Anda di halaman 1dari 11

MINGGU, 17 JULI 2011

Asuhan Keperawatan Difteria Pada Anak


I. LANDASAN TEORI
DEFINISI
Difteri ialah suatu penyakit infeksi mendadak yang disebabkan oleh kuman Corynebacterium
difteria (Staf Pengajar IKA FKUI, 2007). Adalah suatu penyakit infeksi toksik akut yang sangat
menular, disebabkan oleh Corynebacterium diphtheriae dengan ditandai pembentukan
pseudomembran pada kulit dan/atau mukosa. Difteri adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan
oleh bakteri Corynebacterium difteria Difteri merupakan salah satu penyakit yang sangat menular
(contagious disease). Penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri Corynebacterium diphtheriae,
yaitu kuman yang menginfeksi saluran pernafasan, terutama bagian tonsil, nasofaring (bagian antara
hidung dan faring/ tenggorokan) dan laring. Penularan difteri dapat melalui kontak hubungan dekat,
melalui udara yang tercemar oleh karier atau penderita yang akan sembuh, juga melalui batuk dan
bersin penderita.
Penderita difteri umumnya anak-anak, usia di bawah 15 tahun. Dilaporkan 10 % kasus difteri
dapat berakibat fatal, yaitu sampai menimbulkan kematian. Selama permulaan pertama dari abad
ke-20, difteri merupakan penyebab umum dari kematian bayi dan anak - anak muda. Penyakit ini
juga dijumpai pada daerah padat penduduk dengan tingkat sanitasi rendah. Oleh karena itu,
menjaga kebersihan sangatlah penting, karena berperan dalam menunjang kesehatan kita.
Lingkungan buruk merupakan sumber dan penularan penyakit.
Sejak diperkenalkan vaksin DPT (Dyphtheria, Pertusis dan Tetanus), penyakit difteri mulai
jarang dijumpai. Vaksin imunisasi difteri diberikan pada anak-anak untuk meningkatkan sistem
kekebalan tubuh agar tidak terserang penyakit tersebut. Anak-anak yang tidak mendapatkan vaksin
difteri akan lebih rentan terhadap penyakit yang menyerang saluran pernapasan ini.

ETIOLOGI
Disebabkan oleh Corynebacterium diphtheriae, bakteri gram positif, yang bersifat polimorf, tidak
bergerak dan tidak membentuk spora. Pewarnaan sediaan langsung dapat dilakukan dengan biru
metilen atau biru toluidin. Basil ini dapat ditemukan dengan sediaan langsung dari lesi (Staf Pengajar
FKUI, 2007).
Sifat basil polimorf, gram positif, tidak bergerak dan tidak membentuk spora, mati pada pemanasan
60C selama 10 menit, tahan sampai beberapa minggu dalam es, air susu, dan lendir yang telah
menngering.
Terdapat 3 jenis basil yaitu bentuk gravis mitis dan intermedius atas dasar perbedaan bentuk
koleni dalam biakan agar darah yang mengandung kalium terlarut.
Basil dapat membentuk :
o Pseudomembran yang sukar diangkat, mudah berdarah dan berwarna putih keabu-abuan yang
terkena terdiri dari fibrin, leukosit, jaringan nekrotik dan basil.
o Eksotoksin yang sangat ganas dan dapat meracuni jaringan setelah bebrapa jam diabsorbsi dan
memberikan gambaran perubahan jaringan yang khas terutama pada otot jantung, ginjal dan
jaringan saraf

PATOFISIOLOGI
Corynebacterium diphteriae masuk kehidung atau mulut dimana basil akan menempel di
mukosa saluran nafas bagian atas, kadang-kadang kulit, mata atau mukosa genital. Setelah 2-4 jam
hari masa inkubasi kuman dengan corynephage menghasilkan toksik yang mula-mula diabsorbsi
oleh membran sel, kemudian penetrasi dan interferensi dengan sintesa protein bersama-sama
dengan sel kuman mengeluarkan suatu enzim penghancur terhadap Nicotinamide Adenine
Dinucleotide (NAD). Sehingga sintesa protein terputus karena enzim dibutuhkan untuk
memindahkan asam amino dan RNA dengan memperpanjang rantai polipeptida akibatnya terjadi
nekrose sel yang menyatu dengan nekrosis jaringan dan membentuk eksudat yang mula-mula dapat
diangkat, produksi toksin kian meningkat dan daerah infeksi makin meluas akhirnya terjadi eksudat
fibrin, perlengketan dan membentuk membran yang berwarna dari abu-abu sampai hitam tergantung
jumlah darah yang tercampur dari pembentukan membran tersebut apabila diangkat maka akan
terjadi perdarahan dan akhirnya menimbulkan difteri. Hal tersebut dapat menimbulkan beberapa
dampak antara lain sesak nafas sehingga menyebabkan pola nafas tidak efektif, anoreksia sehingga
penderita tampak lemah sehingga terjadi intoleransi aktifitas.

