Anda di halaman 1dari 11

askep anak dengan Difteri

Mei 4, 2012 oleh eviesetya

BAB I

PENDAHULUAN

1. A. LATAR BELAKANG

Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) seperti TBC, Diphteri, Pertusis, Campak, Tetanus, Polio,

dan Hepatitis B merupakan salah satu penyebab kematian anak di negara-negara berkembang termasuk

Indonesia. Diperkirakan 1,7 juta kematian pada anak atau 5% pada balita di Indonesia adalah akibat PD3I. Difteri

merupakan salah satu penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I).

Difteri adalah penyakit yang disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphtheriae, oleh karena itu penyakitnya

diberi nama serupa dengan kuman penyebabnya. Sebelum era vaksinasi, racun yang dihasilkan oleh kuman ini

sering meyebabkan penyakit yang serius, bahkan dapat menimbulkan kematian. Tapi sejak vaksin difteri

ditemukan dan imunisasi terhadap difteri digalakkan, jumlah kasus penyakit dan kematian akibat kuman difteri

menurun dengan drastis.

Penyebaran atau penularan bakteri ini melalui udara, berupa infeksi droplet, selain itu dapat pula melalui benda

atau makanan yang terkontaminasi, dan yang sering terjangkit penyakit ini adalah anak-anak.

Sebagai peetugas kesehatan perawat wajib memberikan asuhan keperawatan pada klien yang menderita difteri ini

termasuk anak-anak dengan tidak hanya memperhatikan keadaan umum klien tetapi juga memperhatikan aspek

tumbuh kembang dari anak tersebut yang mengalmi penyakit difteri sehgingga usah unti mencapai kesajhteraan

anak terwujud.

1. B. TUJUAN
1. TUJUAN UMUM

Berdasarkan latar belakang diatas maka tujuan pembuatan makalah ini adalah Untuk memahami gambaran

Asuhanm Keperawatan Teoritis pada Anak yang mengalami Penyakit Difter

1. TUJUAN KHUSUS
2. Memahami Teoritis Askep pada anak yang mengalami Difteri
3. Untuk melatih pembuatan ASKEP yang nantinya bermanfaat dalam pengaplikasian pendokumentasian
tindakan keperawatan
4. Untuk memenuhi Tugas Keperawatan anak yang diberikan oleh Ibuk Ns. Yeni Suki Skep

BAB II

TINJAUAN TEORITIS
1. A. DEFINISI

Difteri adalah suatu penyakita infeksi yang bisa menular yang disebabkan oleh bakteri coryneabacterium diphteria

yang berasal dari membran mukosa hidung dan nasovaring, kulit dan lesi lain dari orang yang terinfeksi (Buku

Pegangan Praktek Klinik Asuhan Keperawatan pada Anak)

Difteri adalah penyakit infeksi yang mendadak yang disebabkan oleh kuman Coryneabacterium diphteria. Mudah

menular dan yang diserang terutama traktus respiratorius bagian atas dengan tanda khas terbentuknya pseudo

membran dan dilepaskannya eksotoksin yang dapat menimbulkan gejala umum dan lokal (Ilmu Kesehatan Anak)

1. B. ETIOLOGI

Penyebab penyakit difteri adalah Corynebacterium diphtheriae. Berbentuk batanggram positif, tidak berspora,

bercampak atau kapsul. Infeksi oleh kuman sifatnya tidak invasive, tetapi kuman dapat mengeluarkan toxin, yaitu

exotoxin. Toxin difteri ini, karena mempunayi efek patoligik meyebabkan orang jadi sakit. Ada tiga type variants

dari Corynebacterium diphtheriae ini yaitu : type mitis, type intermedius dan type gravis.

