TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1. Pengertian
Difteri adalah salah satu penyakit yang disebabkan oleh bakteri gram
positif Corynebacterium diptheriae strain toksin. Gejala yang di timbulkan ialah sakit
tenggorokan, peradangan dan infeksi pada selaput mukosa faring, laring, tonsil
Difteri adalah penyakit menular yang menyerang pada anak-anak usia 5-7
hidung bahkan pada kulit, selaput lendir, konjuntiva mata dan alat kelamin.
Ditandai dengan radang berbentuk bercak atau selaput abu-abu yang dikelilingi
oleh bakteri C. diphteriae. Gejala lain berupa sakit menelan dan disertai adanya
2.1.2. Patofisiologi
biak pada mukosa saluran nafas, untuk kemudian memproduksi eksotoksin yang
disebut diphtheriatoxin (dt). Toksin yang terbentuk tersebut kemudian dapat diserap
saluran nafas hingga terjadi nekrosis, leukosit akan menginfiltasi daerah nekrosis
6
7
sehingga banyak ditemukan fibrin yang kemudian akan membentuk patchy exudate,
yang masih dapat dilepaskan. Pada keadaan lanjut akan terkumpul fibrous exudate
yang membentuk pseudomembran (membran palsu) dan semakin sulit untuk dilepas
serta mudah berdarah. Umumnya pseudomembran terbentuk pada area tonsil, faring,
laring, bahkan bisa meluas sampai trakhea dan bronkus. Membran palsu dapat
seluruh tubuh, terutama pada jantung dan jaringan saraf yang memiliki banyak
reseptor dt, serta menyebabkan degenerasi dan nekrosis pada jaringan tersebut.
yaitu:
2. Difteri hidung
4. Difteri laring
5. Difteri kulit
Menurut (Karto,2007) Manifestasi klinis difteri ialah ada pada saluran nafas
atas disertai dengan gejala sakit tenggorokan, limfadenitis, disfagia, malaise, sakit
kepala dan demam yang tinggi. Obstruksi saluran nafas bisa terjadi akibat
Tidak semua gejala-gejala klinik ini tampak jelas, maka setiap anak panas
yang sakit waktu menelan harus diperiksa pharynx dan tonsilnya apakah ada
Gejala diawali dengan nyeri tenggorokan ringan dan nyeri menelan. Pada anak tak
jarang diikuti demam, mual, muntah, menggigil dan sakit kepala. Pembengkakan
2.1.5. Pencegahan
Tidak ada upaya yang lebih efektif dalam mencegah terjadinya difteri selain
pemberian imunisasi. Hal ini terbukti baik di dalam maupun di luar negeri. Di
negara maju dengan status gizi dan hygiene yang tinggi, imunisasi tetap diberikan
yang tinggi dan kualitas layanan imunisasi yang baik sangat menentukan
tua tentang bahaya dari difteri dan perlunya imunisasi aktif diberikan
c. Setiap bayi (0-1 tahun) perlu diberi vaksi DTP sebanyak tiga kali yang
dimulai dan diulangi lagi setelah anak berumur 6-7 tahun melalui
(Kuloni, 2013)
Terapi :
difteri maka terapi spesifik dengan antitoksin dan antibiotik harus segera diberikan
penyebaran lebih lanjut. Pasien dengan suspek difteri, harus dilakukan tindakan
pencegahan paling sedikit dengan pemberian antibiotik selama 4 hari atau sampai
Antitoksin Difteri :
menetralisir toksin yang berada dalam sirkulasi sebelum terikat dengan jaringan.