MANIFESTASI KLINIK
Gejala umum yang timbul berupa:
o Demam tidak terlalu tinggi
o Lesu dan lemah
o Pucat
o Anoreksia
Gejala khas yang menyertai:
o Nyeri menelan
o Sesak nafas
o Serak

Gejala local : nyeri menelan, bengkak pada leher karena pembengakakan pada kelenjar regional,
sesak napas, serak sampai stridor jika penyakit sudah pada stadium lanjut.Gejala akibat eksitoksin
tergantung bagian yang terkene, misalnya mengenai otot jantung terjadi miokarditis dan bila
mengenai saraf terjadi kelumpuhan. Bila difteria mengenai hidung (hanya 2% dari jumlah pasien
difteria) gejala yang timbul berupa pilek, sekret yang keluar bercampur darah yang berasal dari
pseudomembran dalam hidung. Biasanya penyakit ini akan meluas ke bagian tenggorak pada
tonsil, faring dan laring.

KLASIFIKASI
Menurut tingkat keparahannya, penyakit ini dibagi menjadi 3 tingkat yaitu :
1. Infeksi ringan bila pseudomembran hanya terdapat pada mukosa hidung dengan gejala hanya
nyeri menelan.
2. Infeksi sedang bila pseudomembran telah menyerang sampai faring (dinding belakang rongga
mulut) sampai menimbulkan pembengkakan pada laring.
3. Infeksi berat bila terjadi sumbatan nafas yang berat disertai dengan gejala komplikasi seperti
miokarditis (radang otot jantung), paralisis (kelemahan anggota gerak) dan nefritis (radang ginjal).

Menurut lokasi gejala yang dirasakan pasien :


1. Difteri hidung bila penderita menderita pilek dengan ingus yang bercampur darah. Difteri hidung
biasanya ringan dan kronis dengan salah satu rongga hidung tersumbat dan terjadi ekskorisasi
(ledes). Infeksi subklinis (atau kolonisasi) merupakan kasus terbanyak. Toksin dapat menyebabkan
myocarditis dengan heart block dan kegagalan jantung kongestif yang progresif, timbul satu minggu
setelah gejala klinis difteri. Gejala lain yang muncul belakangan antara lain neuropati yang mirip
dengan Guillain Barre Syndrome. Tingkat kematian kasus mencapai 5-10% untuk difteri
noncutaneus, angka ini tidak banyak berubah selama 50 tahun. Bentuk lesi pada difteria kulit
bermacam-macam dan tidak dapat dibedakan dari lesi penyakit kulit yang lain, bisa seperti atau
merupakan bagiandariimpetigo.
2. Difteri faring dan tonsil dengan gejala radang akut tenggorokan, demam sampai dengan 38,5 derajat
celsius, nadi yang cepat, tampak lemah, nafas berbau, timbul pembengkakan kelenjar leher. Pada
difteri jenis ini juga akan tampak membran berwarna putih keabu abuan kotor di daerah rongga mulut
sampai dengan dinding belakang mulut (faring).
3. Difteri laring dengan gejala tidak bisa bersuara, sesak, nafas berbunyi, demam sangat tinggi sampai
40 derajat celsius, sangat lemah, kulit tampak kebiruan, pembengkakan kelenjar leher. Difteri jenis
ini merupakan difteri paling berat karena bisa mengancam nyawa penderita akibat gagal nafas.
4. Difteri kutaneus dan vaginal dengan gejala berupa luka mirip sariawan pada kulit dan vagina
dengan pembentukan membran diatasnya. Namun tidak seperti sariawan yang sangat nyeri,
pada difteri, luka yang terjadi cenderung tidak terasa apa apa.