Corynebacterium diphtheriae dapat dikalsifikasikan dengan cara bacteriophage lysis menjadi 19 tipe. Tipe 1-3

termasuk tipe mitis, tipe 4-6 termasuk tipe intermedius, tipe 7 termasuk tipe gravis yang tidak ganas, sedangkan

tipe-tipe lainnya termasuk tipe gravis yang virulen. Corynebacterium diphtheriae ini dalam bentuk satu atau dua

varian yang tidak ganas dapat ditemukan pada tenggorokan manusia, pada selaput mukosa.(Depkes,2007)

1. C. PATOFISIOLOGI

Sumber penularan penyakit difteri ini adalah manusia, baik sebagai penderita maupun sebagai carier. Cara

penularannya yaitu melalui kontak dengan penderita pada masa inkubasi atau kontak dengan carier. Caranya

melalui pernafasan atau droplet infection. Masa inkubasi penyakit difteri ini 2 5 hari, masa penularan penderita 2-

4minggu sejak masa inkubasi, sedangkan masa penularan carier bisa sampai 6 bulan. Penyakit difteri yang

diserang terutama saluran pernafasan bagian atas.

Ciri khas dari penyakit ini ialah pembekakan di daerah tenggorokan, yang berupa reaksi radang lokal, dimana

pembuluh-pembuluh darah melebar mengeluarkan sel darah putih sedang sel-sel epitel disitu rusak, lalu

terbentuklah disitu membaran putih keabu-abuan (psedomembrane). Membran ini sukar diangkat dan mudah

berdarah. Di bawah membran ini bersarang kuman difteri dan kuman-kuman ini mengeluarkan exotoxin yang

memberikan gejala-gejala yang lebih berat dancKelenjer getah bening yang berada disekitarnya akan mengalami

hiperplasia dan mengandung toksin. Eksotoksin dapat mengenai jantung dapat menyebabkan miyocarditisct

toksik atau mengenai jaringan perifer sehingga timbul paralisis terutama pada otot-otot pernafasan. Toksini ini

juga dapat menimbulkan nekrosis fokal pada hati dan ginjal, malahan dapat timbul nefritis interstisial Penderita

yang paling berat didapatkan pada difteri fauncial dan faringea karena terjadi penyumbatan membran pada laring
dan trakea sehingg saluran nafas ada obstruksi dan terjadi gagal nafs, gagal jantung yang bisa mengakibatkan

kematian, ini akibat komplikasi yang seriing pada bronkopneumoni

Menurut tingkat keparahannya, penyakit ini dibagi menjadi 3 tingkat yaitu:

Infeksi ringan bila pseudomembran hanya terdapat pada mukosa hidung dengan gejala hanya nyeri menelan.
Infeksi sedang bila pseudomembran telah menyerang sampai faring (dindingbelakang rongga mulut) sampai
menimbulkan pembengkakan pada laring.
Infeksi berat bila terjadi sumbatan nafas yang berat disertai dengan gejalakomplikasi
seperti miokarditis (radang otot jantung), paralisis (kelemahananggota gerak) dan nefritis (radang ginjal).

1. D. MANIFESTASI KLINIS

Penyakit ini juga dibedakan menurut lokasi gejala yang dirasakan pasien :

Difteri hidung (nasal diphtheria) bila penderita menderita pilek dengan ingusyang bercampur darah. Prevalesi
Difteri ini 2 % dari total kasus difteri. Bila tidak diobati akan berlangsung mingguan dan merupakan sumber
utama penularan.
Difteri faring (pharingeal diphtheriae)dan tonsil dengan gejala radang akut tenggorokan, demam sampai
dengan 38,5 derajat celsius, nadi yang cepat, tampak lemah, nafas berbau, timbul pembengkakan kelenjar
leher. Pada difteri jenis ini juga akan tampak membran berwarna putih keabu abuan kotor di daerah rongga
mulut sampai dengan dinding belakang mulut (faring).
Difteri laring ( laryngo tracheal diphtheriae ) dengan gejala tidak bisa bersuara, sesak, nafas berbunyi,
demam sangat tinggi sampai 40 derajat celsius, sangat lemah, kulit tampak kebiruan, pembengkakan
kelenjar leher. Difteri jenis ini merupakan difteri paling berat karena bisa mengancam nyawa penderita akibat
gagal nafas.
Difteri kutaneus (cutaneous diphtheriae) dan vaginal dengan gejala berupa luka mirip sariawan pada kulit dan
vagina dengan pembentukan membran diatasnya. Namun tidak seperti sariawan yang sangat nyeri, pada
difteri, luka yang terjadi cenderung tidak terasa apa apa.