membran hanya terbatas pada nasal atau permukaan saja maka Anti Difteri Serum
(ADS) dapat diberikan 20.000 unit intramuskular, bila sedang maka ADS dapat
diberikan sebesar 60.000 unit intramuskular, sedangkan pada membran yang telah
Antibiotik :
2.2.1 Pengertian
disebabkan penyakit penyakit infeksi, tetapi dapat sebagai akibat reaksi alergi
keluarkan basil miosit. Toksin akan menghambat sintesis protein dan secara
mikroskopis akan di dapatkan mosit dengan infiltras lemak, serat oto mengalami
2.2.2 Patofisiologi
dapat disebabkan oleh infeksi (virus, bakteri, protozoa), ataupun agen noninfeksi
12
bermigrasi ke otot jantung melalui jalur hematogen atau limfogen. Virus dapat
masuk ke dalam sel target melalui reseptor spesifik atau melalui kompleks
Selain itu, proliferasi virus dan interaksi virus dengan sistem imun akan
menyebabkan kerusakan indirek pada miosit (Sagar S, Liu PP, & Cooper LT Jr,
2011)
Setelah virus masuk ke miosit, tubuh berespon melalui sistem imun bawaan
dan adaptif. Sistem imun bawaan berespons langsung terhadap patogen yang telah
eosinofil, dan sel natural killer. Sistem imun adaptif terdiri dari sel limfosit T dan
sebagai penentu luaran klinis pasien. Respon imun perlu diaktivasi untuk melawan
infeksi, namun perlu dimodulasi sehingga tidak terjadi kerusakan jaringan yang
sitokin seperti TNF alfa dan interleukin 1 beta dapat menginduksi hipertrofi
13
Apabila beberapa kondisi seperti nyeri dada atau sesak napas terjadi,
mungkin ini merupakan gejala ringan. Indikasi umum yang mungkin terjadi pada
3. Sesak napas
1. Sakit kepala
3. Demam
4. Sakit tenggorokan
5. Diare
1. Demam
2. Pingsan
3. Kesulitan bernapas
2.2.4 Penyebab
virus seperti cocksakie virus, difteri, campak, influenza, poliomyelitis, dan berbagai
macam bakteri, rikettsia, jamur, dan parasit. Miokarditis dapat menyerang semua
Selain virus, agen infeksi lain yang dapat menyebabkan miokarditis adalah
bakteri, protozoa, fungi, dan parasit. Agen noninfeksius yang dapat menyebabkan
2.2.5 Diagnosis
kerusakan fatal. Ada beberapa tes yang mungkin harus dilakukan untuk
2. Ekokardiografi (echo)
3. X-ray, Tes ini berguna untuk menggambarkan keadaan jantung dan melihat
4. MRI, Tes ini memperlihatkan ukuran, bentuk, dan struktur jantung pasien,
2.2.6 Pencegahan
2. Menjaga kebersihan
5. Mendapatkan vaksin
2.3 Pneumonia
2.3.1 Pengertian
masa anak-anak dan sering terjadi pada masa bayi (Hidayat, 2006). Pneumonia
pada anak merupakan masalah yang umum dan menjadi penyebab utama
pneumonia juga dapat diklasifikasikan berdasarkan area paru yang terinfeksi (lobar
pneumonia aspirasi (alkoholik, usia tua), dan pneumonia pada gangguan imun
2.3.2 Patogenesis
berinteraksi satu sama lain. Dalam keadaan sehat, pada paru tidak akan terjadi
1) Inokulasi langsung
Dari keempat cara tersebut, cara yang terbanyak adalah dengan kolonisasi.
jamur. Kebanyakan bakteria dengan ikuran 0,5-2,0 mikron melalui udara dapat
mencapai brokonsul terminal atau alveol dan selanjutnya terjadi proses infeksi.
Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi
aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini
merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari
sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50%) juga
pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat (drug
abuse). Sekresi orofaring mengandung konsentrasi bakteri yang sanagt tinggi 108-
10/ml, sehingga aspirasi dari sebagian kecil sekret (0,001 - 1,1 ml) dapat
reaksi radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN
18
Pada waktu terjadi perlawanan antara host dan bakteri maka akan nampak
1. Zona luar (edama): alveoli yang tersisi dengan bakteri dan cairan
edema
(WHO) (2005) yaitu batuk dan/atau kesulitan bernapas ditambah minimal salah
1. Kepala terangguk-angguk
a. Nafas cepat :
1. Crackles (ronki)
3. Sianosis
2.3.4 Penyebab
bakteri, virus, jamur, dan protozoa. Pneumoni komunitas yang diderita oleh
rumah sakit banyak disebabkan gram negatif. Dari laporan beberapa kota di
gram negatif.
20
nosokomial :
b. Yang didapat di rumah sakit: basil usus gram negative (E. coli,
2.3.5 Pencegahan
pada orang dengan resiko tinggi. Vaksinasi sampai saat ini masih perlu dilakukan
golongan risiko tinggi misalnya usia lanjut, penyakit kronik, diabetes, penyakit
jantung koroner, PPOK, HIV, dll. Vaksinasi ulang direkomendasikan setelah > 2
tahun. Efek samping vaksinasi yang terjadi antara lain reaksi lokal dan reaksi yang
jarang terjadi yaitu hipersensitivitas tipe 3. Di samping itu vaksin juga perlu di
berikan untuk penghuni rumah jompo atau rumah penampungan penyakit kronik,
dan usia diatas 65 tahun. Selain vaksin, pola hidup sehat juga termasuk tidak
infeksi, akan tetapi sebelum antibiotika definitif diberikan antibiotik empiris dan
mikrobiologis umumnya tidak tersedia selama 12-72 jam. Maka dari itu
berdasarkan kondisi klinis pasien dan faktor predisposisi sangatlah penting, karena
akan menentukan pilihan antibiotika empirik yang akan diberikan kepada pasien.