KOMPLIKASI
Komplikasi yang bias muncul pada pasien difteria yaitu :
1. Miokarditis (minggu ke-2).
2. Neuritis.
3. Nefritis.
4. Bronkopneumonia
5. Paralisis.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Schick test
Tes kulit ini digunakan untuk menentukan status imunitas penderita. Tes ini tidak berguna untuk
diagnosis dini karena baru dapat dibaca beberapa hari kemudian. Untuk pemeriksaan ini
digunakan dosis 1/50 MED. Yang diberikan intrakutan dalam bentuk larutan yang telah diencerkan
sebanyak 0,1 ml bila orang tersebut tidak mengandung antitoksin akan timbul vesikel pada bekas
suntikan akan hilang setelah beberapa minggu. Pada orang yang mengandung titer antitoksin yang
rendah uji schick dapat positif, pada bekas suntikan akan timbul warna merah kecoklatan dalam 24
jam. Uji schick dikatakan negatif bila tidak didapatkan reaksi apapun pada tempat suntikan dan ini
terdapat pada orang dengan imunitas atau mengandung antitoksin yang tinggi. Positif palsu dapat
terjadi akibat reaksi alergi terhadap protwin antitoksin yang akan menghilang dalam 72 jam.
b. Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan darah terdapat penurunan kadar hemoglobin dan leukositosis
polimorfonukleus, penurunan jumlah eritrosit, dan kadar albumin. Pada urin terdapat albumin
ringan.
c. Pemeriksaan Diagnostik
Pada pemeriksaan darah terdapat penurunan kadar hemoglobin dan leukositosis,
penurunan jumlah eritrosit dan kadar albumin.
Pada urine terdapat albuminuria ringan.

PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan medis
Pengobatan umum dengan perawatan yang baik, isolasi dan pengawasan EKG yang dilakukan
pada permulan dirawat satu minggu kemudian dan minggu berikutnya sampai keadaan EKG 2 kali
berturut-turut normal dan pengobatan spesifik.
Pengobatan spesifik untuk difteri :
- ADS (Antidifteri serum), 20.000 U/hari selama 2 hari berturut-turut dengan sebelumnya harus
dilakukan uji kulit dan mata.
- Antibiotik, diberikan penisillin prokain 5000U/kgBB/hari sampai 3 hari bebas demam. Pada pasien
yang dilakukan trakeostomi ditambahkan kloramfenikol 75mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis.
- Kortikosteroid, untuk mencegah timbulnya komplikasi miokarditis yang sangat membahayakan,
dengan memberikan predison 2mg/kgBB/hari selama 3-4 minggu. Bila terjadi sumbatan jalan nafas
yang berat dipertimbangkan untuk tindakan trakeostomi
2. Penatalaksanaan keperawatan
Pasien difteri harus dirawat di kamar isolasi yang tertutup. Petugas harus memakai gaun khusus
(celemek) dan masker yang harus diganti tiap pergantian tugas atau sewaktu-waktu bila kotor
(jangan dari pagi sampai malam hari). Sebaiknya penunggu pasien juga harus memakai celemek
tersebut untuk mencegah penularan ke luar ruangan. Harus disediakan perlengkapan cuci tangan:
desinfektan, sabun, lap, atau handuk yang selallu kering (bila ada tisu) air bersih jika ada kran
juuga tempat untuk merendam alat makan yang diisi dengan desinfektan.
Risiko terjadi komplikasi obstruksi jalan napas, miokarditis, pneumonia.
Pasien difteri walaupun penyakitnya ringan perlu dirawat di rumah sakit karena potensial terjadi
komplikasi yang membahayakan jiwanya yang disebabkan adanya pseudomembran dan eksotosin
yang dikeluarkan oleh basil difteri tersebut.
- Sumbatan jalan napas.
Kelainan ini terjadi karena adanya edema pada laring dan trakea serta adanya pseudomembran.
Gejala sumbatan adalah suara serak dan stridor inspiratoir. Bila makin berat terjadi sesak napas,
sianosis, tampak retraksi otot, kedengaran stridor :
a. Berikan O2
b. Baringkan setengah duduk.
c. Hubungi dokter.
d. Pasang infus (bila belum dipasang).
e. Hubungi orang tua beritahu keadaan anak dan bahaya yang dapat terjadi.
- Miokarditis.
Eksotoksin yang dikeluarkan oleh basil difteri jika diserap oleh janutng akan menyebabkan
terjadinya miokarditis yang biasanya kelainan ini timbul pada minggu kedua sampai ketiga. Untuk
mencegah adanya miokarditis hanya dengan pemberian suntikan ADS sedini mungkin. Tetapi
untuk mengetahui gejala miokarditis perlu observasi terus menerus dan pasien harus istirahat
paling sedikit 3 minggu atau sampai hasil EKG 2 kali berturut-turut normal. Selama dirawat,
pengamatan nadi, pernapasan dan suhu dicatat dalam perawatan khusus. Bila tidak ada alat EKG
:
- Pemantauan nadi sangat penting dan harus dilakukan setiap jam dan dicatat secara teratur. Bila
terdapat perubahan kecepatan nadi makin menurun (bradikardi) harus segera menghubungi
dokter.
Perawatan lain selain tanda vital dan keadaan umum :
a. Pasien tidak boleh banyak bergerak, tetapi sikap berbaringnya harus sering diubah, misalnya
setiap 3 jam untuk mencegah terjadinya komplikasi brokopneumonia (pneumonia hipostatik).
b. Jaga kulit pada bagian tubuh yang tertekan agar tidak terjadi dekubitus (ingat pasien tirah baring
selama 3 minggu, tidak boleh bangun).
- Komplikasi yang mengenai saraf.
Komplikasi yang mengenai saraf dapat terjadi pada minggu pertama dan kedua. Jika mengenai
saraf palatum mole (saraf telan) dengan gejala bila pasien minum air/susu akan keluar melalui
hidungnya. Jika terjadi demikian :
a. Cara memberikan minum harus hati-hati, pasien sambil didudukkan.
b. Bila pasien makan cair agar dibuat agak kental dan diberikan sedikit demi sedikit.
- Komplikasi pada ginjal.
Selama pasien difteri dalam perawatan keadaan urine selain harus diperhatikan warnanya juga
banyaknya apakah normal atau tidak.
Gangguan masukan nutrisi.
Gangguan masukan nutrisi pada pasien difteri selain disebabkan karena sakit menelan juga
karena anoreksia. Jika anak masih mau menelan bujuklah agar ia mau makan sedikit demi sedikit
dan berikan makanan cair atau bubur encer dan berikan susu lebih banyak. Jika pasien tidak amau
makan sama sekali atau hanya sedikit sekali, atau dalam keadaan sesak nafas perlu dipasang
infus. Setelah 2-3 hari kemudian sesak nafas telah berkurang sebelum infus dihentikkan dicoba
makan per oral dan apabila anak telah mau makan infus dihentikan. Berikan minum yang sering
untuk memelihara kebersihan mulut dan membantu kelancaran eliminasi

TINDAKAN PENCEGAHAN
Penyakit difteri dapat dicegah dengan cara-cara sebagai berikut:
1. Isolasi penderita
Penderita difter harus diisolasi dan baru dapat dipulangkan setelah pemeriksaansediaan langsung
menunjukkan tidak terdapat lagi Corynebacterium diphtheriae 2 kali berturut-turut.
2. Pencegahan terhadap kontak Terhadap anak yang kontak dengan difteri harus diisolasi selama 7
hari. Bila dalam pengamatan terdapat gejala-gejala maka penderita tersebut harus diobati.
3. Imunisasi
Pencarian dan kemudian mengobati karier difteria. Dilakukan dengan uji schick, yaitu bila hasil uji
negatif (mungkin penderita karier atau pernah mendapat imunisasi), maka harus dilakukan hapusan
tenggorok. Jika ternyata ditemukan Corynebacterium diphtheriae, penderita harus diobati dan bila
perlu dilakukan tonsiletomi (Staf Pengajar IKA FKUI, 2007).

TINDAKAN TERAPEUTIK
1. Pemberian oksigen.
2. Terapi cairan.
3. Perawatan isolasi.
4. Pemberian antibiotic sesuai program.
5. Postural drainase
Langkah langkahnya yaitu :
Pasien dengan posisi tubuh sedemikian rupa sehingga dapat dicapai drainase sputum secara
maksimum. Tiap kali melakukan drainase postural dilakukan selama 10 20 menit, tiap hari
dilakukan 2 sampai 4 kali. Prinsip drainase postural ini adalah usaha mengeluarkan sputum (
secret bronkus ) dengan bantuan gaya gravitasi. Posisi tubuh saat dilakukan drainase postural
harus disesuaikan dengan letak kelainan bronchitisnya, dan dapat dibantu dengan tindakan
memberikan ketukan pada pada punggung pasien dengan punggung jari.

