IU difteri dan 60 IU tetanus.

Komposisi
Tiap ml mengandung : Toksoid difteri yang dimurnikan 40 LfToksoid tetanus yang
dimurnikan 15 LfB, pertussis yang diinaktivasi 24 OUAluminium fosfat 3 mgThimerosal
0,1 mg

Dosis dan Cara Pemberian


Vaksin harus dikocok dulu untuk menghomogenkan suspensi. Vaksin harus disuntikkan
secara intramuskuler atau secara subkutan yang dalam. Bagian anterolateral paha atas
merupakan bagian yang direkomendasikan untuk tempat penyuntikkan. (Penyuntikan di
bagian pantat pada anak-anak tidak direkomendasikan karena dapat mencederai syaraf
pinggul). Tidak boleh disuntikkan pada kulit karena dapat menimbulkan reaksi lokal. Satu
dosis adalah 0,5 ml. Pada setiap penyuntikan harus digunakan jarum suntik dan syringe
yang steril. Di negara-negara dimana pertussis merupakan ancaman bagi bayi muda,
imunisasi DTP harus dimulai sesegera mungkin dengan dosis pertama diberikan pada usia 6
minggu dan 2 dosis berikutnya diberikan dengan interval masing-masing 4 minggu. Vaksin
DTP dapat diberikan secara aman dan efektif pada waktu yang bersamaan dengan vaksinasi
BCG, Campak, Polio (OPV dan IPV), Hepatitis B, Hib. dan vaksin Yellow Fever.

a. Efek Samping.

Terjadinya gejala-gejala yang bersifat sementara seperti lemas, demam, kemerahan pada
tempat suntikan. Kadang-kadang terjadi gejala berat seperti demam tinggi, iritabilitas,
dan meracau yang biasanya terjadi 24 jam setelah imunisasi. Menurut dugaan
komplikasi neurologis yang disebabkan oleh komponen pertusis sangat jarang terjadi,
observasi yang telah dilakukan menunjukkan gejala ini jarang terjadi jika dibandingkan
dengan gejala-gejala lain yang ditimbulkan oleh imunisasi DTP.

b. Kontraindikasi

Terdapat beberapa kontraindikasi yang berkaitan dengan suntikan pertama DTP.


Gejala-gejala keabnormalan otak pada periode bayi baru lahir atau gejala-gejala serius
keabnormalan pada saraf merupakan kontraindikasi dari komponen pertussis.
Imunisasi DTP kedua tidak boleh diberikan kepada anak yang mengalami gejala-gejala
parah pada dosis pertama DTP. Komponen pertussis harus dihindarkan, dan hanya
dengan diberi DT untuk meneruskan imunisasi ini. Untuk individu penderita virus
human immunodefficiency (HIV) baik dengan gejala maupun tanpa gejala harus diberi
imunisasi DTP sesuai dengan standar jadual tertentu.

c. Reaksi yang mungkin terjadi:


1. Reaksi lokal : 1-2 minggu setelah penyuntikan, pada tempat penyuntikan timbul
kemerahan dan benjolan kecil yang teraba keras. Kemudian benjolan ini berubah
menjadi pustula (gelembung berisi nanah), lalu pecah dan membentuk luka terbuka
(ulkus). Luka ini akhirnya sembuh secara spontan dalam waktu 8-12 minggu dengan
meninggalkan jaringan parut.
2. Reaksi regional : pembesaran kelenjar getah bening ketiak atau leher, tanpa disertai
nyeri tekan maupun demam, yang akan menghilang dalam waktu 3-6 bulan.

Komplikasi yang mungkin timbul adalah :


 Pembentukan abses (penimbunan nanah) di tempat penyuntikan karena
penyuntikan yang terlalu dalam. Abses ini akan menghilang secara spontan.
Untuk mempercepat penyembuhan, bila abses telah matang, sebaiknya dilakukan
aspirasi (pengisapan abses dengan menggunakan jarum) dan bukan disayat.
 Limfadenitis supurativa, terjadi jika penyuntikan dilakukan terlalu dalam atau
dosisnya terlalu tinggi. Keadaan ini akan membaik dalam waktu 2-6 bulan.

Anda mungkin juga menyukai