(SaO2 > 92%) dan resusitasi cairan intravena untuk memastikan stabilitas
napas positif kontinu (continous positive airway pressure), atau ventilasi mekanis
mungkin diperlukan pada gagal napas. Bila demam atau nyeri pleuritik dapat
Pilihan Antibiotika :
sensitivitas bakteri terhadap antibiotika, keadaan tubuh pasien, dan faktor biaya
pengobatan. Pada infeksi pneumonia (CAP dan HAP) seringkali harus segera
terbaik untuk infeksi tersebut. Memilih antibiotika yang didasarkan pada luas
spektrum kerjanya tidak dibenarkan karena hasil terapi tidaklebih unggul daripada
22
yang dikombinasi dengan makrolide atau doksisiklin oral atau intravena, atau
akan secara signifikan menurunkan angka kematian pasien CAP. Terdapat isu
penting tentang penggunaan dual terapi meningkatkan outcome yang lebih baik
adalah kombinasi antara regimen yang terdiri dari antibiotika β-lactam, makrolide,
2.4.1 Pengertian
halnya kegagalan pada sistem organ lainnya, jantung, otak dan dapat di kenal
bisa terjadi karena paru-paru tidak dapat mengeluarkan atau membuang karbon
a. Gagal napas akut : gagl napas yang timbul pada pasien dengan
b. Gagal napas kronis gagal napas yang terjadi pada pasien paru
2.4.2 Patofisiologi
membuang karbon dioksida. Pada gagal napas terjadi peningkatan tekanan parsial
karbon dioksida arteri (PaCO2) lebih besar dari 50 mmHg, tekanan parsial oksigen
bila sudah mencapai kadar ekstrim (>90 mm Hg). Diatas kadar tersebut,
hiperkapnia dapat menyebabkan depresi susunan saraf pusat dan henti napas.
Untuk pasien dengan kadar PaCO2 rendah, konsekuensi yang lebih berbahaya
adalah gagal napas baik akut maupun kronis. Hipoksemia akut, terutama bila
disertai curah jantung yang rendah, sering berhubungan dengan hipoksia jaringan
dan risiko henti jantung (Nitu ME, & Elger H., 2009)
Hipoventilasi ditandai oleh laju pernapasan yang rendah dan napas yang
dangkal. Bila PaCO2 normal atau 40 mmHg, penurunan ventilasi sampai 50%
turun kira-kira dengan jumlah yang sama dengan peningkatan PaCO2. Kadang,
pasien yang menunjukkan petanda retensi CO2 dapat mempunyai saturasi oksigen
penyakit paru tidak dapat menunjang pertukaran gas normal melalui peningkatan
ventilasi. Anak yang mengalami gangguan padanan ventilasi atau pirau biasanya
dapat mempertahankan PaCO2 normal pada saat penyakit paru memburuk hanya
melalui penambahan laju pernapasan saja. Retensi CO2 terjadi pada penyakit paru
hanya bila pasien sudah tidak bisa lagi mempertahankan laju pernapasan yang
2.4.3 Penyebab
4. Abnormalitas alveoli
masif
Tetanus.
dan membuang CO2. Hal ini dilakukan dengan meningkatkan kandungan oksigen
arteri dan menyokong curah jantung serta ventilasi. Karena itu, dalam tatalaksana
terhadap gagal nafas, yang perlu segera dilakukan adalah: perbaikan ventilasi dan
diberikan untuk meningkatan saturasi mayor yaitu 90%. Jika tidak disertai penyakit
paru obstruktif, fraksi inspirasi O2 harus lebih besar dari 0,35. Pada pasien yang
pernapasan dan mengurangi dyspnoea. Selain itu, NIV dapat digunakan sebagai
alternatif intubasi trakea jika pasien menjadi hiperkapnia (Forte et al., 2006).
Sedangkan menurut Gallo et, all (2013), penatalaksanaan pada gagal nafas
adalah :
2. Meningkatkan oksigenasi
terhadap therapy
Menurut Black and Hawks 2014, pada penggunanan ventilasi mekanis atau
ventilator, jenis ventilator yang digunakan adalah bertekanan positif dan bukan
tekanan negative, dengan tujuan untuk memaksa udara masuk kedalam apru-paru.
Tekanan posisif diprlukan untuk pertukaran gas dan untuk menjaga alveolus tetap
terbuka.