1. E. WOC DIFTERI PADA ANAK

Terpapar Corynebacterium difteria diudara

Masuk kedalam dan hinggap di mukosa Tubuh

Difteri
Membentuk Pseudomonia

MK: Resiko
penyebarlusan infeksi

Mengeluarkan toksin (eksotoksin)

Lokal Sistemi

Infeksi Nasal Infeksi tonsil Infeksi kel. Geth bening Infeksi

pada laring Miokarditis Infeksi kutaneus

dan laring dan trakea

MK: Resiko
kekurangan
volume cairan

Peradangan mukosa hidung Nyeri Pada

tonsil Demam Penumpukan Pembesaran gagal

jantung Nefritis vagina konjungtifa


Sekret pseudomembr

an

Influensa Hidung serosa Nyeri menelan Mual

muntah

Obstruksi jalan nafas

MK: Tidak efektyif


bersihan jalan
nafas

MK: Perubahan nutrisi


Kurang dari kebutuhan
tubuh

Anoreksia

Apneu

Lemah dan lesu

Sia

nosis

1. F. KOMPLIKASI
Komplikasi bisa dipengaruhi oleh virulensi kuman, luas membran, jumlah toksin, waktu antara timbulnya penyakit

dengan pemberian antitoksin. Komplikasi difteri terdiri dari :

1. Infeksi sekunder, biasanya oleh kuman streptokokus dan stafilokokus


2. Infeksi Lokal : obstruksi jalan nafas akibat membran atau oedema jalan nafas
3. Infeksi Sistemik karena efek eksotoksin

Komplikasi yang terjadi antara lain kerusakan jantung, yang bisa berlanjut menjadi gagal jantung. Kerusakan

sistem saraf berupa kelumpuhan saraf penyebab gerakan tak terkoordinasi. Kerusakan saraf bahkan bisa berakibat

kelumpuhan, dan kerusakan ginjal.

1. G. PENATALAKSANAAN MEDIS

Jika anak menderita difteri, ia harus dirawat di rumah sakit karena seringkali menjadi gawat.

1. Racun yang dihasilkan oleh kuman dieliminasi dengan pemberian anti racun yang disebut dengan anti
toksin yang spesifik untuk kuman difteri.
2. Antibiotik diberikan dalam jangka waktu tertentu untuk mengeliminasi kuman, menghentikan produksi
racun oleh kuman, dan mengobati infeksi lokal saluran napas bagian atas.
3. Istirahat total sangat dibutuhkan, terutama pada anak dengantanda-tanda komplikasi pada jantung.

1. H. ASPEK TUMBUH KEMBANG

Konsep Tumbuh Kembang Anak

Konsep tumbuh kembang anak difokuskan pada usia todler yakni 1 3 tahun bisa juga dimasukkan dalam tahapan

pre operasional yakni umur 2 7 tahun. Menurut Yupi. S ( 2004 ) berdasarkan teori peaget bahwa masa ini

merupakan gambaran kongnitif internal anak tentang dunia luar dengan berbagai kompleksitasnya yang tumbuh

secara bertahap merupakan suatu masa dimana pikiran agak terbatas. Anak mampu menggunakan simbul melalui

kata kata, mengingat sekarang dan akan datang. Anak mampu membedakan dirinya sendiri dengan objek dalam

dunia sekelilingnya baik bahasa maupun pikiranya bercirikan egesenterisme, ia tidak mahu menguasai ide

persamaan terutama berkaitan dengan masalahmasalah secara logis, tetapi dalam situasi bermain bebas ia

cenderung untuk memperlihatkan perilaku logis dan berakal sehat pada tahap ini akan mulai mengenal tubuhnya

Pertumbuhan berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ

maupun individu yang dapat diukur dengan ukuran berat ( gram, pounnd, kilogram ). Ukuran panjang ( cm, meter

). Umur tulang dan keseimbangan metabolik ( retensi kalium dan nitrogen tubuh ). Perkembangan adalah

bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi yang lebih komplek dalam pola yang teratur dan dapat

diramalkan sebagai hasil dari proses pematangan ( Soetjiningsih, 1998: 1 ).