II. ASUHAN KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN
- Identitas: dapat terjadi pada semua golongan umur, namun sering dijumpai pada anak (usia 1-10
tahun).
- Keluhan utama: Biasanya pasien datang dengan keluhan kesulitan bernapas pada waktu tidur, nyeri
pada waktu makan, dan bengkak pada tenggorokan/leher.
- Riwayat kontak dengan keluarga perlu dikaji.
- Pemeriksaan fisik:
- Pernapasan.
- Sulit bernapas.
- Produksi sputum meningkat.
- Dspneu.
- Pada tenggorakan ada luka.
- Edema mukosa.
- Pembesaran kelenjar getah bening.
- Pernapasan cepat dan dangkal.
- Penggunaan otot bantu pernapasan.
- Terdengar wheezing (auskultasi).
- Nutrisi
- Tidak nafsu makan.
- Sulit menelan.
- Turgor kulit menurun.
- Berat badan menurun.
- Edema laring,faring.
- Aktivitas
- Tidak mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari.
- Kurang tidur, penurunan kemampuan beraktivitas, pusing.
- Fatique.
- Insomnia.
- Sirkulasi
- nadi meningkat (takikardi).
- Aritmia.
- Interaksi Sosial
- Merasa tergantung.
- Pembatasan mobilitas fisik.

Pada difteritonsil-faring terdapat malaise, suhu tubuh lebih dari 38,9oC, terdapatpseudomembran
pada tonsil dan dinding faring, serta bullneck.Pada difteri laring terdapat stridor, suara parau, dan
batuk kering, sementara pada obstruksi laring yang besar terdapat retraksi supra sternal, subkostal,
dan supra klavikula.Pada difteri hidung terdapat pilek ringan, sekret hidung yang serosanguinus
sampai mukopurulen, dan membran putih pada septum nasi. Selain itu, difteri hidung bila penderita
menderita pilek dengan ingus yang bercampur darah.

- Difteri faring dan tonsil, terlihat pembengkakan kelenjar leher. Juga akan tampak membran
berwarna putih keabu abuan kotor di daerah rongga mulut sampai dengan dinding belakang mulut
(faring).
- Difteri kutaneus dan vaginal dengan gejala berupa luka mirip sariawan pada kulit dan vagina
dengan pembentukan membran diatasnya tetapi tidak nyeri.

B. DIAGNOSA

1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan Disfungsi Neuromuskular.


2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
3. Resiko penyebarluasan infeksi berhubungan dengan organisme virulen.
4. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan proses penyakit (metabolisme meningkat,
intake cairan menurun).
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan secara menyeluruh.

C. PERENCANAAN

a. Pola nafas tidak efektif b/d disfungsi neruromoskular


Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan pola napas
pasien kembali normal.

INTERVENSI RASIONAL
Monitor pola napas yangmeliputi Mengetahui apakah ada kelainan dalam
irama pernapasan, penggunaan otot- pernapasan untuk menentukan
otot bantu napas, suara napas, dan intervensi selanjutnya.
frekuensi napas.
Berikan oksigen sesuai advis (2- Oksigen memaksimalkan
4Lt/menit). Apabila anak masih bayi pernapasan dan perubahan posisi dan
atur kepala dengan posisi ekstensi. ambulasi meningkatkan pengisian
udara segmen paru berbeda sehingga
memperbaiki difusi gas.
Atur posisis tidur pasien (kepala lebih Kepala lebih tinggi memungkinkan
tinggi) ekspansi paru dan memudahkan
pernapasan .

Auskultasi suara nafas, catat adanya Suara nafas yang tidak efektif bisa
suara nafas tambahan. menyebabkan terjadinya obstruksi jalan
nafas / kegagalan pernapasan

Lakukan fisioterapi dada jika perlu. Memudahkan upaya pernapasan dalam


dan meningkatkan drainase sekret

b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia


Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan BB stabil,pasien
bebas dari tanda-tanda malnutrisi dan pasien dapat mengumpulkan energi untuk beraktivitas
kembali.