Pada pertumbuhan fisik dapat dinilai pertambahan berat badan sebanyak 2,2 Kg/ tahun dan tinggi badan akan

bertambah kira kira 7,5 cm/ tahun. Proporsi tumbuh berubah yaitu lengan dan kaki tumbuh lebih cepat dari pada
kepala dan badan lorosis lumbal pada medulla spinalis kurang terlihat dan tungkai mempunyai tampilan yang

bengkok. Lingkar kepala meningkat 2,5 cm/ tahun dan fontanella anterior menutup pada usia 15 bulan. Gigi molar

pertama dan molar kedua serta gigi taring mulai muncul ( Betz & Sowden, 2002: 546 ).

\Strategi Pengurangan Dampak Hospitalisasi Pada Usia Todler

Pada usia todler anak cenderung egosentris maka dalam menjelaskan prosedur dalam hubungan dengan cara apa

yang akan anak lihat, dengar, bau, raba dan rasakan. Katakan pada anak tidak apa- apa menangis atau gunakan

ekspresi verbal untuk mengatakan tidak nyaman.

Pada usia ini juga mengalami keterbatasan kemampuan berkomunikasi lebih sering menggunakan perilaku atau

sikap. Sedikit pendekatan yang sederhana menggunkan contoh peralatan yang kecil ( ijinkan anak untuk

memegang peralatan ) menggunakan permainan.

Pada usia ini menjadikan hubungan yang sulit antara anak dengan perawat diperlukan orang tua pada keadaan ini,

apapun cara yang dilakukan anaka harus merupakan pertimbangan pertama. Ibu harus didorong untuk tinggal

atau paling sedikit mengunjungi anaknya sesering mungkin ( Yupi, S 2004).

BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS


1. A. PENGKAJIAN
2. IDENTITAS
3. RIWAYAT KESEHATAN

Riwayat Kesehatan Sekarang

Perhatikan tanda-tanda atau gejala klinis dari difteri

Riwayat Kesehatan Dahulu

Bersangkutan dari etiologi (pernah atau tidak terkena difteri) atau gejala-gejala difteri yang masih akut

Riwayat Kesehatan Keluarga

Mengkaji apakah anggota keluarga ada yang mengidap penyakit difteri

1. PEMERIKSAAN FISIK

Memeriksa TTV pada anak dan melakukan observasi secara IPPA dari kepala samapai kaki (Head to toe) dan yang

terpenting adalah . Kaji tanda-tanda yang terjadi pada nasal, tonsil/faring dan laring. Lihat dari manifestasi klinis

berdasarkan alur patofisiolog


1. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Uji Shick dilakukan dengan menyuntikkan sejumlah kecil toksin difteri ke dalam kulit. Jika orang tersebut kebal,

maka toksin tersebut dinetralkan oleh antitoksin di dalam tubuhnya dan tidak terjadi reaksi. Tetapi bila orang itu

rentan-tidak mempunyai antitoksin alamiah naka akan terjadi reaksi peradangan setempat yang mencapai

intensitas maksimum dalam 4 7 hari. Jika uji Shick ini menunjukkan adanya kerentanan terhadap difteri, maka

orang dewasa sekalipun harus diimunisasi secara aktif.

1. POLA AKTIVITAS

a]. Pola nutrisi dan metabolik: disesuaikan dengan tanda difteri seperti apakah nafsu amakan berkuarang

(anoreksia) muntah dsb

b]. Pola eliminasi : Bandingkan sesudah atau sebelum penyakit difteri dengan mencatat frekuensi sehari

c]. Pola Aktifitas dan latihan : Jika klien terjangkit difteri maka tampak anak akan malas, lemah dan lesu

d]. Pola tidur dan istirahat : Mengkaji apakah anak tidurnya nyaman atau tidak mau tidur

e]. Kognitif & perseptual : anak akan susah berkonsentrasi

f]. Persepsi diri : Karena klien masih kategori anak maka konsep dirinya akan masih dalam tahap perkembangan

dan anak akan tampak cemas karena penyakit yang diderita atau kerna perspisahan

g]. Hubungan peran : Anak banyak tampak diam karena efek hospitalisasi

1. B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan obstruksi pada jalan nafas.
2. Resiko penyebarluasan infeksi berhubungan dengan organisme virulen.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang kurang).
4. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan proses penyakit (metabolisme meningkat, intake
cairan menurun).

1. C. RENCANA KEPERAWATAN

DIAGNOSA TUJAN DAN INTERVENSI


KEPERAWATAN KRITERIA
Tujuan dan kriteria :
Tidak efektifnya Intervensi:
Anak akan menunjukan
jalan nafas
tanda jalan nafas efektif Mengkaji status pernafasan dengan
berhubungan
menobservasi irama dan bunnyi pernafasan
dengan obstruksi
pada jalan nafas. Mengatur posisi kepala dengan
posisi ekstensi

Melakukan suction jalan nafas jika


terdapat sumbatan

Melakukan fisioterapi dada

Mempersiapkan anak untuk


dilakukan trakeostomi

Melakukan pemeriksaan analisa gas


darah

Melakukan intubasi jika ada indikasi

Resiko Penyebar luasan infeksi Menempatkan anak pada daerah


penyebarluasan tidak terjadi khusus
infeksi
Mempertahankan isolasi yang ketat
berhubungan
di rumahg sakit
dengan organisme
virulen. Menggunakan prosedur
perlindungan infeksi jika melakukan kontak
dengan anak

Memberikan antibiotik sesuai


dengan order

Perubahan nutrisi Mengkaji ketidak mampuan anak


kurang dari untuk makan
kebutuhan tubuh
berhubungan anak menunjukan Memasang NGT untuk memenuhi
dengan intake tanda-tanda kebutuhan kebutuhan nutrisi anak
nutrisi yang nutrisi terpenuhi
Melakukan kolaborasi dalam
kurang).
pemberian nutrisi parenteral

Menilai indikator terpenuhinya


kebutuhan nutrisi (berat badan, lingkar
lengan, membran mukosa) yang adekuat

Resiko kurangnya volume cairan adekuat Memonitor intake output secara


volume cairan tepat, pertahankan intake cairan dan
berhubungan elektrolit yang tepat
dengan proses
Mengakji adanya tanda-tanda
penyakit
dehidrasi (membran mukosa kerin, turgor,
(metabolisme
kulit kurang, produksi urin menurun,
meningkat, intake
frekuensi denyut nadi dan pernafasan,
cairan menurun).
meningkat tekannan darah, fontanel cekung

Berkolaborasi untuk pemberian


cairan parenteral jika pemberian cairan
melalui oral tidak memungkinkan

BAB III

PENUTUP
1. A. KESIMPULAN
1. Difteri adalah penyakit yang disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphtheriae, oleh
karena itu penyakitnya diberi nama serupa dengan kuman penyebabnya.
2. Menurut tingkat keparahannya, penyakit ini dibagi menjadi 3 tingkat yaitu: Infeksi ringan,
Infeksi sedang dan Infeksi berat
3. Menurut lokasi gejala difteria dibagi menjadi : Difteri hidung, difteri faring, difteri laring dan
difteri kutaneus dan vaginal
4. Gejala klinis penyakit difteri ini adalah :
Panas lebih dari 38 C
Ada psedomembrane bisa di pharynx, larynx atau tonsil
Sakit waktu menelan
Leher membengkak seperti leher sapi (bullneck), disebabkan karenapembengkakan kelenjar leher

1. B. SARAN
Difteri adalah suatu penyakit infeksi yang bisa mengakibatkan miokarditis untuk itu mencegah penyebaran infeksi

merupakan tindakan yang harus dilakukan, untuk itu petugas kesehatan (perawat) harus tahu hal itu dan keluarga

harus sensitif terhadap keadaan anak jika mengidap difteri

DAFTAR PUSTAKA

Staf pengajar UI. 1995 . Ilmu Kesehatan Anak . Fakultas kedokteran. Jakarta

Yuliana, Rita . Supriadi . 2005 . Asuhan Keperawatan Anak . PT percetakan swadaya. Jakarta

http//:www.scribd.com.//difteri//

:http://www.indonesianpublichealth.blogspot.com

Iklan

Anda mungkin juga menyukai