INTERVENSI RASIONAL
Pastikan diet memenuhi kebutuhan Tinggi karbohidrat, protein dan kalori
pernapasan sesuai indikasi dibutuhkan selama ventilasi untuk
memperbaiki fungsi otot pernapasan.
Catat masukan oral saat makan dan Selera makan biasanya buruk dan
tawarkan makanan yang disukai anak masukan nutrisi penting
mungkin menurun. Tawaran makanan
kesukaan dapat meningkatkan
pemasukan oral
Timbanglah berat badan setiap hari. Berguna untuk menentukan kebutuhan
kalori, menyusun tujan berat badan dan
evaluasi keadekuatan rencana nutrisi
Aturlah pemberian makanan dalam porsi Meningkatkan atau memaksimalkan
yang sedikit tapi sering. asupan nutrisi anak

Libatkan orang tua dalam pemberian Membantu dalam memenuhi asupan


makanan. nutrisi anak, karena biasanya orang tua
tahu cara yang tepat agar anaknya mau
makan

c. Resiko penyebarluasan infeksi berhubungan dengan organisme virulen.


Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan
Resiko infeksi tidak terjadi

INTERVENSI RASIONAL
Observasi TTV klien Demam dapat terjadi karena infeksi atau
dehidrasi
Turunkan faktor resiko nosokomial melalui Faktor ini paling sederhana tetapi paling
cuci tangan yang tepat pada semua perawat paling penting untuk mencegah infeksi di
rumah sakit
Anjurkan keluarga klien untuk menyiapkan Menurunkan transmisi organisme melalui
wadah sekali pakai untuk sputum, contohnya cairan
tissue
Pertahankan hidrasi adekuat dan nutrisi Membantu memperbaiki tahanan umum
untuk penyakit dan menurunkan resiko
infeksi
Berikan antimikrobial sesuai indikasi Satu atau lebih agen dapat digunakan
tergantung pada identifikasi patogen bila
infeksi terjadi

d. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan proses penyakit (metabolisme meningkat,
intake cairan menurun).
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan
Resiko kurangnya volume cairan tidak terjadi

INTERVENSI RASIONAL
Observasi tanda vital Peningkatan suhu, memanjangnya demam
dan meningkatkan laju metabolik dan
kehilangan cairan melalui evaporasi.
Peningkatan takikardia menunjukkan
kekurangan cairan sistemik
Kaji turgor kulit, kelembaban membran Indikator langsung keadekuatan volume
mukosa ( bibir, lidah ) cairan meskipun membran mukosa mulut
mungkin kering karena napas mulut dan
oksigen tambahan
Pantau masukan dan keluaran cairan Memberikan informasi tentang keadekuatan
volume cairan dan kebutuhan pengganti
Tekankan masukan cairan yang optimal Memenuhi kebutuhan dasar cairan dan
setiap harinya atau sesuai kondisi individual menurunkan resiko dehidrasi

e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan secara menyeluruh.


Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan klien dapat
beraktifitas sebagaimana mestinya

INTERVENSI RASIONAL
Evaluasi respon klien terhadap aktifitas. Menetapkan kemampuan dan kebutuhan
Catat laporan dispnea, peningkatan pasien dan memudahkan pilihan intervensi
kelemahan perubahan tanda vital selama dan
setelah aktifitas
Berikan lingkungan yang tenang dan batasi Menurunkan stress dan rangsanga
pengujung berlebihan, meningkatkan istirahat
Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana Pembatasan aktifitas ditentukan dengan
pengobatan dan perlunya keseimbangan respon individual pasien terhadap aktifitas
aktifitas dan istirahat dan kegagalan pernapasan
Bantu aktifitas perawatan diri yang Meminimalkan kelelahan dan membantu
diperlukan keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen

D. EVALUASI
1. Pola napas anak kembali normal.
2. BB stabil, pasien bebas dari tanda-tanda malnutrisi dan anak dapat mengumpulkan energi untuk
beraktivitas kembali.
3. Resiko infeksi tidak terjadi
4. Resiko kurangnya volume cairan tidak terjadi
5. Masalah intoleransi aktifitas teratasi, serta anak dapat beraktifitas sebagaimana mestinya
Diposkan oleh ferry ansyah di 18.50

Anda mungkin juga menyukai